Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru Takengon
Oleh:
NIKITA RAMADHANA
17174068
Pembimbing :
Lporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepanitraan
Klinik Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Aceh di BLUD RSUD Datu Beru Takengon Aceh Tengah. Di samping itu, laporan
ini ditunjukkan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua.
1. dr. Hardi Yanis, Sp.PD Selaku Direktur Rumah Sakit Umum Datu Beru
Takengon Aceh Tengah.
2. dr. Hj. Sawdahhanum, Sp.PD Selaku Bakordik Kepanitraan Klinik RSUD
Datu Beru Takengon Aceh Tengah.
3. dr. H. M. Nasir, Sp. A Selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik RSUD
Datu Beru Takengon Aceh Tengah.
4. dr. M. Arif Matondang, Sp. A Selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik
RSUD Datu Beru Takengon Aceh Tengah.
5. dr. Nailarika, Sp. A Selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik RSUD Datu
Beru Takengon Aceh Tengah.
6. Teman seperjuangan yang selalu memberikan dorongan dan motivasi
sehingga laporan kasus ini selesai.
Penulis,
Nikita Ramadhana
DAFTAR ISI
Halaman
2.1. DEFINISI
Henoch schonlein Purpura (HSP) merupakan salah satu bentuk
vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai
dengan perdarahan kulit (purpura), pembengkakan pada sendi, nyeri perut dan
kelainan pada ginjal. Kelainan ini pertama kalinya dikemukakan oleh Johan
Schonlein pada tahun 1837 berupa adanya kelainan pada kulit dan nyeri pada
sendi, sedangkan Edward Henoch menggambarkan adanya kelainan pada
gastrointestinal dan manifestasi ginjal pada tahun 1868 sehingga untuk
mengenang nama beliau ini penyakitnya dinamakan Henoch Schonlein
Purpura.1
2.2. EPIDEMIOLOGI
HSP merupakan suatu sindrom klinis yang diseabkan oleh vaskulitis
yang paling sering pada anak.Insiden HSP pertahun mencapai 10-20 per
100.000. HSP dapat mengenai semua usia, tetapi 50% kasus terjadi pada usia
kurang dari 5 tahun dan 75% kasus terjadi pada usia kurang dari 10 tahun.1
Puncak kejadian HSP pada usia 5 sampai 6 tahun. Laki-laki lebih
sering terkena dengan perbandingan 1,5-2 kali lebi besar disbanding
perempuan. Di Indonesia, insiden HSP belum diketahui scara pasti.
Berdasarkan data yang didapatkan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
(IKA) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (FKUI-RSCM) , didapatkan kecenderungan peningkatan
kasus baru. Di bulan Juli sampai dengan Desember 2006 didapatkan 10 kasus
baru HSP, lebih besar apabila dibandingkan hanya 23 kasus baru yang
ditemukan dalam kurun waktu 5 tahun sebelumnya (1998-2003).4
Penyebab HSP sampai saat ini belum dapat ditentukan.Beberapa
mikrooorganisme dan alergen telah diduga sebagai faktor pemicu.Peranan
mikroorganisme sebagai pencetus HSP didukung dengan ditemukannya
riwayat infeksi saluran nafas akut sebelum awitan sakit pada hampi 50%
pederita HSP. Sebagian besar kasus HSP dapat disembuhkan tanpa
memerlukan pengobatan dan tidak menimbulkkan sekuele berarti. Pengobatan
yang diberikan bersifat simtomatis dan suportif.Rekurensi pada HSP
merupakan keadaan yang sering timbul pada hampir 50% penderita.
