Anda di halaman 1dari 24

Makalah Kasus Gigi

ABSES PERIAPIKAL

Disusun oleh :

Setiahasti Saily, S.Ked


Dinul Fitriani Alhayati, S.Ked
Sherty Amelia, S.Ked
Febrima Saputri, S.Ked
Suci Pratiwi, S.Ked
Fera WisdartI, S.Ked
Suci Rizkika, S.Ked
Lidia Wati, S.Ked
Trigen Rahmat Yulis, S.Ked
M. Arif, S.Ked
Vony Bestari, S.Ked
Ratna Mega Sari, S.Ked
Yenni Lisnawati, S.Ked
Rini Aptriani, S.Ked

Pembimbing:
Drg. Fitri Anggraini

KEPANITERAAN KLINIK
COMMUNITY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (COME)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PUSKESMAS KOTO GASIP
SIAK
2016
STATUS REKAM MEDIS PASIEN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU / RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. YH Alamat : Desa Sengkemang
Umur : 41 tahun Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga No RM :SG0XX

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :Nyeri pada gigi kanan bawah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien mengeluhkan nyeri pada gigi kanan bagian bawah, nyeri terasa
berdenyut, dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan
istirahat.Nyeri semakin hebat jika pipi kanan ditpegang. Nyeri mulai timbul
sejak 1 hari yang lalu ketika selesai makan soto.
- Pasien merasa terdapat bengkak pada gigi geraham kiri bawah, bengkak
tidak terasa nyeri. Gigi bawah kiri tersebut merupakan gigi sisa yang sudah
keropos sejak satu tahun yang lalu. Gigi bawah kiri juga sering nyeri sejak
1 tahun yang lalu, nyeri terasa berdenyut, dan semakin hebat jika makan
makanan panas maupun dingin, pasien berobat ke paranormal dan keluhan
nyeri pun berkurang, pasien tidak pernah berobat ke dokter.
- Gigi geraham kiri atas juga sudah keropos dan tinggal gigi sisa tetapi tidak
bengkak dan nyeri. Pada gigi kanan atas juga terdapat 3 gigi sisa yang
berdekatan, pernah bengkak,pernah nyeri dan sekarang sudah dicabut.
- Keluhan ini membuat pasiensulit makan sehingga pasien datang ke
puskesmas. Keluhan demam tidak ada dan pasien belum pernah berobat
sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan yang
sama sebelumnya. Riwayat DM (-), Hipertensi (-).
4. Riwayat Sosial Ekonomi : pasien merupakan ibu rumah tangga, pendidikan
terakhir SMP, kebiasaan menyikat gigi 1 kali sehari saat mandi pagi.

1
III. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. Status Pasien
a. Keadaan Umum : Compos Mentis
b. Vital Sign
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 87x/menit
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,70c

2. Ekstra Oral
a. Wajah : Dalam batas normal
b. Bibir : Dalam batas normal
c. TMJ : Dalam batas normal
d. Kelenjar Lymphonodi : Tidak terdapat pembesaran KGB

3. Intra Oral
Inspeksi
a. Terdapat radix pada gigi 14, 16, 26, 28, 37 dan 38
b. Tampak plak dan kalkulus pada rahang atas dan bawah.
c. Tampak pembengkakan pada gingiva gigi 37
d. Tampak pulpitis pada gigi 47

Perkusi : Nyeri pada gigi 37


Fungsi : Pasien masih bisa mengunyah

Status Lokalis
Torus palatinus : Normal
Torus Mandibularis : Normal
Palatum : dalam/sedang/rendah
Supenumery teeth : tidak ada/ada
Diastema/Diasteros/spacing :tidak ada/ada
Palatum : Normal
Mobility : tidak ada/ada

ODONTOGRAM

11 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 21


12 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 22
13 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 23

2
14 Radix (+) Kalkulus (+) 24
15 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 25
16 Radix (+) Radix (+) 26
17 - Plak (+) 27
18 - Radix (+) 28
41 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 31
42 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 32
43 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 33
44 Kalkulus (+) Kalkulus (+) 34
45 Kalkulus (+) Plak (+) 35
46 Plak (+) Karies (+) 36
47 Pulpitis (+) Radix (+) 37
48 Kalkulus (+) Radix (+) 38

Keterangan :

