Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

Meningoensefalokel

Disusun Oleh:
Lidia Wati
1408465707

Pembimbing:
Dr. dr. Dewi A Wisnumurti, Sp.A(K), IBCLC

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Meningokel adalah kelainan kongenital berupa penonjolan selaput otak dan cairan
otak lewat defek (lubang) pada tulang kepala. Bila sebagian jaringan otak ikut menonjol,
disebut meningoensefalokel atau ensefalokel. Kelainan ini merupakan bagian dari gangguan
yang dinamakan defek tabung saraf (neural tube defects).1 Ensefalokel dapat tertutup kulit
(close defect) atau selapis tipis epitel saja (open defect). Isi kantung ensefalokel dapat berupa
meningens (meningokel), meningens dan otak (meningoensefalokel), maupun meningens,
otak dan ventrikel (meningoensefalosistokel).2
Insiden meningoensefalokel 1-3 per 10.000 bayi lahir hidup, paling kecil dari seluruh
penyakit defek tuba neuralis (8%-19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80-90%
meningoensefalokel terdapat di regio oksipital, meningoensefalokel di daerah anterior
(frontal, nasofrontal, nasopharyngeal) lebih sering di Asia Tenggara. Dalam semua survei
yang dilakukan di Inggris, insidensi neural tube defects ( anensefali, ensefalokel, spina
bifida) secara konsisten lebih besar pada ibu-ibu dari tingkat sosial ekonomi rendah daripada
mereka yang dari tingkat sosial ekonomi tinggi. Hal ini berhubungan dengan diet yang
dijalani bahwa pada ibu-ibu dari tingkat sosial ekonomi yang tinggi memiliki diet yang lebih
baik dibandingkan dengan ibu-ibu dari tingkat sosial ekonomi rendah.3
Pembentukan meningoensefalokel terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses embriologis pembentukan saraf pusat. Faktor-faktor yang meningkatkan kejadian
meningoensefalokel tersebut antara lain kelainan kromosom, mutasi gen tunggal, riwayat
keluarga, alkohol, obat-obatan, infeksi, tembakau, diabetes, dan defisiensi vitamin dan
mineral esensial.

Manifestasi klinis utama meningoensefalokel adalah benjolan di garis

tengah kepala yang telah ada sejak lahir. Variasi pada gejala tergantung malformasi serebral
dan anomali kongenital yang menyertai antara hidrosefalus dan herniasi jaringan otak yang
mengalami displasia. Diagnosis meningoensefalokel dapat ditegakkan dini melalui USG
antenatal dan membutuhkan intervensi dini melalui pembedahan.5,6
Penatalaksanaan utama meningoensefalokel adalah intervensi bedah saraf. Intervensi
bedah dilakukan untuk membuang isi herniasi, menutup defek, serta mempertahankan fungsi
otak. Hasil pembedahan bergantung pada variasi kasus. Pasien yang bertahan hidup sebagian
besar dapat tetap memiliki intelegensia normal meski sering didapati adanya gangguan
motorik. Prognosis dapat menjadi buruk dan bahkan tidak dapat diterapi apabila berukuran
besar dan berisi banyak jaringan otak didalamnya.5,6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens

(selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Jika berukuran besar menyebabkan kelainan otak yang parah.7,8
2.2

Epidemiologi
Meningoensefalokel merupakan malformasi kongenital yang memiliki insidensi yang

tinggi di negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Birma, tetapi juga
sering terjadi di Afrika dan Rusia.7 Insiden meningoensefalokel 1-3 per 10000 bayi lahir
hidup, paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8-19%). Di Eropa dan Amerika
hampir 80-90% meningoensefalokel terdapat diregio oksipital, meningoensefalokel di daerah
anterior (frontal, nasofrontal, nasofaring) lebih sering di Asia Tenggara. Meningoensefalokel
lebih sering pada wanita dibandingkan pada laki-laki.6
2.3

Embriologi
Secara garis besar perkembangan sistem saraf pusat dibagi atas tiga periode yaitu :5
1. Periode embrionik (mulai konsepsi sampai 8,5 minggu)
2. Periode fetal (mulai 8,5 minggu sampai 40 minggu)
3. Periode pascanatal
Periode

embrionik

terdiri

dari

23

stadium

perkembangan,

yang

waktu

kelangsungannya masing-masing stadium berkisar 2-3 hari dengan total waktu kurang lebih
enam puluh hari pertama setelah ovulasi. Pada akhir periode ini panjang embrio sudah
mencapai 30 mm dan kemudian dilanjutkan dengan periode fetal. Pada periode fetal tidak
dibagi atas stadium-stadium, namun yang menjadi tolak ukur dalam pemantauan
perkembangan didasarkan atas ukuran dan usia janin.5
Konsep penentuan saat penghentian (terminasi) perkembangan janin berperan penting
dalam menganalisa berbagai malformasi kongenital yang terjadi. Saat terminasi adalah titik
tolak waktu dimana pada periode waktu sebelumnya belum terjadi malformasi spesifik. Tidak
semua malformasi susunan saraf dapat ditentukan secara tepat kapan hal itu terjadi, dan juga
beberapa malformasi terbentuk dalam rangkaian waktu yang cukup panjang. 5
Adapun proses pembentukan saraf pusat manusia dimulai pada awal minggu ketiga
sebagai lempeng penebalan lapisan ektoderm (neural plate) yang memanjang dari kranial ke

