Anda di halaman 1dari 12

CASE REPORT

Identitas Pasien
Nama : An. AA
No. Rekam Medik : 619657
Tanggal Lahir : 15-06-2008
Umur : 11 tahun
Tanggal Datang : 29-11-2019
Jam : 10.15 WIB

Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah

Anamnesis
1. Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang anak laki-laki berumur 11 tahun datang ke IGD diantar oleh
orangtuanya dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami sejak
kurang lebih 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya pasien mengeluhkan adanya nyeri ulu hati seperti tertusuk-
tusuk, hilang timbul, dan menjalar ke perut kanan bawah.
Keluhan disertai dengan mual dan muntah sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, frekuensi 3x/hari, isi cairan dan makanan. Penurunan nafsu
makan, dan tubuh terasa lemas.
Pasien mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu, naik turun. BAB dan
BAK normal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya.
Kejang demam (-), Asma (-), penyakit bawaan (-) alergi obat (-)

Pemeriksaan Fisis
1. Tanda Tanda Vital:
Keadaan Umum : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5 (15)
Nadi : 112x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 38.2’C
Saturasi O2 : 98%
BB : 24kg
VAS :6

2. Status Generalis
 Kepala–Leher
Kepala : Normocephal, bentuk simetris
Bibir : Pucat, kering
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-), cekung +/+
Leher : Pembesaran KGB (-)

 Thorax – Cardiovascular
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
warna kulit normal, penggunaan otot bantu nafas (-).
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan dada, batas jantung dalam
batas normal.
Auskultasi : Ronkhi -/-, Wheezing -/-, Vascular +/+
Cor : S1/S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (+)
Auskultasi : Peristaltik menurun
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (+) McBurney point, Rovsing sign (+),
Rebound tenderness (+), obturator sign (+)

 Ekstremitas : Dalam batas normal

 Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


Diagnosis:
Kolik abdomen ec susp Appendicitis

Pemeriksaan Tambahan:
Darah Rutin
Leukosit 21.000
Eritrosit 4.39
Hemoglobin 11.6
Hematokrit 35.5
MCV 81
MCH 26
MCHC 33
Trombosit 366
RDW-SD 39

Elektrolit
Natrium 129.50
Kalium 4.67
Klorida 92

Rencana Terapi
 IVFD Asering 20tpm
 Inj. Ondancentron 3mg 1 amp
 USG Abdomen
 Konsul spesialis Bedah
APPENDICITIS

a. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan
bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis
dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

b. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.

c. Pathogenesis
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan
asupan serat dalam makanan yang rendah.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena
omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.
Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
di perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami
peradangan akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

d. Manifestasi Klinis
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa
nyeri perut bisa terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir semua organ
tubuh. Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit untuk mendiagnosis
apendistis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium sekitar umbilikus. Nyeri
perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih episode muntah dengan
rasa sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke perut kanan
bawah pada titik McBurney. Umumnya nafsu makan akan menurun. Rasa
sakit menjadi terus menerus dan lebih tajam serta lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat, akibatnya pasien menemukan
gerakan tidak nyaman dan ingin berbaring diam, dan sering dengan kaki
tertekuk. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Hal ini sangat
berbahaya karena dapat mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
rangsangan peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila
berjalan atau batuk.

e. Diagnosis
Anamnesa
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut.
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.
Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena
penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-
38,5 oC. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen
kuadran kanan bawah:
• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri
tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis.
• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound
tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di
titik Mc. Burney.
• Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis.
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen
yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
• Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran
kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian
kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan
muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
• Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi
bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah
dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado
Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka 1
kanan
Anoreksia 1
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5oC) 1
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2
Neutrofilia dari ≥ 75% 1
Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita
apendisitis dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya
memburuk.

f. Pemeriksaan penunjang

Leukosit Darah

Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam


mendiagnosis apendisitis akut, terutama untuk mengesampingkan diagnosis
lain. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan adalah jumlah leukosit
darah. Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada kasus apendisitis.
Hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan
dan memiliki standar pemeriksaan terbaik. Pada kebanyakan kasus terdapat
leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi berupa perforasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY menyatakan bahwa peningkatan
jumlah leukosit darah yang tinggi merupakan indikator yang dapat
menentukan derajat keparahan apendisitis. Tetapi, penyakit inflamasi pelvik
terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang
terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut.

Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding apendiks


vermiformis secara signifikan berhubungan dengan meningkatnya jumlah
leukosit darah. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah leukosit
berhubungan dengan peradangan mural dari apendiks vermiformis, yang
merupakan tanda khas pada apendisitis secara dini.

Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik


merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut. Leukositosis
ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm3, biasanya terdapat pada pasien
apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah berbeda pada
setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit
darah yang meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari
pasien dengan apendisitis akut. Apabila jumlah leukosit darah meningkat
>18.000 sel/mm3 menyebabkan kemungkinan terjadinya komplikasi berupa
perforasi.

Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri
abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium.
Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis
perforasi dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai dengan: (1) adanya
perbedaan densitas pada lapisan apendiks vermiformis / hilangnya lapisan
normal (target sign); (2) penebalan dinding apendiks vermiformis; (3)
hilangnya kompresibilitas dari apendiks vermiformis ; (4) peningkatan
ekogenitas lemak sekitar (5) adanya penimbunan cairan.
Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal
dinding apendiks vermiformis yang asimetris ; (2) cairan bebas intraperitonial,
dan (3) abses tunggal atau multipel.

g. Diagnosis Banding
• Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut
bagian bawah perut lebih difus.
• Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di
daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
• Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu
karena tidak ada jalan keluar.
• Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut,
seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,
kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,
perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel
apendiks.

h. Tatalaksana
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan
setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat
apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal,
secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode
terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney
banyak dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

i. Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda
atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan
lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia
pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes
mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10
sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di
dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi
perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang
terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis
dibiarkan dan tidak diobati secara benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Apendisitis. 2011. Available from: https://Repository.usu.ac.id


2. Apendisitis. Available from: https://digilib.unimus.ac.id
3. Sibuea, Siti. 2011. Anatomi apendiks vermiformis. Available from:
https://eprints.undip.ac.id
4. Wiyono, Mellisa Handoko. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada
Penatalaksanaan Apendisitis. Available from:
htpps://download.portalgaruda.org
5. Eylin. 2009. Apendisitis. Available from: htpps://lib.ui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai