Anda di halaman 1dari 6

PENUNTUN LKK 2 BLOK 17

PEMERIKSAAN FISIK KEHAMILAN NORMAL


(PEMERIKSAAN LUAR/LEOPOLD DAN DENYUT JANTUNG JANIN)

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Melakukan pemeriksaan Leopold.
a. Melakukan pemeriksaan Leopold I.
b. Melakukan pemeriksaan Leopold II.
c. Melakukan pemeriksaan Leopold III.
d. Melakukan pemeriksaan Leopold IV.
e. Melakukan interpretasi pemeriksaan Leopold tentang letak janin.
2. Menentukan tinggi fundus uteri.
a. Melakukan pengukuran tinggi fundus uteri.
b. Melakukan interpretasi hasil yang didapatkan.
3. Melakukan pemeriksaan denyut jantung janin
a. Melakukan pemeriksaan denyut jantung janin menggunakan stetoskop monoaural.
b. Melakukan interpretasi hasil yang didapatkan.

B. PELAKSANAAN
PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN LUAR/LEOPOLD
1. Landasan Teori
Salah satu cara memeriksa keadaan janin dalam suatu kehamilan adalah dengan cara palpasi.
Pemeriksaan palpasi ini lebih dikenal dengan nama maneuver Leopold, terdiri dari empat cara yang
dikerjakan secara berurutan. Pemeriksaan Leopold I bertujuan untuk menentukan usia kehamilan dan
menentukan bagian janin apa yang terletak di fundus uteri. Pemeriksaan Leopold II berfungsi untuk
menentukan letak punggung janin dan letak bagian-bagian kecil (tangan dan kaki). Pemeriksaan Leopold III
berfungsi untuk menentukan presentasi janin, yaitu bagian janin apa yang terdapat di bagian bawah uterus.
Pemeriksaan Leopold IV berfungsi untuk menentukan apakah presentasi janin sudah memasuki rongga
panggul atau belum. Pemeriksaan Leopold IV tidak dilakukan jika kepala masih tinggi. Palpasi Leopold yang
lengkap ini baru dapat dilakukan jika janin sudah cukup besar, kira-kira mulai dari usia kehamilan 4 bulan.

Gambar Pemeriksaan Leopold I-IV (Sumber: www.greg-spog.com)

Pengukuran dalam sentimeter untuk mengikuti pertumbuhan janin sesuai pertumbuhan rahim saat ini
sering dilakukan. Obyek yang diukur adalah tingginya fundus uteri dan perimeter umbilikal (lingkaran perut
setinggi pusat). Hubungan antara tinggi fundus uteri dan tuanya kehamilan ditentukan dengan :
a. Rumus McDonald
Tinggi fundusuteri (dalam cm)
=tuanyakehamilan dalambulan
3,5 cm
b. Bartholomew’s rule of fourth
Rumus ini memperkirakan umur kehamilan dengan asumsi bahwa uterus dapat mencapai
umbilikus pada usia kehamilan 5 bulan. Jarak antara simfisis pubis – umbilikus dibagi menjadi 4 bagian
yang sama, begitu juga antara umbilikus – bagian bawah sternum. Jika uterus dapat mencapai garis
pembagi, umur kehamilan ditambah 1 bulan.
c. Perkembangan berat badan ibu

2. Media Pembelajaran
a. Penuntuk LKK 2 Blok XVII FK UMP
b. Manikin wanita hamil
c. Ruang periksa dokter
d. Tempat tidur periksa
e. Meteran
f. Tensimeter
g. Stetoskop
h. Termometer
i. Timbangan badan
j. Pengukur tinggi badan

