Anda di halaman 1dari 23

KELOMPOK I

ERLISA SANTRIA (PO.71.20.4.15.031)


INTANTI WANDARI (PO.71.20.4.15.034)
JUMIL ASMAJA (PO.71.20.4.15.009)
MEGA SURYA (PO.71.20.4.15.037)
PIU AYU KHOIRUNISAH (PO.71.20.4.15.015)
SETIYO WATI (PO.71.20.4.15.017)
VERLENTIA AGVEZHA (PO.71.20.4.15.021)
DEFINISI

Trauma pelvis adalah terputusnya hubungan
tulang pelvis, baik tulang pubis maupun tulang ilium
yang disebabkan oleh suatu trauma. Yang disebabkan
oleh ruda paksa, misalnya kecelakaan, benturan hebat
yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,
deformitas, dan lain lain.
ETIOLOGI

 Trauma langsung
 Trauma tidak langsung
 Trauma iatrogenic
 Trauma tumpul
 Trauma tajam akibat luka tusuk atau tembak.
 Patologis : metastase dari tulang
 Degenerasi Spontan,terjadi tarikan otot yang sangat
kuat
MANIFESTASI KLINIS

 Jejas pada pelvis
 Nyeri tekan pada pelvis
 Ketidakstabilan pada perabaan
 Perbedaan panjang kedua tungkai
 Rectal examination & darah pada mue
 Hipotensi dan tachycardia

PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi,
luas dan jenis fraktur
 Pemeriksaan darah lengkap
 Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk ginjal.
 Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI:
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan
kerusakan jaringan lunak
ASKEP PERIOPERATIF
FRAKTUR VELVIS
PRA OPERATIF
a. Anamnesis

Pengkajian riwayat kesehatan diperlukan untuk menghindari komplikasi pada intraoperatif dan
pascaoperatif. Pasien yang mempunyai riwayat peningkatan kadar glukosa darah dan hipertensi
perlu dikoreksi sebelum pembedahan. Kaji adanya riwayat alergi obat-obatan.
Pengkajian psikologis dilakukan untuk menilai tingkat kecemasan dan pengetahuan pasien
tentang pembedahan dan pengetahuan penatalaksanaan pascabedah.
b. Pemeriksaan Fisik Fokus
Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada pelvis. Sering didapatkan keluhan meliputi nyeri
pada luka terbuka.
a. Look pada fraktur pelvis sering ditemukan hilangnya fungsi, deformitas, krepitasi,
pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa jam atau beberapa
hari setelah cedera.
b. Feel. Adanya keluhan nyeri tekan (Tenderness) dan adanya krepitasi.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin yang diperlukan hampir sama seperti pada diagnostic praoperatif
pada umumnya. Pemeriksaan darah rutin dan radiologi pada area fraktur diperlukan sebagai
bahan persiapan koreksi pemasangan fiksasi internal.
d. Diagnosis Keperawatan Praoperatif
 Nyeri berhubungan dengan kompresi akar saraf, spasme otot
sekunder dari perubahan struktur muskuloskeletal.

 Kerusakan integritas jaringan berhubungan cedera jaringan
lunak sekunder dari fraktur kuris terbuka.
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya respons
nyeri, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen
tulang.
 Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit,
kelumpuhan gerak, rencana pembedahan.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi
informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi,
ketegangan akibat krisis situasional.
 Untuk rencana intervensi persiapan prabedah secara umum hampir
sama dengan rencana intervensi bedah lainnya. Seperti
persiapaninformed consent, pembersihan dan pencukuran area


bedah, puasa 6 jam sebelum pembedahan, dan persiapan
pemeriksaan diagnostik prabedah.
 Penurunan respons nyeri dengan manajemen nyeri keperawatan,
meliputi: pengaturan posisi fisiologis, intervensi skeletal atau traksi
kulit, istirahatkan pasien, pengaturan lingkungan, relaksasi napas
dalam, metode distraksi, dan manajemen sentuhan. Kolaborasi
pemberian analgesic secara intravena dilakukan untuk nyeri sedang
berat.
 Untuk intervensi kerusakan integritas jaringan, penurunan risiko
cedera dan hambatan mobilitas fisik dengan intervensi kolaborasi
untuk dilakukan reduksi terbuka fiksasi internal.
 Rencana intervensi penurunan respons kecemasan dan pemenuhan
pengetahuan praoperatif secara umum hampir sama dengan
rencana praoperatif lainnya.
INTRA OPERATIF

