Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Oleh :
dr. Khairunnisa Hendra Putri

Pembimbing :
dr. Freddy Wayan S.
dr. Sunaryo

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CURUP


BENGKULU

2016

BAB I
PRESENTASI KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. R.J

Umur

: 2 tahun 1 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal Lahir

: 20 Mei 2014

Agama

: Islam

Nama Ayah

: Tn. T

Pekerjaan Ayah

: Wiraswasta

Nama Ibu

: Ny. W

Pekerjaan Ibu

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Sidorejo

Tanggal masuk

: 22 Juni 2016

ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam, demam
mendadak tinggi. Demam disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai
muntah dan sesak napas.
Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang
terjadi seluruh tubuh. Kejang tonik klonik, mata melirik ke atas. Kejang
berlangsung 1 kali selama 5 menit. Setelah kejang berhenti, pasien
menangis. Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke IGD RSUD Curup.
Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih demam. BAK dan BAB lancar.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya karena demam

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang karena demam pada keluarga

: (+) ayah

Riwayat epilepsi

: (-)

E. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Pemeriksaan di

: Bidan

Frekuensi

: Trimester I

: 1x/ 1 bulan

Trimester II

: 2x/ 1 bulan

Trimester III

: 2x/ 1 minggu

Keluhan selama kehamilan: tidak ada


Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah
darah.
F. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang 47
cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia
kehamilan 38 minggu.
G. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat
imunisasi.
H. Imunisasi
Jenis

II

III

IV

1.

BCG

2.

DPT

bulan

3 bulan

4 bulan

3.

Polio

2 bulan

3 bulan

4 bulan

bulan

4.

Campak

2 hari

5.

Hepatitis

2 bulan

3 bulan

bulan
Lahir

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI 2010
I.

Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan

Motorik Kasar
Mengangkat kepala

: 3 bulan

Tengkurap kepala tegak

: 4 bulan

Duduk sendiri

: 6 bulan

Berdiri sendiri

: 11 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Bahasa
Bersuara aah/ooh

: 2,5 bulan

Berkata (tidak spesifik)

: 8,5 bulan

Motorik halus
Memegang benda

: 3,5 bulan

Personal sosial
Tersenyum

: 2 bulan

Mulai makan

: 6 bulan

Tepuk tangan

: 9 bulan

Kesan

: pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

L. Riwayat Makan Minum Anak


1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan
ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih
dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.

2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu
potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi
masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan
sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali
sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk
jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
M. Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita tidak mengikuti program KB.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum

: sedang

Derajat kesadaran

: kompos mentis

Status gizi

: kesan gizi baik

Tanda vital
BB

: 12 kg

TB

: 90 cm

Nadi

: 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup

Pernafasan

: 32x/menit, tipe thorakoabdominal

Suhu

: 38,2 C (per axiler)

Kulit

: Warna sawo matang, kelembaban cukup, kelainan kulit (-)

Kepala

: Normocephali, rambut hitam sukar dicabut, distribusi merata,


UUB sudah menutup.

Mata

: Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),


pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

Hidung

: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Mulut

: Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)

Telinga

: Bentuk normal, sekret(-).

Tenggorok

: Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (+)

Leher

: Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar

Lymphonodi

: Retroaurikuler
Submandibuler

Thorax

: tidak membesar
: tidak membesar

: normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak membesar

Auskultasi

: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan =kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan =kiri

Perkusi

: Sonor / Sonor di semua lapang paru

Auskultasi

: SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: tampak datar

Auskultasi

: BU (+) normal

Perkusi

: tympani

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat.

Urogenital

: dalam batas normal

Ekstremitas

Akral dingin

Oedem

Sianosis

Wasting
-

ADP teraba kuat


CRT <2
Pemeriksaan Neurologis
Motorik

: Koordinasi baik, kekuatan

Sensorik

: Belum dapat dinilai

Reflek Fisiologis : R. Biseps

: (+2/+2)

R. Triseps

: (+2/+2)

R. Patella

: (+2/+2)

R. Archilles

: (+2/+2)

Reflek Patologis : R. Babinsky


R. Chaddock

+4 +4
+4 +4

:(-/-)
:(-/-)

R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign :

Kaku kuduk

:(-)

Brudzinsky I

:(-)

Brudzinsky II

:(-)

Kernig sign

:(-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 22 Juni 2016

V. RESUME

Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam, demam
mendadak tinggi. Demam disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai muntah
dan sesak napas.
Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi
seluruh tubuh. Kejang tonik klonik, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali
selama 5 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh keluarga,
pasien dibawa ke IGD RSUD Curup. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih demam.
BAK dan BAB lancar.
Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai Depkes. Riwayat
perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat
kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 38 minggu, pemeliharaan postnatal baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan gizi
kesan baik. Pemeriksaan

tenggorok didapat faring hiperemis. Tanda vital: N:

120x/menit, RR: 32x/menit, T= 38,2 oC, pemeriksaan neurologi dalam batas normal.
Status gizi secara antropometris (WHO, 2000) : gizi baik. Pemeriksaan laboratorium
tanggal 22 Juni 2016 didapatkan, Hb: 9,5 g/dl ; Ht 28,5% ; Leukosit 8.900 ; Trombosit
234.000 ; diff count 0/3/0/62/29/6.
VI.

DAFTAR MASALAH
1. Demam
2. Kejang (1 kali, kejang 5 menit, setelah kejang, pasien menangis)
3. Faring hiperemis

VII.

DIAGNOSIS BANDING
1.