arah kaudal. Selanjutnya kedua bagian sisi kiri dan kanan akan bertambah tebal dan
meninggi, membentuk lipatan-lipatan saraf yang dikenal sebagai krista neuralis/neural crest
(bagian tengah yang cekung disebut disebut alur saraf (neural groove). Perkembangannya
kemudian, krista neuralis akan semakin meninggi dan mendekat satu sama lain serta menyatu
digaris tengah dan selanjutnya terbentuk tabung saraf (neural tube). Penutupan tabung saraf
tersebut umumnya dimulai dari bagian tengah (setinggi somit ke- 4) dan baru disusul oleh
penutupan bagian kranial dan kaudal. Kedua ujung tabung saraf menutup paling akhir
(sehingga dalam hal ini tabung saraf masih mempunyai hubungan dengan rongga amnion),
yakni bagian (neuroporus) anterior menutup pada usia embrio pertengahan minggu ketiga
(somit18-20) sedangkan neuroporus posterior pada akhir minggu ketiga (somit 25).5
Setelah tabung neural tertutup, pada bagian anteriornya akan mulai terbentuk tiga
buah gelembung, masing-masing adalah :5
1. Porensefalon (otak depan) yang kelak menjadi telensefalon dan diensefalon
2. Mesensefalon (otak tengah)
3. Rombensefalon (otak belakang) yang kelak menjadi metensefalon dan
mielensefalon
Pada akhir minggu ketiga atau awal minggu keempat, ketiga gelembung tadi telah
berubah menjadi lima buah gelembung yaitu :5
1.
2.
3.
4.
5.

Telensefalon, yang kelak menjadi hemisfer serebri


Diensefalon, dengan dua buah tonjolan cikal bakal mata
Mesensefalon, yang kemudian tidak terlalu banyak berubah
Metensefalon, yang kelak membentuk pons dan serebelum
Mielensefalon yang kelak menjadi medula oblongata

Rongga di dalam gelembung-gelembung akan berkembang dan membentuk sistem


ventrikel cairan otak sebagai berikut :5

Rongga dalam telensefalon (hemisfer serebri) akan membentuk ventrikel

lateralis kiri dan kanan


Rongga dalam diensefalon akan membentuk ventrikel III
Rongga dalam mesensefalon akan membentuk akuaduktus

(menghubungkan III dan IV)


Rongga dalam mielensefalon akan membentuk ventrikel IV

Rongga diatas akan berhubungan dengan rongga ditengah medula spinalis.

sylvius

Gambar 2.1 Fase-fase penutupan neural tube


Dikutip dari : Adam, 9
2.4

Klasifikasi
Berdasarkan pembagian oleh Suwanwela, encephalocele dibagi berdasarkan

lokasinya, antara lain:9


1. Meningoensefalokel oksipital (75%)
2. Meningoensefalokel lengkung kranium
- Interfrontal
- Fontanel anterior
- Interparietal
- Temporal
- Fontanel posterior
3. Meningoensefalokel frontal fronto-ethmoidal (13%)
- Nasofrontal
- Naso-ethmoidal
- Naso-orbital

4. Meningoensefalokel parietal (12%)


5. Dasar kranium, terdiri dari 5 jenis diantaranya :
- Frontoethmoidal
- Sphenoorbital
- Sphenomaxillaris
- Temporal
- Nasopharyngeal
6. Kranioskhisis
- Kranial, fasial atas bercelah
- Basal, fasial bawah bercelah
- Oksipitoservikal bercelah
- Akranial dan anensefali
2.5

Etiologi
Etiologi meningoensefalokel dan juga sebagian besar kasus cacat lahir pada manusia

masih belum diketahui, tetapi dari hasil penelitian terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya meningoensefalokel diantaranya :4
2.5.1

Faktor genetik (1525% ) berupa kelainan kromosom dan mutasi gen tunggal
Faktor lingkungan (710%) berupa alkohol, obat-obatan, infeksi, tembakau, diabetes,
defisiensi vitamin dan mineral esensial (contohnya asam folat).
Interaksi faktor genetik dan lingkungan (2025%)
Genetik

Terjadinya meningoensefalokel dapat dikaitkan dengan faktor keturunan, dengan


interaksi antara gen-gen dengan faktor lingkungan. Gen-gen spesifik yang berperan penting
pada defek tabung saraf belum dapat diidentifikasikan, namun gen-gen yang berkaitan
dengan metabolisme folat diduga berperan penting. Beberapa gen yang telah diteliti antara
lain reseptor folat, 5,10-metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR), sistationin -sintase,
metionin sintase, metionin sintase reduktase, dan metilentetrahidrofolat dehidrogenase.4
Gen

yang

mengkode

enzim

metiltetrahidrofolat

reduktase

(5,10-methylene-

tetrahydrofolate reductase, MTHFR), yang berkaitan erat dengan peningkatan risiko


terjadinya NTD. Gen MTHFR terletak pada kromosom 1 pada 1p36.3. Ada dua variannya,
mutasi C677T dan A1298C, yang umum pada banyak populasi dan telah diteliti
keterkaitannya dengan defek kelahiran. Ada satu penelitian yang mengungkapkan adanya
mutasi ketiga, T1059C, yang digambarkan sebagai suatu 'silent polymorphism', merupakan
mutasi umum dan diduga dibawa oleh gen yang sama dengan yang mengandung mutasi
A1298C.4
Pada tahun 2007 telah ditemukan gen kedua, suatu kompleks protein pengirim sinyal
terkait membran (membran-associated signaling complex protein) yang disebut VANGL1,
yang juga diduga berperan pada peningkatan risiko defek tabung saraf. Kibar dkk telah

mengidentifikasi tiga mutasi gen VANGL1 pada pasien-pasien dengan tipe familial (V2391
dan R274Q) dan suatu tipe sporadik (M328T) penyakit defek tabung saraf, termasuk suatu
mutasi spontan (V2391).4
2.5.2

