Anda di halaman 1dari 13

Maria Alfiani Kusnowati

REFEREAT
SEPSIS

Disusun Oleh:

Maria Alfiani Kusnowati

1315115

Pembimbing:

dr. Limdawati, Sp.Pd

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT IMMANUEL

FK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

2017

1
DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4
2.1 Definisi........................................................................................................................................4
2.2 Epidemiologi...................................................................................................................5
2.3 Etiologi.............................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi....................................................................................................................6
2.5. Klasifikasi dan Gejala Klinik......................................................................................7
2.6 Managemen dan Tata laksana......................................................................................9
2.7 Komplikasi....................................................................................................................11
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis merupakan komplikasi tersering pada pasien ICU yang dapat menyebabkan kematian.
Di Eropa, angka kejadian sepsis sebanyak 30% dari semua pasien di unit perawatan intensif (ICU).
Secara umum, angka mortalitas sepsis sebesar 27%, meningkat menjadi 32% untuk sepsis berat dan
54% untuk syok sepsis. Di negara berkembang, sepsis menyumbang 60-80% dari semua
kematian. Sepsis diartikan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan oleh
gangguan repons tubuh terhadap infeksi. Sepsis dapat berakhir dengan Syok septik dengan kelainan
sirkulasi dan seluler/metabolik yang cukup mendalam untuk secara substansial meningkatkan
mortalitas. Dalam penelitian di sebuah rumah sakit pendidikan di Yogyakarta, Indonesia, ada
631 kasus sepsis pada tahun 2007, dengan angka kematian sebesar 48,96%. Di Amerika menurut
penelitian Greg S, et al selama 22 tahun, total terdapat 10,319,418 kasus sepsis ( terhitung sebanyak
1.3 % dari semua kasus rumah sakit ).Angka pasien sepsis meningkat per tahun dari 164,072 pada
tahun 1979 menjadi 659,935 pada tahun 2000 ( peningkatan 13,7 % per tahun ). Sepsis sampai
syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram negatif, tetapi mungkin
juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus bahkan parasit. Syok terjadi
pada 20%-35% penderita bakteriemia gram negative.

Bakteri gram negatif yang paling sering ditemukan pada sepsis diantaranya : Eschericia coli
pada pielonefritis dan infeksi perut , Klebsiela pneumonia yang sering menyebabkan infeksi
saluran kencing dan infeksi saluran pernafasan akut,
Enterobacter, Nisseria meningitidis yang dapat menyebabkan sepsis fulminan pada individu normal
atau pasien infeksi kronik berulang . Haemophillus
influenza yang merupakan kuman yang paling ditakuti pada anak umur 3 bulan sampai 6 tahun,
Psedomonas aureginosa yang hampir selalu didapat karena infeksi nosokomial pada penderita
penyakit berat, neutropenia, dan luka bakar .

Diagnosis yang tepat dan cepat dibutuhkan untuk penatalaksanaan dini guna mencegah
komplikasi dan menurunkan angka mortalitas. Penanganan utama pada pasien sepsis yaitu dengan
resusitasi cairan untuk perbaikan hemodinamika dan terapi antibiotik yang sesuai. Komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien sepsis : sindrome distress pernapasan akut (ARDS), koagulasi intravaskular
diseminata (DIC), gagal ginjal akut (ARF), perdarahan usus, gagal hati, disfungsi sistem saraf pusat,
gagal jantung, dan kematian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sepsis adalah respon inflamasi sistemik atau disebut juga SIRS(Systemic Inflamatory
Response) dengan kecurigaan bakteriemia atau terbukti bakteriemia pada pasien SIRS. Definisi SIRS
adalah pasien yang memenuhi minimal dua kriteria dari empat kriteria (Guntur, 2009):

1. Suhu diatas 38°C atau dibawah 36°C


2. Frekuensi nadi diatas 90x/menit
3. Frekuensi napas diatas 20x/menit atau tekanan parsial karbon dioksida (𝑃𝑎𝐶𝑂2) kurang dari
32 mmHg
4. Leukosit diatas 12.000/µL atau dibawah 4.000/µL atau lebih dari 10% bentuk imatur

Pada tahun 2016 Society of Critical Care Medicine (SCCM) dan European Society of Intensive
Care Medicine (ESICM) mengusulkan definisi sepsis yaitu sebagai disfungsi organ yang
mengancam nyawa disebabkan oleh gangguan repons tubuh terhadap infeksi. Disfungsi Organ dapat
diidentifikasi sebagai perubahan akut dari total skor SOFA ≥ 2 poin terhadap infeksi. Skor SOFA
dapat diasumsikan nol pada pasien yang tidak memiliki disfungsi organ yang sudah ada sebelumnya.
Pada pasien dengan kecurigaan infeksi yang telah lama dirawat di ICU dapat segera diidentifikasi
menggunakan qSOFA(quick SOFA), yaitu perubahan status mental, tekanan darah sistolik ≤100 mm
Hg, atau frekuensi pernapasan ≥22 x/ menit. (Paul; Abdalsamih, 2017)

