Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN AUDIT MEDIK III

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Rindang banua Gang sari No. 45
Suku bangsa : Banjar
Tanggal masuk : 21 Desember 2016

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)


A. Keluhan utama
Nyeri perut Kanan Bawah
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke puskesmas Pahandut dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak ±4 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri muncul tiba-tiba
dan terjadi secara terus-menerus. Awalnya nyeri dirasakan diseluruh perut namun
beberapa saat kemudian nyeri menetap di perut kanan bawah namun 2 hari SMRS.
Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien
mengaku lebih merasa nyaman dalam posisi jongkok ataupun tidur sambil menekuk
kaki kanan saat nyeri berlangsung dan dirasakan nyeri semakin memberat.
Pasien ada muntah sejak 2 hari, saat nyeri datang ada perasaan ingin muntah.
Muntah hari ini sebanyak 3-4 kali sekitar ½ gelas aqua kecil, berisi cairan kuning,
Mual (+), Pasien mengaku badan terasa hangat ± 4 hari ini dirasakan hilang timbul,
sekarang merasa tidak ada panas badan, menggigil (-) keringat dingin (-),
Pasien mengaku BAB tidak bisa sejak 2 hari SMRS, riwayat BAB cair disangkal,
buang angin (-) dari 1 hari SMRS, BAK diakui pasien tidak ada keluhan, pancaran
kencing normal, warna kuning jernih, tidak ada pasir, berwarna merah (-), BAK
terakhir sebelum berangkat ke puskesmas. Nafsu makan diakui menurun karena nyeri
perut dan muntah, setiap makan minum selalu ingin muntah. Nyeri dada (-),sesak(-),
trauma (-) dipijat diperut (-), intake (+) dan kurang nafsu makan, menstruasi (-)
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa (-). Riw. Operasi (-) Riw. HT (-), DM (-) alergi (-)

1
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riw. Serupa (-), HT(-), DM (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
b. Nadi : 89x/menit,regular, kuat angkat, volume dan isi cukup
c. Pernafasan : 22 x/menit
d. Suhu : 37,5 °C
3. Status Generalis:
A. Kepala : Normocephal
B. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-)
C. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-)
D. Mulut : Mukosa mulut pucat (-), kering (-)
E. Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, Peningkatan JVP (-)
F. Thorax
a. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tampak di linea midclavicula sinistra ICS V.
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS V.
Auskultasi : SI-SII tunggal regular, murmur(-) dan gallop(-).
b. Pulmo :
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, retraksi (-/-)
Palpasi : Fremitus vocal sama dikedua hemithorax
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-).
G. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal 10 x/menit
Palpasi : Defans muscular (-), lien dan hepar tidak teraba membesar, massa(-),
turgor kulit normal, nyeri tekan (+) regio Mc. Burney, rovsing sign
(+), Blumberg sign (+) dumphy sign (+)
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok CVA (-/-)

2
H. Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2”, Pitting Oedem (-/-) obturator sign (+),
psoas sign (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
V. DIAGNOSA
a. Diagnosa Banding
 Apendisitis Akut
 Infeksi saluran kemih
 Batu ureter
 Ileus Obstruktif
 Kehamilan ektopik
 Adnesitis
b. Diagnosa klinis
Abdominal pain e.c susp.Apendisitis Akut

VI. PENATALAKSANAAN (Di PKM Pahandut)


 Paracetamol 500 mg 3 x 1 tab
 Komunikasi, Informasi, dan edukasi (KIE) kepada pasien bahwa pasien harus
rujuk ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya disebabkan sakit yang
dialami adalah merupakan kegawatan akut perut yang membutuhkan tatalaksana
lebih lanjut dan memerlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui sakit
pasien.

VII. USULAN
 Pemeriksaan Foto Polos Abdomen 3P
 USG abdomen dan kandungan
 Pemeriksaan Darah Lengkap (Leukosit, Hitung Jenis leukosit), Fungsi Ginjal
(ureum,kreatinin)
 Pemeriksaan Urine Lengkap
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad Bonam
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia

3
DISKUSI AUDIT MEDIK III

Pasien Ny P, 46 tahun datang ke Puskesmas Pahandut Palangka Raya, kegawatan pada


kasus ini adalah nyeri perut kanan bawah yang merupakan bagian dari kasus akut abdomen
dengan diagnosis abdominal pain et causa suspect apendisitis akut.
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
akut abdomen yang paling sering. Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena
tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Apendisitis merupakan inflamasi
apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi
bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi. Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : faktor Obstruksi, faktor Bakteri:
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Bakteri yang
ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus., kecenderungan familiar dan faktor ras dan berhubungan dengan
kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.1
Data Depkes RI (2008), jumlah penderita apendisitis di Indonesia mencapai 591.819
orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang. Dari hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari
akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.
Insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan
abdomen lainya.2 Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tingkat
kemampuan yang harus dicapai untuk kasus apendisitis akut termasuk dalam 3B yaitu lulusan
dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan
gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan
pada pasien, mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien. 3
Apendisitis sendiri memberikan tanda dan gejala sebagai berikut :
a. Anamnesa, keluhan utama apendisitis :
1. Sakit perut : tahap awal terjadi hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi sehingga
nyeri visceral dirasakan diseluruh perut (epigastrium dan region umbilical). Tahap
lanjut nyeri somatik dirasakan di kuadran kanan bawah perut (Mc. Burney).
2. Anorexia, mual dan muntah (aktivasi vagus)
3. Obstipasi

