Anda di halaman 1dari 17

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang

dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam


waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri
secara lambat.

Gambar 3. Alur kemungkinan perjalanan penyakit apendisitis.6


Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi yang ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk
usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum

1
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika
perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar
istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

2.8 Diagnosis
a. Gambaran Klinis
Gambaran klinis abses appendiks didahului gejala appendiksitis
akut. Adanya keluhan appendiksitis akut meliputi: Kurang enak ulu
hati/ daerah pusat, mungkin kolik, nyeri tekan kanan bawah
(rangsaganan automik) nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual
dan muntah, rangsangan peritoneum lokal (somatik), nyeri pada
gerak aktif dan pasif, defans muskuler, takikardia, mulai toksik,
leukositosis, demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik. Pada abses
appendiks biasa nyeri muncul di fosa iliaca kanan. Awalnya tidak
begitu parah namun akan melanjut menjadi nyeri yang lebih hebat
secara bertahap. Nyeri menjadi semakin berat saat abses terbentuk.
Terbentuk massa di fossa iliaca kanan yang lembut atau empuk bila
disentuh. Kulit yang berada di atasnya biasanya normal. Suhu lokal

2
bisa meningkat atau tidak. Ukuran massa bisa membesar dan terasa
lebih nyeri. Massa menjadi terasa empuk (tenderness) tidak hanya
saat disentuh tapi juga saat terjadi gerakan respirasi. Saat
pemeriksaan, palpasi yang lembut pun dapat menimbulkan nyeri
yang hebat. Terdapat gangguan miksi, gangguannya berupa
kesulitan untuk kencing, frekuensi BAK, retensi urin yang akut
serta hematuria. Hal ini terjadi karena terbentuknya massa dan
abses dekat dengan ureter kanan bagian bawah serta vesica
urinaria.

b. Pemeriksaan Fisik
- Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau
adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di
perut kanan bawah.
- Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan
bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa
nyeri.

3
- Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain
yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada
nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan
teraba massa yang terlokalisir dengan nyeri tekan dan tepi atas
massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat
diraba pada RT (Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.
- Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi
bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis
pelvika.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan
leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari
13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya
leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri.

4
Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan Radiologi, foto polos abdomen dikerjakan apabila
hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda
peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin
terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara
disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding
USG. Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami
inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya
perubahan akibat inflamasi pada periapendik.

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan


pemeriksaan awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
karsinoma colon. Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium

5
enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture
apendiks.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai
dengan:
- keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
- pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
- laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri.

Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan


ditandai dengan :
- keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu
tubuh tidak tinggi lagi
- pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri
tekan ringan
- laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

2.9 Diagnosis Banding


 Mukokel apendiks

 Dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya


obstruksi kronik pangkal apendiks
 rasa tidak enak pada perut kanan bawah, massa memanjang di
regio iliaka dekstra
 Tumor apendiks / kolon / sekum
 Dispepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, anemia,
gangguan defekasi
 Chron disease

6
 Enteritis regional: demam, nyeri dan nyeri tekan pada perut kanan
bawah, diare, anoreksia, mual, muntah serta leukositosis.
 Amuboma (Kolitis Amuba)
 diare dengan atau tanpa bercampur darah atau lendir, demam dan
menggigil, nyeri hebat, serta tenesmus.
 Enteritis tuberkulosa
 obstipasi atau diare, nyeri perut berkala karena kejang dan kolik,
teraba massa pada palpasi abdomen.
 Kelainan ginekologis (Torsio Kista Ovarium Dextra)
 demam, nyeri perut kanan bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas pada
perut kanan bawah, leukositosis, serta massa dapat dipalpasi pada
vaginal toucher.

