DISUSUN OLEH :
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan maklah GADAR yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Pasien Syok Sepsis” tepat waktu.
Dalam tugas ini kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT. Hingga
terselesainya makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan dorongan
dari semua pihak
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu
mohon kritik dan saran yang membangun demi penyelesaikan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I........................................................................................................
BAB II.......................................................................................................
BAB III......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Shock sepsis adalah suatu sindroma klinik dimana akhir-akhir ini sangat populer.
Kondisi ini umumnya terjadi dirumah sakit sebagai komplikasi serius dari penyakit yang
sudah ada pada pasien tersebut. Shock sepsis mempunyai angka mortalitas yang tinggi
yaitu antara 40-90% (Bone, 1987).
Sepsis sebagai komplikasi dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan, sirhosis
hati, diabetes, payah ginjal, pasen tirah baring lama, pasien yang mendapatkan
pengobatan sitotoksik, serta pasen yang memakai kateter dan nasogastric tube.
Infeksi nasokomial ini adalah penyebab tingginya kejadian sepsis. Menurut Petersdorf
(1991) dari seluruh pasen yang dirawat di RS 5% diantaranya terkena infeksi.
Infeksi nasokomial yang sering ditemukan adalah saluran kemih (40%), infeksi luka
operasi (25%), infeksi saluran nafas (15%).
Penyebab tersering dari shock sepsis ini adalah infeksi gram negatif 30-80%, infeksi
gram positif 6-24%, sedangkan penyebab lain adalah virus dan jamur (Glauser, 1991).
Infeksi gram negatif biasanya berasal dari infeksi traktus urinarius, traktus biliaris, traktus
digestivus, dari paru dan dapat juga dari infeksi kulit, tulang dan sendi tapi kurang sering.
Sepsis akibat bakteri gram positif biasanya berasal dari infeksi kulit, traktus respiratorius,
dapat juga berasal dari abses metastase. Sepsis karena jamur oportunistik sering terdapat
pada pasen yang mendapatkan pengobatan imunosupresan dan pasen pasca operasi (Root,
1991).
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif
di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat
antara 300.000-500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi
karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini
tak diketahui namun dlambeberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup
banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis
hati,alkoholismus,leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis danimunosupresan,
nutrisiparenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS shock
sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU.
Pada Tabel-1 dapat dilihat tingginya angka infeksi akibat gram negatif, gram
positif, jamur yang mana masing-masing peneliti mendapatkan angka yang berbeda.
Tabel-1: Tipe organisme yang didapat dan angka mortalitas pada sepsis dan shock
sepsis.
Penelitian
Tipe Bone Ispani Calandra
J M J M J M
Antara tahun 2014 hingga tahun 2016, terdapat dua kejadian penting
dalam hal diagnosis dan tatalaksana penyakit sepsis. Pada kelompok
tatalaksana ada tiga penelitian multisenter yang penting yaitu: Protocolized Care
for Early Septic Shock (ProCESS) trial di-lakukan di Amerika Serikat, Australasian
Resuscitation in Sepsis Evaluation (ARISE) trial di Australia, dan Protocolised
Management in Sepsis trial (ProM!Se) di lnggris. Ketiga penelitian multisenter
tersebut memberikan hasil kesimpulan yang sama yartu: pertama.
implementasi resusitasi cairan menurut penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ, hipotensi,
atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan perubahan status mental.
Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di
bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun
telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar
tekanan darah sistolik tetap ≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg.
Sepsis menempati urutan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di Amerika Serikat
dan penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Sekitar 80% kasus sepsis berat di unit
perawatan intensif di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 1990-an terjadi setelah
pasien masuk untuk penyebab yang tidak terkait. Kejadian sepsis meningkat hampir empat
kali lipat dari tahun 1979-2000, menjadi sekitar 660.000 kasus (240 kasus per 100.000
penduduk) sepsis atau syok septik per tahun di Amerika Serikat.
