Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BENCANA

PERAWATAN KORBAN BENCANA

PADA ORANG DENGAN PENYAKIT KRONIS HIPERTENSI

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Asri Meliyana (180103014)


2. Dwi Rizki Ramadina P. (180103030)
3. Maya Ade Kusdiana Pasaribu (1801030)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021

vii
Kata Pengantar
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang
HIPERTENSI.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu
bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita sekalian.

Purwokerto, 07 November 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................

A. Latar belakang ........................................................................................................


B. Tujuan penulisan .....................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS .........................................................................................

A. Konsep Perawatan Korban Bencana dengan penyakit kronis ................................


a. Karakteristik dari Pengidap Penyakit Kronis ...................................................
b. Dampak yang ditimbulkan oleh Bencana Kepada Pengidap Penyakit Kronis .
c. Ciri Khas dari Pengidap Penyakit Kronis .........................................................
d. Keperawatan Kepada Pengidap Penyakit Kronis pada saat Bencana ..............
B. Konsep Hipertensi ..................................................................................................
a. Pengertian Hipertensi .......................................................................................
b. Anatomi dan fisiologi .......................................................................................
c. Klasifikasi .........................................................................................................
d. Etiologi..............................................................................................................
e. Manifestasi Klinis .............................................................................................
f. Patofisiologi ......................................................................................................

BAB III PENUTUP ............................................................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar kata Hipertensi. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit yang umum dijumpai di masyarakat, dan merupakan
penyakit yang terkait dengan sistem kardiovaskuler. Hipertensi memang bukan penyakit
menular, namun kita juga tidak bisa menganggapnya sepele, selayaknya kita harus
senantiasa waspada.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Sebanyak 1
milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Bahkan,
Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi
memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan serta memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Seseorang dinyatakan
menderita hipertensi bila tekanan darahnya tinggi atau melampaui nilai tekanan darah
yang normal yaitu 140/80 mmHg. Penyakit ini telah menjadi
masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada di dunia (Wirakusumah, 2002; Ova S., 2008).
Secara global kasus hipertensi terus meningkat di berbagai negara. Prevalensi
hipertensi di dunia saat ini diperkirakan mencapai 15-25% dari populasi dewasa. Di
Amerika prevalensi tahun 2005 adalah 21,7%. Di Vietnam pada tahun 2004 mencapai
34,5%, Thailand (1989) 17%, Malaysia (1996) 29,9%, Philippina (1993) 22%, Singapura
(2004) 24,9% dan prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 14% dengan kisaran antara
13,4-14,6%. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan tahun 2004 menjukkan prevalensi penyakit hipertensi atau
tekanan darah tinggi cukup tinggi yaitu 83 per 1000 ibu rumah tangga.
Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan
gangguan hipertensi ini dapat memberi asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi
penderita hipertensi dan dapat mengurangi angka kesakitan serta kematian karena
hipertensi dalam masyarakat.

B. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

vii
1. Memaparkan konsep penyakit hipertensi yang meliputi anatomi dan fisiologi
penyakit jantung, definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pathway, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, keperawatan
dan diet
2. Memahami asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan metodologi asuhan
keperawatan yang benar

vii
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Perawatan Korban Bencana dengan penyakit kronis