2.10 Penatalaksanaan
a. Konservatif
- Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang
dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu
dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa,
serta luasnya peritonitis.
- Pada periapendikuler infiltrat dilarang keras membuka perut,
tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, terlebih jika masa apendik telah terbentuk lebih dari
satu minggu sejak serangan awal.
- Terapi konservatif meliputi :
o Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum
douglassi.
o Diet lunak bubur saring.
o Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah
keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase

7
saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian.
Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan
tindakan bedah.
o Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu
dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala
menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus
dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya
diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7
massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus
segera dibuka dan didrainase.
o Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi
elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan atau 6-8 minggu kemudian
agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin

b. Operatif
- Masa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera
dioperasi untuk mencegah penyulit.
- Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang
dengan pendinginan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih
dahulu dan diberi antibiotik sambil dilakukan pemantauan terhadap
suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.
- Apendiktomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus
yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik
kombinasi yang aktif terhada p kuman aerob dan anaerob. Baru
setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian,
dilakukan apendiktomi.

8
- Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk drainase; apendiktomi
dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika pada saat dilakukan
drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus
dilakukan apendiktomi.
-
c. Pasien dengan abses yang lebih besar dari 4 cm dan demam tinggi
biasanya diterapi dengan drainase abses. Drainase dapat dilakukan
melalui rektum (transrectal), melalui vagina (transvaginal) atau melalui
kulit (percutaneous) tergantung pada lokasi. Abses apendikular
panggul dikeringkan secara transrectal atau transvaginal. Beberapa
pasien mungkin memerlukan drainase bedah terbuka
(laparotomi). Drainase abses didukung dengan terapi antibiotik.
Pasien dengan abses kecil yang berada dalam kondisi baik dapat
dikelola awalnya dengan antibiotik saja. Pasien menunjukkan tidak ada
respon maka mungkin memerlukan drainase abses. Hal ini untuk
menghindari risiko komplikasi yang berhubungan dengan menjahit
dari sekum meradang. Manajemen yang buruk atau pecahnya abses
apendikular dapat menyebabkan lebih berbahaya infeksi peritoneal
umum (peritonitis).5,6

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah:
- Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
- Suhu tubuh naik tinggi sekali.
- Nadi semakin cepat.
- Defance Muskular yang menyeluruh

9
- Bising usus berkurang
- Distensi abdomen

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya:


- Pelvic Abscess
- Subphrenic absess
- Intra peritoneal abses lokal.

2.12 Pencegahan
Pencegahan pada abses appendiks yaitu dengan menurunkan resiko
obstruksi atau peradangan pada lumen apendik atau dengan penanganan secara
tuntas pada penderita apendisitis akut. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab
obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diet serat, diit tinggi
serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendisitis dan apendisitis
infiltrat meminimalkan resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.

2.13 Prognosis
 Mortalitas adalah 0.1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika
perforasi.

 Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah
sepsis.
 Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.

10
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : Karman Bin Rasyid
Tanggal Lahir : 5 Juni 1963
No. RM : 54.88.79
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.PSI Lautan, Lrg Mutiara RT/RW.015/003 Ilir Barat 2,
Palembang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sumatera Selatan

II.ANAMNESIS
II.1.Keluhan Utama:
Nyeri di perut kanan bawah

2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit:


+ 4 hari SMRS pasien mengeluh nyeri di ulu hati, nyeri seperti di tusuk-
tusuk, yang terus menerus dan menjalar ke kanan bawah, nyeri dirasakan
semakin berat. Nyeri bertambah jika pasien tidur miring ke kiri. Pasien juga
mengeluh nafsu makan berkurang , mual dan muntah.
+ 2 hari SMRS Pasien mengalami demam tidak terlalu tinggi. Pasien
mengatakan nyeri yang dirasakan berpindah-pindah, nyeri dirasakan sangat
menganggu aktivitas sehari-hari BAB seperti biasa. Pasien juga mengeluh sulit
BAK, BAK sedikit-sedikit dengan frekuensi yang lebih sering. Kemudian
pasien merasakan ada benjolan diperut sebelah kanan nya.

11
2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat gejala apendisitis sebelumnya disangkal
• Riwayat kencing manis disangkal
• Riwayat asma disangkal

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat Apendisitis disangkal
• Riwayat kencing manis disangkal
• Riwayat asma disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Suhu Badan : 37,8 º C
Nadi : 102 x/mnt
Pernapasan : 22 x/mnt
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Skala Nyeri VAS : 4 (nyeri sedang)

Pemeriksaan Fisik Khusus


Kepala
Normocephali, simetris, konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor (+/+) ukuran 3mm.