3. Langkah Kerja
a. Mahasiswa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
b. Mahasiswa menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan Leopold kepada pasien.
c. Pasien diberi kesempatan untuk bertanya.
d. Pasien diminta untuk buang air kecil terlebih dahulu.
e. Pasien diminta tidur terlentang dengan satu bantal di kepala.
f. Meminta pasien untuk menekuk kedua lututnya.
g. Mahasiswa mencuci tangan.
h. Lakukan pemeriksaan Leopold I :
- Posisi pemeriksa menghadap ke kepala pasien.
- Rahim di bawa ke tengah.
- Letakkan kedua telapak tangan di bagian fundus uteri pasien.
- Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari untuk menentukan apa yang ada di bagian fundus
uteri.
- Tentukan apa yang ada di bagian fundus uteri.
- Ukur tinggi fundus uteri dengan meletakkan ujung meteran di batas atas simfisis pubis pasien. Ukur
sepanjang garis tengah abdomen hingga batas atas fundus mengikuti lengkungan abdomen.
- Hitung perkiraan usia kehamilan dengan rumus McDonald.
- Mencatat hasil pengukuran tinggi fundus uteri dan perkiraan usia kehamilan pada lembar catatan
medis pasien.
i. Lakukan pemeriksaan Leopold II
- Posisi pemeriksa menghadap ke kepala pasien.
- Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi abdomen pasien.
- Pertahankan letak uterus dengan menggunakan tangan yang satu.
- Gunakan tangan yang lain untuk melakukan palpasi uterus di sisi yang lain.
- Tentukan di mana letak punggung janin.
j. Lakukan pemeriksaan Leopold III
- Posisi pemeriksa menghadap ke kepala pasien.
- Letakkan tiga ujung jari salah satu tangan tepat di atas simfisis pubis pasien.
- Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan menghembuskannya.
- Tekan jari tangan ke bawah secara perlahan dan dalam ke sekitar bagian presentasi, pada saat pasien
menghembuskan napas.
- Tentukan bagian apa yang menjadi presentasi.
k. Lakukan pemeriksaan Leopold IV
- Posisi pemeriksa menghadap ke kaki pasien.
- Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi abdomen.
- Gerakkan jari tangan secara perlahan dari sisi bawah abdomen ke arah pelvis.
- Palpasi bagian presentasi.
- Tentukan letak dari bagian presentasi tersebut.
l. Tentukan kondisi janin : jumlah janin, posisi janin (horizontal, vertikal, oblik), presentasi janin, evaluasi
penurunan kepala janin (bila presentasi kepala).
m. Mahasiswa mencuci tangan kembali setelah selesai memeriksa pasien.
n. Mencatat hasil pemeriksaan Leopold pada lembar catatan medis pasien.

4. Interpretasi Hasil
a. Pemeriksana Leopold I : menentukan bagian janin yang berada di fundus uteri
- Bokong : lunak, kurang bundar, kurang melenting.
- Kepala : keras, bundar, dan melenting.
- Kosong : janin letak melintang.
b. Pemeriksaan Leopold II : menentukan letak punggung janin di kanan atau kiri abdomen ibu (bila
punggung tidak terletak di fundus uteri).
- Punggung anak terdapat pada sisi yang memberikan rintangan terbesar.
- Bagian-bagian kecil biasanya terletak berlawanan dengan rintangan terbesar tadi.
- Bila tidak teraba punggung, kemungkinan janin letak lintang.
c. Pemeriksaan Leopold III : menentukan presentasi janin apakah kepala, bokong, atau kaki.
d. Pemeriksaan Leopold IV : menentukan apakah presentasi janin sudah masuk ke dalam panggul (engaged)
atau belum (not engaged).
- Kedua tangan konvergen : hanya bagian kecil dari kepala yang turun ke dalam rongga panggul.
- Kedua tangan sejajar : separuh dari kepala telah masuk ke dalam rongga panggul.
- Kedua tangan divergen : bagian terbesar dari kepala telah masuk ke dalam rongga panggul dan ukuran
terbesar kepala telah melewati pintu atas panggul.

PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN DENYUT JANTUNG JANIN


1. Landasan Teori
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyulit-penyulit
hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan kesejahteraan janin. Cara pemantauan
ini dapat dilakukan secara langsung (invasif), yakni dengan alat pemantau yang dimasukkan dalam rongga
rahim atau secara tidak langsung (non invasif) dengan alat yang dipasang pada dinding perut ibu.
Mekanisme pengaturan denyut jantung janin (DJJ) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Sistem saraf simpatis
Sebagian besar berada di dalam miokardium. Rangsangan saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-
adrenergik akan meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan
volume curah jantung.
b. Sistem saraf parasimpatis
Terutama terdiri atas serabut N. Vagus berasal dari batang otak. Rangsangan pada N. Vagus akan
menurunkan frekuensi DJJ. Hambatan N. Vagus akan meningkatkan frekuensi DJJ.
c. Baroreseptor
Terletak pada arkus aorta dan sinus carotid. Bila tekanan meningkat, reseptor ini akan merangsang N.
Vagus dan N. Glosofaringeus, yang akan menyebabkan penekanan aktivitas jantung berupa penurunan
frekuensi DJJ.
d. Kemoreseptor
Terdiri atas 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak di daerah carotid dan corpus aorta serta bagian
sentral yang terletak pada batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar O 2 dan CO2
dalam darah serta cairan otak. Bila kadar O 2 menurun dan CO2 meningkat, akan terjadi refleks dari
reseptor sentral berupa takikardi dan peningkatan tekanan darah untuk memperlancar aliran darah,
meningkatkan kadar O2, dan menurunkan kadar CO2. Keadaan hipoksia atau hiperkapnea akan
mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks bradikardia. Hasil interaksi dari kedua macam
reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipertensi.
e. Susunan saraf pusat
Pada keadaan janin tidur, aktivitas menurun maka variabilitas DJJ juga akan menurun. Rangsangan
hipotalamus akan menyebabkan bradikardi dan hipertensi.
f. Sistem hormonal
Pada keadaan stress, misalnya asfiksia, maka medulla adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan
norepinefrin dengan akibat takikardi, peningkatan kekuatan kontraksi jantung, dan tekanan darah.
Denyut jantung janin baru dapat didengar pada usia kehamilan 5 bulan, meskipun dengan Doptone
sudah dapat dideteksi pada akhir bulan ke-3. Frekuensi DJJ lebih cepat dari manusia dewasa, yaitu sekitar
120-160 denyut per menit. Bunyi jantung paling jelas terdengar di sisi punggung anak dekat kepala karena
posisi janin yang kifosis dan biasanya di depan dada terdapat lengan anak.
Jika DJJ terdengar di sebelah kiri atau kanan di bawah umbilicus ibu, maka presentasi janin adalah
presentasi kepala. Jika DJJ terdengar di sebelah kiri atau kanan setinggi atau di atas umbilicus ibu, maka
presentasi janin adalah presentasi bokong (letak sungsang). Pada anak kembar, DJJ terdengar pada dua
tempat dengan sama jelasnya dan dengan frekuensi yang berbeda (perbedaan lebih dari 10 denyut per menit).
Pada saat mencari DJJ, terkadang kita keliru dengan suara bising rahim yang berasal dari arteri uterine
atau dengan denyut jantung ibu yang frekuensinya sama dengan aorta abdominalis. Untuk membedakan
denyut jantung ibu dengan denyut jantung janin, maka pada saat menghitung DJJ harus sambil menghitung
denyut nadi ibu juga.

2. Media Pembelajaran
a. Penuntun LKK 2 Blok XVII FK UMP
b. Ruang periksa dokter
c. Tempat tidur periksa
d. Manikin kehamilan
e. Stetoskop monoaural (Laennec)

3. Langkah Kerja
a. Menentukan tempat untuk menempelkan stetoskop monoaural sesuai dengan posisi jantung janin,
biasanya di punggung janin.
b. Menghitung denyut jantung janin (DJJ) selama 1 menit penuh.
c. Mencatat hasil perhitungan pada lembar catatan medis pasien.
d. Melakukan interpretasi DJJ.

4. Interpretasi Hasil
Denyut jantung janin (DJJ) normal adalah 120-160 denyut per menit (dpm). Bila denyut DJJ kurang dari 120
dpm atau lebih dari 160 dpm maka janin dalam keadaan asfiksia (kekurangan O2).