Asam folat
Folat (vitamin B9) adalah salah satu dari vitamin B kompleks. Makanan yang kaya

folat antara lain sayuran hijau (bayam, brokoli, selada), okra, asparagus, buah-buahan
(pisang, melon, lemon), kacang-kacangan, ragi, jamur, daging jeroan (hati, ginjal), jus jeruk,
dan jus tomat. Folat/asam folat terdiri dari satu cincin pterin yang terhubung dengan asam paminobensoat (PABA) dan terkonjugasi dengan satu atau lebih residu glutamate. Ada dua
bentuk asam folat yakni: (1) folat, yang terdapat secara alamiah yang terdapat dalam
makanan, dan (2) asam folat (asam pteroil-monoglutamat), yang merupakan bentuk sintetik.
Folat mengandung 2-7 gugus asam glutamat, sedangkan asam folat mempunyai satu gugus
asam glutamat. Bentuk asam folat merupakan bentuk paling teroksidasi dan stabil, yang dapat
ditransportasikan melintasi membran sel. Manusia tidak dapat menghasilkan folat sendiri
karena kita tidak bisa mensintesa PABA, dan juga tidak bisa mengkonjugasi glutamat yang
pertama. Karena itu kadar asam folat dalam tubuh kita tergantung dari asupan makanan atau
suplemen.4
Folat dalam makanan dapat hilang akibat pemrosesan dan pemasakan, sehingga
mengurangi jumlah folat yang tersedia. Asam folat dari suplemen vitamin dan makanan yang
difortifikasi lebih mudah diserap daripada folat yang secara alamiah terdapat dalam makanan.
Diperkirakan tubuh mengabsorbsi 50% folat yang terkandung secara alamiah dalam
makanan, sedangkan dari makanan yang difortifikasi yang diserap 85% dan dari suplemen
vitamin yang diserap 100%. Pada tubuh yang sehat tersimpan kira-kira 500-20.000 mcg
folat. Manusia perlu menyerap kira-kira 50-100 mcg folat per hari untuk menggantikan yang
terdegradasi dan hilang melalui urin dan empedu. Bila tidak, tanda dan gejala defisiensi dapat
terlihat setelah 4 bulan.4
2.5.3

Obat-obatan
Beberapa obat antiepileptik, seperti carbamazepin, fenobarbital, fenitoin dan

primidone, mengubah metabolisme asam folat dan mengakibatkan kadar asam folat dalam
darah menurun seiring dengan meningkatnya kadar obat antiepileptik dalam darah. Tidak
ditemukan bahwa suplementasi asam folat pada wanita yang mengkonsumsi obat
antiepileptik memberi efek perlindungan terhadap risiko malformasi pada janin. Namun

wanita hamil yang menggunakan obat antiepileptik tetap disarankan untuk mengkonsumsi
suplementasi asam folat dosis tinggi.4
2.5.4

Infeksi
Infeksi virus pada ibu hamil sering tidak menimbulkan gejala yang nyata. Infeksi

yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama yang terjadi pada trimester pertama
kehamilan, yaitu pada masa organogenesis. Beberapa infeksi yang sering menyebabkan
kelainan kongenital antara lain adalah TORCH yang terdiri dari Toksoplasmosis, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes simplex virus. Disamping itu bakteri atau virus lain seperti sifilis,
variola, varisela, polio, hepatitis, influenza juga dapat menyebabkan kelainan kongenital,
gangguan pertumbuhan ataupun keguguran.4
2.6

Patofisiologi
Mekanisme asam folat dalam mencegah NTD masih belum jelas sehingga diperlukan

banyak penelitian untuk mengetahuinya. Kirke dkk menduga bahwa mungkin yang terjadi
adalah hambatan metabolisme, bukan karena defisiensi saja. Kadar folat yang rendah secara
langsung membatasi availabilitasnya terhadap sel atau secara tidak langsung mengganggu
metabolisme metionin, sehingga meningkatkan kadar homosistein dalam serum maternal.
Homosistein sendiri dapat bersifat teratogenik atau merusak substrat untuk reaksi metilasi.
Beberapa penelitian menemukan bahwa kadar homosistein pada ibu-ibu hamil yang anaknya
menderita NTD cukup tinggi.4
Dalam plasma, folat kebanyakan berada dalam bentuk 5-metiltetrahidrofolat (5-metil
THFA) dan berikatan lemah dengan albumin plasma dalam sirkulasi. Metilentetrahidrofolat
reduktase (MTHFR) mengkatalisa konversi 5,10-metilentetrahidrofolat menjadi 5-metil
THFA memasuki sel dengan bantuan berbagai transporter folat yang mempunyai afinitas dan
mekanisme berbeda-beda. Di dalam sel, 5-metil THFA didemetilasi menjadi THFA, bentuk
aktif folat. THFA digunakan dalam banyak jalur biokimia, termasuk metilasi homosistein dan
senyawa lainnya dan sintesa nukleotida. THFA berperan penting dalam replikasi DNA dan
produksi serta pemeliharaan sel-sel baru, antara lain pada perkembangan sel darah, sel saraf
dan protein dalam tubuh.4
Selama remethilasi ke metionin, suatu kelompok metil yang disediakan oleh 5metiltetrahidrofolat ditransfer ke homosistein oleh metionin sintase dan diperlukan vitamin
B12 (methycobalamin). Metionin sintase adalah suatu enzim yang tergantung folat, dan
gangguan kerja enzim ini dapat menyebabkan meningkatnya kadar homosistein. Metionin

