Anda di halaman 1dari 29

1.

Lumbalis sinistra meliputikolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian


jejenum dan ileum.
2. Inguinalis dextra meliputisekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter
kanan.
3. Pubica/Hipogastric meliputi ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
4. Inguinalis sinistra meliputi kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.

Gambar 2.1 : Kuadran Abdomen

Gaster merupakan bagian dari traktus gastrointestinal pertama yang berada di


intra abdominal, terletak di antara esophagus dan duodenum.Terletak pada daerah
epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri, berbentuk melengkung seperti
huruf “J” dengan mempunyai paries anterior (superior) dan paries posterior
(inferior). Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga peritoneum dan
ditutupi oleh omentum.5,6

Gambar 2.2 :Daerah Gaster

1
2

Gaster terbagi atas 5 daerah secara anatomik yaitu pars cardiaca, bagian
gaster yang berhubungan dengan esofagus dimana didalamnya terdapat ostium
cardiacum. Fundus gaster, bagian yang berbentuk seperti kubah yang berlokasi
pada bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi pada bagian
gastroesofageal junction.Korpus gaster, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan
berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke
kanan membentuk huruf J. Pars piloriterdiri dari dua bangunan yaitu anthrum
pyloricum dan pylorus. Didalam antrum pyloricum terdapat canalis pyloricus dan
didalam pylorus terdapat ostium pyloricum yang dikelilingi M. sphincter
pyloricus. Dari luar M. sphincter pylorus ini ditandai adanya V. prepylorica.5,6
Dalam proses pencernaan makanan, hepar dan empedu juga sangat berperan.
Hepar atau hati merupakan kelenjar dan organ abdomen terbesar. Hepar memiliki
berat sekitar 1.500 gram atau 2,5% dari total berat tubuh dewasa. Pada bayi, hepar
relatif lebih besar yaitu 5% dari total berat tubuh bayi dikarenakan masih adanya
fungsi hemopoesis.5,6
Hepar berbentuk baji dengan basis di sebelah kanan dan apeks di sebelah kiri.
Hepar terletak di ruang abdomen bagian atas tepatnya di kuadran kanan atas dan
epigastrium.Hepar secara anatomis dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kanan
yang besar dan lobus kiri yang kecil oleh bidang yang melalui batas perlekatan
ligamentum falciforme dan fissura sagittalis sinistra. Lobus kanan terbagi menjadi
lobus quadratus yang terletak antara kandung empedu dan ligamentum falciforme,
dan lobus caudatus yang terletak antara vena cava inferior dan ligamentum
venosum. Kedua lobi ini dipisahkan oleh porta hepatis. Hepar secara fungsional
dibagi menjadi dua bagian yang sama besar yaitu pars hepatis dextra dan pars
hepatis sinistra. Masing-masing bagian tersebut memiliki pembuluh darah dan
duktus biliaris tersendiri. Lobus quadratus menerima darah dari arteria hepatica
kiri sedangkan lobus caudatus menerima darah dari cabang arteri hepatica.7
Setelah melewati gaster, selanjutnya saluran gastro intestinal akan memasuki
usus salus, usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kakipada kadaver akibat relaksasi), usus ini mengisi
bagian media dan inferiorrongga abdomen. Ujungproksimalnya bergaris tengah
3

sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke inferior lambat laun garistengahnya berkurang
sampai menjadi sekitar 2,5 cm, usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum,
dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepatdan didasarkan pada sedikit perubahan
struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkanperbedaan fungsi.1
Duodenum memiliki panjang sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai
kepadajejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum
treitz. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentumsuspensorium (penggantung),
diperkirakan bahwa duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan
tigaperlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis
media sebelah sinistra,sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdomen
inferior dekstra.5,6
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
denganperantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai
messenterium usushalus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai
peritoneum parietal pada dindingposterior abdomen sepanjang garis berjalan ke
bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbaliskedua ke daerah articulatio
sacroiliaca dekstra. Akar mesenterium memungkinkan keluar danmasuknya
cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum
yangmembentuk messenterium.5,6
Setelah usus halus, selanjutnya usus diteruskan ke usus besar yang
merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar1,5
m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebihbesar daripada usus kecil, rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm),
tetapi semakin dekat dengan anusdiameternya semakin kecil. Usus besar terbagi
menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum yang menempati sekitar dua atautiga
inci pertama dari usus besar, katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari
ileum kesekum.5,6
Kolon terbagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid.
Kolonascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan
hepat, menduduki regioiliaca dan lumbalis dekstra. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri,membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
4