Kekerapan timbulnya rekurensi meemperbesar kemungkinan timbulnya
kerusakan ginjal permanen. Komplikasi berat pada HSP dikaitkan dengan
keterlibatan ginjal yang merupakan salah satu indicator prognosis buruk
HSP.4
2.3. ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga
beberapa factor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus
respiratorius bagian atas, makanan, gigitan serangga, papara terhadap dingin,
imunisasi (vaksin varisella, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A
dan B, tifoid, kolera) dan obat-obatan (ampisilin, eritromisin, kina, penisilin,
quinidine, quinin).3
Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella, dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisella, parvovirus, virus Epstein-Barr).Vaskulitis juga dapat
berkembang setelah terapiantireumatik, termasuk penggunaan metotreksat dan
agen anti TNF (Tumor Necrosis Faktor).Namun, IgA jelas mempunyai
peranan penting, ditandai dengan peningkataan konsentrasi IgA serum,
kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembulh darah dan mesaangium
ginjal. HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan
pada IgA 1 daripada IgA 2.5
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:5
Infeksi: - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter
Vaksin: - Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
Alergen: - Obat (ampisilin, eritromisin, penisilin, kunidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
Penyakit idioptik: Glomerulocystic kidney disease
2.4. PATOFISIOLOGI
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang
penyebabnya tidak diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis,
inflamasi pada dinding pembuluh darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada
jaringan yang menyebabkan perdarahan dan iskemia. Adanya keterlibatan
kompleks imun IgA memungkinkan proses ini berkaitan dengan proses alergi.
Namun mekanisme kausal tentang ini belum dapat dibuktikan. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan dengan infeksi kuman
streptokokus grup A. Namun, mekanisme inipun belum dapat dibuktikan.4
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama
penyakit ini.Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi
ekstravasasi darah ke jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura. Namun
purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba pada
palpasi.2
Bila yang terkena adalah pembuluh darah traktus gastrointestinal,
maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut.Kadang,
dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi,
maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Gejala
gastrointestinal umumnya banyak ditemui pada fase akut dan kemungkinan
mendahului gejela lainnya seperti bercak kemerahan pada kulit.4
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vascular
dari kompleks immune IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari
IgA 1 dan IgA 2 dan diproduksi lagi oleh limfosit peripheral B. Kompleks ini
seringkali terbentuk sebagai respon terhadap faktor penimbul. Kompleks
sirkulasi menjadi tidak terlarut, disimpan didalam dinding pembuluh darah
kecil (arteri, kapiler, venula) dan komplement aktivasi, lebih banyak sebagai
jalur alternative (berdasarkan kehadiran dari C3 dan properdin serta ketiadaan
komponen awal pada kebanyakan biopsi).6
Terjadi deposisi kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah
kecil.Lebih spesifik, yaitu kompleks IgA-1 kompleks imun (IgA 1-C). Pada
keadaan normal, IgA 1-C dibersihkan oleh hepatosit melalui reseptor
asialogkliprotein yang akan berikatan dengan rantai oligossakarida dari
fragmen IgA 1-C. Pada pemeeriksaan serum, kadar IgA 1-C lebih tinggi pada
pasien HSP dengan gejala klinis keterlibatan ginjal daripada mereka yang
tanpa keterlibatan ginjal.1
Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik
dan sel polimorfonuklear.Pada 10% pasien, antibody anti-neutrofilik
sitoplasmik ditemukan. Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin
proinflamasi, termasuk TNF alfa dan IL-1 yang akan merekrut netrofil dan
sel-sel inflamasi lainnya. Pada pemeriksaan kulit, ditemukan adanya TNF
pada lapisan intradermal dengan IL-1 dan IL-6. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan limfosit perivascular dengan
deposit kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil dan jaringan
mesangial ginjal.2 Leukosit polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik
dan menyebabkan inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan
thrombosis yang menetap. Hal ini akan mengakibatkan ekstravasasi dari
eritrosit akan perdarahan dari organ dengan dipengaruhi dan bermanifestasi
secara histologi sebagai vaskulitis leukocytoclastic.5
Histologi melibatkan kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau
fragmen sel disekitar pembuluh darah kecil di kulit. Kompleks imun yang
mengandung IgA dan C3 telah diketemukan di kulit, ginjal, interstinal
mukosa, dan pergelangan, dimana tepat organ utama terlibat didalam HSP.5
Manifestassi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembulh darah
kecil.Nyeri abdomen, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis
submukosa dan perdarahan subserosa serta edema dengan thrombosis dari
mikrovaskular usus.Hematuria dan proteinuria timbul pada nefritis terkait
dengan HSP. Manifestasi renal berkisar dari perubahan minimal sehingga ke
glumerulonefritis crescentic berat.5
Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan,
tetapi IgG, IgM, C3 dan deposisi propredin dapat juga timbul.Deposit ini juga
dapat timbul dalam ruang glomerular subepithelial. Banyak yang percaya
bahwa kedua nefritis HSP dan nefropati IgA (burger disease), dimana