a. Pengkajian
 Data laboratorium dan laporkan temuan yang abnormal
 Radiologis area fraktur pelvis yang akan dilakukan ORIF.
 Tranfusi darah (cek kesamaan golongan darah dan rhesus pasien dengan
donor)
 Kaji kelengkapan sarana pembedahan (benang, cairan intravena, obat
antibiotic profilaksis) sesuai dengan kebijakan institusi.
 Pastikan bahwa sistem fiksasi internal, instrumentasi, dan peranti keras
(seperti sekrup kompresi, metal, dan pen bersonde multiple) dan alat seperti
bor dan mata bor telah tersedia dan berfungsi dengan baik.

b. Diagnosa
 Risiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma
prosedur pembedahan.
 Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka pembedahan
dan penurunan imunitas sekunder efek anestesi
INTERVENSI







PASCAOPERASI

Diagnosa Keperawatan
 Nyeri akut b.d. post operasi
 Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder
kerusakan rangka tulang
 Resiko syok sepsis b.d. infeksi sekunder pemasangan
alat fiksasi invasive
 Ansietas b.d. stress, ancaman kematian
 Defisit perawatan diri b.d. gangguan mobilitas fisik
INTERVENSI

a. Nyeri Akut b.d. post operasi
 Rencana Tindakan dan Rasional :
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, dan
interpersonal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
b. Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan rangka tulang
Rencana Tindakan dan Rasional :
 Monitor vital sign sebelum / sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan


 Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
 Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cidera
 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tekhnik ambulasi
 Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara mandiri sesuai
kemampuan
 Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLS
pasien
 Berikan alat bantu jika klien memerlukan
 Ajarkan pasien bagaimana cara merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
c. Resiko syok sepsis b.d. infeksi sekunder pemasangan alat fiksasi
invasive
Rencana Tindakan dan Rasional :
 Syok prevention :


 Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit,
denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler
refill
 Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
 Monitor suhu dan pernafasan
 Monitor input dan output
 Pantau nilai laborat :HB, HT, AGD, dan elektrolit
 Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
 Monitor tanda dan gejala asites
 Monitor tanda awal syok
 Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk
peningkatan preload (tenaga yang menyebabkan otot
ventrikel meregang sebelum mengalami eksitasi dan
kontriksi)dengan tepat
d. Ansietas b.d. stress, ancaman kematian
 Rencana Tindakan dan Rasional :
 Gunakan pendekatan yang menenangkan


 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dilakukan selama
prosedur
 Pahami perspekstif pasien terhadap situasi stress
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan tekhnik relaksasi
 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
e. Defisit perawatan diri b.d. gangguan mobilitas fisik
 Rencana Tindakan dan Rasional :
 Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas
 Pantau peningkatan dan penurunan kemampuan untuk berpakaian dan melakukan
perawatan rambut


 Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
 Pertimbangkan usia dan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
 Bantu pasien memilih pakaian yang mudah dipakai dan dilepas dan sediakan pakaian
pasien pada tempat yang mudah dijangkau (disamping tempat tidur)
 Dukung kemandirian pasien dalam berpakaian , berhias, bantu pasien jika diperlukan,
fasilitasi pasien untuk menyisir rambut bila memungkinkan, dan pertahankan privasi
saat pasien berpakaian
 Beri pujian atas usaha untuk berpakaian sendiri
 bantu pasien ke toilet atau membantu pasien dengan alat bantu eliminasi seperti pispot,
memfasilitasi kebersihan toilet setelah selesai eliminasi, dan menyiramkan toilet atau
pispot
 monitor kemampuan pasien untuk menelan
 Identifikasi diet yang diresepkan
 Ciptakan lingkungan yang nyaman selama makan seperti memindahkan pispot, urinal,
dsb keluar ruangan
 Sediakan penghilang rasa sakit dan sediakan kesehatan mulut yang memadai sebelum
makan
 Menyediakan sedotan untuk membantu pasien minum dan menyediakan makanan pada
kondisi hangat
TERIMA KASIH
WASSALAAMU’ALAIKUM

Anda mungkin juga menyukai