Syok septik adalah bagian dari sepsis yang didasari kelainan sirkulasi dan seluler/metabolik yang
cukup mendalam untuk secara substansial meningkatkan mortalitas. Pasien dengan syok septik dapat
diidentifikasi dengan melihat klinis sepsis ditandai dengan hipotensi persisten yang membutuhkan
vasopressor untuk menjaga MAP ≥65 mmHg dan memiliki serum laktat ≥2 mmol/L (18 mg/dL)
meskipun resusitasi cairan telah cukup adekuat. (Paul; Abdalsamih, 2017)
2.2 Epidemiologi

Berdasarkan data dari survei rumah sakit nasional di Amerika Serikat, dari tahun 2000
sampai tahun 2008, jumlah rata – rata pasien per 10.000 populasi yang dirawat dirumah sakit dengan
sepsis mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat. Di Eropa, angka kejadian sepsis sebanyak
30% dari semua pasien di unit perawatan intensif (ICU). Secara umum, angka mortalitas sepsis
sebesar 27%, meningkat menjadi 32% untuk sepsis berat dan 54% untuk syok sepsis. Di negara
berkembang, sepsis menyumbang 60-80% dari semua kematian. Penelitian yang dilakukan pada
pasien sepsis berat di 150 unit pelayanan intensif (ICU) di 16 negara Asia didapatkan hasil angka
mortalitas di rumah sakit mencapai 44,5% ( Hall et al, 2011 ; Nguyen et al, 2006 ) Menurut
penelitian Greg S, et al selama 22 tahun, total terdapat 10,319,418 kasus sepsis ( terhitung sebanyak
1.3 % dari semua kasus rumah sakit ). Angka pasien sepsis meningkat per tahun dari 164,072 pada
tahun 1979 menjadi 659,935 pada tahun 2000 ( peningkatan 13,7 % per tahun ) Rata – rata umur
wanita terkena sepsis pada 62.1 tahun, sedangkan pada pria rata – rata terjadi pada umur 56,9 tahun.
Dalam penelitian di sebuah rumah sakit pendidikan di Yogyakarta, Indonesia, ada 631 kasus
sepsis pada tahun 2007, dengan angka kematian sebesar 48,96%. Penyakit kronis, keadaan
imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya sepsis. Beberapa kondisi tertentu seperti gangguan organ secara progresif, infeksi
nosokomial dan umur yang lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian.

2.3 Etiologi

Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram
negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus bahkan
parasit. Syok terjadi pada 20%-35% penderita bakteriemia gram negative. (John, 1994)

Bakteri gram negatif yang paling sering ditemukan pada sepsis diantaranya : Eschericia coli
pada pielonefritis dan infeksi perut , Klebsiela pneumonia yang sering menyebabkan infeksi
saluran kencing dan infeksi saluran pernafasan akut,
Enterobacter, Nisseria meningitidis yang dapat menyebabkan sepsis fulminan pada individu normal
atau pasien infeksi kronik berulang . Haemophillus
influenza yang merupakan kuman yang paling ditakuti pada anak umur 3 bulan sampai 6 tahun,
Psedomonas aureginosa yang hampir selalu didapat karena infeksi nosokomial pada penderita
penyakit berat, neutropenia, dan luka bakar . (Hadisaputro, 1998).
2.4 Patofisiologi

Perjalanan terjadinya sepsis merupakan mekanisme yang kompleks, antara mikroorganisme