Kolon transversum menyilang abdomenpada regio umbilikalis dari fleksura coli


dekstra sampai fleksura coli sinistra. Kolontransversum ketika mencapai daerah
limpa, membengkok ke arah inferior, membentuk fleksura kolisinistra (fleksura
lienalis)kemudian menjadi kolon descendens.5,6
Kolon sigmoid mulai padapintu atas panggul, kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens danmenggantung kebawah dalam rongga pelvis dalam
bentuk lengkungan, kolon sigmoid bersatu dengan rektum didepan sakrum.
Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis, rektum ke atas
dilanjutkanoleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekummeninggalkan
pelvis dengan menembusdasar pelvis dan pada bagian ini rektum melanjutkan
diri sebagai anus dalan perineum.5,6

2.1.2 Vaskularisasi Traktus Digestivus


Hepar mendapatkan aliran darah dari vena porta hepatis (75-80%) dan
arteria hepatica (20-25%). Vena porta hepatis menerima darah yang berasal
dari saluran pencernaan yang kemudian digunakan untuk menyokong bagian
parenkim hepar yang terdiri dari sel-sel hepar atau yang juga disebut
hepatosit. Sedangkan, darah yang melalui arteri hepatica berdistribusi di
struktur non parenkim hepar, terutama saluran empedu intrahepatik.5,6
Vaskularisasi gaster dibagi berdasarkan strukturnya, curvatura minor
divaskularisasi oleh arteri gastrica sinistra yang berasal dari truncus coeliacus,
arteri gastric dekstra yang merupakan cabang dari arteri hepatica. Curvatura
major divaskularisasi oleh arteri gastroomentalis dextra cabang dari arteri
gastricaduodenalis, arteri gastroomentalis sinistra cabang dari arteri
gastroduodenalis. Bagian fundus divaskularisasi oleh arteri gastrica breves
cabang dari arteri splenica. Sisi posterior gaster divaskularisasi oleh arteri
gastrica posterior.8
Vena-vena gaster mengikuti arteri-arteri yang sesuai dengan letak dan
lintasan. Vena gastrica dextra dan vena-vena gastrica sinistra membawa darah
kembali ke dalam vena porta hepatis. Vena gastrica breves dan vena
gastroomentalis membawa isinya ke vena splenica yang bersatu dengan vena
5

mesentrika superior untuk membentuk vena porta hepatis. Vena


gastroomentalis dekstra bermuara dalam vena mesentrica superior.8

Gambar 2.3 : Inervasi dan Vaskularisasi Gaster

Vaskularisasi usus halus berasal dari arteri mesenterica superior cabang


dari aorta tepat di bawah arteriseliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus
kecuali duodenum yang bagian superior nya divaskularisasioleh arteri
pancreoticoduodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduodenalis.
Sedangkanbagian inferior duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreoticoduodenalis inferior cabang dari arteri mesenterica superior.
Bagian ileum yangterbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah
dikembalikan melalui vena messentericussuperior yang menyatu dengan vena
lienalis membentuk vena porta.5,6
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi sekum,
kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum, ileokolika,
kolika dekstra, kolika media. Arteria mesenterika inferior memperdarahi
bagian kiri(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan
sigmoid, dan bagian proksimalrektum) kolika sinistra, sigmoidalis, rektalis
superior.5,6

2.2 Ileus Paralitik


2.2.1 Definisi
Ileus paralitik atau adenamyc ileus merupakan keadaan dimana usus
gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk
6

menyalurkan isinya. Ileus paralitik bukan merupakan suatu penyakit


primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer lain. Tindakan
yangberhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kontraksiotot polos usus.2
Gerakan peristaltik dapat menyebabkan makanan akan berjalan
disepanjang usus yang dilalui polos usus yang terkoordinasi denganbaik,
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon-
hormonintestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan
elektrolit sehingga menimbulkan gerak mendorong seperti mengurut
tabung dengan cincin, gerakan tersebut menyebabkan makanan akan
berjalan sepanjang usus.2

2.2.2 Etiologi
Ileus paralitik pada pasien rawat inap ditemukan pada proses
intraabdominal sepertipembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari
peritoneal seperti peritonitis, pankreatitis dan perdarahan. Infeksi seperti
pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi,sepsis atau
infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis dan tidakseimbang nya
elektrolitseperti hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia dan
hipofosfatemia. Obat-obatan yangmempengaruhi motilitas usus misalnya
opioid, antikolinergik, fenotiazine, antihistamin, narkotik dan katekolamin.
Kelainan neurogenik seperti kerusakan medula spinalis, keracunan timbal,
kolik ureter, iritasi persarafan splaknikus dan pankreatitis. Penyebab
metabolik diantaranya gangguan keseimbangan elektrolit terutama
hipokalemia, uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik SLE dan multipel
sklerosis. Selain itu ileus paralitik juga dapat disebabkan oleh iskemia
usus.2
7

