Anda di halaman 1dari 37

HENOCH-SCHONLEIN PURPURA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru Takengon

Oleh:

NIKITA RAMADHANA
17174068

Pembimbing :

dr. Nailarika, M.Ked (Ped), Sp. A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ABULYATAMA RSUD DATU BERU
TAKENGON 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan


berkah, rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepangkuan Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“HENOCH-SCHONLEIN PURPURA”

Lporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepanitraan
Klinik Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Aceh di BLUD RSUD Datu Beru Takengon Aceh Tengah. Di samping itu, laporan
ini ditunjukkan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih atas


bantuan dan kerja samanya yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini
kepada :

1. dr. Hardi Yanis, Sp.PD Selaku Direktur Rumah Sakit Umum Datu Beru
Takengon Aceh Tengah.
2. dr. Hj. Sawdahhanum, Sp.PD Selaku Bakordik Kepanitraan Klinik RSUD
Datu Beru Takengon Aceh Tengah.
3. dr. H. M. Nasir, Sp. A Selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik RSUD
Datu Beru Takengon Aceh Tengah.
4. dr. M. Arif Matondang, Sp. A Selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik
RSUD Datu Beru Takengon Aceh Tengah.
5. dr. Nailarika, Sp. A Selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik RSUD Datu
Beru Takengon Aceh Tengah.
6. Teman seperjuangan yang selalu memberikan dorongan dan motivasi
sehingga laporan kasus ini selesai.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus


ini, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak, supaya laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik dan dapat berguna bagi kita
semua.

Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih ada kesalahan


dalam laporan kasus ini.

Aceh Tengah, Juni 2019

Penulis,

Nikita Ramadhana
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3

2.1 Definisi Henoch Schonlein Purpura ................................................. 3

2.2 Epidemiologi .................................................................................... 3

2.3 Etiologi ............................................................................................. 4

2.4 Patofisiologi ..................................................................................... 5

2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................ 9

2.6 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 12

2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 14

2.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 15

2.9 Komplikasi ....................................................................................... 16

2.10 Prognosis ........................................................................................ 16

BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................... 17

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Henoch Schonlein Purpura (HSP) adalah suatu bentuk vaskulitis yang
melibatkan pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai dengan perdarahan
kulit (purpura) tanpa trombositopenia, pembengkakan pada sendi, nyeri perut,
dan kelainan pada ginjal.1 HSP merupakan suatu penyakit sistemik yang akut
dan dimediasi oleh kompleks imun immunoglobulin A (IgA) yang ditandai
oleh aanya dominasi deposisi IgA pada biopsi specimen. Penyakit ini
terutama dapat menyerang anak umur 2-15 tahun (usia anak sekolah) dengan
puncaknya pada umur 4-7 tahun. Kasus HSP lebih banyak dijumpai pada anak
laki-laki dibandingkan anak perempuan (2:1).2 Kriteria konsesus terbaru yang
diterbitkan pada tahun 2010 oleh European League Against Rheumatism and
the Peadiatric Rheumatology European Society bahwa untuk diagnosis HSP
harus ditemukan purpura yang teraba disertai denggan setidaknya salah satu
dari berikut: sakit perut, dominasi deposisi IgA pada biopsy specimen,
arthritis atau arthralgia, atau keterlibatan ginjal ditandai dengan hematuria
atau proteinuria.2
Henoch Schonlein Purpuraadalah kelainan sistemik yang
penyebabnya tidak diketahui dengan karakteristik terjadinya
vaskulitis.Inflamasi dinding pembuluh darah kcil merupakan manifestasi
utama penyakit ini.Bila mengenai pembuluh darah di daerah kulit, maka
terjadi ekstravasasi darah ke jaringan sekitar, yang terliat sebagai purpura.1
Namun purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba
pada palpasi.Bila yang terkena adalah pembuluh darah di daerah traktus
gastrointestinal, maka dapat terjadi iskemia yang menyebakan nyeri atau kram
perut. Kadang, dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar
berdarah, intususepsi, maupun perforasi yang membutuhkan penanganan
segera.3
Kebanyakan kasus adalah self-limiting dan tidak memerlukan
pengobatan selain pengobatan simptomatik, tetapi kekambuhan gejala terjadi
pada sekitar 33% kasus.Tampaknya kekambuhan sering terjadi antara dua
minggu sampai 18 bulan setelah resolusi awal gejala, anak-anak dengan gejala
keterlibatan ginjal lebih mungkin untuk memiliki kekambuhan.Pada beberapa
pasien, nefritis terjadi karena pengendapan IgA dalam mesangium
ginjal.Komplikasi yang lebih serius seperti keterlibatan system saraf pusat,
gagal ginjal, dan adanya sindrom nefrotik telah dikaitkan dengan prognosis
yang buruk.Beberapa studi retrospektif dan laporan kasus telah menyarankan
manfaat steroid seperti prednisolon dalam pengobatan sakit perut, HSP
nefritis, dan sebagai profilaksis untuk nefropati. Bila manifestasi awalnya
berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi
ginjal setiap enam bulan hingga dua tahun pasca sakit.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Henoch schonlein Purpura (HSP) merupakan salah satu bentuk
vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai
dengan perdarahan kulit (purpura), pembengkakan pada sendi, nyeri perut dan
kelainan pada ginjal. Kelainan ini pertama kalinya dikemukakan oleh Johan
Schonlein pada tahun 1837 berupa adanya kelainan pada kulit dan nyeri pada
sendi, sedangkan Edward Henoch menggambarkan adanya kelainan pada
gastrointestinal dan manifestasi ginjal pada tahun 1868 sehingga untuk
mengenang nama beliau ini penyakitnya dinamakan Henoch Schonlein
Purpura.1