penginfeksi, dan imunitas tubuh manusia sebagai penjamu . Saat ini sepsis tidak hanya dipandang
sebagai respon inflamasi yang kacau tetapi juga meliputi ketidakseimbangan proses koagulasi dan
fibrinolisis . Hal ini merupakan mekanisme – mekanisme penting dari patofisiologi sepsis yang
dikenal dengan kaskade sepsis. Mikroorganisme penyebab sepsis terutama bakteri gram negatif dapat
melepaskan endotoksinnya ke dalam plasma yang kemudian akan berikatan dengan
Lipopolysaccarida binding protein ( LBP ). Kompleks yang terbentuk dari ikatan tersebut akan
menempel pada reseptor CD 14 yeng terdapat dipermukaan monosit, makrofag, dan neutrofil,
sehingga sel – sel tadi menjadi teraktivasi. Makrofag, monosit, makrofag, dan netrofil yang
teraktivasi inilah yang melepaskan mediator inflamasi atau sitokin proinflamatory seperti TNF α dan
IL -1β , IL – 2 , IL – 6, interferon gamma , platelet activating factor ( PAF ) , dimana dalam klinis
akan ditandai dengan timbulnya gejala – gejala SIRS. Sitokin proinflamasi ini akan mempengaruhi
beberapa organ dan sel seperti di hipotalamus yang kemudian menimbulkan demam, takikardi, dan
takipneu . Terjadinya hipotensi dikarenakan mediator inflamasi juga mempengaruhi dinding
pembuluh darah dengan menginduksi proses sintesis Nitrit oxide ( NO ) . Akibat NO yang berlebih
ini terjadi vasodilatasi dan kebocoran plasma kapiler, sel – sel yang terkait hipoksia yang bila
berlangsung lama terjadi disfungsi organ, biasanya hal ini sering terjadi bila syok septik yang tidak
ditangani dengan baik. Selain respon inflamasi yang sistemik, sepsis juga menimbulkan kekacauan
dari sistem koagulasi dan fibrinolisis . Paparan sitokin proinflamasi ( TNF – α , IL - 1β , IL – 6 ) juga
menyebabkan kerusakan endotel, akibatnya neutrofil dapat migrasi, platelet mudah adhesi ke lokasi
jejas. Rusaknya endotel yang berlebihan ini akan mengekpresikan atau mengaktifasikan TF(Tissue
Factor), yang kita ketahui dapat menstimulasi cascade koagulasi dari jalur ekstrinsik memproduksi
trombin dan fibrin.Pembentukan trombin selain menginduksi perubahan fibrinogen menjadi fibrin,
juga memiliki efek inflamasi pada sel endotel, makrofag, dan monosit sehingga terjadi pelepasan TF,
TNF – α yang lebih banyak lagi . Selain itu trombin juga menstimulasi degranulasi sel mast yang
kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran kapiler. Bila
sistem koagulasi teraktivasi secara otomatis tubuh juga akan mengaktifasi sistem fibrinolisis untuk
mencegah terjadinya koagulasi yang berlebihan. Akan tetapi dalam sepsis, TNF – α mempengaruhi
system antikoagulasi alamiah tubuh yang mengganggu aktivitas dari antitrombin III ,
protein C , protein S , Tissue Factor Protein Inhibitor ( TFPI ) dan Plasminogen
Activator Inhibitor – I ( PAI – I ) sehingga bekuan yang terbentuk tidak dapat didegradasi .
Akibatnya formasi fibrin akan terus tertimbun di pembuluh darah , membentuk sumbatan yang
mengurangi pasokan darah ke sel sehingga terjadi kegagalan organ . (Franchini et al, 2006 ; Guntur,
2009).

2.5 Klasifikasi dan Gejala Klinis

Klasifikasi sepsis berdasarkan konsensus konferensi 1991, sepsis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
Dikatakan SIRS apabila terdapat minimal 2 dari 4 kriteria sebagai berikut:
 Temperatur ≥38ºC atau ≤ 36ºC
 Denyut jantung ≥90 x/menit
 Frekuensi nafas ≥20 x/menit
 Leukosit ≥12000/mm3 atau ≤4000/mm3
1. Sepsis
Keadaan yang memenuhi kriteria SIRS dengan penemuan atau kecurigaan bakteriemia
2. Sepsis Berat
Yaitu sepsis yang disertai dengan adanya disfungsi organ hipotensi atau hipoperfusi.
 Asidosis laktat
 Oligouria
 Acute lung injury (ALI)
 Kreatinin serum > 2.0 mg/dL
 Bilirubin > 2 mg/dL
 Trombosit < 100.000/mm3
 Koagulopati (INR > 1,5)
3. Syok sepsis
Sepsis yang disertai kegagalan sirkulasi akut, ditandai dengan hipotensi sistolik dibawah
90 mmHg atau diastolik dibawah 40 mmHg dari baseline, dan tidak memberikan respon
terhadap resusitasi cairan.
klasifikasi sepsis tahun 2016 Society of Critical Care Medicine (SCCM) dan
European Society of Intensive Care Medicine (ESICM), yaitu sepsis dan syok sepsis, dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi sepsis dan syok sepsis

Kriteria Gejala
Sepsis Dicurigai atau terbukti adanya infeksi +
≥ 2 qSOFA atau ≥ 2 dalam score SOFA.
Syok Sepsis Sepsis + hipotensi persisten (MAP ≥65 mmHg)
yang membutuhkan vasopressor dan serum
laktat ≥2 mmol/L (18 mg/dL) meskipun
resusitasi cairan telah cukup adekuat

qSOFA, yaitu, perubahan status mental, tekanan darah sistolik ≤100 mm Hg, atau frekuensi
pernapasan ≥22 x/ min . Penentuan score SOFA dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dasar penilaian SOFA.