sintase berperan pada reaksi metilasi yang menghasilkan protein dasar mielin dan untuk
membuat tetrahidrofolat untuk sintesis DNA.4
Metionin kemudian digabungkan dengan berbagai peptida berubah menjadi Sadenosyl-metionin. S-adenosyl-metionin memiliki peran penting sebagai donor metil dalam
sejumlah besar proses metilasi. Selama proses demetilasi, kelompok metil dihapus oleh
enzim

methyltransferase

menjadi

S-adenosylhomocysteine.

Kemudian

S-

adenosylhomocysteine dihidrolisis dalam reaksi areversible menjadi homosistein. Enzim


akhir yang terkait dengan tingkat homosistein tinggi adalah Cystathionine synthase dengan
vitamin B6 sebagai kofaktor yang dibutuhkan untuk mengkonversi homosistein menjadi
cystathionine. Dengan tidak adanya Cystathionine synthase, tingkat homosistein akan
meningkat. 4,10

Gambar 2.2 Metabolisme asam folat


Dikutip dari : Sidharta VM, Gunardi S, 4
Secara embriologis ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan sebab kegagalan
penutupan tabung saraf. Yang banyak dianut para peneliti adalah teori gangguan neurulasi,
yaitu tetap bertahannya perlekatan antara ektoderm neural (saraf) dengan ektoderm
permukaan (epidermis) pada garis tengah sewaktu proses organogenesis di awal kehamilan,
sehingga terjadi hambatan migrasi sel-sel mesoderm pembentuk tulang di tempat adesi dua
lapisan ektoderm itu. Keadaan ini menyebabkan di daerah itu tidak ada pembentukan tulang
sehingga timbul defek. Teori ini disebut teori non-separasi dari Sternberg.1
Belum ditemukan penjelasan yang mendasari tetap melekatnya kedua lapisan
ektoderm tersebut. Diduga terdapat peranan substansi mediator berupa beberapa faktor
pertumbuhan (growth factor). Faktor pertumbuhan yang berfungsi mensintesis jaringan

tulang adalah Transforming Growth Factor-b (TGF-b), khususnya isomer TGF-b1, dan
Insuline-like Growth Factor-I (IGF-I). Tulang kepala tersusun dari bermacam-macam sel
tulang yang terdiri osteoblas, khondroblas, osteosit dan khondrosit, dan matriks tulang antara
lain kolagen tipe-1, kolagen tipe-2, osteokalsin, osteospondin, dan kartilago.1
Rendahnya kadar asam folat mempengaruhi rendahnya kadar TGF-1 dan IGF- I baik
dalam darah maupun dalam tulang kepala. TGF-1 dan IGF-I adalah dua faktor pertumbuhan
yang terdapat dalam matriks tulang, termasuk tulang di tepi defek. Rendahnya kadar kedua
faktor pertumbuhan di tepi defek tulang menyebabkan stimulasi sel-sel tulang (khondroblas,
osteoblas, khondrosit dan osteosit) untuk mensintesis matriks ekstrasel (kolagen,
kartilagohialin, tulang) terhambat, sebaliknya hambatan aktivitas sel osteoklas untuk
meresorpsi tulang menjadi berkurang. Kondisi tersebut diperparah dengan bertambahnya
jumlah sel yang mengalami kematian apoptosis dan nekrosis. Akibatnya adalah proses
osifikasi dan fusi tulang di daerah tersebut menjadi tidak sempurna sehingga terjadi defek
tulang. Dengan demikian, semakin rendah kadar TGF-b1 dan IGF-I dalam tulang
menyebabkan defek tulang semakin luas.1
2.7

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling utama dari ensefalokel adalah adanya benjolan yang

muncul sejak lahir. Benjolan ini dapat disertai gejala dan kelainan kongenital lainnya. Secara
umum, manifestasi klinis yang muncul pada ensefalokel adalah :9,11
1. Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan cenderung membesar,
terbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang mengalami maserasi.
Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila terdapat herniasi otak. Kantung
dapatmengempis dan menegang, tergantung tekanan intrakranial karena berhubungan
dengan ruang intrakranial.
2. Hidrosefalus
3. Mikrosefalus
4. Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak menonjol di luar
melainkan di dalam rongga hidung atau massa epifaringeal sehingga seringkali tampak
seperti polip nasal. Kelainan penyerta yang muncul berupa hipertelorisme, nistagmus,
snoring persisten dan cleft palate sekunder.
5. Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan penglihatan dan
gangguan lain akibat pendesakan massa maupun sindrom kelainan kongenital terkait.