2.2. EPIDEMIOLOGI
HSP merupakan suatu sindrom klinis yang diseabkan oleh vaskulitis
yang paling sering pada anak.Insiden HSP pertahun mencapai 10-20 per
100.000. HSP dapat mengenai semua usia, tetapi 50% kasus terjadi pada usia
kurang dari 5 tahun dan 75% kasus terjadi pada usia kurang dari 10 tahun.1
Puncak kejadian HSP pada usia 5 sampai 6 tahun. Laki-laki lebih
sering terkena dengan perbandingan 1,5-2 kali lebi besar disbanding
perempuan. Di Indonesia, insiden HSP belum diketahui scara pasti.
Berdasarkan data yang didapatkan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
(IKA) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (FKUI-RSCM) , didapatkan kecenderungan peningkatan
kasus baru. Di bulan Juli sampai dengan Desember 2006 didapatkan 10 kasus
baru HSP, lebih besar apabila dibandingkan hanya 23 kasus baru yang
ditemukan dalam kurun waktu 5 tahun sebelumnya (1998-2003).4
Penyebab HSP sampai saat ini belum dapat ditentukan.Beberapa
mikrooorganisme dan alergen telah diduga sebagai faktor pemicu.Peranan
mikroorganisme sebagai pencetus HSP didukung dengan ditemukannya
riwayat infeksi saluran nafas akut sebelum awitan sakit pada hampi 50%
pederita HSP. Sebagian besar kasus HSP dapat disembuhkan tanpa
memerlukan pengobatan dan tidak menimbulkkan sekuele berarti. Pengobatan
yang diberikan bersifat simtomatis dan suportif.Rekurensi pada HSP
merupakan keadaan yang sering timbul pada hampir 50% penderita.
Kekerapan timbulnya rekurensi meemperbesar kemungkinan timbulnya
kerusakan ginjal permanen. Komplikasi berat pada HSP dikaitkan dengan
keterlibatan ginjal yang merupakan salah satu indicator prognosis buruk
HSP.4

2.3. ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga
beberapa factor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus
respiratorius bagian atas, makanan, gigitan serangga, papara terhadap dingin,
imunisasi (vaksin varisella, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A
dan B, tifoid, kolera) dan obat-obatan (ampisilin, eritromisin, kina, penisilin,
quinidine, quinin).3
Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella, dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisella, parvovirus, virus Epstein-Barr).Vaskulitis juga dapat
berkembang setelah terapiantireumatik, termasuk penggunaan metotreksat dan
agen anti TNF (Tumor Necrosis Faktor).Namun, IgA jelas mempunyai
peranan penting, ditandai dengan peningkataan konsentrasi IgA serum,
kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembulh darah dan mesaangium
ginjal. HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan
pada IgA 1 daripada IgA 2.5
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:5
 Infeksi: - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter
 Vaksin: - Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
 Alergen: - Obat (ampisilin, eritromisin, penisilin, kunidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
 Penyakit idioptik: Glomerulocystic kidney disease