Dari tahun 1999 sampai 2005 ada 16.948.482 kematian di Amerika Serikat. Dari
jumlah tersebut, 1.017.616 dikaitkan dengan sepsis (6% dari semua kematian). Sebagian
besar kematian terkait sepsis terjadi di rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan (86,9%) dan
94,6% dari ini adalah pasien rawat inap tersebut.
2.3 Etiologi sepsis
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik
langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal
dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik.
Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang
ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi
fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan
serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi
lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama,
terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis
(misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya
pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis
infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan dari sistem imun
dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek yang menakutkan dari sindrom
sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi dari generalisasi respons imun terhadap tempat
yang berjauhan dari tempat infeksi, kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi
dan anti inflamasi selular, serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi.15
Bakteri merupakan patogen yang sering dikaitkan dengan perkembangan sepsis. Patofisiologi
sepsis dapat dimulai oleh komponen membran luar organisme gram negatif (misalnya,
lipopolisakarida, lipid A, endotoksin) atau organisme gram positif (misalnya, asam
lipoteichoic, peptidoglikan), serta jamur, virus, dan komponen parasit.
Gambar 1. Gambaran klinis
1. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal ini
sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
2. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau hati.
3. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun
ke tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan
oksigen yang cukup.
Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated sepsis ke syok septik
dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian.
2.6.1 Usia
Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik dibandingkan
usia tua.19 Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan kematian terkait sepsis di
segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44 tahun
dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska
Pribumi. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian
yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa
dewasa dan tua usia. Ras Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk
meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok umur.
Gambar 2. Angka kematian akibat sepsis berdasarkan umur pada ras tertentu.
2.6.3 Ras
Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan
terendah di antara orang Asia.
Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal ginjal
kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol) lebih umum pada pasien sepsis
non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih
berat.
2.6.5 Genetik
2.6.7 Kemoterapi
Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak dapat membedakan antara sel-
sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel darah, sel-sel kulit. Orang
yang menerima kemoterapi beresiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah
putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi.
Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk
pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat. Menurut Penack
O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada pasien kanker neutropenia.
2.6.8 Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin, et al. didapatkan hasil bahwa
obesitas pada tahap stabil kesehatan secara independen terkait dengan kejadian sepsis di masa
depan. Lingkar pinggang adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik
daripada BMI. Namun pada penelitian Kuperman EF, et al diketahui bahwa obesitas
bersifat protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat protektif
ini berhubungan dengan adanya komorbiditas resistensi insulin dan diabetes.
2.7 Pathways
Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan
bakteremia selanjutnya berkembang menjadi systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir pada multiple organ
dysfunction syndrome (MODS). Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi
sistemik (yaitu demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”, dengan muka
kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah jantung) atau vasokonstriksi
perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin” dengan anggota gerak yang biru atau putih
dingin). Pada pasien dengan manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang
konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini.
Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya kemungkinan adalah kurangnya
beberapa gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin lebih sering ditemukan
dengan manifestasi hipotermia dibandingkan dengan hipertermia, leukopenia dibandingkan
leukositosis, dan pasien tidak dapat ditentukan skala takikardia yang dialaminya (seperti
pada pasien tua yang mendapatkan beta blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini
kemungkinan menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang lain (seperti pada
bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang ekstrim, setiap keluhan sistemik yang non-
spesifik dapat mengarahkan adanya sepsis, dan memberikan pertimbangan sekurang-
kurangnya pemeriksaan skrining awal untuk infeksi, seperti foto toraks dan urinalisis.
Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut menjadi
gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama beresiko untuk terkena infeksi
ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama
tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah
menerima kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius
dengan cepat. Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada
pasien kanker neutropenia.