: Karies

: Pulpitis

: Radix

: Abses periapikal

3
IV. FOTO GIGI PASIEN

V. DIAGNOSIS DI PUSKESMAS
Abses periapikal 7
Pulpitis irreversibel 7

VI. RENCANA PERAWATAN :


Tatalaksana yang diberikan di puskesmas :
1. Premedikasi
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Amoxicilin 3 x 500 mg
- Metronidazol 3x250 mg
2. Renacana pencabutangigi setelah obat habis (3 hari)

4
VII. EDUKASI
1. Periksa gigi rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali
2. Sikat gigi minimal 2 kali sehari setelah sarapan pagi dan sebelum tidur
dengan cara yang benar.
3. Kembali kontrol ke puskesmas setelah obat habis
4. Kurangi makan makanan yang merangsang seperti manis, asam dan
dingin.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Gigi
Gigi mempunyai beberapa bagian, yaitu:
a. Bagian akar gigi, adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang
rahang dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cusp adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada mahkota.

Gambar 1. Anatomi Gigi

Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di


tiap rahang terdapat:
a. Empat gigi depan /insisivus.
Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang lebar untuk menggigit, hanya
mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar daripada gigi yang
bawah.
b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat
dan menonjol di sudut mulut. Hanya mempunyai satu akar.

6
c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil.
Mahkotanya bulat hampir seperti bentuk kaleng tipis, mempunyai dua
tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-
molar mempunyai satu akar, bebrapa mempunyai dua akar.
d. Enam gigi molar.
Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam mulut digunakan
untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota persegi,
seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau lima
tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di
rahang bawah mempunyai dua akar.

Gambar 2. Bentuk-bentuk gigi

Gigi terdiri dari beberapa jaringan, yaitu:


a. Enamel
Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga merupakan satu-
satunya komponen dalam tubuh manusia yang tidak mempunyai kekuatan
reparatif karena itu regenerasi enamel tidak mungkin terjadi. Struktur enamel
gigi merupakan susunan kimia kompleks, sebagian besar terdiri dari 97%
mineral (kalsium, fosfat, karbonat, dan fluor), air 1% dan bahan organik 2%,
yang terletak dalam suatu pola kristalin.
b. Dentin

7
Dentin terdiri dari kalsium dan fospor tetapi dengan proporsi protein yang
lebih tinggi (terutama collagen). Dentin adalah suatu jaringan vital yang
tubulus dentinnya berisi perpanjangan sitoplasma odontoblas. Sel-sel
odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan kelangsungan hidupnya bergantung
kepada penyediaan darah dan drainase limfatik jaringan pulpa. Oleh karena
itu dentin peka terhadapberbagai macam rangsangan, misal: panas dan dingin
serta kerusakan fisik termasuk kerusakan yang disebabkan oleh bor gigi.
c. Cementum
Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya dengan
tulang.
d. Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang berisikan
serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai dentin. Serabut
saraf ini mengirimkan rangsangan, seperti panas dan dingin dari gigi ke otak,
di mana hal ini dialami sebagai rasa sakit. Rangsangan yang membangkitkan
reaksi pertahanan adalah rangsangan dari bakteri (pada karies), rangsangan
mekanis (pada trauma, faktur gigi, preparasi kavitas), serta bisa juga
disebabkan oleh rangsangan khemis misalnya asam dari makanan, bahan
kedokteran gigi yang toksik, atau dehidrasi dentin yang mungkin terjadi pada
saat preparasi kavitas/pengeboran gigi.

2. Abses Periapikal
A. Definisi
Abses periapikal adalah proses supuratif yang terlokalisasi pada regio
perapikal baik akut maupun kronik. Pada daerah abses dapat dijumpai eksudat,
jaringan nekrotik. Abses periapikal terbentuk oleh karena periodontitis periapikal
akut atau karena granuloma periapikal kronik.
B. Etiologi
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari nfeksi yang mengikuti
karies gigi atau infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan pulpa
nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh

8
aplikasi bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, yang dapat
berkembang langsung dari periodontitis periapikal akut.
Abses periapikal akut juga dapat berkembang dari abses kronis yang
mengalami eksaserbasi akut. Hal ini dapat terjadi oleh karena beberapa factor
yaitu terganggunya keseimbangan antara pertahanan tubuh pasien dan virulensi
dari mikroorganisme yang mempertahankan keadaan infeksi kronis. Jadi jika
pertahanan tubuh pasien menurun, maka mikroorganisme mampu menyerang
jaringan dengan lebih mudah dan menghasilkan abses yang akut. Faktor lain
adalah pada saat sinus dari absesperiapikal kronis tertutup debris-debris, hal ini
dapat menghalangi eksudat untuk keluar, maka keadaan akut dapat terjadi.
C. Patogenesis
Penyebab penyakit pulpa dan kelainan periapikal sangat berhubungan
dengan bakteri. Bakteri yang terdapat pada jaringan pulpa akan mengakibatkan
peradangan dan berlanjut kejaringan periapikal. Sumber utama bakteri dalam
pulpa adalah karies. Bakteri pada karies akan memproduksi toksin yang akan
berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus. Akibatnya, jaringan pulpa akan
terinflamasi secara lokal pada basis tubulus yang terkena karies terutama oleh sel-
sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma. Jika pulpa terbuka,
jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya
menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung
pada virulensi bakteri, kemampuan untuk mengeluarkan cairan inflamasi guna
mencegah peningkatan tekanan intrapulpa yang besar, ketahanan host, jumlah
sirkulasi, dan drainase limfe.
Setelah nekrosis pulpa, reaksi inflamasi dari jaringan pulpa akan berlanjut
kejaringan periapikal. Jaringan pulpa yang mengandung bakteri serta toksinnya
akan keluar melalui foramen apikal, yang mana foramen apikal ini merupakan
penghubung pulpa dan jaringan peridonsium. Bakteri serta toksinnya dan
mediator inflamasi dalam pulpa yang terinflamasi dapat keluar dengan mudah
melalui foramen apikal sehingga menyebabkan kerusakan periapikal, hal ini
dikarenakan dibagian foramen apikal terdapat bakteri dan produknya. Peradangan
yang meluas ke jaringan periapikal menyebabkan respon inflamasi lokal sehingga
akan mengakibatkan kerusakan tulang dan resorpsi akar.

9
D. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari abses periapikal akut adalah sebagai berikut:
1. Gigi sedikit ekstrusi dari soketnya yang disebabkan eksudat dan neutrofil dari
abses menyebabkan penekanan di daerah jaringan gigi.
2. Kadang-kadang memperlihatkan manifestasi sistemik dari proses infeksi
seperti demam, malaise dan leukositosis.
3. Biasanya pasien mengalami ketidaknyamanan yang moderat sampai parah atau
pembengkakan
4. Gigi yang terlibat tidak menimbulkan respon terhadap stimulasi elektrik dan
termis karena pulpa telah nekrosis.
5. Gigi terasa nyeri terhadap palpasi dan perkusi
6. Perluasan abses periapikal akut pada jaringan lunak yang akan menunjukkan
gambaran yang biasa dari inflamasi akut yaitu merah, bengkak dan panas.
Gambaran klinis dari abses periapikal kronis adalah sebagai berikut:
1. Karena adanya drainase, abses periapikal kronis biasanya asimtomatik, kecuali
ada penutupan jalan masuk sinus yang kadang- kadang terjadi yang
menimbulkan nyeri.
2. Menunjukkan ketidaknyamanan yang ringan.
3. Gigi tidak mengalami respon terhadap stimulus termis dan elektris karena
pulpa sudah nekrosis.
4. Perkusi menyebabkan nyeri sedikit atau tidak sama sekali.
5. Gigi sedikit sensitive terhadap palpasi.
6. Adanya saluran sinus yan gsebagian atau seluruhnya dapat dibatasi oleh epitel
yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang terinflamasi.

Gambar 3. Gambaran klinis abses periapikal

10
E. Diagnosis
a. Anamnesis
1. Keadaan saat itu
Sejumlah informasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat medis
dan riwayat dental serta keluhan utama.
2. Aspek nyata dari nyeri
Nyeri yang intensitasnya tinggi biasanya bersifat intermiten sedangkan yang
intensitasnya rendah sering bersifat terus menerus dan berlarut-larut. Sejumlah
aspek nyeri merupakan petunjuk kuat bagi adanya penyakit endodonsi yang
ireversibel dan perlunya dilakukan perawatan. Aspek-aspek ini adalah
intensitas, spontanitas, dan kontinuitas nyeri.
3. Intensitas nyeri
Makin intens nyerinya (misalnya makin mengganggu nyeri tersebut terhadap
gaya hidup pasien), makin besar kemungkinan adanya penyakit yang
ireversibel. Nyeri intens adalah nyeri baru yang terjadi yang tak dapat
diredakan oleh analgesik dan telah menyebabkan pasien mencari pertolongan.
Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis ireversibel atau dari periodontitis.
Orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah memiliki risiko tinggi
terhadap penyakit abses periapikal. Pada abses periapikal akut pasien biasanya
mengeluhkan nyeri yang sangat pada gigi. Nyeri biasanya berdenyut pada
daerah abses. Gigi akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan panas,
dingin, dan tekanan pada pengunyahan. Dapat ditemukan demam pada pasien
ini.