2.4. PATOFISIOLOGI
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang
penyebabnya tidak diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis,
inflamasi pada dinding pembuluh darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada
jaringan yang menyebabkan perdarahan dan iskemia. Adanya keterlibatan
kompleks imun IgA memungkinkan proses ini berkaitan dengan proses alergi.
Namun mekanisme kausal tentang ini belum dapat dibuktikan. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan dengan infeksi kuman
streptokokus grup A. Namun, mekanisme inipun belum dapat dibuktikan.4
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama
penyakit ini.Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi
ekstravasasi darah ke jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura. Namun
purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba pada
palpasi.2
Bila yang terkena adalah pembuluh darah traktus gastrointestinal,
maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut.Kadang,
dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi,
maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Gejala
gastrointestinal umumnya banyak ditemui pada fase akut dan kemungkinan
mendahului gejela lainnya seperti bercak kemerahan pada kulit.4
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vascular
dari kompleks immune IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari
IgA 1 dan IgA 2 dan diproduksi lagi oleh limfosit peripheral B. Kompleks ini
seringkali terbentuk sebagai respon terhadap faktor penimbul. Kompleks
sirkulasi menjadi tidak terlarut, disimpan didalam dinding pembuluh darah
kecil (arteri, kapiler, venula) dan komplement aktivasi, lebih banyak sebagai
jalur alternative (berdasarkan kehadiran dari C3 dan properdin serta ketiadaan
komponen awal pada kebanyakan biopsi).6
Terjadi deposisi kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah
kecil.Lebih spesifik, yaitu kompleks IgA-1 kompleks imun (IgA 1-C). Pada
keadaan normal, IgA 1-C dibersihkan oleh hepatosit melalui reseptor
asialogkliprotein yang akan berikatan dengan rantai oligossakarida dari
fragmen IgA 1-C. Pada pemeeriksaan serum, kadar IgA 1-C lebih tinggi pada
pasien HSP dengan gejala klinis keterlibatan ginjal daripada mereka yang
tanpa keterlibatan ginjal.1
Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik
dan sel polimorfonuklear.Pada 10% pasien, antibody anti-neutrofilik
sitoplasmik ditemukan. Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin
proinflamasi, termasuk TNF alfa dan IL-1 yang akan merekrut netrofil dan
sel-sel inflamasi lainnya. Pada pemeriksaan kulit, ditemukan adanya TNF
pada lapisan intradermal dengan IL-1 dan IL-6. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan limfosit perivascular dengan
deposit kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil dan jaringan
mesangial ginjal.2 Leukosit polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik
dan menyebabkan inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan
thrombosis yang menetap. Hal ini akan mengakibatkan ekstravasasi dari
eritrosit akan perdarahan dari organ dengan dipengaruhi dan bermanifestasi
secara histologi sebagai vaskulitis leukocytoclastic.5
Histologi melibatkan kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau
fragmen sel disekitar pembuluh darah kecil di kulit. Kompleks imun yang
mengandung IgA dan C3 telah diketemukan di kulit, ginjal, interstinal
mukosa, dan pergelangan, dimana tepat organ utama terlibat didalam HSP.5
Manifestassi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembulh darah
kecil.Nyeri abdomen, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis
submukosa dan perdarahan subserosa serta edema dengan thrombosis dari
mikrovaskular usus.Hematuria dan proteinuria timbul pada nefritis terkait
dengan HSP. Manifestasi renal berkisar dari perubahan minimal sehingga ke
glumerulonefritis crescentic berat.5
Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan,
tetapi IgG, IgM, C3 dan deposisi propredin dapat juga timbul.Deposit ini juga
dapat timbul dalam ruang glomerular subepithelial. Banyak yang percaya
bahwa kedua nefritis HSP dan nefropati IgA (burger disease), dimana
merupakan penyebab tersering dari glomerulonephritis di dunia, mempunyai
penampilan klinis yang berbeda dari proses penyakit yang sama. Manifestasi
dermatologis timbul sekunder terhadap deposisi kompleks imun (IgA, C3)
didalam pembuluh kulit kapiler, menghasilkan kerusakan pembuluh darah,
ekstravasasi sel darah merah, dan secara klinis dapat diobservasi dengan
palpassi purpura. Hal ini dapat timbul tergantung di wilayah tubuh, seperti
kaki bawah, punggung dan abdomen.5
Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien
pediatric menampakkan URI, dan studi terbaru pada dewasa
mendemonstrasikan bahwa 40% pasien mempunyai URI terdahulu.5
Beberapa agen berimplikasi, teermasuk grup A streptococcus,
varicella, hepatitis B, Epstein-Barr viru, parvovirus B19, Mycoplasma,
Camplybacter, dan Yersinia. Lebih jarang, faktor lain telah dikaitkan dengan
agen penimbul dalam perkembangan HSP. Hal tersebut meliputi obat,
makanan, khamilan, demam mediterania familial, dan paparan di udara yang
dingin. HSP juga telah dilaporkan pada kelanjutan vaksinasi untuk thypoid,
campak, demam kuning dan kolera.1
Pathogenesis sspesiffik HSP tidak diketahui, pasien dengan HSP
mempunyai frekuensi ssignifikan yang lebih tinggi akan HLA-DRBI*07
daripada kontrol geografis. Peningkatan konsentrasi serum dari sitokin tumor
necrosis factor-α (TNFα) dan interleukin (IL-6) telah diidentifikasi dalam
penyakit yang aktif. Teknik immunflurscence menunjukkan deposisi dari IgA
dan C3 dalam pembuluh darah kecil dikulit dan lomeruli renal, tetapi peranan
aktivai komplemen tetap kontroversial.1
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit
kompleks imun yang mengandung IgA.Diketahui pula adanya akttivasi
komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen
mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglanding vasskular
seeperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di
kulit, ginjal, sendi dan aabdomen dan terjadi purpura dikulit, nefritis, artritis
dan perdarahan gastrointestinal.1
Gambar 1.1 Deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mengasium
ginjal