Bencana dapat meningkatkan resiko kambuhnya penyakit yang diderita oleh
pasien dan memburuknya kondisi penyakit akibat kekurangan gizi dan air bersih,
terkena paparan suhu ekstrim dan agen infeksi.Menurut Japanese Red Cross
Society dan PMI (2009) penanganan kebutuhan berdasarkan kebutuhan pada
kelompokpenyakit kronis adalah :
a. Karakteristik dari pengidap Penyakit Kronis
Penyakit jangka panjang ini terjadi akibat kurangnya aktivitas fisik, kurang
gizi, merokok, dan konsumsi alcohol berlebihan. Penyakit kronis
mengakibatkan ketrbatasan dan ketidakmampuan indivisdu menjalankan
aktivitas sehari-hari dan perkiraan WHO sekitar 63% kematian di dunia
adalah penyebab dari penyakit kronis.
b. Dampak yang ditimbulkan oleh Bencana Kepada Pengidap Penyakit Kronis
1. Penyakit kronis mengakibatkan penurunan fisik yang berlangsung
dalam jangka panjang, sekaligus menurunkan daya tahan terhadap
keadaan kritis, sehingga mudah dirugikan secara fisik karena bencana.
2. Kemungkinan besar penyekit itu kambuh atau menjadi lebih parah
ketika hidup dipengungsian atau ketika memulai kehidupan sehari-hari
lagi.
3. Bagi yang memiliki resiko penyakit kronis, perubahan kehidupan yang
disebabkan oleh bencana akan menjadi pemicu meningkatnya
kemungkinan munculnya penyakit kronis sebagai penyakit dari
kebiasaan/gaya hidup
c. Ciri Khas dari Pengidap Penyakit Kronis
1. Perubahan struktur kehidupan dan penyakit kronis
Istilah “kronis” memiliki arti “berlangsung lama”, maka
penyakit kronis diartikan sebagai “penyakit yang gejalanya tidak keras
namun prosesnya lama, sulit diobati, dan membutuhkan pengobatan
dalam waktu yang sangat panjang walaupun bersifat bisa
disembuhkan.

vii
Dikarenakan pola kehidupan berubah, maka meningkat
presentase orang-orang yang beresiko terkena penyakit kronis disetiap
lapisan generasi. Selain itu semakin tua usia seseorang, maka
semakin tinggi presentase pengidap penyakit kronis, dan
kebanyakan memiliki gejala komplikasi dari beberapa penyakit.
Oleh karena itu, orang lansia tidak hanya tinggi persentase pengidap
penyakit kronis, tetapi kebanyakan terjangkit beberapa penyakit
sekaligus.
Perubahan struktur seperti ini sudah meluas diseluruh dunia,
maka semakin penting penanganan terhadap penyakit kronis sebagai
masalah kesehatan. Dimanapun lokasi bencananya, perawat perlu
bertugas dan mengingat keberadaan orang yang mengidap penyakit
kronis di semua lapisan generasi dan kemungkinan besar mereka
terkena beberapa penyakit termasuk komplikasi.
2. Pengobatan dan perawatan untuk penyakit kronis
Kebanyakan metode pengobatan penyakit kronis dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari, maka bisa dikatakan bahwa kehidupan
itu sendiri merupakan proses pengobatan. Yang paling sering adalah
meminum obat- obatan. Namun diperlukan pengobatan yang lain
seperti pengobatan melalui makanan (seperti diabetes: membatasi
kalori, tekanan darah tinggi: membatasi konsumsi garam, penyakit
ginjal: membatasi kensumsi protein), pengobatan melalui oleh raga
(untuk obesitas/ kegemukan dan diabetes), pengobatan melalui
istirahat (untuk penyakit ginjal, lever, dan jantung).
Diharapkan orang yang bersangkutan melakukan melaksanakan
metode pengobatan didalam kehidupan dan mengontrolnya, dan
dilaksanakan secara terus-menerus. Namun demikian, kebiasaan hidup
seperti makan dan kegiatan dipengaruhikuat oleh latar belakang
budaya. Peranan utama dari spesialis medis adalah membantu agar
orang yang bersangkutan dan keluarganya melaksanakan metode
pengobatan didalam kehidupan sehingga mereka bisa melaksanakan
manajemen diri sendiri secara subjektif, dan berusaha untuk
melakukannya secara rutin.
d. Keperawatan Kepada Pengidap Penyakit Kronis pada saat Bencana
vii
1. Tingkat prioritas saat bencana

Ciri Khas Kelompok yang


tergolong
(1) Kelompok rentan Dibutuhkan bantuan Lanjut usia,
dalam hal untuk menggerakkan penyandang cacat
pergerakan/bertindak tubuh fisik, pasien sakit/luka,
pada saat bencana bayi, anak-anak, pasien
penyakit kronis
(2) Kelompok rentan Didbutuhkan bantuan Penyandang cacat
dalam hal adaptasi untuk memahami fisik/mental, bayi,
pada saat bencana kondisi dan mengambil anak-anak, pengguna
keputusan. kursi roda dan alat
Dibutuhkan bantuan pernapasan buatan,
untuk beradaptasi pada pasien penyakit kronis
kondisi yang ada
(3) Kelompok rentan Dibutuhkan bantuan Penyandang cacat
dalam hal informasi untuk mendapatkan pendengaran,
pada saat bencana informasi dan penglihatan, turis
petukaran informasi (wisatawan), orang
asing (tidak
mengetahui bahasa
resmi)