b. Pemeriksaan objektif
1. Pemeriksaan Ekstra Oral
Penampilan umum, tonus otot, asimetris wajah, pembengkakan, perubahan
warna, kemerahan dan jaringan limfe servikal / wajah membesar, merupakan
indikator status fisik pasien. Pemeriksaan ekstra oral yang hati-hati akan
membantu mengidentifikasi sumber keluhan pasien serta adanya dan luasnya
reaksi inflamasi rongga mulut. Pada abses periapikal dapat ditemukan

11
perbesaran kelenjer limfe regional dengan nyeri tekan pada pembesaran
kelenjar getah bening tersebut.

2. Pemeriksaan Intra Oral


Pemeriksaan ini meliputi tes visual dan digital jaringan rongga mulut yang
lengkap dan teliti. Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum dan otot-otot serta
semua keabnormalan yang ditemukan di periksa. Diperiksa pula mukosa
alveolar dan gingiva sekatnya untuk melihat apakah daerah tersebut mengalami
perubahan warna, terinflamasi, mengalami ulserasi atau mempunyai saluran
sinus.

3. Gigi geligi
Gigi geligi di periksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur,
abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas atau abnormalitas lain. Mahkota yang
berubah warna sering merupakan tanda adanya penyakit pulpa atau merupakan
akibat perawatan saluran akar yang telah di lakukan sebelumnya. Pada abses
periapikal gigi tidak berespon terhadap tes suhu atau tes elektrik.

4. Tes klinis.
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta tes
periodontium selain tes pulpa dan jaringan periapeks.

5. Tes Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Cara
melakukan perkusi adalah dengan mengetukkan ujung kaca mulut yang di
pegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan insisal atau
oklusal mahkota.
Terdapat dua metode perkusi yaitu: tes perkusi vertikal dan tes perkusi
horizontal. Jika tes perkusi vertikal positif berarti terdapat kelainan di daerah
periapikal, dan jika tes perkusi horizontal positif berarti terdapat kelainan di
periodonsium.

12
Tes perkusi dilakukan dengan cara sebagai berikut ini :
Pukulan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari dengan
intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan
tangkai suatu instrumen, untuk mengetahui apakah gigi terasa sakit
Gigi tetangga sebaiknya di perkusi lebih dahulu dan kemudian diikuti gigi
yang menjadi keluhan.
Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien, reaksi reflek,
bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan.
Nilai diagnostik pada pemeriksaan perkusi adalah untuk mengetahui apakah
daerah atau jaringan apikal gigi mengalami inflamasi. Pada abses periapikal
biasanya ditemukan nyeri ketok yang hebat pada daerah abses disebabkan
karena penekanan ujung saraf oleh pus, ekstrudasi gigi dari soketnya

F. Pemeriksaan Penunjang
Abses periapikal akut dapat didiagnosis pasti dengan pemeriksaan radiologi dan
histopatologi. Gambaran histopatologi dari abses periapikal akut adalah sebagai
berikut :
a. Daerah supurasi disusun oleh pus yang terdiri dari leukosit polimorfonukleus yang
didominasi oleh neutrofil dalam berbagai tahap penghancuran, eksudat protein
dan jaringan nekrotik. Kadang-kadang juga terlihat plasma sel dan limfosit dalam
jumlah yang sedikit.
b. Pus dikelilingi oleh sel inflamasi leukosit yang didominasi oleh polimorfonuklear
neutrofil serta sedikit plasma sel dan limfosit.
c. Dilatasi pembuluh darah dan neutrofil yang berinfiltrasi pada ligament periodontal
dan sumsum tulang yang berdekatan dengan cairan nekrotik.
d. Di dalam ruang sumsum tulang juga terdapat sel-sel inflamasi yang terinfiltrasi.
e. Jaringan di sekitar daerah supurasi mengandung cairan serous.

