Anda di halaman 1dari 13

REFRESHING

ILMU PENYAKIT DALAM

Pembimbing:

dr. Pandang Tedi Adriyanto, M.Sc, Sp.PD

Oleh:

Indy Zafira Maharani 2017730060

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH R. SYAMSUDIN, SH KOTA SUKABUMI

PERIODE 20 DESEMBER 2021 – 27 FEBRUARI 2022


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun penulisan makalah ini merupakan
bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Jakarta. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 24 Januari 2022

Indy Zafira Maharani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Tujuan dan Manfaat.....................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................2

2.1 Etiologi........................................................................................................................2

2.2 Faktor Risiko...............................................................................................................2

2.3 Patomekanisme............................................................................................................3

2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................................4

2.5 Diagnosa......................................................................................................................4

2.6 Tatalaksana..................................................................................................................5

2.7 Prognosis.....................................................................................................................8

BAB III.......................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sepsis merupakan kumpulan gejala atau sindrom disfungsi organ yang
mengancam nyawa akibat disregulasi respon host terhadap infeksi (WHO, 2020)
Kelompok besar yang berkaitan dengan penelitian sepsis meliputi Protocolized
Care for Early Septic Shock (ProCESS) di Amerika Serikat, Australasian
Resuscitation in Sepsis Evaluation (ARISE) di Australia, dan Protocolised
Management in Sepsis Trial (ProMise) di Inggris, melakukan evaluasi dan
implementasi terhadap kasus sepsis dan diperoleh pedoman baru, yaitu Third
International Consensus Definition For Sepsis atau dikenal dengan Sepsis-3.

Gambar 1. 1 Definisi Sepsis

Sumber: Putra, 2019

Suatu penelitian terkini memperkirakan pada 2017 terdapat 48,9 juta kasus
dan 11 juta kematian akibat sepsis di seluruh dunia, yang berarti menyumbang hampir
20% kematian di seluruh dunia. Terdapat perbedaan insiden dan kematian
berdasarkan regional yang signifikan; sekitar 85,0% kasus sepsis dan kematian terkait
sepsis di seluruh dunia terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

1.2 Tujuan dan Manfaat


1.2.1 Tujuan
Untuk mengetahui dan meningkatkan wawasan mengenai jenis,
mekanisme sepsis, diagnosa, dan tatalaksananya.
1.2.2 Manfaat
Sebagai bahan bacaan untuk memahami mekanisme sepsis, diagnosa, dan
tatalaksananya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi
Saat ini sumber yang paling umum dari sepsis adalah saluran pernapasan, yang
menyumbang 30% sampai 60% dari seluruh kasus sepsis. Sumber dapat bervariasi
secara geografis, di Amerika Serikat, pembuluh darah merupakan sumber infeksi
kedua, diikuti oleh saluran urogenital dan abdomen. Secara global abdomen
menempati urutan kedua dengan pembuluh darah 20% dan urogenital 14%. Infeksi
yang didapatkan dari ICU sering menetap pada paru-paru, dan melibatkan saluran
genital dari akses kateter
Penyebab sepsis yang sering didapatkan di ICU merupakan mikroba campuran.
Bakteri gram positif dan gram negatif merupakan patogen yang paling umum,
sedangkan kejadian sepsis akibat bakteri anaerobik dan jamur lebih jarang.
 Bakteri Gram-Positif:
o Staphylococcus aureus
 Bakteri Gram-Negatif:
o Pseudomonas sp.
o Escherichia coli
 Bakteri Anaerob:
o Bakteri anaerob yang paling sering terkait adalah basil gram negatif,
terutama Bacteroides fragilis.
o Peptostreptococcus
o Clostridium sp.
 Jamur:
o Candida albicans adalah jamur yang paling sering terlibat, terhitung
13% penyebab dari infeksi sepsis akibat jamur merupakan jamur ini.

2.2 Faktor Risiko


Orang dengan infeksi, cedera parah, atau penyakit tidak menular yang serius dapat
berkembang menjadi sepsis tetapi populasi yang rentan berada pada risiko yang lebih
tinggi. Populasi yang rentan yaitu:

2
 Lansia;
 wanita hamil atau baru saja hamil;
 neonatus;
 pasien rawat inap;
 pasien di unit perawatan intensif;
 penderita HIV/AIDS;
 orang dengan sirosis hati;
 orang dengan kanker;
 orang dengan penyakit ginjal;
 orang dengan penyakit autoimun;
 dan orang-orang tanpa limpa.