2. Sifat rentan dari pengidap penyakit kronis saat bencana


a) Kelompok rentan dalam hal pergerakan/bertindak saat bencana
Diantara pengidap penyakit kronis banyak yang
terganggu pergerakan tubuh karena kesulitas napas ketika
bergerak, kelesuan fisik, gizi buruk, dan rasa lemas yang
berat, ada juga yang mengalami penurunan sifat kekebalan
terhadap pergerakan tubuh. Pada saat bencana, perlu mengungsi
untuk menyelamatkan nyawa atau pindah ketempat
pengungsian untuk sementara atau dalam jangka panjang, maka
pada saat itu mereka membutukan bantuan pada pergerakan fisik.

vii
b) Kelompok rentan dalam hal adaptasi pada saat bencana
Tidak sedikit orang yang berpenyakit kronis dalam jangka
panjang sudah memiliki komplikasi, kebanyakan orang seperti
ini mempertahankan keadaan penyakit yang terkotrol dengan
mengkombinasikan metode pengobatan melalui makanan, olah
raga, dan konsumsi obat. Namun demikian jika tidak obat dan
makanan yang sesuai dengan pengobatansetelah terjadi bencana,
maka tidak akan bisa melakukan metode pengobatan seperti
sediakala, sehingga keseimbangan yang diusahakan terkontrol
mudah buyar, dan kondisi mudah terganggu.
Kerugian dari bencana dan kehidupan di pengungsian yang
terlalu lama akan meningkatkan kemungkinan untuk memperparah
penyakit kronis secara akut, juga dapat menimbulkan
kegelisahan, maka semakin besar beban mental, sehingga efek
dari dari kondisi itu muncul sebagai kondisi penyakit kronik yang
memburuk. Orang yang mengidap penyaki

B. Konsep Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih
tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,
mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90 % dari semua kasus)
atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali,
sering kali dapat diperbaiki (Marilynn E. Doenges, dkk, 1999).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan
perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya
tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Sehingga
vii
dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya
140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

b. Anatomi dan fisiologi


a) Anatomi
1. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta
kelima kiri pada linea midclavikula.
Hubungan jantung adalah:
1) atas: pembuluh darah besar
2) bawah: diafragma
3) setiap sisi:
4) belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis
2. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.
Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang
terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri
yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang
disampaikan pada suatu organ).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara:
1) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya
2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga
mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung
dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut,
dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
“vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
vii
3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.
Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga
meningkat, Sebaliknya, jika:
- Aktivitas memompa jantung berkurang,
- Arteri mengalami pelebaran,
- Banyak cairan keluar dari sirkulasi.

Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil. Penyesuaian
terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang
mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

4) Perubahan fungsi ginjal


Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a) Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran
garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah
dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
b) Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan
garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah
kembali ke normal
c) Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan
enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon
angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon
aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah,
karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan
terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang
menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga
bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
5) Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot
dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi
vii
diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada
jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah
akan meningkat.
6) Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan
langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah
kecil yang membuka pembuluh darah utama.
7) Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid
tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi
dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah
mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi
melalui ruang jaringan
8) Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk
oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan
secara sempurna satu sama lain.
b) Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung
oksigen dalam sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk
mengumpulkan darah deoksigenasi (darah yang kadar oksigennya kurang)
dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk reoksigenasi
(Black, 2010).

c. Klasifikasi
a) Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:

Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik

(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-150 90-99

Hipertensi stage II >150 >100

vii
b) Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub group: Perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90
Sub group: Perbatasan 140-149 <90

c) Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)


Normal <120 Dan <180
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap II ≥160 Atau ≥100
Hipertensi Sistol ≥140 Dan <90

Terisolasi

d. Etiologi
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah dan penyempitan lumen pembuluh darah

Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya:

1) Hipertensi primer : Konsumsi Na terlalu tinggi, Genetik, Stres psikologis


2) Hipertensi renalis : keadaan iskemik pada ginjal
3) Hipertensi hormonal
4) Bentuk hipertensi lain : obat, cardiovascular, neurogenik

vii
(Andy Sofyan, 2012)

e. Manifestasi Klinis
Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun
berupa:
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
(Elizabeth J. Corwin, 2000).

f. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada
sistem saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
vii
angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat. Yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis. Perubahan struktur dan fungsional pada sistem
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisistas jaringan ikat,
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan parifer (Bruner dan Suddarth, 2001).