Beberpa faktor imunologis juga diduga berperan dalam pathogenesis


HSP, seperti perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang
berperan dalam mediatr inflamasi. TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses
inflamasi pada HSP. Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit elama
fase akut HSP dapat menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau
disfungsi sel endotel. Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler
dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini.Sitokin dianggap
terlibat dalam patognesis HSP, dan endoteliel (ET), yang merupakan hormone
vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endothelial, juga dianggap turut
berperan.Kadar ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini disbanding
pada fase remisi. Namun tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubunga
dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan fase akut.1

2.5. MANIFESTASI KLINIS


HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada
ekstremitas bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun
trias tidak selalu ada, sehingga mengarahkan kepada diagnosis yang tidak
tepat.7
Gambar 1.2 Gambaran Klinis

Pada ½-2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas
yang muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri
kepala.Gejala klinis mula-mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit
ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable
purpuratanpa adanya trombsitopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit
malleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kai,
bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12-24 jam makula akan berubah
meenjadi lesi purpura yang berwarna merah glap ddan memiliki diameter 0,5-
2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar menyerupai ekimosis
yang kemudian dapat mengalami ulserasi.7
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan
(pressure-bearing surfaces).Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus
dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat.Kelainan kulit
dapat pula diteemukan pada wajah dan tubuh.Kelainan pada kulit dapat
disertai rasa gatal.Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat
berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform.Kelainan akut pada kulit
ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula
rekuren.Edema skrotum juga dapat teerjadi dan gejalanya mirip dengan torsio
testin. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari
380C, nyeri kepala dan anoreksia.7
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa
didominasi oleh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki.Gambaran ini
disebut AHEI (Acute Hemorrhagic Edema of Infancy).Selain purpura,
ditemukan pula gejala arthralgia dan artritis yang cenderung bersifat migran
dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan
kaki, namun dapat pula mengeenai pergelangan tangan, siku, dan persendian
di jari tangan.Kelainan ini timbul lebih dulu (1-2 hari) dari kelainan
kulit.Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila
digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Klainan
teerutama periartikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren padaa masa
penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.7
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal
berupa nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinal. Keluhan abdomen
biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1-4 minggu setelah
onset).7 Organ yang paling sering terlibat addalah duodenum dan usus
halus.Nyeri abdomen dapat berupa colic abdomen yang berat lokasi di
periumbilikalis dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang-
kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi
disbanding ileokolonal.Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis
dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan
intramural. Kadang juga terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun
tidak.5
Selain itu dapat juga ditmukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2 g/dl), sindrom nefrotik (proteinuria >40 mg/m2/jam) atau
nefritis. Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan etelah onset ruam
kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2-3 bulan, biasanya
berhubungan engan nefropati atau pnyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis
meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen
yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya
ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik. Seringkali derajat
keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain.
Pada pasien HSP dapat timbul adanya edema.Eedema ini tidak bergantung
pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi.
Namun edema tersebut memang dihubungkan dengan kejaadian proteinuria
pada pasien.5
Kadang-kadang HSP dapat disertai dengan gejala-gejala gangguan
system saraf pusat, terutama sakit kpala.Pada HSP dapat ditemukan adanya
vaskulitis serebral.Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat
menyebabkan gangguan seriu seperti kejang, paresis atau koma. Gejala-gejala
gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi,
kejang (persial, persial kompleks, umum, serta stats epileptikus), dan deficit
neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis,
kuadraparesis).7 Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala
hepatomegali, hidrops kandung empedu, kolesistitis.Semua ini bisa
menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada pasien.Appendicitis akut juga
pernah dilaporkan terjadi pada pasie HSP. Gejala-gejala lain yang pernah
dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lai vaskulitis miokardia, vaskulitis paru
yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis, stenosis, edema penis,
orkitis, priapisme, perdarahan intracranial, hematoma subperiosteal orbital
bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.7

