Anda di halaman 1dari 8

Konsep Terkini Posterior Cruciate Ligament

Pendahuluan
Pemahaman cedera posterior cruciate ligament (PCL) pada lutut telah meningkat
karena adanya pemahaman anatomi dan biomekanik dari PCL dan sudut
posterolateral yang lebih baik. Evaluasi klinik yang teliti pada cedera struktur lutut
akan mempercepat diagnosis dan penanganan, dan dengan teknik pembedahan yang
baru, kemungkinan perbaikan hasil dapat terjadi.

Anatomi
PCL memiliki 2 komponen fungsional, yakni bundel anterolateral dan posteromedial
(Gambar 1). Bundel anterolateral, yang ukurannya kira-kira dua kali bundel
posteromedial, meregang pada saat fleksi, dan bundel posteromedial meregang pada
saat ekstensi.1 Dua variabel ligamen meniskofemoral (Humphry dan Wrisberg) yang
berasal dari ujung posterior meniskus lateral merupakan kontributor serat serat pada
PCL. Potongan melintang area PCL menyempit hingga tinggal sepertiganya pada
daerah melekatnya.2

Gambar 1. Foto klinis bundel anterolateral dan posteromedial PCL


Sudut posterolateral dianggap sebagai struktur superfisial dan struktur dalam. Struktur
superfisialnya meliputi ikatan iliotibial atau traktus iliotibial dan tendon bisep.
Struktur dalam termasuk ligamen kolateral lateral, struktur kapsular, dan kompleks
otot poplitea (termasuk ligamen popliteofibular)3 (Gambar 2).

Gambar 2. Tendon poplitea terletak oblik dibawah ligamen kolateral lateral dan melekat pada distal
anterior epikondilus femoral lateral.

Biomekanik
PCL memiliki beban puncak sekitar 1600 N dan kekakuan sebesar 200
N/mm.4 Bagian anterolateral ligamen PCL lebih kuat dan kaku dibandingkan bagian
lainnya;1 oleh karena itu rekonstruksi PCL berfokus pada teknik rekonstruksi bagian
ini. Pemisahan PCL tersendiri dan dari sudut posterolateral (yang berfungsi sebagai
penstabil sekunder) menghasilkan transalasi posterior sebesar 11 mm dan 3 mm.
Pemisahan kedua PCL dan sudut posterolateral menyebabkan translasi hingga 30 mm,
yang menunjukkan kesinergisan kedua struktur ini.5-7 Efek yang serupa pada rotasi
juga terjadi ketika sudut posterolateral (yang menjadi penstabil utama) dan PCL
(sebagai penstabil sekunder) dipotong secara terpisah maupun bersamaan.
Daya in situ pada PCL meningkat dari 36 N menjadi 112 pada fleksi 900.8 Faktor ini
berkurang apabila dilakukan kompresi aksial (seperti pada saat menopang beban) dan
pemuatan kuadrisep, serta meningkat pada loading hamstring.9,10 Pada lutut yang
intak, otot popliteus secara signifikan mengurangi daya in situ pada
PCL.11 Pemotongan PCL menyebabkan peningkatan daya in situ pada popliteus dan
ligamen meniscofemoral.8 Defisiensi PCL juga berkaitan dengan peningkatan tekanan
kontak dan arthritis pada kondilus medial femur dan patella.12-15

Penelitian biomekanik baru-baru ini mengenai prosedur rekonstruksi PCL


mengungkapkan sebuah hasil yang menarik. Teknik tibial inlay, dimana satu
lempengan tulang diletakkan langsung pada bagian belakang tibia menghasilkan
pengurangan kelemahan cangkokan pada pemuatan siklik.16 Teknik dua bundel, yang
mencakup terowongan femur kedua menggunakan graft terpisah atau split-graft
menunjukkan peningkatan kestabilan pada baik fleksi maupun ekstensi.17
Kemungkinan rekonstruksi PCL terbaik saat ini dari aspek biomekanik adalah dengan
menggunakan teknik dua bundel dengan cangkok tulang-tendon. Hasil klinis dari opsi
ini akan menunjukkan hasil sesungguhnya dari rekonstruksi ini.

Cedera gabungan PCL dan sudut posterolateral terjadi lebih banyak dibanding
perkiraan awal, dimana terdapat 60% gangguan sudut posterolateral pada cedera PCL
yang signifikan.18 Kegagalan dalam menangani keadaan ini akan menghasilkan
tekanan yang berlebih pada cangkokan PCL19 dan dapat menyebabkan kegagalan
dalam rekonstruksi.20,21

Evaluasi klinis

Pemeriksaan fisik
Mekanisme cedera PCL sebagian besar merupakan hantaman posterior pada tibia
proksimal ketika kaki sedang dalam keadaan fleksi plantar.22 Posisi kaki merupakan
faktor penting karena dapat mengubah arah vektor daya. Jika kaki dalam keadaan
fleksi dorsal, daya pada tanah akan mengalami kontak dengan patella dan femur
distal; dan dengan kaki pada fleksi plantar, daya pada tanah akan berpotongan pada
tibia proksimal. Mekanisme cedera lain seperti hiperfleksi dan adanya gabungan daya
yang bekerja pada kaki juga dapat terjadi.