2.2.3 Patofisiologi Ileus Paralitik


Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari
terangsangnya sistem sarafsimpatis dimana dapat menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkanbanyak efek yang berlawanan
dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistemsimpatis
menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara yaitu pada tahap yang kecil
melaluipengaruh langsung norepineprin pada otot polos dan pada tahap yang
besar melalui pengaruh inhibitorik dari norepineprinpada neuron-neuron
sistem saraf enterik sehingga perangsangan yang kuat pada sistem
simpatisdapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.2
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal namun tidaksemua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat
saraf parasimpatis yang bersifat eksitatorik, beberapaneuron bersifat
inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmiter
inhibitor,kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide
lainnya.Menurut beberapa hipotesis, ileus paska operasi dimediasi melalui
aktivasi hambat busurrefleks tulang belakang. Secara anatomis refleks yang
terlibat adalah ultrashort refleksterbatas pada dinding usus, refleks pendek
yang melibatkan ganglia prevertebral, dan reflekspanjang melibatkan sumsum
tulang belakang.Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin
dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.2

2.2.4 Manifestasi Klinis Ileus Paralitik


Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung atau
abdominal distention, anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada
mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu
dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus
8

paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik


abdomen yang paroksismal.2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak
terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak
enak pada perut. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan
nyeri lepas negatif), apabila penyakit primernya peritonitis manifestasi klinis
yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.2

2.2.5 Diagnosis Ileus Paralitik


Dasar diagnosis ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi
abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada
gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau
besar.3

2.2.6 Anamnesis
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari
usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga
mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut
tanpa disertai nyeri.

2.2.7 Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda dehidrasi yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat
adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen dan ada
pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk
mengetahui penyebab ileus.
3. Perkusi
9

Pada perkusi akan ditemukan gambaran hipertimpani.

4. Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen).

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaanyang penting untuk dimintakan adalah leukosit
darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah danamilase. Foto polos
abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis, pada ileus
paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air
fluid level ditemukanberupa suatu gambaran line up (segaris), hal ini
berbeda dengan air fluid level pada ileusobstruktif yang memberikan
gambaran seperti anak tangga. Apabila denganpemeriksaan foto polos
abdomen masih meragukan maka dapat dilakukan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras.2

2.2.9 Tatalaksana
Tatalaksana ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif,
tindakannya berupa dekompresi menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primerdan pemberiaan nutrisi
yang adekuat.Prognosis biasanya baik dan keberhasilan dekompresi
kolondari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.Beberapa obat-
obatan jenis penyekatsimpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik
pernah dicoba namun ternyata hasilnya tidakkonsisten.2
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang jugarectal tube. Pemberian cairan, koreksi gangguan
elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknyadiberikan sesuai dengan
kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapaobat
yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis,
sisaprid bermanfaatuntuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin
dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileusparalitik karena obat-
10

obatan.Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak


berespon setelah pengobatan konservatif.2

2.2.10. Prognosis
Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit primernya dapat diatasi.2

2.3 Ileus Obstruksi


2.3.1 Definisi
Ileus obstruksi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang
terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi
dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus.
Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi
Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik
parsial atau total dari usus besar dan usus halus.

2.3.2 Epidemiologi
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati
urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari
Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo
pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan
usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
(5,10).

2.3.3 Etiologi
11

Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar


pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil
sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang
menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan
oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau
lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat
lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu
pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata
dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan
operasi.9
12

Gambar 2.4 Penyebab ileus obstruktif 10

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan


umur dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan
penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak
pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi
dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan.
13

Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus


obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif yang
terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus
komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus
obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon,
pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering
daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus
merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma
kolorektal.9

Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal 9,14

Obturasi Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik


Intraluminal
Benda Asing Adhesi Kongenital
- Iatrogenik Benda Asing - Atresia, stenosis,
- Tertelan dan webs
Hernia
- Batu - Divertikulum
Empedu - Eksternal Meckel
- Cacing - Internal
Intususepsi Massa Inflamasi
Pengaruh Cairan - Anomali organ - Divertikulitis
atau pembuluh - Drug-induced
- Barium darah - Infeksi
- Feses - Organomegali - Coli ulcer
- Meconium - Akumulasi Cairan
- Neoplasma Neoplasma
- Tumor Jinak
Post Operatif
- Karsinoma
Volvulus - Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural
Hematom
14