2.6. PEMERIKSAAN FISIK7

 Kulit

Lesi kulit primer eerupsi dapat dimulai dengan macular erotematosus


atau lesi urticarial, berkembang menjadi papul, dan kemudian menjadi
purpura yang bisa dipalpasi, biasanya berdiameter 2-100 mm. bullae, vesicles,
petechie dan ecchymotic, necrotic, ulcerative, atau lesi lain dapat timbul.
Edema subkutan sering padaa anak-anak usia kurang dari 3 tahun. Lesi
biasanya simetris dan cenderung terdistribusi di area tubuh tergantung, seperti
ankle dan kaki bawah pada anak yang lebih tua dan dewasa, dipunggung,
lipatan lemak, ekstremitas atas, sejak region ini cenderung untuk menjadi
tergantung dalam beberapa kelompok.Wajah, tangan, dan membrane mucus
biasanya terpisah, kecuali pada bayi, dimana keteerlibatan wajah menjaddi
tidak biasa. Edema subcutaneous prominent pada anak yang lebih muda
melibatkan scalp, region periorbital, tangan, kaki, dan area scrotum. Lesi
biasanya timbul dan memudar lewat beberapa hari. Rekurensi cenderung
untuk timbul pada sisi yang sama pada lesi sebelumnya.

 Jantung

Temponade cardial dan infark miokard jarang telah dilaporkan dengan


HSP.

 Paru

Meskipun jarang menifeestasi dari HSP, perdarahan pulmonal telah


dilaporkan.Ketika timbul, merupakan tanda prognostik yang buruk dengan
50% angka kematian.Satu studi pediatric menunjukkan bahwa 95% pasien
dengan penyakit aktif mempunyai terganggunya kapasitas difusi dari
karbonmonoksida, dimana biasanya reversible ketika sindrom teratasi.

 Abdomen

Nyeri sekunder terhadap keterlibatan vaskulitiss dari mesenterikum kecil


atau pembuluh mukosa usus lebih sering. Pemeriksaan abdomen untuk massa
yang dapat diraba, dimana dapat mengindikasikan intususepsi.
 Scrotum/testis

Keterlibatan testis bervariasi dalam laporan 4-38%.Nyeri testis dapat


menjadi begitu intens yang terlihat torsi.

 Ekstremitas

Arthralgia dan arthritis sering, secara primer mengenai ankle dan lutut,
meskipun sambungan tulang lain dapat terlibat. Inflamasi periarticular juga
sering terjadi.

 Neurolgis

Nyeri kepala, kejang, dan mononeuropati jarangkali dilaporkan dengan


HSP.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan


spesifik.Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang
disebabkan olleh trombositopenia.Dapat ditemukan peningkatan leukosit
walaupun tidak terlalu tinggi, pada hitung jenis dapat normal, dapat
ditemukan aadanya eosinophilia, level serum komplemen dapat normal, dapat
ditemukan peningkatan IgA sebanyak 50%. Serta ditemukan peningkatan
LED. Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik ataupun diagnostik. Anak-anak
yang terkena seringkali mempunyai trombositosis sedang dan leukositosis.8
Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik,
biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.Biasanya juga
terdapat eosinophilia.Laju endap darah dapat meningkat maupun
normal.Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun
menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian
pula limfosit yag pemeriksaam ini untuk melihat adanya kelainan ginjal,
karena pada HSP ditenggarai adanya keterlibatan ginjal dalam proses
perjalanannya. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 hari.Bermanifestasi oleh sel
darah merah, sel darah putih, kristal atau albumin dalam urine. Semenjak
gagal ginjal dan end-stage renal disease merupakan sequel jangka panjang
uang paling serius dari penyakit ini, awal dan ulangan urinalisis sangat
penting untuk monitoring yang diperluka untuk memonitoring perkembangan
penyakit dan resolusinya.Proteinuria dan hematuria mikroskopik merupakan
abnormalistis paling sering dalam urinalisa ulangan. Sejak keterlibatan ginjal
dapat diikuti dengan penampakkan purpura lebih dari 3 bulan, melakukan
urinalisa ulangan setiap bulan untuk beberapa bulan setelah penampakkan
mengandung IgA.8 Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria
maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan
ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada fases dapat ditemukan darah.
Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat
menurun.9

Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukosito klastik.


Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada
dinding pembuluh darah, pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan
penurunan motilitas usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun
intususepsi melalui pemeriksaan barium. Terkadang pemeriksaan barium juga
dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.9
2.8. PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan


adalah suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi,
kesimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan
artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti ibuprofen. Dosis
ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam. Edema dapat
diatasi dengan elevasi tungkai.Selama ada kelhan muntah dan nyeri perut, dit
diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat
harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit
yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut,
dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi
kortikosteroid yang dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV
dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. Dosis
yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250-750 mg/hr IV selama 3-7
hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100-200 mg/hr untuk fase akut HSP
yang berat. Dilanjutkan dengan pemmberian kortikosteroid (prednison 100-
200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hr selama 30-75
hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan tapering-off
hingga 6 bulan.6

Terapi prednisone dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hr


secara oral, terbagi dalam 3-4 dosis selama 5-7 hari. Kartikosteroid diberikan
dalam keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi
vaskulitis pada SSP, paru, dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran
cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut
dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran
cerna.6
2.9. KOMPLIKASI

Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal termasuk


sindrom nefrotik, dan perforasi usus. Komplikasi tidak sering dari edema
scrotal adalah torsi testicular, dimana sangat nyeri dan harus ditangani dengan
baik.9

2.10. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan


dalam beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah
onset).Rekurensi dapat terjadi pada 50% kasus.Pada beberapa kasus terjadi
nefritis kroniik, bahkan sampai menderita gagal ginjal. Bila manifestasi
awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan
fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.9 Penyulit yang dapat
terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi, intususepsi, perforasi,
gagall ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada salura cerna, ginjal
dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal ini
jarang terjadi.7

Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu


setelah onset, eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan
aktivitas faktor XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biosi ginjal
ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit
tubulointerstisial.6
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tawardi Tuah Miko
 Umur : 12 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Berat Badan : 28 Kg
 Tinggi Badan : 147 Cm
 Tanggal Masuk RS : 25 Mei 2018
 Nomor RM : 141529

II. ALLOANAMNESIS PADA IBU PASIEN


 Keluhan Utama : Ruam kemerahan pada kulit di kedua kaki
 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien seorang laki-laki berumur 12 tahun diantar oleh keluarganya ke IGD


RSUD Datu Beru Takengon dengan keluhan timbul ruam kemerahan pada
kulit di bagian kaki kanan dan kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu SMRS.
Awalnya muncul bintik-bintik kecil yang timbul dikaki dan paha kemudian
semakin banyak dan membesar membentuk bercak-bercak kemerahan. Ruam
tersebut tidak gatal dan tidak nyeri, tetapi pada kedua kaki tampak bengkak.
Ibu pasien mengatakan ruam ini muncul pada saat cuaca yang panas. Ruam ini
sudah muncul yang kedua kali. Sebelumnya pasien mengeluhkan demam
tinggi secara mendadak, demam muncul + 1 hari yang lalu kemudian menurun
dengan obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang sudah
dirasakan sejak 3 hari SMRS. Keluhan nyeri dirasakan seperti berputar-putar
diperut. Nyeri perut yang dirasakan pasien hilang timbul. Lalu pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah + 3 kali yang berisi makanan. Pasien juga
mengeluhkan nyeri sendi pada bagian lutut dan pergelangan kaki. Pada saat
sakit ini telinga kiri pasien juga mengeluarkan darah. Nafsu makan baik.
Buang air kecil normal seperti biasa, urin bewarna kuning jernih tidak ada
darah dan tidak ada nyeri saat buang air kecil, buang air besar dalam batas
normal.

a. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sejak 3 tahun yang lalu. Ruam
yg muncul pada saat itu pada seluruh badan.

b. Riwayat Penyakit Keluarga


Di sangkal

c. Riwayat Pengobatan
Paracetamol syr

d. Riwayat Perkembangan
Tiarap : 6 Bulan
Merangkak : 9 Bulan
Duduk : 9 Bulan
Berdiri : 11 Bulan
Berjalan : 13 Bulan

e. Riwayat Imunisasi
 Hepatitis B : Bulan ke 0,2,3,4
 Polio : Bulan ke 0,2,4,6
 BCG : Bulan ke 2
 DPT : Bulan ke 2,4
 HIB : Bulan ke 2,3,4
 Campak : Bulan 9

III. PEMERIKSAAN FISIK


 GENERAL
Keadaan Umum : Baik
Sensorium : Compos Mentis
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,5°C
Keadaan Penyakit : Sedang

Keadaan Gizi : Gizi kurang


- BB/U : 28 / 40 x 100% = 70 %
- TB/U : 147 / 149 x 100% = 98,6 %
- BB/TB : 28 / 39 x 100% = 71,7 %

 LOKALISASI
 Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada

Hemangioma : Tidak ada


Turgor : Cepat kembali (<2 detik)
Kelembapan : Cukup
Pucat : Tidak ada

 Kepala
Bentuk : Normochepali
UUB : Sudah menutup
UUK : Sudah menutup

 Rambut

Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tebal
Jarang / Tidak : Tidak