4
4. Febris (komplikasi infeksi akut). Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar
37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
b. Pemeriksaan fisik
- Status generalis : Tampak kesakitan, membungkuk, memegang perut kanan bawah
- Demam
1. Inspeksi
Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
2. Palpasi
- Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
3. Perkusi: pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
4. Auskultasi: biasanya normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata
5. Rectal Toucher : tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps, nyeri tekan
pada daerah jam 9 dan 12, terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Psoas sign (+)  untuk apendiks retroperitoneal
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
8. Status lokalis : Abdomen kuadran kanan bawah
a. Nyeri tekan pada region Mc. Burney. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri
tekan, nyeri lepas
b. Dapat ditemukan defans muscular karena perangsangan pada m. rectus
abdominalis

5
c. Rovsing sign (+) yaitu bila perut kontralateral Mc. Burney ditekan dan
didorong ke kanan, akan terasa nyeri pada perut kanan bawah dikarenakan
penekanan dan pendorongan akan menyebabkan organ intraabdomen
terdorong ke kanan, menekan apendiks, menyentuh peritoneum dan
menimbulkan nyeri di titik Mc. Burney.
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign)
atau nyeri lepas kontralateral dimana pemeriksa menekan di perut kiri bawah
kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat
dilepaskan, pasien merasakan nyeri di perut kanan bawah.
e. Dumphy sign yaitu nyeri perut saat batuk ataupun mengedan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah :
- leukositosis padakebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan
komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir
sama dengan appendisitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendisitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak scoliosis ke kanan, psoas shadow tak tampak,
bayangan gas usus kanan bawah tak tampak, garis retroperitoneal fat sisi kanan
tubuh tak tampak, 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Apendisitis akut, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Apendicitis
akut kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan
temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila
ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk
menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.

6
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya. Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
Apendisitis. Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur,
bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang
maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan
positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih.
Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis
c. Apendikogram
Appendicogram merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus buntu yang
dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) di dalam
lumen usus buntu. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi. komplikasi dari
appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Indikasi dilakukannya pemeriksaan appendicogram adalah apendisitis
kronis atau akut. Sedangkan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan appendicogram
adalah pasien dengan kehamilan trimester I atau pasien yang dicurigai adanya
perforasi. Menggunakan larutan Barium Sulfat. Appendicogram sangat berguna
dalam diagnosis apendisitis akut, karena merupakan pemeriksaan yang sederhana
dan dapat memperlihatkan visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang
tinggi.
d. Laparoscopy
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).

Pada pasien dalam kasus ini didapatkan adanya keluhan nyeri perut kanan bawah disertai
muntah, mual, tidak bisa BAB, tidak ada flatus, dan demam ringan. Dan dari pemeriksaan fisik
didapatkan Bising usus normal, adanya nyeri pada Mc Burney, Rovsing sign, Blumberg sign,
dan dumphy sign, serta adanya Psoas sign dan obsturator sign pasien juga membutuhkan
pemeriksaan penunjang lainnya sehingga pasien untuk di motivasi untuk rujuk ke Rumah sakit

7
Alvarado Score
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:5
Tanda Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka 1
kanan
Mual atau muntah 1
Anoreksia 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperature (>37,50C) 1
Peningkatan jumlah leukosit (>10.000/uL) 2
Shift of WBC to the left (neutrofilia) 1
Total 10
Interpretasi :
Skor 1-4 : observasi
Skor 5-6 : antibiotik
Skor 7-10 : operasi dini

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa :


0-4 : kemungkinan apendisitis kecil
5-6 : bukan diagnosis apendisitis
7-8 : kemungkinan besar apendisitis
9-10 : hampir pasti menderita apendisitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk observasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.

Di Puskesmas pada pasien dalam kasus ini didapatkan Alvarado skor nya adalah 7 yaitu
kemungkinan apendisitis dengan tindakan operasi. Alvarado skor ini didapatkan hanya dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, sehingga memerlukan pemeriksaan penunjang laboratorium
untuk mengetahui apakah ada peningkatan leukosit dan neutrofilia pada hitung jenis leukosit
(Shift to the left)

Penatalaksanaan Apendisitis Akut


Kegawatdaruratan
 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.

8
 Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG
 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien
yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik
 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan
tingkat luka infeksi pasca bedah.
 Pemberian antibiotik spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob diindikasikan.
 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
Tindakan Operasi
 Apendiktomi, pemotongan apendiks.
 Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika dan dapat dilakukan tindakan laparatomi.
 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV,
massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari.
Pada pasien hanya diberikan obat paracetamol 500 mg sebagai analgesik dan
antipiretiknya dan pasien diberikan rujukan ke Rumah Sakit untuk memperoleh tindakan
selanjutnya yaitu penegakan diagnosis dan memperoleh tatalaksana yang sesuai yaitu operasi
yang ditangani oleh spesialis Bedah.
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri
atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.1
Prognosis pada pasien baik. Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh
spontan tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau
telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya
penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum
pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang
biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.1,4

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, editor. Apendisitis


akut. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2010. 756-62.

2. Depkes RI. Prevalensi Apendisitis di Indonesia. 2008.

3. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia, 2012.

4. Nurhidayah W, Sastry A. Apendisitis akut. Palembang: Departemen Ilmu Bedah RS


dr.Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2012.

5. Jalil A, Shah SA, Saaiq M, Zubair M, Riaz U, Habib Y. Alvarado scoring system in
prediction od acute appendicitis. J College Phys & Surgeon Pakistan; 2011.
21(12):753-55.

10

Anda mungkin juga menyukai