Sistem Score
0 1 2 3 4
Respirasi ≥ 400 < 400 < 300 < 200 < 100
PaO2 /FiO2 (≥ 53,3) (< 53,3) (< 40) (< 26,7) (< 13,3)
(mmHg/kPa)
Koagulasi ≥ 150 < 150 < 100 < 50 < 20
Platelet
(103/µL)
Hepar < 1,2 1,2 – 1,9 2 – 5,9 6 – 11,9 ≥ 12
Bilirubin
(mg/dl)
Kardiovaskular ≥ 70 < 70 Dopamin < 5 Dopamin 5,1 Dopamin >
MAP (mmHg) atau – 15 atau 15 atau
dobutamin epinefrin ≤ epinefrin >
berapapun 0,1 0,1
dosisnya
Saraf Pusat 15 13 - 14 10 - 12 6-9 <6
GCS
Renal < 1,2 1,2 – 1,9 2 – 3,4 3,5 – 4,9 >5
Kreatinin
(mg/dl)
Urine output < 500 < 200
(ml/hari)
Dosis katekolamin diberikan µg/KgBB/menit untuk 1 jam.

2.6 . Manajeman dan tata laksana.

1. Resusitasi cairan (dalam 6 jam pertama).

Berikan dengan segera pada kondisi hipotensi atau peningkatan laktat serum > 4 mmol/L.
Resusitasi menggunakan cairan fisiologis kristaloid (NaCl , Ringer laktat) maupun koloid. Berikan
cairan kristaloid minimal 30mL/KgBB guyur selama 30 menit. Volume yang lebih besar dapat
diberikan bila terjadi hipoperfusi jaringan. Kecepatan pemberian harus dikurangi apabila pengisian
tekanan jantung meningkat tanpa adanya perbaikan hemodinamik. Pasien yang berisiko acute lung
injury/acute respiratory distress syndrome(ALI/ARDS) cairan harus dibatasi, serta dilakukan
peninggian posisi tungkai secara pasif.

Albumin boleh diberikan setelah pasien mendapatkan cairan kristaloid dalam jumlah yang adekuat.
Target resusitasi : CVP 8-12 mmHg. MAP ≥ 65 mmHg, produksi urin ≥ 0,5 mL/KgBB/jam, serta
normalisasi kadar laktat serum.

2. Pemberian antibiotik.

Diberikan sesuai etiologi berdasarkan hasil kultur darah dan uji sensitivitas antibiotik, sambil
menunggu hasil kultur dan uji sensitivitas antibiotik berikan antibiotik intravena secara empiris.
Sampel untuk kultur darah diambil sebelum terapi antibiotik empiris diberikan. Lokasi dan sumber
infeksi merupakan pertimbangan utama dalam menentukan antibiotik empiris berbagai antibiotik
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Pilihan antibiotik spektrum luas pada kondisi sepsis

Pertimbangan Nama obat


Pneumonia Tanpa faktor risiko Pseudomonas :
komunitas Golongan sefalosporin generasi III (seftriakson IV 1-2 g/12 jam),
ditambah aminoglikosida (gentamisin IV 7mg/KgBB/8 jam), atau
flourokuinolon (levofloksasin IV 750mg/24jam atau siprofloksasin IV
400mg/8jam)
Dengan faktor risiko infeksi Pseudomonas:
Golongan sefalosporin antipseudomonas (sefepim IV 1-2 g/ 8-12 jam,
atau seftasidim IV 2g/ 8jam, atau sefpirom IV 1g/8jam), atau
karbapenem (meropenem IV 1g/8 jam, atau imipenem IV 500
mg/6jam), ditambah siprofloksasin IV 400mg/8jam, atau
aminoglikosida (gentamisin IV 7mg/KgBB/8 jam)
Pneumonia Golongan sefalosporin generasi IV (sefepim IV 1-2 g/ 8-12 jam),
nosokomial ditambah aminoglikosida (gentamisin IV 7mg/KgBB/8 jam)
Urosepsis Levofloksasin IV 750 mg/24 jam, atau monobaktam (aztreonam IV 2
g/ 6-8 jam) atau aminoglikosida (gentamisin IV 7mg/KgBB/8 jam),
ditambah ampisilin sulbaktam IV 1,5 g/ 6-8 jam.
Infeksi intra- Metronidazol IV 500mg/ 8 jam ditambah aztreonam IV 2 g/ 6-8 jam,
abdomen atau levofloksasin Iv 750 mg/24 jam, atau gentamisin IV
7mg/KgBB/8 jam
Infeksi Metronidazol IV 500mg/ 8 jam, ditambah levofloksasin IV 750
sistem saraf mg/24 jam, atau aztreonam IV 2 g/ 6-8 jam, atau sefepim IV 1-2 g/ 8-
pusat 12 jam, atau seftriakson IV 2g/12 jam.
Sumber Sefotaksim IV 3 g/ 6 jam, atau seftazidim IV 2 g/8 jam, ditambah
infeksi tidak Gentamisin 7mg/KgBB/8 jam.
jelas