merupakan penyebab tersering dari glomerulonephritis di dunia, mempunyai
penampilan klinis yang berbeda dari proses penyakit yang sama. Manifestasi
dermatologis timbul sekunder terhadap deposisi kompleks imun (IgA, C3)
didalam pembuluh kulit kapiler, menghasilkan kerusakan pembuluh darah,
ekstravasasi sel darah merah, dan secara klinis dapat diobservasi dengan
palpassi purpura. Hal ini dapat timbul tergantung di wilayah tubuh, seperti
kaki bawah, punggung dan abdomen.5
Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien
pediatric menampakkan URI, dan studi terbaru pada dewasa
mendemonstrasikan bahwa 40% pasien mempunyai URI terdahulu.5
Beberapa agen berimplikasi, teermasuk grup A streptococcus,
varicella, hepatitis B, Epstein-Barr viru, parvovirus B19, Mycoplasma,
Camplybacter, dan Yersinia. Lebih jarang, faktor lain telah dikaitkan dengan
agen penimbul dalam perkembangan HSP. Hal tersebut meliputi obat,
makanan, khamilan, demam mediterania familial, dan paparan di udara yang
dingin. HSP juga telah dilaporkan pada kelanjutan vaksinasi untuk thypoid,
campak, demam kuning dan kolera.1
Pathogenesis sspesiffik HSP tidak diketahui, pasien dengan HSP
mempunyai frekuensi ssignifikan yang lebih tinggi akan HLA-DRBI*07
daripada kontrol geografis. Peningkatan konsentrasi serum dari sitokin tumor
necrosis factor-α (TNFα) dan interleukin (IL-6) telah diidentifikasi dalam
penyakit yang aktif. Teknik immunflurscence menunjukkan deposisi dari IgA
dan C3 dalam pembuluh darah kecil dikulit dan lomeruli renal, tetapi peranan
aktivai komplemen tetap kontroversial.1
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit
kompleks imun yang mengandung IgA.Diketahui pula adanya akttivasi
komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen
mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglanding vasskular
seeperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di
kulit, ginjal, sendi dan aabdomen dan terjadi purpura dikulit, nefritis, artritis
dan perdarahan gastrointestinal.1
Gambar 1.1 Deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mengasium
ginjal
Pada ½-2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas
yang muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri
kepala.Gejala klinis mula-mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit
ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable
purpuratanpa adanya trombsitopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit
malleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kai,
bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12-24 jam makula akan berubah
meenjadi lesi purpura yang berwarna merah glap ddan memiliki diameter 0,5-
2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar menyerupai ekimosis
yang kemudian dapat mengalami ulserasi.7
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan
(pressure-bearing surfaces).Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus
dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat.Kelainan kulit
dapat pula diteemukan pada wajah dan tubuh.Kelainan pada kulit dapat
disertai rasa gatal.Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat
berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform.Kelainan akut pada kulit
ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula
rekuren.Edema skrotum juga dapat teerjadi dan gejalanya mirip dengan torsio
testin. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari
380C, nyeri kepala dan anoreksia.7
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa
didominasi oleh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki.Gambaran ini
disebut AHEI (Acute Hemorrhagic Edema of Infancy).Selain purpura,
ditemukan pula gejala arthralgia dan artritis yang cenderung bersifat migran
dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan
kaki, namun dapat pula mengeenai pergelangan tangan, siku, dan persendian
di jari tangan.Kelainan ini timbul lebih dulu (1-2 hari) dari kelainan
kulit.Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila
digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Klainan
teerutama periartikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren padaa masa
penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.7
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal
berupa nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinal. Keluhan abdomen
biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1-4 minggu setelah
onset).7 Organ yang paling sering terlibat addalah duodenum dan usus
halus.Nyeri abdomen dapat berupa colic abdomen yang berat lokasi di
periumbilikalis dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang-
kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi
disbanding ileokolonal.Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis
dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan
intramural. Kadang juga terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun
tidak.5
Selain itu dapat juga ditmukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2 g/dl), sindrom nefrotik (proteinuria >40 mg/m2/jam) atau
nefritis. Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan etelah onset ruam
kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2-3 bulan, biasanya
berhubungan engan nefropati atau pnyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis
meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen
yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya
ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik. Seringkali derajat
keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain.
Pada pasien HSP dapat timbul adanya edema.Eedema ini tidak bergantung
pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi.