2.3.4 Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster,
intestinal dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya.
Meskipun aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian
besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus
obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah
obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal
proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah
distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi
dalam beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi
lumen yang terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah
meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama
di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi
intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik
pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan
intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke
dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi
normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema
intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus
obstruktif. Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari
metabolisme bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen
(12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara
bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk
berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi
mekanik dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah
berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan
pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi
15

kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan


penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas
gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon terhadap
rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik
terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga
menyebabkan aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan
sebaliknya aliran dari pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang
serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida.
Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin
terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme
sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal,
seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin,
atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi
intestinal di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan
muntah. Proses obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses
absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik
ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan
oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan
transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah
memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia,
hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang sering dari
obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan
terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi
bakteri. Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi.
Koloni berlebihan dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi
motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan
komplikasi sepsis.
16

Gambar 2.5 Patofisiologi Ileus Obstruktif.10

Strangulasi

Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen


obtruksi dari intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan
langsung dari vasa mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada
dinding intestinal. Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi
yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada
kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.
17

Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi


dan peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti
dari vena, kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan
serta thrombosis dari arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri
terjadi dalam beberapa jam setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan
produksi toksin intralumen dan dapat merangsang pelepasan mediator
vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka terhadap
iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk
mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan
radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya
iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa,
bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding
intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan
sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis,
perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat
syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung
terjadinya gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate.11


18

Obstruksi Gelung Tertutup

Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan


sebab yang paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya
perputaran mesenterium. Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga
dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction jika katup ileocekal
masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat,
sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun.
Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah
meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung
tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih
dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

Obstruksi Parsial Intestinal

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi


merupakan penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali
mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat
menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi
otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi
merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan
kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat
menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

Obstruksi kolon

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan


intestinal. Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang
terbatas pada absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih
lambat karena posisinya yang berada paling distal dari saluran pencernaan
dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi
yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi
dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten.
Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat
menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan
19

penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan


resiko terjadinya rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang
terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun karena
invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas
abnormal namun tidak hiperperistaltik.

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar.11

2.3.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok :12
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :


a.Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
b. Letak Tengah : Ileum Terminal
c.Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar :15

Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan


terjepitnya pembuluh darah.
20

1. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya


penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat
yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
2. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus
obstruktif dibagi dua:13

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai
kolon, sigmoid dan rectum.

2.3.6 Manifestasi Klinis


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus.13
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering
dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi
21

intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus
kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.14

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen


yang akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau
distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,
dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi
lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat
muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering
ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai
dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.9
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting
untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih
terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah
obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya
obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.
Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa
yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun
strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga
kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan
tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat
diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-
tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa
di rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus,
demam,
22

Gambar 2.8 Herring bone appearance.17

Gambar 2.9 Coffee bean appearance.11


23

Gambar 2.10 Step ledder sign.11

a. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan
juga untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna
jika pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal
namun dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika
penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini
juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren
dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium
merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan
aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus
maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan
terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai
terjadi perforasi. 17
24

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).

b. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau
obstruksi strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain
terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan
juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi,
hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron
karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus
halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang
kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.17

Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat


spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi
intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal,
dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat
melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan
dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi
dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui
melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi
radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
25

ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara


didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras
intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga
digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya
mengetahui etiologi dari obstruksi.

Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya


yang rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi
usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk
diidentifikasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium.18

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi


usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon.19

c. CT enterography (CT enteroclysis)


26

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan


klinis. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi
intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan
(seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan
seluruh penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada
mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan
teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan
pemeriksaan CT biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs
50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).17

d. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam
mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan
lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan
antara lain kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang
dapat menggambarkan massa dan inflamasi. 17

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif

e. USG
27

Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari


obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien
dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus
yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus
yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat
memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah
dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. 17

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah


menunjukkan distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi

2.3.6 Diagnosis Banding


28

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu17


1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut

2.3.7 Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi
dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer
Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah
urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila
diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan
leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum
luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
bakteri pada ostruksi intestinal.

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga


penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan
tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara
konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.

Terapi Operatif

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit


membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa
pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan
29

bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah
yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri
tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini
dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah
terjadinya

Anda mungkin juga menyukai