2.9 Diagnosis
Diagnosis syok septik meliputi diagnosis klinis syok dengan konfirmasi mikrobiologi
etiologi infeksi seperti kultur darah positif atau apus gram dari buffy coat serum atau lesi
petekia menunjukkan mikroorganisme. Spesimen darah, urin, dan cairan serebrospinal
sebagaimana eksudat lain, abses dan lesi kulit yang terlihat harus dikultur dan dilakukan
pemeriksaan apus untuk menentukan organisme. Pemeriksaan hitung sel darah, hitung
trombosit, waktu protrombin dan tromboplastin parsial, kadar fibrinogen serta D-dimer,
analisis gas darah, profil ginjal dan hati, serta kalsium ion harus dilakukan. Anak yang
menderita harus dirawat di ruang rawat intensif yang mampu melakukan pemantauan secara
intensif serta kontinu diukur tekanan vena sentral, tekanan darah, dan cardiac output.
Berikut adalah tata cara pengelolaan pasien secara terstruktur menurut Surviving
Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic
Shock 2012 :
Gambar 4. Tata cara pengelolaan pasien
2.12 Terapi yang diarahkan oleh tujuan secara dini (Early goal directed therapy)
Early goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen jaringan
yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar laktat arteri. Pendekatan ini telah
menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup dibandingkan dengan resusitasi cairan dan
pemeliharaan tekanan darah yang standar. Tujuan fisiologis selama 6 jam pertama
resusitasi sebagai berikut:
1) Terapi cairan
Karena syok septik disertai demam, vasodilatasi, dan diffuse capillary leakage,
preload menjadi inadekuat sehingga terapi cairan merupakn tindakan utama.
2) Terapi vasopressor
Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan organ perfusion
adekuat). Vasopressor potensial: nor epinephrine, dopamine, epinephrine, phenylephrine.
3) Terapi inotropik
2.14 Komplikasi
1) Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut (acute
respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama
pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir
gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak
kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah terlihat pada
foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema paru.
Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik
selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah
resusitasi cairan.
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus
sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya
bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral
umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru
terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi
dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi
akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan
hasil yang lebih buruk.
3) Gagal jantung
5) Gagal ginjal
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan
langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi
jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ
disebabkan oleh respons peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau
ARDS pada keadaan urosepsis.
I. PENGKAJIAN
Tujuan :
Untuk memahami secara menyeluruh terhadap respon mediator yang terjadi
selama sepsis sehingga membantu dalam pengkajian dan evaluasi respon terhadap
terapi. (Morton, Patricia Gonce. et al,2011)
Fator Pencetus:
a. Faktor Pejamu :
1. Usia terlalu muda atau tua
2. Malnutrisi
3. Kelemahan umum
4. Kelemahan kronis
5. Penyakit kronis
6. Penyalahgunaan obat/ alkohol
7. Splenektomi
8. Gagal organ multiple
b. Faktor yang Terkait Terapi :
1. Pengunaan kateter invasif
2. Prosedur pembedahan
3. Akibat trauma atau panas
4. Prosedur diagostik invasif
5. Obat-obatan (antibiotik, agens sitotoksik,steroid)
6. Infeksi Terbuka
7. Diabetes melitus
8. Sirosis
9. Bersalin
(Morton, Patricia Gonce. et al, 2011)
Riwayat:
1. Hipertermia
2. Menggigil
3. Mual dan muntah
4. Diare
5. Gelisah
6. Kekacauan mental
7. Peingkatan dan penurunan tekanan darah
8. Hipotensi (Talbot, Laura A & Marquardt, Mary M., 1997 )
1. DPL : SDP biasanya naik dan cepat turun seiring perburukan syok
2. CT Scan : untuk mengidentifikasi tempat potensi terjadinya abses
3. Rangkaian anaisis multiple : hiperglikemia dapat terjadi, diikuti dengan
hipoglikema pada tahap akhir
4. Gas Darah Arteri (GDA)
Menunjukkan asidosis metabolik dan hipoksia. Metabolisme anaerobik terjadi
dengan hipoksia yang mengakibatkan akumulasi asam laktat.