Gejala klinis ensefalokel ditandai dengan adanya benjolan di salah satu lokasi di
sepanjang garis tengah kepala, baik diparietal, frontal, nasofaringeal, maupun nasal. Isi
benjolan atau kantung ensefalokel ditentukan melalui pemeriksaan fisik palpasi dan
transluminasi. Pemeriksaan transluminasi dilakukan dengan penyorotan lampu yang kuat
pada tonjolan tersebut (didalam ruangan gelap) diharapkan akan menampakkan bayangbayang isi ensefalokel.9,11
Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah sedangkan ensefalokel
basal tidak tampak dari luar. Ensefalokel nasofrontal muncul di pangkal hidung di atas tulang
hidung. Ensefalokel nasoethmoidal terletak di bawah tulang hidung dan naso orbital
ensefalokel menyebabkan hipertelorisme, proptosis dan mendesak bola mata.9,11
Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal, tetapi beberapa
kelainan dapat terjadi meliputi defisit fungsi saraf kranial, gangguan penglihatan, dan
kelemahan motorik fokal.9,11
Ensefalokel seringkali muncul bersamaan kelainan kongenital lain. Sekitar 40% kasus
disertai dengan kelainan defek tuba neuralis lain seperti mikrosefali. Mikrosefali tersebut
disebabkan oleh berpindahnya massa intrakranial ke dalam kantung ensefalokel. Kelainan
lain yang muncul antara lain amniotic band syndrome, sindrom genetik meliputi MeckelGruber, Fraser, Robets dan Chemkes syndrome, facial cleft, spina bifida, agenesis renal,
deskstrokardia, dan hipoplasia pulmoner.9,11
2.8

Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Berdasarkan gambaran CT Scan, ensefalokel dapat didiagnosis banding dengan

infeksi dan tumor.keduanya dapat menyebabkan destruksi di tulang kranium. Material kontras
yang dimasukkan secara intratekal dapat memberikan gambaran yang lebih baik. CT Scan
cisternography dapat menunjukkan adanya hubungan antara kantung hernia dengan ruang
subarachnoid.12
2. MRI
MRI dapat menjadi salah satu pilihan dalam pemeriksaan ensefalokel dengan
kemampuannya menghasilkan gambar dengan berbagai proyeksi. MRI dapat menunjukkan
detail yang tepat dari suatu kelainan, juga dapat menunjukkan isi hernia.12

Gambar 2.3 MRI pada ensefalokel frontalis


Dikutip dari : Khan AN, 12
Saat post natal, ensefalokel basal tergambarkan sebagai suatu massa yang menonjol
ke dalam rongga hidung. Ini dapat menyerupai bentuk dari nasal polip. Namun, nasal polip
dan adenoid jarang ditemukan pada bayi, maka adanya suatu massa pada rongga nasofaring
dapat dipikirkan suatu basal ensefalokel.12
3. Angiografi
Angiografi diperlukan untuk pemeriksaan vaskuler sebelum dilakukan operasi repair
dari hernia. Selain itu diperlukan juga untuk melihat keterlibatan sinus venosus dura ke dalam
kantung hernia. Namun, angiografi tidak rutin dilakukan dalam kasus ensefalokel.12
2.9

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik melalui

manifestasi klinis yang khas. Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah benjolan yang
muncul sejak lahir di daerah kepala, biasanya digaris tengah.5,6,9
Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran yakni dengan pemeriksaan
USG antenatal. Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai untuk menegakkan ensefalokel
adalah sebagai berikut :5,6,9
1.
2.
3.
4.
5.

Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan kepala janin.
Tampak defek tulang tengkorak
Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus
Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida
Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit ginjal kistik.
Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat membantu diagnosa

ensefalokel, yakni sebagai berikut :5,6

1.
2.
3.
4.
2.10

Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus)


Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus)
Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus)
Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus)

Diagnosa banding
Diagnosa banding meningoensefalokel antara lain higroma kistik, teratoma, dan

hemangioma. Higroma kistik tidak berbatas jelas, berisi cairan, bersepta, dan sering disertai
efusi pleura dan asites sedangkan teratoma berisi massa solid dan tidak melibatkan jaringan
otak. Ensefalokel nasoethmoidal dapat disalahartikan sebagai polip nasal. Perbedaan
keduanya terletak pada pulsasi, pada ensefalokel nasoethmoidal teraba pulsasi sedangkan
pada polip nasal tidak. Selain itu diferensial diagnosis untuk ensefalokel antara lain lipoma,
kista dermois, dan lesi kulit kepala yang lain.6
Tabel 2.1 Perbedaan Meningoensefalokel dan Higroma Kistik6
Gambaran USG
Defek cranium
Septae

Higroma Kistik
Tidak ada
Ada dan bilateral, hingga

Meningoensefalokel
Selalu
Tidak selalu ada. Bila ada

Isi kantung
Mikrosefali
Lokasi

mencapai leher
Hanya cairan
Jarang
Aspek posterolateral leher

hanya di garis tengah kepala


Bervariasi
Sering menyertai
Oksipital (70%), frontal,
parietal, atau nasofrontal

2.11

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ensefalokel adalah koreksi melalui pembedahan. Pembedahan

dilakukan sedini mungkin yakni saat pasien berusia kurang dari 4 bulan. Bila tidak dilakukan
koreksi, ensefalokel akan terus membesar karena bertambahnya herniasi jaringan otak yang
dapat menimbulkan defisit neurologis. Meskipun demikian, ensefalokel dengan ukuran
sangat minimal dan hanya melibatkan segi kosmetik dapat dipertimbangkan untuk tidak
dikoreksi secara pembedahan. Pembedahan pada ensefalokel dilakukan elektif sedini
mungkin kecuali terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF. Makin dini operasi
dikerjakan, makin kecil kemungkinan deformitas wajah dan kerusakan otak yang terjadi dan
prosedur ensefalokel pada periode neonatus lebih sederhana bila dibandingkan dengan usia
yang lebih tua, karena cukup melakukan eksisi dan penutupan defek tulang saja tanpa perlu
melakukan rekonstruksi tulang.5,6,9