Tes posterior drawer merupakan tes yang paling sensitif dan spesifik untuk
mendiagnosis cedera PCL.23 Tes ini dilakukan dengan membaringkan pasien secara
terlentang dan lutut difleksikan 70-90 derajat. Evaluasi posisi awal tibia merupakan
kunci pemeriksaan ini. Normalnya tibia condong ke arah depan kurang lebih 10 mm
pada posisi ini. Jika terdapat subluksasi posterior pada tibia (dengan cedera PCL
komplit), maka pada posisi awal tibia akan datar atau justru lebih ke arah posterior
dibandingkan kondilus femoral medial. Kesalahan letak seperti ini dengan disertai
adanya daya dorong tibia ke belakang menunjukkan adanya cedera PCL komplit, dan
apabila terdapat kesalahan letak tibia lebih dari 5 mm di belakang femur, maka
kemungkinan telah terjadi cedera gabungan (biasanya cedera PCL dan sudut
posterolateral). Tes kuadrisep aktif24 dilakukan dengan cara memfleksikan kaki pasien
ketika sedang berbaring terlentang. Pasien kemudian diperintahkan untuk
menegangkan kuadrisepnya, dimana hal ini akan mendorong tibia yang mengalami
subluksasi posterior ke depan. Tes ini bermanfaat dalam menilai instabilitas anterior
dan posterior relatif pada lutut yang mengalami defisiensi ACL dan PCL kronik.

Tes dial untuk eksternal rotasi yang asimetris merupakan tes yang paling penting
dalam menilai instabilitas posterolateral.5,6,25 Tes ini dapat dilakukan dengan pasien
pada posisi terlentang maupun tertelungkup (seorang asisten menahan kedua lutut
bersamaan). Lalu kedua kaki secara pasif dirotasikan ke arah eksternal dan sudut
antara paha dan kaki diukur. Rotasi eksternal berlebih (jika dibandingkan dengan sisi
sebelahnya) sebesar >10-15 derajat menunjukkan adanya gangguan. Tes ini dilakukan
dengan fleksi lutut 30 dan 90 derajat. Jika sudut paha-kaki meningkat hanya pada
sudut 30 derajat, maka pasien memiliki cedera PCL terisolir. Jika sudut paha-kaki
meningkat baik pada sudut 30 derajat dan 90 derajat, maka pasien kemungkinan
mengalami cedera PCL yang disertai cedera sudut posterolateral (dikonfirmasi dengan
tes posterior drawer). Tes lain untuk cedera PCL (terutama cedera gabungan) adalah
tes posterolateral drawer dan tes external rotation recurvatum. Penting bagi kita
untuk membandingkan dengan lutut yang sehat jika menemukan instabilitas
posterolateral.26
Memeriksa cara berjalan pasien juga tidak kalah pentingnya. Varus
thrust, yakni ketika lutut berpindah menjadi varus pada saat fase menapak yang
memiliki kaitan dengan pembukaan kompartemen lateral, biasa ditemukan pada
pasien dengan defisiensi sudut posterolateral kronik. Pasien dapat melakukan
kompensasi dengan cara berjalan sambil memfleksikan lutut disertai internal rotasi
pada kaki. Jika gangguan cara berjalan ini disebabkan oleh gangguan susunan varus
yang telah ada sebelumnya, maka prosedur osteotomi harus dilakukan terlebih dahulu
sebelum melakukan rekonstruksi jaringan lunak.

Pencitraan

Radiografi polos pertama-tama dinilai dengan teliti jika terdapat fraktur avulsi,
fraktur Segond medial,27 avulsi kepala fibula (arcuate sign),28 adanya posterior
sagging pada tampak samping, pelebaran jarak sendi lateral, dan cedera lempeng
pertumbuhan pada pasien yang belum dewasa. Radiografi saat posisi fleksi ketika
berdiri sambil menopang berat badan penting untuk dilakukan, terutama pada cedera
kronik, untuk menilai kondrosis kompartemen medial dan menilai susunan tungkai.
Pencitraan nuklir (bone scan) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya arthrosis
dini, namun implikasi klinisnya masih belum jelas. MRI disebut memiliki sensitivitas
dan spesifisitas sebesar 100% dalam mendeteksi cedera PCL.29 Keuggulan utamanya
adalah dalam mengevaluasi cedera gabungan dan dalam perencanaan pembedahan.
Sudut posterolateral juga dapat dilihat pada MRI;30 namun terdapat beberapa variasi
yang signifikan dalam menginterpetasikannya. Stress radiography sangat berguna
dalam menilai hasil klinis. Radiografi lateral dengan dorongan ke belakang membantu
kita dalam menghitung langsung translasi tibia ke arah posterior.31