2.3 Patomekanisme
Bakteri, virus, fungi, parasit memasuki host, lalu sitokin inflamasi seperti
tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin-1 mengaktivasi sistem koagulasi
dengan menstimulasi pelepasan faktor jaringan dari monosit dan endotel. Pelepasan
ini memicu pembentukan trombin dan bekuan fibrin serta dapat memunculkan
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dapat mengganggu potensi fibrinolitik
endogen. Trombin prokoagulan yang dilepas juga dapat mengaktivasi respon
inflamasi yang multipel dan lebih banyak menekan sistem fibrinolitik endogen dengan
mengaktifkan thrombin activatable fibrinolisis inhibitor (TAFI).
Mekanisme kedua dari sepsis yaitu aktivasi protein aktif C (CRP). Protein C
adalah protein endogen yang memicu fibrinolisis, menghambat trombosis dan
peradangan, juga sebagai modulator penting dalam koagulasi dan peradangan yang
berhubungan dengan sepsis. Kondisi ini memunculkan efek antitrombotik dengan
menginaktivasi faktor Va dan VIIIa dan membatasi pembentukan trombin. Penurunan
trombin akan berdampak terhadap proses inflamasi, prokoagulan, dan antifibrinolitik.
Protein aktif C juga memberikan efek antiinflamasi dengan menghambat produksi
sitokin inflamasi (TNF-α, interleukin-1, dan interleukin-6) oleh monosit serta
membatasi monosit dan neutrofil pada endotel yang cedera dengan mengikat selectin.
Jaringan yang mengalami infeksi akan timbul luka dalam endovaskuler yang difus,
trombosis mikrovaskuler, iskemia organ, disfungsi multiorgan, dan kematian.

3
2.4 Manifestasi Klinis
Sepsis adalah kondisi darurat medis dan dapat muncul dengan berbagai tanda
dan gejala pada waktu yang berbeda. Manifestasi klinis yang harus diwaspadai
meliputi:
 demam atau suhu rendah dan menggigil;
 perubahan status mental;
 kesulitan bernapas/napas cepat;
 peningkatan denyut jantung;
 nadi lemah/tekanan darah rendah;
 pengeluaran urin rendah;
 kulit sianotik atau berbintik-bintik,
 akral dingin;
 nyeri dengan skala yang ekstrem (5-7).

2.5 Diagnosa
Kriteria sepsis umumnya menggunakan Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Quick Sequential Organ Failure Assessment (Qsofa). Kriteria
SIRS yaitu:
 Kriteria SIRS
o Suhu : <36°C atau >38°C
o Nadi : >90 kali/menit
o Laju napas : >20/menit atau PaCO2 <32mmHg
o Leukosit : <4000/mm3 atau >12000/mm3

Quick Sequential Organ Failure Assessment (q-SOFA) merupakan skoring


sederhana tanpa pemeriksaan laboratorium. qSOFA dinyatakan positif apabila
terdapat 2 dari 3 kriteria:
 Terganggunya status kesadaran (GCS ≤14)
 Tekanan darah sistolik ≤100mmHg
 Laju pernapasan ≥22 x/menit

Kriteria untuk pendiagnosaan sepsis lainnya yaitu:

4
 Kriteria Hemodinamik
o Tekanan darah sistolik <90mmHg, rata-rata tekanan arteri <70mmHg
atau tekanan darah sistolik turun 40 mmHg
o Saturasi darah vena <70%
o Indeks kardiak >3,5L/menit/m
 Kriteria Inflamasi
o Jumlah leukosit >12000/mm3 atau <4000/mm3 atau ditemukan sel
leukosit muda >10%
o Kadar protein C reaktif (CRP) meningkat >2 kali lipat dari nilai normal
o Kadar prokalsitonin meningkat >2 kali lipat dari nilai normal
 Kriteria Gangguan Fungsi Organ
o PaO2/FIO2 < 300 mmHg
o Produksi urin <0,5 mg/kgBB
o Gangguan pembekuan darah
o Ileus
o Trombositopenia
o Ikterus
 Kriteria Perfusi Jaringan
o Kadar laktat >3mmol/L
o Pengisian kapiler melambat
Pemeriksaan penunjang yang terpenting yaitu protein reaktif C (CRP) dan
prokalsitonin.
2.6 Tatalaksana
 Antibiotik
Antibiotik pada kasus sepsis umumnya menggunakan antibiotik spektrum
luas.
o Paru-paru
Jika tempat infeksi yang dicurigai adalah paru-paru, asal infeksi harus
dipertimbangkan. Jika infeksi didapat dari komunitas, kemungkinan
patogen termasuk Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, spesies Legionella, dan Mycoplasma pneumoniae
Antibiotik yang digunakan yaitu:

5
 Fluorokuinokolon respiratorik: moxifloxacin, gemifloxacin,
and levofloxacin.
 Makrolida: eritromisin, azitromisin
 Beta-laktam (seperti antibiotik sefalosporin generasi ketiga atau
keempat).