5. Elektrolit Serum
Menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit
6. Tes radiologik
Radiografi dada dapat memperlihatkan pneumoni dan proses infeksi pada dada
maupun abdomen
7. Pengawasan di Tempat Tidur
Tekanan darah normal atau menurun, awalnya terjadi peningkatan curah
jantung (CO) dan indeks jantung (CI), yang berlanjut menjadi penurunan CO
dan CI, penurunan LVSW, penurunan SVR, PCWP normal atau menurunan
CVP, penurunan pengeluaran urin.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Penurunan natrium dalam urin, peningkatan osmolaritas urin, terdapat
bateremia, biasanya terdapat organisme gram negatif yang ditunjukkan melalui
kultur dara, kulur cairan peritoneal, urin dan sputum dapat memperlihatkan
patogen, peningkatan BUN, kreatinin serum, glukosa serum.
9. Kadar Laktat : penurunan kadar laktat dalam serum menujukkan metabolisme
anaerob dapat memenuhi kebutuhan energi selular, sedangkan peningkatan
kadar menunjukkan perfusi yang tidak adekuat dan metabolisme anaerob
untuk memenuhi kebutuhan energi selular.
10. Defisit t basa : peningkatan kadar menunjukkan perfusi yang tidak adekuat dan
metabolisme anaerob
11. EKG
Takikardi. (Morton, Patricia Gonce. et al, 2011)
A. PENGKAJIAN FISIK
1. Vital Sign
a. Temperatur atau suhu
Terjadi hipertermia ( >37,5 0C ) atau hipotermia ( <36 0C) sebagai respon
inflamasi yang berlebihan dsertai pelepasan mediator vasoaktif.
b. Pulse (denyut nadi)
Terjadi peningkatan denyut nadi ( Takikardi ) lebih dari 90 kali/ menit
c. Respirasi (pernapasan)
Peningkatan frekuensi pernapasan (>20 kali/ menit atau PaCO 2 < 32 mmHg)
sebagai kompensasi akibat asidosis metabolik.
d. Tekanan darah
Hipotensi
2. Sistem Kulit /Integumen
a. Edema (kulit kemerahan)
b. Kulit hangat, kering (tahap awal)
c. Kulit dingin(syok tahap awal)
d. Kulit berkeringat
3. Psikososial
Perubahan status mental seperti konfusi atau agitasi. (Talbot, Laura A &
Marquardt, Mary M., 1997 ).
B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
2. Perubahan perfusi jaringan b.d Curah jantung yang tidak mencukupi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Respons terhadap septis sakit yang
kritis
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d Penurunan perfusi jaringan dan adanya
edema.
5. Ansietas b.d Perubahan status kesehatan
C. INTERVENSI
Menurut Morton, 2011.
5 Risiko kerusakan Integritas kulit 1. Kaji kulit setiap 4 jam dan setiap
integritas kulit b.d kali pasien direposisi
Kulit tetap utuh 2. Lakukan miring kanan miring kiri
Penurunan perfusi
setiap 2 jam
jaringan dan
3. Pertimbangkan matras
adanya edema
pengurang/pereda tekanan
4. Gunakan skala braden untuk
mengkaji risiko kerusakan kulit
6 Ansietas b.d Psikososial 1. Kaji tanda vital selama terapi,
Perubahan status diskusi, dan sebagainya
Pasien menunjukkan 2. Berikan sedatif dengan hati-hati
kesehatan
penurunan kecemasan 3. Konsultasi dengan layanan sosial,
rohaniawan, dan sebagainya jika
mungkin
4. Berikan istirahat dan tidur yang
adekuat
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS KLIEN
1. Nama inisial klien : Ny. S
2. Umur : 73 tahun
3. Alamat : Jalan Pahlawan RT.04, RW.01 Talang Ubi
4. Pekerjaan : Pensiun
5. Agama : Islam
6. Tanggal masuk RS : 15-01-2019
7. Nomor Rekam Medis : 140885
8. Diagnosa Medis : Syok Sepsis
B. PENGKAJIAN UMUM
1. Keluhan utama klien masuk ICU:
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar sejak siang jam 12.00 WIB
4. DISABILITY
- GCS :E1V2M3
- Kesadaran : sopor
- Pupil : isokor
- Reflek cahaya : (+/+)
- Motorik : hemiplegi (kelemahan)
- Kekuatan otot : 4/5
8. Genetalia
10. Eliminasi
BAB : frekuensi 1x / hari, konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan
11. Nutrisi
Pemberian diet cair melalui NGT susu 200 cc dan air putih 30 cc
12. Terapi
1. Oral
- Spironolactone 2 x 25 mg
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- Sulcralfat syrup 3 x 1 c
2. Injeksi
- Levofloxacin 1 x 1 fls
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Dexketopropren 2 x 1 amp
- Citicolin 2 x 500 mg
- Plasmiex 2 x 500 mg
- Pantoprazole 2 x 1 vial
- Mecobalamin 3 x 1 amp
- Furosemid 1 x 1 amp
ANALISA DATA
RENCANA KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa
No Implementasi TTD
dan Jam Keperawatan
1. 15/01/201 Pola nafas 1.Mengobservasi ttv
9 tidak efektif
b.d penurunan TD : 110/70 mmhg
09.45 perfusi N : 90x/m
jaringan
RR : 30x/m
T : 38 0C
4.melakukan suction
Pola nafas
tidak efektif
b.d penurunan 1.Mengobservasi ttv
perfusi
15/01/19 jaringan TD : 130/80 mmhg
16.00 N : 96x/m
RR : 34x/m
T : 37,5 0C
TD : 136/83 mmhg
15/01/19 N : 96x/m
22.00 RR : 25x/m
T : 37,5 0C
4.melakukan suction
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d 3. kolaborasi dengan tim medis
terganggunya dalam memasang
sistem
pencernaan
1.Mengobservasi ttv
TD : 110/70 mmhg
N : 90x/m
2. 15/01/19 RR : 30x/m
09.45 T : 38 0C
1.Mengobservasi ttv
TD : 130/80 mmhg
N : 96x/m
RR : 34x/m
T : 37,5 0C
15/01/19
16.00
2. memposisikan pasien senyaman
Nutrisi kurang mungkin
dari kebutuhan
tubuh b.d
terganggunya
sistem 3. kolaborasi dengan tim medis
pencernaan dalam memasang NGT
1.Mengobservasi ttv
TD : 136/83 mmhg
N : 96x/m
RR : 25x/m
T : 37,5 0C
TD : 110/70 mmhg
N : 90x/m
RR : 30x/m
T : 38 0C
P : intervensi dilanjutkan
Pola nafas
tidak efektif
b.d penurunan
perfusi S:-
15/01/19 jaringan O : k/u tampak sakit berat kesadaran sopor GCS 6 E1V2M3, pola
nafas ireguler dengan NRM 10 lpm, hemodinamik fluktuaktif, ttv
16.00
dalam batas rentang normal
TD : 130/80 mmhg
N : 96x/m
RR : 34x/m
T : 37,5 0C
N : 96x/m
Nutrisi kurang RR : 25x/m
dari kebutuhan
tubuh b.d T : 37,5 0C
terganggunya
A : masalah teratasi sebagian
sistem
pencernaan P : intervensi dilanjutkan
S:-
Nutrisi kurang
O : kesulitan menelan, terpasang NGT, diet cair via NGT 6x200cc,
dari kebutuhan
mual+muntah
2. 15/01/19 tubuh b.d
terganggunya A : masalah belum teratasi
09.45 sistem
pencernaan P : intervensi dilanjutkan
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d S:-
terganggunya
sistem O : kesulitan menelan, terpasang NGT, diet cair via NGT 6x200cc,
pencernaan mual+muntah berkurang
15/01/19 A : masalah teratasi sebagian
16.00 P : intervensi dilanjutkan
S:-
A. Kesimpulan
Unit Umum RSUD Kota Prabumulih selama 6 Hari dari Tanggal 14-19 Januari
4. Dan untuk evaluasi keperawatan karena masalah sudah teratasi maka pasien di
pidahkan ke bangsal Medikal umum.
B. Saran
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat menambah
wawasan dan pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
syok sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, widayat djoko dkk. 2017. Jakarta Antimicrobial Update (JADE). Interna Publishing.
Jakarta