Leher
Letak sentral, JVP: 5-2 cmH2O, kelenjar getah bening tak teraba

12
Thorax
Paru :Inspeksi : Statis simetris kanan = kiri
Dinamis simetris kanan = kiri
Retraksi sela iga (-)
Palpasi :Stem fremitus kiri = kanan
Pelebaran sela iga (-)
Nyeri tekan (-), Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi
(-)
Jantung : Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II, batas kanan
linea sternalis dextra ICS V, batas kiri linea
mid clavicularis sinistra ICS V
Auskultasi : HR= 102x/menit, Bunyi jantung I-II (+)
normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :Inspeksi : abdomen datar, tidak terlihat distensi
abdomen, tidak nampak adanya gambaran
darm contour dan darm steifung.
Palpasi :
• Teraba massa fluktuatif di regio iliaka
dekstra, di 1/3 lateral garis antara SIAS
kanan dengan umbilikalis. Nyeri tekan
(+)
• Nyeri tekan di regio epigastrium (+)
• Rovsing sign (+)
• Psoas Sign (+)
• Nyeri lepas/ rebound tenderness (+)
• Organomegali (-)

13
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (+), shifting dulness
(-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral pucat (-), CRT < 2 detik, Tonus otot baik di
keempat ekstremitas

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


a. Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 12,0 gr/dL 12-16 gr/dL
HCT 39,9 % 36-48 %
Leukosit 24,0 5,0 -10,0 x 103/uL
Neutrofil 86,3 % 50-70 %
Lymphosit 78 % 20-40 %
Monosit 5,6 % 2-8 %
Eosinofil 3,0 % 1-3 %
Basofil 0% 0-1 %
Bleeding Time 4,15 menit 1-7 menit
Clotting Time 9,5 menit < 15 menit

b. Pemeriksaan USG
Didapatkan:
 Regio Mc Burney:
 Tampak fluid collection ukuran 6 x 4 cm

14
 Sousage sign
Kesimpulan:
Susp. Abses appendicular ukuran 6 x 4 cm

V. DIAGNOSIS
Abses Appendicular

VI. DIAGNOSIS BANDING


Tumor intraabdoem
Tumor apendiks / kolon / sekum
Amuboma (Kolitis amuba)
Omentum tuberkulosa

VII. PENATALAKSANAAN
A. Nonfarmakologis
Edukasi
Bed rest
Rujuk ke dokter spesialis bedah

B. Farmakologis
- IVFD RL gtt xx/m
- Ceftriaxone 2x1000 mg (IV)
- Ondansentron 2x4 mg (IV)
- Ketorolac 3x30 mg (IV)
- Cek darah rutin
- USG

VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

15
16
DAFTAR PUSTAKA

1. Way LW. Appendiks. In : Current surgical diagnosis and treatment. New


york: McGraw-Hill; 2006.

2. Meshikes AW. Appendiceal mass: Is interval appenticetomy “something”


of the past. World J Gastroenterol 2011 July; 17 (25) : 2977-2980.

3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta:


EGC; 2010. hal. 755-762.

4. Berger DH. The Appendix. In : Schwartz’s principles of surgey. Edisi 8.


New york. Mcgray-Hill; 2006.PERKENI. 2011.

5. Sulistyaningsih. 2014. Abses Appendicular. [internet]


https://dryunisulityaningsih.wordpress.com/2014/06/29/abses-
appendiculare/ (Diakses 28 Januari 2018).

6. Bewes P. Appendicitis. [Internet] April 2003. [cited April 2011] E-Talc


Issue 3. Available from: http://web.squ.edu.om/med

7. Cooperman, M., complication of appendectomy, surgery clinic North


America, 63;1233-47.1983.

8. Jajang Edi P. 1992. Kontroversi Pengelolaan Abses Appendiculare.


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang.

17

Anda mungkin juga menyukai