Infeksi yang didapat atau terkait health-care sering disebabkan


oleh spesies Pseudomonas, MRSA, spesies Klebsiella, dan bakteri
anaerob. Infeksi ini dapat diobati secara empiris dengan kombinasi dari
carbapenem atau piperacillin-tazobactam, levofloxacin atau
ciprofloxacin, ditambah vankomisin.

o Infeksi pembuluh darah terkait kateter IV: bakteri umum yang terkait
dengan infeksi terkait kateter IV yaitu Staphylococcus epidermidis, S
aureus, basil gram negatif aerobik, dan spesies Candida. Vankomisin
plus piperasilin-tazobaktam adalah salah satu pilihan untuk terapi
empiris. Jika dicurigai infeksi Candida, terapi antijamur harus
dipertimbangkan
o Saluran Kemih: Patogen saluran kemih termasuk basil gram negatif
aerobik, seperti E. coli, spesies Proteus, spesies Pseudomonas, dan
spesies Enterococcus. Untuk infeksi saluran kemih yang didapat dari
komunitas, pengobatan empiris dengan ciprofloxacin atau levofloxacin
merupakan pilihan utama, dapat juga menggunakan amoksisilin-
klavulanat. Resistensi terhadap fluorokuinolon meningkat di beberapa
daerah sehingga harus diperhatikan. Untuk infeksi saluran kemih yang
didapat atau terkait dengan health-care, pengobatan empiris dengan
ciprofloxacin atau levofloxacin, piperacillin-tazobactam atau cefepime.
Patogen yang secara empiris mencakup infeksi yang didapat atau
terkait health-care termasuk spesies Pseudomonas, MRSA, spesies
Klebsiella, dan bakteri anaerob. Jika dicurigai MRSA, vankomisin
harus ditambahkan ke regimen empirik. Pengobatan dengan
carbapenem juga dapat dilakukan namun harus diperhatikan jika di
daerah dengan extended-spectrum beta-lactamase–producing
Enterobacteriaceae tingkat tinggi

6
o Abdomen: basil gram negatif aerobik, anaerob, dan spesies Candida
umumnya terkait dengan infeksi intra-abdomen. Infeksi ini dapat
diobati secara empiris dengan carbapenem atau piperacillin-tazobactam
dengan atau tanpa aminoglikosida. Terapi antijamur harus
dipertimbangkan. Untuk dugaan B fragilis atau bakteri lain yang
mungkin resisten terhadap penisilin, penggunaan carbapenem,
metronidazol, atau kombinasi penisilin dan penghambat beta-
laktamase harus dipertimbangkan.
o Sumber tidak jelas: Jika sumber infeksi tidak diketahui atau sulit
ditentukan, pilihan pengobatan empiris yaitu karbapenem
dikombinasikan dengan vankomisin. Obat ini mencakup beragam
bakteri, termasuk basil gram negatif aerobik, S aureus, dan
Streptococcus sp.
 Cairan
o Koloid 300-500mL
o Kristaloid 1 L
o Cairan tinggi klorida tidak disarankan karena menyebabkan insidensi
acute kidney injury.
 Steroid, gunakan hidrokortison ≤300mg/hari. Penggunaan kortikosteroid tidak
disarankan jika tidak terdapat syok sepsis kecuali terdapat riwayat
endokrin/kortikosteroid pada pasien yang mengharuskan penggunaan
kortikosteroid.
 Vasopresor, mempertahankan mean arterial pressure ≥65 mmHg dengan
mempertimbangkan efektivitas proteksi renal.
o Norepinefrin (lini utama)
o Dopamin
o Epinefrin
o Vasopresin
 Lung protective ventilation, menurunkan angka mortalitas akibat sepsis
dengan acure respiratory distress syndrome (ARDS)

7
Gambar 2. 1 Algoritma Tatalaksana Sepsis

Sumber: Putra, 2019

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

8
BAB III
KESIMPULAN

Sepsis merupakan kumpulan gejala atau sindrom disfungsi organ yang mengancam
nyawa akibat disregulasi respon host terhadap infeksi melalui aktivasi sistem koagulasi dan
protein aktif C (CRP). Kriteria sepsis umumnya menggunakan Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan Quick Sequential Organ Failure Assessment (Qsofa).
Tatalaksana meliputi antibiotik yang umumnya antibiotik spektrum luas, cairan koloid dan
kristaloid, steroid, vasopresor, dan lung protective ventilation.

9
DAFTAR PUSTAKA

Gotts, Jeffrey E and Michael A Matthay. "Sepsis: pathophysiology and clinical." British
Medical Journal. 2016.

Putra, Ivan Aristo Suprapto. "Update Tatalaksana Sepsis." Cermin Dunia Kedokteran-280:
681-685. 2019.

Sarbacker, G. Blair and Lloyd C. Sarbacker. "Empiric Antimicrobial Management of Sepsis."


US Pharmacist. 2012.

World Health Organization. "Sepsis." 26 Agustus 2020.

10

Anda mungkin juga menyukai