C. Analisa Jurnal
Pelaksanaan penelitian hubungan stress dengan hipertensi pasca gempa dan tsunami
di lokasi pengungsian di kelurahan Mamboro Kecamatan palu Utara. Penelitian di
laksanakan 02 September s/d 12 Oktober 2019. Posko pengungsian berdiri sejak pasca
kejadian bencana alam gempa bumi dan tsunami yang melanda Kota Palu pada
tanggal 28 September 2018.
Pada umumnya responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki (43,6%), jenis
kelamin perempuan (56,4 %). distribusi umur < 34 tahun (51,3%), berumur ≥ 34 tahun
(48,7%). 39 reponden tingkat stres tidak signifikan ada (5,1%), tingkat stres rendah
(10,3%), tingkat stres sedang (25,3%), dan tingkat stres tinggi (59,0%).
Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan responden yang memiliki tingkat stres
tinggi dan hipertensi tertinggi yaitu 17 responden (73,9%), dikarenakan tekanan darah
tinggi atau hipertensi dapat di akibatkan oleh stres yang dialami responden. Reaksi
stres yang muncul terhadap impuls stres adalah tekanan darah meningkat selain itu
responden yang mengalami stres sulit tidur, sehingga akan berdampak pada tekanan
darah yang cenderung tinggi. Kemudian responden yang tinggal di lokasi pengungsian
memiliki latar belakang kehidupan dan alasan yang berbeda-beda, dimana sebagian
responden masih mengharapkan datangnya bantuan dari pemerintah, yang saat ini
mendiami lokasi pengungsian masing-masing memberikan sumbangan stresor atau
sumber stres yang dialami oleh responden.

vii
Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi psikis
seseorang yang mengalami stres atau tekanan, stress akan membuat tubuh lebih banyak
menghasilkan adrenalin, hal ini membuat jantung bekerja lebih kuat dan cepat.
Penelitian menunjukkan bahwa penyintas gempa bumi yang mengungkapkan
diriterkait kondisi yang dialami maka semakin rendah risiko stres yang akan mereka
rasakan. Kontribusi pengungkapan diri terhada stres sebesar 6,1%. Perawat memainkan
peran penting dalam kesiapsiagaan bencana, respons/pemulihan dan evaluasi, terutama
dalam mengurangi kerentanan dan meminimalkan risiko dalam suatu bencana. Kesiapan
menghadapi bencana dianggap sangat mendesak dilakukan di Indonesia. Dengan
mempertimbangkan beberapa kondisi bencana perlu adanya peranan perawat yang lebih
dalam menghadapi situasi tersebut. Sehingga diperlukan perawat yang mampu
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang khususnya pada penderita dengan
penyakit kronik agar tetap terus dapat mempertahankan pengobatan dan pemantauan
penyakit secara terus menerus.

vii
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik
sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Faktor genetik,
Usia, keadaan emosi seseorang, konsumsi Na terlalu tinggi, Obat, Hormonal,
Neurologik ,dll. Orang yang sugah terkena hipertensi dapat juga mengalami banyak
komplikasi yang diderita, diantaranya Stroke, kebutaan, angina pectoris, CHF, gagal
ginjal, infark miokard, dll.

B. Saran
Untuk menghindari terjadinya hipertensi, maka sebaiknya kita selaku petugas medis
sebaiknya memberi contoh masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat, dan juga tidak mengkonsumsi makanan sembarangan yang belum teruji
kesehatannya.

vii
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.

Jakarta: EGC.

Copstead C., Lee-Ellen dan Jacquelyn L. Banasik. 2005. Pathophysiology Vol. 1.

Elsevier :St. Louis Missouri 63146.

Diklat PJT–RSCM. 2008. Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar Edisi 4.

Jakarta: RSCM.

Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien


Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi. Kudus.

Corwin, J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

vii

Anda mungkin juga menyukai