Kejang Demam Sederhana


Diagnosis Banding : Infeksi Intrakranial
Gangguan Elektrolit

2.

Faringitis Akut

VIII. DIAGNOSIS KERJA


1.) Kejang Demam Sederhana

2.) Faringitis Akut


IX.

PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Edukasi
2. O2 nasal 2 lpm
3. IVFD RL 1100cc/hari
Medikamentosa
Bolus pelan Diazepam 5mg (IV) jika kejang
Drip Paracetamol flash 3 x 120 mg selama 15 menit (IV)
Ambroxol syr 3 x 1 cth (PO)

Monitoring
1. KU dan VS per 4 jam
2. Awasi timbulnya kejang
Planning
1. Elektrolit
2. Lumbal Pungsi Pemeriksaan LCS
X.

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

LEMBAR MONITORING
Tanggal
22/06/201

Jam
14.0

Pemeriksaan
S : Tidak

kejang,

Terapi
panas
Diazepam 5 mg (IV)

berkurang

jika kejang

O : CM, gizi baik

TV : HR = 120 x/1

3 x 120 mg selama 15

RR = 32 x/1

menit (IV)

S = 38,2 C (per axiler)


22.0

Tidak

berkurang

Drip Paracetamol flash

kejang,

panas

O : CM, gizi baik

Ambroxol syr 3 x 1 cth

(PO)
Paracetamol syr 3 x 1

cth (PO)
Ambroxol syr 3 x 1 cth
(PO)

TV : HR = 114 x/1
RR = 36 x/1
23/06/201

02.0

S = 37,6oC (per axiler)


S : Tidak kejang, tidak panas

O : CM, gizi baik


TV : HR = 104 x/1

Paracetamol syr 3 x 1

cth (PO)
Ambroxol syr 3 x 1 cth
(PO)

RR = 32 x/1
06.0

S = 36,9oC (per axiler)


S : Tidak kejang, tidak panas

O : CM, gizi baik


TV : HR = 124 x/1

Paracetamol syr 3 x 1

cth (PO)
Ambroxol syr 3 x 1 cth
(PO)

RR = 38 x/1
S = 36,7 oC (per axiler)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. KEJANG DEMAM
1.)

DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1
bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang
demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. 3 Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20%
kasus merupakan kejang demam kompleks. Anak laki-laki lebih sering dari
pada perempuan dengan perbandingan 1,21,6:1.6,7
Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang
demam tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada
waktu anak berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Menurut The
American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda bangkitan kejang

demam 6 bulan.6 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10
Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia
6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi
terjadi pada usia 18 bulan.7Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang
demam berulang dan kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang pertama
terjadi usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 935% kejang demam pertama kali
adalah kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut berkembang ke arah
epilepsi.
3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua8 :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)

Kejang lama > 15 menit

2.)

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial

3.)

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu: kejang


demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang
( Baumann, 2001). Kejang demam berulang adalah kejang demam yang
timbul pada lebih dari satu episode demam dan di antara 2 bangkitan anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang demam. Epilepsi ialah kejang
tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali (Soetomenggolo, 2000).
4. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor
resiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80% sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya kelainan
neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara
kandung. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi
epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang
demam
5. ETIOLOGI
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan
atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronkitis, dan infeksi
saluran kemih (Soetomenggolo, 2000).
6. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi


rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan
oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9
7. MANIFESTASI KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik
(kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung

selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup
rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam
yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Kejang demam dapat diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis
Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.4 Bangkitan kejang yang berlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam
24 jam ditemukan pada 16% pasien (Soetomenggolo, 2000).
8.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b.

Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda


peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6

c.

Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5

2.)

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk


menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurang dari 12 bulan sangat
dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19
bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal. 5

3.)

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5

4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.5
9. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
10.

PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan saat kejang

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2.

Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.6

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik

Tidak

ditemukan

bukti

bahwa

penggunaan

antipiretik

mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di


Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat
dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18

bulan,

sehingga

penggunaan

asam

asetilsalisilat

tidak

dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 2539% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu) ;
-

Kejang lama > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah


kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.

Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali


atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari
12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari


efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam
2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5
11. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a.

Tetap tenang dan tidak panik.

b.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c.

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.


Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

b. Tetap bersama pasien selama kejang.


c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .5
12. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
vaksinasi

jarang.

Kejang

demam

pasca

imunisasi

tidak

memiliki

kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada


umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan
berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT
adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada
hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR
25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi. 7
Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5

13. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

BAB III
ANALISIS KASUS
Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :
a. Anamnesis
-

kejang (1 kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 4 menit,
setelah kejang pasien menangis)

panas yang mendadak tinggi

b. Pemeriksaan fisik

Kami dapatkan suhu 38,2oC per axiler, faring hiperemis. Tidak


didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Penyebab dari kejang demam pada pasien kemungkinan berasal dari
infeksi faringitis akut.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan drip parasetamol 120 mg untuk
mengatasi demam, kemudian diberikan juga injeksi diazepam 5 mg secara intravena
jika terjadi kejang. Pemberian diazepam ini digunakan sebagai obat potong kejang.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien demam. Oleh karena itu, keluarga pasien
harus sedia obat penurun demam, termometer, dan kompres hangat jika pasien
demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.
6. Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan terjadinya kejang
demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai Penerbit FK-USU, 1999:1-44.
7. Lumbantobing SM. Kejang demam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1995;1-52.
8. ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34:592-8.

Anda mungkin juga menyukai