13
Gambar 3.3 Gambaran histologi abses periapikal akut

Gambaran histopatologi pada abses periapikal kronis adalah sebagai berikut :


a. Sel-sel yang utama adalah limfosit dan plasma sel serta polimorfonukleus dalam
jumlah tertentu.
b. Kadang-kadang terdapat sel-sel makrofag dan lebih jarang lagi terdapat sel-sel
raksasa berinti banyak.
c. Di tengah abses ini terdapat suatu kumpulan jaringan fibroblast dan sedikit kapiler
darah yang baru terbentuk.
d. Di daerah luar terdapat kapsul jaringan fibrous yang berbeda umur dan
kondisinya.

Gambar 4. Gambaran histologi abses periapikal kronis

Pada tahap awal sebelum terjadinya resorbsi tulang, belum terlihat adanya
gambaran rontgenologi. Gambaran rontgenologi baru terlihat jika ada pengrusakan
tulang, dimana diperlukan waktu 2-3 minggu agar cukup tejadi resorbsi tulang
sehingga tampak adanya daerah radiolusen yang difus dengan batas tidak jelas pada
apeks gigi. Dapat juga terjadi penebalan ligament periodonsium tetapi jarang terjadi.

14
Di sekitar apeks dari gigi terlihat daerah yang radiolusen dan berangsur-angsur
menyatu di sekeliling tulang tanpa danya batas yang jelas di antara keduanya.
Gambaran rontgenologi pada abses periapikal akut adalah sebagai berikut :

Gambar 5. Gambaran radiologi abses periapikal

Gambaran radiolusen berbatas


difus di periapikal.

Gambaran radiografi pasien ini biasanya berupa gambaran radiolusen


berbatas difus di periapikal. Pada pemeriksaan patologi anatomi pada sediaan
abses periapikal akut dapat ditemukan area supuratif (kavitas) yang berisi
jaringan yang telah mati (nekrosis) dan sel sel PMN. Sedangkan gambaran
patologi anatomi pada abses periapikal kronis dapat ditemukan rongga abses
dikelilingi oleh lapisan padat sel-sel inflamasi kronis (limfosit dan plasma sel).
G. Diagnosis Banding
Kista Periapikal
Granuloma Periapikal

15
a. Kista Periapikal
Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan bahan setengah cair atau gas
biasanya berdinding jaringan ikat dan berisi cairan kental atau semi likuid, dapat
berada dalam jaringan lunak ataupun keras seperti tulang. Rongga kista di dalam
rongga mulut selalu dibatasi oleh lapisan epitel dan dibagian luarnya dilapisi oleh
jaringan ikat dan pembuluh darah.
Kista radikuler disebut juga kista periapikal. Kista ini merupakan jenis kista
yang paling sering ditemukan. Kista radikuler terbentuk oleh karena iritasi kronis gigi
yang sudah tidak vital. Kista ini tumbuh dari epitel rest of Malassez yang mengalami
proliferasi oleh karena respon terhadap proses radang yang terpicu oleh karena infeksi
bakteri pada pulpa yang nekrosis.
Kista periapikal adalah kista yang terbentuk pada ujung apeks (akar) gigi yang
jaringan pulpanya sudah nonvital/mati. Kista ini merupakan lanjutan dari pulpitis
(peradangan pulpa). Dapat terjadi di ujung gigi manapun, dan dapat terjadi pada semua
umur. Ukurannya berkisar antara 0.5-2 cm, tapi bisa juga lebih. Bila kista mencapai
ukuran diameter yang besar, ia dapat menyebabkan wajah menjadi tidak simetri karena
adanya benjolan dan bahkan dapat menyebabkan parestesi karena tertekannya syaraf
oleh kista tersebut. Dalam pemeriksaan rontgen kista radikuler akan terlihat gambaran
radiolusen berbatas jelas.
Pola umum pertumbuhan suatu kista terjadi karena adanya stimulasi
(cytokinase) pada sisa-sisa sel epitel pertumbuhan yang kemudian mengalami
proliferasi dan di dalam pertumbuhannya tidak menginvasi jaringan sekitarnya. Sisa
epitel tersebut kemudian akan berproliferasi membentuk massa padat. Kemudian
massa akan semakin membesar sehingga sel-sel epitel di bagian tengah massa akan
kehilangan aliran darah, sehingga aliran nutrisi yang terjadi melalui proses difusi akan
terputus. Kematian sel-sel dibagian tengah massa kista tersebut akan menyebabkan
terbentuk suatu rongga berisi cairan yang bersifat hipertonis. Keadaan hipertonis akan
menyebabkan terjadinya proses transudasi cairan dari ekstra lumen menuju ke dalam
lumen. Akibatnya terjadi tekanan hidrostatik yang berakibat semakin membesarnya
massa kista. Proses pembesaran massa kista dapat terus berlangsung, kadang sampai
dapat terjadi parastesia ringan akibat ekspansi massa menekan daerah saraf sampai