Pembedahan elektif memberikan waktu bagi pasien untuk kenaikan berat badan dan
kekuatan, serta memberikan waktu bagi ahli bedah untuk pemilihan teknik operasi dan
komunikasi dengan orang tua pasien. Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan
mengeksplorasi isi kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia, dan menutup
kembali defek secara water tight. Jaringan otak displastik di dalam kantung telah menjadi
non-fungsional akibat strangulasi,iskemi, dan edema. Sehingga dapat diangkat dengan aman
daripada mendorongnya ke dalam rongga kranium. Pada ensefalokel dengan ukuran dan
herniasi sangat minimal, jaringan yang mengalami herniasi dimasukkan kembali ke dalam
rongga intrakranial.5,6,9
Kontraindikasi operasi adalah keadaan umum penderita yang jelek dan kerusakan otak
hebat dengan hanya sedikit harapan perkembangan mental. Penyebab utama kerusakan otak
adalah herniasi massif jaringan otak yang disertai anomali otak dan hidrosefalus. Pada
keadaan infeksi akut dari kantung ensefalokel yang pecah, maka operasi sebaiknya
ditunda.5,6,9
2.12 Prognosis
Sulit untuk memprediksi sebelum melakukan operasi, dan tergantung pada jenis
jaringan otak yang terlibat dan lokasi. Jika operasi berhasil, dan gangguan perkembangan
tidak terjadi, seorang pasien dapat berkembang secara normal maka prognosis pada pasien
tersebut baik. Kerusakan neurologis dan gangguan perkembangan dapat terjadi, tetapi harus
dapat meminimalkan gangguan baik mental dan cacat fisik. Dan pasien yang mengalami
operasi dapat pula sembuh dengan sempurna tanpa meninggalkan komplikasi preoperatif,
tetapi sejumlah kemungkinan juga dapat terjadi apabila sebagian besar jaringan otak terlibat
dalam kelainan tersebut (meningoensefalokel) tersebut ada kemungkinan lebih tinggi
komplikasi perioperatif.6,9

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: By Salbiah

RM

: 91 08 62

Umur

: 12 jam

Jeniskelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Sri kandi perum pancoran mas kecamatan tampan,


Pekanbaru

Tgl. Masuk

: 23 Desember 2015

ANAMNESIS
Keluhan utama : Neonatus, usia 12 jam, rujukan dari RS Sansani Pekanbaru dengan masalah
utama meningoensefalokel.
Riwayat Penyakit Sekarang
Neonatus lahir pada tanggal 23 Desember 2015 jam 12.00 WIB d RS Sansani Pekanbaru
secara SC atas indikasi meningoensefalokel pada janin dan letak lintang, nilai APGAR 5/6.
Resusitasi dilakukan sampai rangsang taktil dan pemberian O2. Keadaan setelah lahir adalah
merintih, retraksi ringan dan akral dingin. Sisa ketuban jernih, jumlah plasenta sebanyak satu
buah dengan satu tali pusat dan jumlah kantong amnion sebanyak 1 buah. Pada neonates
sudah diberikan pemberian vitamin K dan tidak diberikan salep mata. Keadaan saat masuk
Instalasi Perawatan Neonatus telah terpasang OGT. Pasien sudah diberikan susu formula S26
Nursoy Gold sebanyak 2 kali 50 cc tiap pemberian, BAB dan BAK sudah ada.
Riwayat Kehamilan
Ibu, usia 27 tahun, kontrol kehamilan kebidan sebanyak 5 kali dan kedokter kandungan
sebanyak 4 kali. Kehamilan pertama tunggal dengan taksiran maturitas 36 minggu (HPHT 22
April 2015), taksiran persalinan awal bulan Januari 2016. Riwayat demam selama hamil ada,
saat usia kehamilan 1-3 bulan, demam tinggi terus menerus, lalu ibu di kompres dan minum
obat-obatan dari puskesmas, ibu sudah mengatakan sedang hamil. Sebelum hamil ibu makan
sebanyak 3x/hari, banyaknya 1 piring berisi 3 sendok nasi ditambah satu potong lauk ayam,
telur, ikan, rutin berganti setiap hari, ditambah sayur berupa bayam, kangkung, dll. Selama
kehamilan 1-3 bulan ibu tidak bisa makan, ibu muntah-muntah dan hanya bisa minum susu
SGM Bunda Presinutri rasa jeruk/mangga ukuran 150 mg, habis dalam 5 hari, minum1
gelas/hari. Ibu juga mengaku tidak minum pil penambah darah dan asam folat yang diberikan
bidan karena muntah. Mulai usia kehamilan 4 bulan, ibu makan sebanyak 4-5 x/ hari,
banyaknya 1 piring, berisi 4 sendok nasi ditambah satu potong lauk berupa ayam, ikan,
daging, rutin berganti setiap hari, ditambah sayur berupa bayam, brokoli, kubis, kol, tauge,
wortel, dll, ditambah buah-buahan berupa pisang, pepaya, jeruk, salak, dll. Riwayat
keputihan, hipertensi dan diabetes mellitus selama hamil disangkal. Konsumsi alkohol dan
merokok selama kehamilan disangkal. Selama hamil ibu melakukan pemeriksaan USG