Arthroskopi diagnostik

Meski diagnosis harus ditegakkan sebelum pembedahan dimulai, tanda-tanda


langsung maupun tidak langsung pada arthroskopi PCL telah ditemukan.32 Tanda
langsung yakni robekan serat, perdarahan, penurunan tegangan, dan kelemahan.
Tanda tidak langsung yakni ACL yang longgar (pseudolaksitas ACL dari kesalahan
posisi tibia ke posterior), perubahan degeneratif pada kompartemen medial dan
patellofemoral, serta perubahan titik kontak. Penampakan ruptur PCL biasanya tidak
sedramatis penampakan tumpukan jaringan pada ruptur ACL, karena cedera PCL
biasanya terjadi pada zona II, yakni zona yang tetrtutup oleh ACL.33

Temuan arthroskopik yang berkaitan dengan cedera sudut posterolateral, seperti


jumlah bukaan lateral tak terduga pada saat pemeriksaan arthroskopi kompartemen
lateral (drive-through sign), juga penting untuk diketahui.34 Pangkal tendon poplitea
pada femur perlu diperiksa untuk melihat adanya avulsi pada femur atau adanya
cedera tendon (Gambar 3).

Gambar 3. Penampakan arthroskopik dari hilangnya tendon poplitea (empty hiatus)

Penanganan

Meskipun beberapa cedera PCL terisolir derajat rendah dapat berfungsi dengan baik
tanpa operasi, beberapa kasus yang lebih buruk dan cedera gabungan memiliki hasil
akhir yang lebih buruk.35,36 Shelbourne dkk37 melaporkan hasil penanganan tanpa
tindakan bedah yang baik (mean skor Noyes 84,2; mean skor Lysholm 83,4) pada
pasien cedera PCL terisolir, namun hanya pada pasien dengan derajat laksitas 2 atau
kurang yang masuk di dalam penelitian tersebut. Cedera PCL dengan laksitas kurang
dari 10 mm (rata dengan kondilus femoral medial) dapat ditangani dengan
pemasangan bidai panjang, rehabilitasi kuadrisep, dan aktivitas yang progresif.
Penanganan non bedah pada cedera PCL kronik mencakup latihan kekuatan
kuadrisep, modifikasi aktivitas, dan pemantauan yang ketat.
Meski sebagian besar dokter bedah setuju memberikan penanganan pembedahan pada
cedera PCL dengan avulsi tulang38 dan cedera PCL berat yang disertai cedera lain
yang berat, manajemen terbaik pada cedera PCL terisolir yang lebih berat masih
kontroversial. Banyak dan bahkan sebagian besar cedera PCL terisolir yang berat
dapat dikelompokkan sebagai cedera PCL yang disertai cedera sudut posterolateral, di
mana diperlukan teknik rekonstruksi gabungan. Cedera lutut lain yang berkaitan
seperti robekan meniskus dan cedera tulang rawan akut juga dapat diberikan
penanganan pembedahan.

Cedera ligamen gabungan sebaiknya ditangani dalam jangka waktu 2 minggu setelah
cedera. Gabungan cedera ACL dan PCL menandakan kemungkinan adanya dislokasi
fungsional lutut dan diperlukan perhatian lebih pada penangnaan cedera ini (termasuk
penelitian dan pemeriksaan neurovaskular yang lengkap).

Prinsip rekonstruksi cedera PCL dijelaskan secara garis besar pada Tabel 1. Tujuan
rekonstruksi PCL adalah untuk mengembalikan kesalahan letak normal tibia anterior
dan untuk mengembalikan tahanan terhadap dorongan ke belakang lutut (Gambar 4).
Begitu juga tujuan rekonstruksi sudut posterolateral adalah untuk mengembalikan
struktur yang cedera. Cangkokan hamstring dianggap sangat efektif dalam mencapai
tujuan ini. Meskipun terdapat berbagai prosedur dalam rekonstruksi sudut
posterolateral, rekonstruksi two-tailed (melalui leher fibula dan melalui posterior-
anterior tibia) lebih dipilih (Gambar 5).

Gambar 4. Penampakan arthroskopik kondilus femoral medial (lutut kanan). A, Setelah debridement
robekan PCL. B, Setelah cangkokan.
Gambar 5. A. Skema dan B. Foto klinis rekonstruksi sudut posterolateral menggunakan metode two
tailed (Warren)

Prinsip rehabilitasi pasca operasi juga memerlukan perhatian khusus. Pertama-tama


pasien dibaringkan pada bidai yang terkunci pada posisi ekstensi. Gerakan pronasi
yang mencegah efek gravitasi dapat menurunkan insidensi kekakuan pasca operasi.
Rehabilitasi kuadrisep lebih diutamakan dibanding rehabilitasi hamstring pada
periode awal pasca operasi.

Tabel 1. Prinsip-prinsip rekonstruksi


Identifikasi dan penanganan semua keadaan patologis
Perlindungan terhadap struktur neurovaskular
Ketepatan peletakan celah sendi
Pembuatan kembali lokasi insersi cangkokan anatomis
Bahan graft yang kokoh
Penekukan cangkokan yang minimal
Tekanan yang tepat pada cangkokan
Memastikan keamanan fiksasi cangkokan primer dan jika diperlukan fiksasi cadangan
Program rehabilitasi pasca operasi yang terstruktur

Anda mungkin juga menyukai