A. PELAKSANAAN
PANDUAN BELAJAR PROSEDUR PEMERIKSAN PAYUDARA
1. Landasan Teori
Payudara atau kelenjar mammae adalah turunan lapisan ektoderm yang sangat sensitif terhadap
hormon. Efek hormonal paling jelas terlihat selama perkembangan embrionik dan setelah pubertas. Struktur
dasar payudara hampir sama pada semua mamalia, walaupun terdapat variasi yang luas dalam hal jumlah,
ukuran, lokasi, dan bentuk kelenjar mammae. Setiap kelenjar mammae terdiri atas massa jaringan kelenjar
berlobus. Jaringan kelenjar melekat di dalam jaringan adipose dan dipisahkan oleh jaringan ikat fibrosa.
Setiap lobus mengandung lobulus-lobulus alveoli, pembuluh darah, dan ductus lactiferus.
Saat lahir, payudara sebagian besar terdiri atas ductus lactiferus dengan sedikit alveoli. Kelenjar
mammae yang rudimeter ini memiliki sedikit fungsi sekretorik (air susu palsu) dalam beberapa hari setelah
lahir. Sekresi payudara pada masa neonatal terjadi akibat kadar prolaktin yang tinggi pada bayi baru lahir
setelah pajanan payudara janin sebelumnya terhadap konsentrasi estrogen plasenta yang tinggi selama
kehamilan. Setelah estrogen plasenta hilang dari sirkulasi neonatal, payudara memasuki fase tenang sampai
masa pubertas.
Pada onset pubertas, estrogen ovarium menginduksi pertumbuhan sistem ductus laktiferus. Ductus-
ductus ini bercabang-cabang selama pertumbuhannya dan ujung ductus ini membentuk massa sel kecil dan
padat. Struktur ini akan membentuk alveoli lobular. Payudara dan alveoli kemudian membesar. Saat
menarche (pertama kali menstruasi), sekresi estrogen, dan progesteron siklik dimulai dan akan terjadi fase
tambahan pada pertumbuhan duktus dan lobulus yang rudimeter. Kortikosteroid adrenal selanjutnya akan
meningkatkan perkembangan ductus. Payudara terus membesar selama beberapa waktu setelah menarche
akibat timbunan lemak dan jaringan ikat tambahan. Diferensiasi dan pertumbuhan akhir payudara tidak akan
terjadi sampai adanya kehamilan.
Pemeriksaan payudara merupakan salah satu bagian penting dalam kesehatan perempuan karena dapat
membantu menegakkan diagnosis kanker, yang kadang terlewat oleh mammografi. Terbukti 95% wanita
yang terdiagnosis pada tahap awal kanker payudara dapat bertahan hidup lebih dari lima tahun setelah
terdiagnosis sehingga banyak dokter yang merekomendasikan agar para wanita menjalani “sadari” (periksa
payudara sendiri – saat menstruasi – pada hari ke 7 sampai hari ke 10 setelah hari pertama haid) di rumah
secara rutin, karena payudara cenderung berbentuk nodular dan membengkak sebelum menstruasi akibat
peningkatan stimulasi estrogen, dan menyarankan dilakukannya pemeriksaan rutin tahunan untuk mendeteksi
benjolan pada payudara. Pemeriksaan payudara sendiri dapat dilakukan pada usia 20 tahun atau lebih. Bagi
wanita usia lebih dari 30 tahun dapat melakukan pemeriksaan payudara sendiri maupun ke bidan atau dokter
untuk setiap tahunnya.
Pemeriksaan payudara dapat dilakukan dengan melihat perubahan di hadapan cermin dan melihat
perubahan bentuk payudara dengan cara berbaring. Pemeriksaan payudara dapat dilakukan dengan melihat
perubahan di hadapan cermin dan meliha perubahan bantuk payudara dengan cara berbaring.
Pemeriksaan di awal dengan inspeksi seperi layaknya pemeriksaan fisik lainnya untuk memperhatikan
kulit, kontur, kesimetrisan, dan puting susu. Bila ada kanker maka akan tampak kelainan pada saat inspeksi.
Kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi pada payudara dan bagian lateralnya (termasuk aksila).
Palpasi ditujukan untuk meraba adanya nodul yang mencurigakan.