sebanyak 4 kali, USG pertama pada usia kehamilan 7 bulan. Pada saat itu ibu mendapatkan
hasil bahwa janin yang dikandungnya terdapat benjolan di kepala bagian belakang. Lalu
keluarga pasien melakukan USG 3 kali ke dokter yang berbeda dengan hasil yang sama.
Selama kehamilan ibu mengaku tidak pernah memeriksakan kadar asam folat.
Riwayat Persalinan
Ibu masuk ke RS Sansani pada tanggal 23 Desember 2015 jam 08.30 WIB dengan rencana
section sesarea secara elektif. Pasien dirujuk dari Puskesmas Sidomulyo atas indikasi rencana
SC elektif. Pada tanggal 23 Desember 2015 jam 12.00 WIB, lahir bayi perempuan dengan
BB 2900 gram, PB 44 cm dengan kelainan kongenital berupa meningoensefalokel. Karena
fasilitas tidak lengkap pasien dirujuk ke RSUD AA.
Riwayat Peyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti neonatus, Tidak ada keluarga yang
mengalami cacat bawaan sejak lahir. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi disangkal.
Ayah perokok dan ibu tidak perokok, tidak ada riwayat konsumsi alkohol.
Riwayat Orang Tua
-

Ayah
Ibu

: Wiraswasta dengan penghasilan Rp. 2.000.000,- / bulan


: Ibu Rumah Tangga

Keadaan Lingkungan dan Tempat Tinggal


Di belakang rumah pasien ada kandang ayam milik tetangga, jarak antara rumah dengan
kandang ayam 2 meter, ibu sering menyapu karena tahi ayam berserakan dan berbau.
Pelihara kucing sendiri tidak ada, kucing tetangga sering datang kerumah tapi ibu mengaku
tidak menyentuh kucing tersebut.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum :tampak kulit kemerahan, postur tonus baik, gerakan tidak aktif, tidak
menangis, akral hangat.
Kesadaran :letargi
Tanda tanda vital
-

Tekanan darah : Suhu :36,2 (rektal)


Nadi : 150 x/menit
Nafas : 70 x/menit

Status Pertumbuhan
-

BBL

: 2900 gram

BBM
PB
LK
LD
LP
LILA

: 2800 gram
: 44 cm
: 37 cm
: 30 cm
: 27 cm
: 12 cm

Kulit :tampak kulit kemerahan


SSP :warna kulit merah, gerakan tidak aktif, aktivitas bayi diam, kesadaran letargi, ukuran
pupil 2mm/2mm dan reaksi terhadap cahaya normal, tidak ada kejang.
Kepala : fontanella datar, sutura normal, langit-langit utuh, sianosis sentral (-),terdapat massa
lunak dengan ukuran 12 x 10 cm, diameter 27 cm. Tansluminasi (+)
Telinga :tidak low set ear
Hidung :tidak ada deviasi
Mulut:tidak terdapat belahan pada bibir
Dada :
-

Sistem respiratorius : frekuensi nafas 70 x/menit, bernapas tanpa upaya yang


keras, tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada retraksi, gerakan dada simetris,

bunyi napas vesikuler (+/+), Downe score 2


Sistem kardiovaskular : denyut jantung150 x/menit, bunyi jantung regular, CRT
<2 detik

Sistem gastrointestinal : warna dinding abdomen merah, LP 27 cm, tidak ada massa, tidak
ada organomegali, bising usus normal, tidak ada edema tali pusat, ada anus
Genitalia :bentuk normal, tidak ada kelainan kongenital, jenis kelamin perempuan
Ekstremitas:simetris, tidak ada CTEV, gerakan sendi normal, tidak ada spina bifida, tidak
ada polidaktili, kulit kemerahan, tidak ada kelainan kongenital, tidak ada jejas persalinan,
Ballard score 29, Taksiran maturitas 34 36 minggu
Pemeriksaan penunjang (23 Desember 2015)
Hemoglobin

: 16,2 g/dl

Hematokrit

: 46,5 %

Leukosit

: 19.300/mm3

Trombosit

: 565.000/mm3

IT-Ratio

: 0,03

CRP

: Reaktif 24 mg./dl

GDS

: 71 mg/dl

Radiologi

CT Scan kepala

Kesan CT Scan kepala tanpa kontras : meningoencephalocele disertai perdarahan


intraventrikuler dan perdarahan subarachnoid.
Diagnosis Kerja
Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, berat badan lahir cukup, dengan
meningoensefalokel

Terapi awal
-

Rawat instalasi perawatan neonatus


Jaga kehangatan
Jaga airway
Oksigenasi
Minum 30 ml / 3 jam
Konsul bedah saraf

Prognosis
Quo ad vitam :dubia ad bonam
Quo ad fungsionam :dubia ad malam

BAB IV
PEMBAHASAN
Neonatus pada laporan kasus ini merupakan neonatus dengan kelainan kongenital
yang melibatkan organ kepala berupa benjolan dibagian belakang kepala yang berbentuk
seperti kantung yang di bungkus oleh kulit normal dengan konsistensi lunak, sehingga
neonatus ini didiagnosis meningoensefalokel. Meningoensefalokel di regio oksipital
merupakan jenis meningoensefalokel dengan angka kejadian 80-90% dari semua jumlah
meningoensefalokel.
Terjadinya meningoensefalokel dapat dikaitkan dengan faktor keturunan, dengan
interaksi antara gen-gen dengan faktor lingkungan. Berdasarkan silsilah keluarga pasien,
tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit dan kelainan yang sama. Namun, faktor