Namun edema tersebut memang dihubungkan dengan kejaadian proteinuria
pada pasien.5
Kadang-kadang HSP dapat disertai dengan gejala-gejala gangguan
system saraf pusat, terutama sakit kpala.Pada HSP dapat ditemukan adanya
vaskulitis serebral.Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat
menyebabkan gangguan seriu seperti kejang, paresis atau koma. Gejala-gejala
gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi,
kejang (persial, persial kompleks, umum, serta stats epileptikus), dan deficit
neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis,
kuadraparesis).7 Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala
hepatomegali, hidrops kandung empedu, kolesistitis.Semua ini bisa
menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada pasien.Appendicitis akut juga
pernah dilaporkan terjadi pada pasie HSP. Gejala-gejala lain yang pernah
dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lai vaskulitis miokardia, vaskulitis paru
yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis, stenosis, edema penis,
orkitis, priapisme, perdarahan intracranial, hematoma subperiosteal orbital
bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.7
Kulit
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
Arthralgia dan arthritis sering, secara primer mengenai ankle dan lutut,
meskipun sambungan tulang lain dapat terlibat. Inflamasi periarticular juga
sering terjadi.
Neurolgis
2.10. PROGNOSIS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tawardi Tuah Miko
Umur : 12 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 28 Kg
Tinggi Badan : 147 Cm
Tanggal Masuk RS : 25 Mei 2018
Nomor RM : 141529
c. Riwayat Pengobatan
Paracetamol syr
d. Riwayat Perkembangan
Tiarap : 6 Bulan
Merangkak : 9 Bulan
Duduk : 9 Bulan
Berdiri : 11 Bulan
Berjalan : 13 Bulan
e. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : Bulan ke 0,2,3,4
Polio : Bulan ke 0,2,4,6
BCG : Bulan ke 2
DPT : Bulan ke 2,4
HIB : Bulan ke 2,3,4
Campak : Bulan 9
LOKALISASI
Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Kepala
Bentuk : Normochepali
UUB : Sudah menutup
UUK : Sudah menutup
Rambut
Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tebal
Jarang / Tidak : Tidak
Mata
Palpebra : Edema (-), Cekung (-)
Alis dan bulu mata : Tidak mudah di cabut
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Reflek cahaya (+/+)
Kornea : Jernih
Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
Hidung
Bentuk : Simetris
Pernafasan Cuping Hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Mulut
Bentuk : Simetris
Bibir : kering (+)
Gusi : Tidak ada pembengkakan dan tidak mudah berdarah
Lidah
Bentuk : Simetris
Pucat : (-)
Tremor : (-)
Kotor : (-)
Warna : Kemerahan
Faring
Hiperemis : (-)
Edema : (-)
Tonsil
Leher
Pembesaran KGB : (-)
Kaku Kuduk : (-)
Massa : (-)
Thoraks
Jantung
-Inspeksi : Iktus cordis : Tidak terlihat
-Palpasi : Apeks : Tidak teraba
-Perkusi
Abdomen
-Inspeksi : Bentuk : Simetris, distensi (-)
-Palpasi : Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak teraba
Nyeri : Daerah Epigastrika (+)
-Perkusi : Timpani (+)
-Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
VII. PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
Diet M II
Istirahat yang cukup
Pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan
tidak mengandung bahan atau bumbu yang mengiritasi saluran cerna.
Farmakologis
Diet MII
Kalori :1500+(BB-20)x20
:1500+(28-20)x20
:1500+8x20
FOLLOW UP
P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 9 mg/8 jam
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth
P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 9 mg/8 jam
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth
P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 9 mg/8 jam metilprednisolon 4-4-4 tablet
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth
P/ - Diet M II
- IVFD NaCL 0,45% 10 tpm
- Inj. Ranitidine 1/2 amp / 12 jam
- Cetirizine 1x1 tablet
- Antasida syr 3x1 cth
- Lacbon 2x1
- Zink 1x1
- Metilprednisolon 4-4-4 tablet
PBJ
BAB IV
KESIMPULAN
Pada pemeriksaan fisik di temukan pada abdomen terdapat nyeri tekan pada
epigastrium. Pada ekstremitas bawah didapatkan purpura multiple, ukuran miliar
hingga nummular, bentuk tidak teratur, pada paha dan betis. Pada pemeriksaan
penunjang tidak dilakukan pemeriksaan.