2. Media Pembelajaran
a. Penuntun LKK 7 Blok XVII FK UMP
b. Manikin payudara
c. Ruang periksa dokter
d. Tempat tidur pemeriksaan

3. Langkah Kerja
Pada penderita dengan keluhan pada payudara, terlebih dahulu dilakukan anamnesis. Anamnesis
meliputi :
a. Apa yang menjadi keluhan (adanya rasa tidak enak di payudara, adanya benjolan, keluarnya cairan dari
puting, adanya perubahan bentuk payudara, adanya koreng yang sukar sembuh, dan lain-lain)?
b. Sejak kapan mulai dirasakan keluhan tersebut?
c. Adakah gejala lainnya yang mengikuti?
d. Apakah keluhan ini berhubungan dengan siklus menstruasi?
e. Usia berapa menarche, bagaimana siklus haid, usia berapa anak pertama lahir, menyusui atau tidak, usia
berapa menopause?
f. Pernahkah dilakukan operasi ginkelologi?
g. Adakah riwayat radiasi?

Pemeriksaan payudara meliputi :


a. Inspeksi
Inspeksi dapat dilakukan pada posisi duduk, tegak, maupun berbaring.
- Inspeksi pada penderita duduk, bandingkan kiri dan kanan.
- Inspeksi pada waktu mengangkat kedua lengan dan turunkan, bandingkan kiri dan kanan.
- Diperhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, retraksi, gambaran kulit berbintik
seperti kulit jeruk, ulkus, dan benjolan.
- Perhatikan puting mammae, adakah retraksi?
Dengan mengangkat lengan lurus ke atas kelainan terliat lebih jelas.
b. Palpasi
a. Palpasi lebih baik dilakukan pada posisi berbaring dengan meletakkan bantal tipis di punggung
sehingga payudara terbentang rata.
b. Palpasi dilakukan dengan telapak jari tangan yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada
setiap kuadran payudara.
c. Pada palpasi ini dinilai: ada tidaknya benjolan, lokasinya (pada kuadran apa) jumlahnya, ukuran,
tepinya berbatas tegas atau tidak, nyeri tekan, mobilitasnya, melekat ke dinding dada atau tidak,
melekat ke kulit atau tidak.
d. Lakukan pijatan halus pada puting susu, adakah pengeluaran cairan, darah atau nanah, bandingkan kiri
dan kanan.
e. Pada sikap duduk, benjolan yang tidak teraba pada saat berbaring kadang-kadang lebih mudah
ditemukan.
f. Perabaan aksilla sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Pembesaran kelenjar aksila akan lebih
mudah dirasakan.
g. Perabaan juga dilakukan pada kelenjar di kedua supraklavikula, untuk menilai adanya metastase.

4. Interpretasi Hasil
Kulit payudara : warna, ketebalan kulit, pori-pori yang tampak tidak biasa.
Kesimetrisan : payudara (termasuk areola) yang tidak simetris adalah hal yang biasa.
Kontur payudara :
a. Massa : normalnya tidak ada.
b. Dimpling: timbul penarikan kulit akibat adanya jaringan ikat (yang disebabkan oleh kanker)
menempelkan pad kulit dan fascia pembungkus m. pectoralis.
c. Pendataran (flattening) : curiga kanker.
Puting susu :
a. Normal : puting terbenam di bawah permukaan areola dan diliputi lipatan kulit areola. Puting yang terlalu
terbenam tidak memiliki konsekuensi klinis tetapi akan menyulitkan pada saat menyusui.
b. Asimetris arah puting menandakan kanker.
c. Ruam atau ulserasi biasa timbul pada penyakit Paget payudara.
d. Puting yang datar menandakan adanya retraksi.

Anda mungkin juga menyukai