genetik belum dapat disingkirkan sebagai faktor resiko pada pasien ini. Sebanyak 20-25%
terjadinya meningoensefalokel dikarenakan adanya interaksi faktor genetik dan lingkungan.
Gen-gen spesifik yang berperan penting pada defek tabung saraf belum dapat
diidentifikasikan, namun gen-gen yang berkaitan dengan metabolisme folat diduga berperan
penting antara lain reseptor folat, 5,10-metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR), sistationin
-sintase, metionin sintase, metionin sintase reduktase, dan metilentetrahidrofolat
dehidrogenase.
Salah satu faktor lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya meningoensefalokel
adalah defisiensi vitamin yaitu asam folat. Kadar asam folat dalam tubuh tergantung dari
asupan makanan atau suplemen. Berdasarkan hasil anamnesis sebelum dan selama kehamilan
trimester pertama ibu tidak ada mengkonsumsi asam folat dan zat besi. Kebutuhan asam folat
hanya didapatkan dari asupan makanan. Asam folat dari suplemen vitamin dan makanan yang
difortifikasi lebih mudah diserap daripada folat yang secara alamiah terdapat dalam makanan.
Diperkirakan tubuh mengabsorbsi 50% folat yang terkandung secara alamiah dalam
makanan, sedangkan dari makanan yang difortifikasi yang diserap 85% dan dari suplemen
vitamin yang diserap 100%.
Sebelum kehamilan ibu mengaku suka makan sayuran hijau, namun pada kehamilan
trimester pertama ibu tidak bisa makan dan hanya minum susu. Sayuran hijau merupakan
salah satu sumber makanan yang kaya folat. Namun kadar folat dalam makanan dapat hilang
akibat pemrosesan dan pemasakan. Pemanasan dapat merusak 50-90% folat yang terdapat
dalam makanan. Kandungan asam folat pada susu SGM Bunda Presinutri sebanyak 471
mikrogram/saji. Sedangkan kebutuhan suplemen asam folat 400 mikrogram/ hari sebelum
kehamilan dan 800 mikrogram/ hari selama kehamilan. Kurangnya kadar asam folat pada ibu
hamil dapat mengganggu metabolisme metionin, sehingga meningkatkan kadar homosistein
dalam serum maternal. Homosistein sendiri dapat bersifat teratogenik atau merusak substrat
untuk reaksi metilasi. Metionin sintase berperan pada reaksi metilasi yang menghasilkan
protein dasar mielin dan untuk membuat tetrahidrofolat untuk sintesis DNA. Selain itu
kurangnya kadar asam folat menyebabkan rendahnya kadar TGF-1 dan IGF-I dalam tulang
kepala sehingga sintesis matriks ekstrasel (kolagen tipe-1 dan 2, kartilago-hialin) mengalami
hambatan untuk dapat menyusun jaringan tulang secara normal. Semakin rendah kadar TGF1 dan IGF-I dalam tulang menyebabkan defek tulang semakin luas.
Seperti yang sudah dibahas, penanganan yang paling efektif dari meningoensefalokel
adalah terapi bedah, namun terapi bedah dapat dilakukan apabila usia sudah mencapai lebih
10 minggu atau berat badan lebih dari 5 kg. Tindakan awal yang bisa dilakukan dapat berupa

edukasi kepada orang tua berupa cara pemberian makanan dirumah dan kemungkinan
komplikasi dari kelainan ini. Salah satu komplikasi dari pasien dengan meningoensefalokel
adalah aspirasi air susu ibu (ASI) dikarenakan pemberian ASI yang sulit, sehingga
memerlukan penanganan awal yang adekuat dalam pemberian asupan gizi yaitu dengan
pemasangan oral gastric tube.

DAFTAR PUSTAKA
1. Istiadjid M. Luas defek meningokel berhubungan dengan kadar transforming growth
factor 1 (TGF-1) dan insuline-like growth factor-1 (IGF-1). J Kedokteran Brawijaya.
2014; 20(3). hlm 129-135.
2. Al-Tubaikh Ja, Reiser M.F. Congenital disease and syndrome. An illustrated radiological
guide. Berlin; 2009. p. 3-4.
3. Toriello HV. Folic acid and neural tube defect. ACMG practice guideline. 2005; 4(7):
p.283-4.
4. Sidharta VM, Gunardi S. Anensefali fetus pada ibu dengan dugaan defisiensi asam
folat. Dam J Med. 2011;10(2). hlm 111-6.
5. Satyanegara, et al. Ilmu bedah saraf. Edisi ke-4. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum;
2010: hlm 321-41.

6. Ramamurti R, Sridhar K. Textbook of operative neurosurgery. 2nd ed. New Delhi: BI


publications pvt ltd; 2007. p. 279-86.
7. Sjamsuhidajat R, Wimdejong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC; 2005:
hlm 811-2.
8. Meadow R, Newell S. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta : Erlangga; 2003: hlm
120-1.
9. Adam A. Kelainan-kelainan perkembangan susunan saraf. Pustaka Ilmiah Universitas
Padjajaran. Diunduh dari: http://pustaka.unpad.ac.id. Diakses Desember 2015.
10. Tangkilisan HA, Rumbajan D. Sari pediatri. Defisiensi asam folat. 2002;4(1). hlm 21-25.
11. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta:EGC;
2000: hlm 2043-6.
12. Khan AN. Encephalocele imaging. Medscape drug and disease. Available at
http://emedicine.medscape.com. Accessed december 2015.

Anda mungkin juga menyukai