3. Pemberian agen vasopresor dan inotropik.

Vasopresor diberikan untuk menjaga tekanan arteri rerata (MAP) ≥ 65 mmHg dan inotropik
diberikan pada pasien dengan disfungsi miokardium. Vasopresor pilihan pertama ialah norepinefrin
1-40 µg/menit IV. Vasopresin dosis 0,03 U/menit dapat ditambahkan pada norepinefrin untuk
meningkatkan MAP atau menurunkan dosis norepinefrin.

4. Terapi suportif.

Transfusi darah packed red cells (PRC) diberikan bila Hb<7.0 g/dL. Target transfusi ialah Hb
7.0 – 9.0 g/dL. Transfusi trombosit diberikan apabila jumlah trombosit < 5000/mm3 tanpa adanya
perdarahan, atau pada jumlah trombosit 5000-30.000/mm3 bila ditemukan perdarahan yang
signifikan. Managemen gula darah dengan pemberian insulin dan glukosa, target gula darah serum ≤
180mg/dL. Mencegah terjadinya stres ulcer dapat diberikan H2-antagonis, serta managemen nutrisi
merupakan terapi tambahan yang sangat penting berupa makro dan mikro nutrien.

2.7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien sepsis : sindrome distress pernapasan akut
(ARDS), koagulasi intravaskular diseminata (DIC), gagal ginjal akut (ARF), perdarahan usus, gagal
hati, disfungsi sistem saraf pusat, gagal jantung, multiple organ failure, dan kematian.
BAB III

KESIMPULAN

Sepsis adalah penyakit inflamasi sistemik akibat infeksi dengan persentase kematian yang
tinggi, oleh karena itu perlu adanya kriteria cepat dan tepat untuk menentukan diagnosis sepsis
secara dini, dengan diagnosis yang tepat dan cepat maka penanganan yang tepat dapat dilakukan
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi dan menurunkan angka kematian akibat
sepsis dan syok sepsis.
Daftar pustaka

Guntur H. SEPSIS. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed.V. Jakarta. Interna
Publising. 2009. p. 2889-2894

Paul E.M , Abdalsamih M. SIRS, qSOFA and new sepsis definition (internet). 2017. (cited 2017
Nov). Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5418298/

Hall M , William S , De Frmes C , Golosinky A. Inpatient care for septicemia or sepsis : A


challenger for patient and hospitals . 2011 .

The epidemiology of sepsis in the United States from 1979 through 2000 – NEJM (internet ). ( cited
2012 Dect ) . Available from : http : // www.nejm . org / doi / full / 10.1056 / NEJ Moa 022139.

Nguyen B, et al. Severe sepsis and septic shock: Review of the literature and emergency.
Department management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-54.

Orbach S, et al. The patient with sepsis or the Systemic Infl amatory Respons Syndrome. In:
Murray MJ, et al, editors. Critical care medicine: Perioperative management. 2nd ed. Lippincott
Williams&Wilkins, 2002; p. 601-15.

John Warren MD. 1994 . Sepsis . Dasar Biologi dan klinis Penyakit Infeksi Edisi keempat .
Gadjah Mada Uneversity Press Yogyakarta Pp:521 .

Hadisaputro S patogenesis Dasar – dasar Pengelolaan Sepsis dan syok sepsis . Dalam :Majalah
Media Medika Indonesia , ed.2 , Semarang . FK Undip,1998 ; 37 – 45.

Franchini M , Lippi G, Manzato F . Recent acquiltion in the patophysiology , diagnosis , and


treatment of disseminated intravaskuler coagulation . Trombosis Journal . 2006 ; 4 ; 4 – 12 .

Liwang F, Arief M. Sepsis dan Syok Sepsis. Dalam :Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Ed. 4.
Jakarta. Media Aesculapius. 2014. 857 – 860.

Anda mungkin juga menyukai