 Mata
Palpebra : Edema (-), Cekung (-)
Alis dan bulu mata : Tidak mudah di cabut
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Reflek cahaya (+/+)
Kornea : Jernih

 Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
 Hidung
Bentuk : Simetris
Pernafasan Cuping Hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada

 Mulut

Bentuk : Simetris
Bibir : kering (+)
Gusi : Tidak ada pembengkakan dan tidak mudah berdarah

 Lidah

Bentuk : Simetris
Pucat : (-)
Tremor : (-)
Kotor : (-)
Warna : Kemerahan

 Faring

Hiperemis : (-)
Edema : (-)

 Tonsil

Warna : Merah muda


Pembesaran : Tidak ada

 Leher
Pembesaran KGB : (-)
Kaku Kuduk : (-)
Massa : (-)

 Thoraks

-Inspeksi Bentuk : Simetris


Retraksi : Tidak ada
Pernafasan : Gerakan simetris
-Palpasi Fremitus fokal : Simetris kanan-kiri
-Perkusi : Sonor/Sonor
-Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

 Jantung
-Inspeksi : Iktus cordis : Tidak terlihat
-Palpasi : Apeks : Tidak teraba
-Perkusi

Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra

Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra

-Auskultasi : BJI lebih besar dari BJII

 Abdomen
-Inspeksi : Bentuk : Simetris, distensi (-)
-Palpasi : Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak teraba
Nyeri : Daerah Epigastrika (+)
-Perkusi : Timpani (+)
-Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

 Ekstremitas : edema (-/-/-/-), sianosis (-/-/-/-), akral dingin (-/-/-/-)


Terdapat purpura multiple, ukuran miliar hingga
nummular, bentuk tidak teratur, pada paha dan betis.

 Susunan Saraf : Tidak ada kelainan


 Genetalia : Tidak ada kelainan
 Anus : Tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan Darah Lengkap :-
 Pemeriksaan Urine :-
 Pemeriksaan Feses :-
 Pemeriksaan Serologis :-
 Pemeriksaan apusan darah tepi :-
V. DIAGNOSA BANDING
 Henoch Schonlein Purpurra
 Hipersensitivitas vaskulitis
 Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)

VI. DIAGNOSA KERJA


 Henoch schonlein purpura

VII. PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
 Diet M II
 Istirahat yang cukup
 Pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan
tidak mengandung bahan atau bumbu yang mengiritasi saluran cerna.

Farmakologis

 IVFD NaCL 0,45% 10 tpm (mikro)


 Inj. Ranitidine 1/2 ampul / 12 jam
 Cetirizine 1x1 tab
 Antasida syr 3x1 cth
 Lacbon 2x1
 Zink 1x1
 Metilprednisolon 4-4-4 tablet

Diet MII
Kalori :1500+(BB-20)x20

:1500+(28-20)x20

:1500+8x20

:1500+160 = 1660 kkal

FOLLOW UP

26 Mei 2019 (Day 1)

S/ -Demam (-) -Bercak merah pada kedua kaki (+)


-Nyeri perut (+) -Nyeri sendi (+)
-mual (-) -Nafsu Makan menurun (+)
-Muntah (-) -BAB dan BAK (+)

O/ Sensorium : Compos Mentis


Temperature : 36,5°C
HR : 94 x/menit
RR : 22 x/menit
BB : 28 Kg
Px. Fisik :
Bibir : Kering (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak teraba
Thoraks : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas : Makela eritema - -
+ +

A/ Henoch schonlein purpura

P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 9 mg/8 jam
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth

27 Mei 2019 (Day 2)


S/ -Bercak merah pada kedua kaki (+)
-Nyeri perut ( )
-Nyeri sendi (+)
-Nafsu makan menurun (+)
-BAK dan BAB (+)

O/ Sensorium : Compos Mentis


Temperature : 36,3°C
HR : 100 x/menit
RR : 22 x/menit
BB : 28 Kg
Px. Fisik:
Bibir : Kering (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak teraba
Thoraks : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Abdomen : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas : Macula eritema - -
+ +

A/ Henoch schonlein purpura

P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 9 mg/8 jam
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth

28 Mei 2019 (Day 3)


S/ -Bercak merah pada kedua kaki (+)
-Nyeri sendi (-)
-Nyeri perut (-)
-Nafsu makan (+)
-BAB dan BAK (+)

O/ Sensorium : Compos Mentis


Temperature : 36,3°C
HR : 98 x/menit
RR : 22 x/menit
BB : 28 Kg
Px. Fisik :
Bibir : Kering (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak teraba
Thoraks : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Abdomen : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas : makula eritema - -
+ +

A/ Henoch schonlein purpura

P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 9 mg/8 jam metilprednisolon 4-4-4 tablet
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth

29 Mei 2019 (Day 4)


S/ -Bercak merah pada kedua kaki berkurang
-Nyeri perut (-)
-Nyeri sendi (-)
-Nafsu makan baik
-BAB dan BAK (+)

O/ Sensorium : Compos Mentis


Temperature : 36,2°C
HR : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
BB : 28 Kg
Px. Fisik :
Bibir : Kering (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak teraba
Thoraks : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Abdomen : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas : Makula eritema - -
+ +

A/ Henoch shonlein purpura

P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth
- Lacbon 2x1
- Zink 1x1
- Metilprednisolon 4-4-4 tablet

PBJ
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien seorang laki-laki berumur 12 tahun diantar oleh keluarganya ke IGD


RSUD Datu Beru Takengon dengan keluhan timbul ruam kemerahan pada kulit di
bagian kaki kanan dan kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu SMRS. Awalnya muncul
bintik-bintik kecil yang timbul dikaki dan paha kemudian semakin banyak dan
membesar membentuk bercak-bercak kemerahan. Ruam tersebut tidak gatal dan
tidak nyeri, tetapi pada kedua kaki tampak bengkak. Ibu pasien mengatakan ruam ini
muncul pada saat cuaca yang panas. Ruam ini sudah muncul yang kedua kali.
Sebelumnya pasien mengeluhkan demam tinggi secara mendadak, demam muncul +
1 hari yang lalu kemudian menurun dengan obat penurun panas. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut yang sudah dirasakan sejak 3 hari SMRS. Keluhan nyeri
dirasakan seperti berputar-putar diperut. Nyeri perut yang dirasakan pasien hilang
timbul. Lalu pasien juga mengeluhkan mual dan muntah + 3 kali yang berisi
makanan. Pasien juga mengeluhkan nyeri sendi pada bagian lutut dan pergelangan
kaki. Pada saat sakit ini telinga kiri pasien juga mengeluarkan darah. Nafsu makan
baik. Buang air kecil normal seperti biasa, urin bewarna kuning jernih tidak ada darah
dan tidak ada nyeri saat buang air kecil, buang air besar dalam batas normal.

Pada pemeriksaan fisik di temukan pada abdomen terdapat nyeri tekan pada
epigastrium. Pada ekstremitas bawah didapatkan purpura multiple, ukuran miliar
hingga nummular, bentuk tidak teratur, pada paha dan betis. Pada pemeriksaan
penunjang tidak dilakukan pemeriksaan.

Pada kasus ini kortikosteroid yang di berikan adalah kortikosteroid


metilprednisolon secara injeksi 9 mg/8jam. Terapi yang di berikan pada pasien
henoch schonlein purpura Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250-
750 mg/hr IV selama 3-7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100-200 mg/hr
untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemmberian kortikosteroid
(prednison 100-200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hr selama
30-75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan tapering-off
hingga 6 bulan. Dan diberikan terapi berupa diet makanan lunak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Matondang CS, Roma J. PurpuraHenoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP,


Munazir Z, Kurniati N, penyunting. BukuAjarAlergi-ImunologiAnak. Edisi
ke-2. Jakarta: IkatanDokterAnak Indonesia. 2007;373-7.
2. Adam JR. Risk of Long Term Renal Impairment and Duration of Follow Up
Recommended for Henoch-SchonleinPurpura with Normal or Minimal
Urinary Findings: A Systematic Review. Narchi H. Arch Dis Child.
2005;90(9):916-20.
3. Reamy BV, Pamela M, Lindsay TJ. Henoch-SchonleinPurpura. Am Fam
Physician. 2009;80(7):697-704.
4. Nikibaksh A, Mahmoodzadeh H. Treatment of Complicated Henoch-
SchonleinPurpura with Mycophenolatemofetil: A Retrospective Case Report.
2010;1(3):1-2.
5. Yuly, A. PurpuraHenoch-Schonlein. Dalam Cermin Dunia Kedokteran Edisi
194 Volume 139 Nomor 6. 2012. Available at http://www.kalbe.co.id diakses
tanggal 14 Juli 2014.
6. Bossart P. Henoch-SchonleinPurpura. eMedicine, 2005. Diakses dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm diakses tanggal 14 Juli 2014.
7. Kliegman Robert, Behrman, Arvin, Nelson Textbook of Pediatrics, 17th
edition, Pennyslvania, WB aunders Company, 2004.
8. Lissaeur Tom, Clayden Graham. Illustrated Textbook of Pediatrics, third
edition, British Library Cataloguing Publicatin, 2008.
9. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schonlein Purpura. Pediatrics
Education, 2009. Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/
Diakses tanggal 14 Juli 2014.

Anda mungkin juga menyukai