16
timbulnya rasa sakit. Kista ini tidak menimbulkan keluhan atau rasa sakit, kecuali kista
yang terinfeksi.
Pada pemeriksaan radiografis, kista periapikal memperlihatkan gambaran
seperti dental granuloma yaitu lesi radiolusen berbatas jelas di sekitar apeks gigi yang
bersangkutan dan tepinya seperti lapisan tipis yang kompak seperti lamina dura.
Hampir semua kista radikuler berasal dari granuloma periapikal yang terjadi
sebelumnya. Kista ini juga disebabkan oleh berlanjutnya peradangan yang awalnya
terjadi pada pulpa, yang kemudian meluas hingga jaringan periapikal di bawahnya.
Patofisiologi dari kista radikuler yaitu diawali dari peradangan jaringan pulpa
yang lama kelamaan menyebabkan inflamasi periapikal. Inflamasi ini merangsang the
malassez ephitelial rest yang terdapat pada ligamentum periodontal sehingga
menghasilkan pembentukan granuloma periapikal yang dapat bersifat terinfeksi atau
steril. Akhirnya epitelium mengalami nekrosis karena kehilangan suplai darah dan
granuloma berubah menjadi kista.
Kista residual merupakan kista yang disebabkan oleh keradangan pada
fragmen akar yang tertinggal saat pencabutan atau adanya sisa granuloma yang tidak
terambil saat pencabutan. Pada pemeriksaan klinis didapatkan rahang tidak bergigi
dengan sejarah pernah dilakukan ekstraksi dan pada gambaran radiologi ditemukan
gambaran radiolusen. Secara histopatologis ditandai dengan adanya suatu rongga yang
berlapiskan epitel yang tidak mengalami keratinisasi squamosa dan mempunyai
ketebalan yang bervariasi. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan
ditemukannya banyak sel neutrofil pada dinding kista.
Perawatan kista residual adalah dengan melakukan enukleasi dan pada
umumnya tidak terjadi rekuren. Perawatan terdiri dari perawatan saluran akar, atau
pencabutan gigi yang bersangkutan kemudian kista dikuretase. Dapat juga diterapi
dengan cara Marsupialisasi dan enukleasi.

b. Granuloma Periapikal
Granuloma periapikal merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan
perkembangan yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya
merupakan komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa jaringan inflamasi kronik yang

17
berprolifersi diantara kapsul fibrous yang merupakan ekstensi dari ligamen
periodontal.
Gambaran radiografi yaitu Tampak gambaran radiolucent dengan batas tepi
yang kadang terlihat jelas pada periapikal. Umumnya berbentuk bulat. Gigi yang
bersangkutan akan menunjukkan hilangnya gambaran lamina dura. Biasanya tidak
disertai adanya resorbsi akar, namun ada juga yang menunjukkan gambaran resorbsi
akar.
Granuloma periapikal dapat disebabkan oleh berbagai iritan pada pulpa yang
berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jaringan periapikal.
Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus; dan non-organisme
seperti: iritan mekanis, thermal, dan kimia.
Penelitian yang dilakukan terhadap spesimen periapikal granuloma, sebagian
besar merupakan bakteri anaerob fakultatif dan organisme yang tersering adalah
Veillonella species (15%), Streptococcus milleri (11%), Streptococcus sanguis (11%),
Actinomyces naeslundii (11%), Propionibacterium acnes (11%), dan Bacteroides
species (10%).3 Sedangkan faktor non-organisme adalah karena iritan mekanis setelah
root canal therapy, trauma langsung, trauma oklusi, dan kelalaian prosedur
endodontik; dan bahan kimia seperti larutan irigasi.
Secara klinis dental granuloma tidak dapat dibedakan dengan lesi keradangan
periapikal lainnya. Untuk membedakan dengan lesi periapikal lainnya diperlukan
pemeriksaan radiografi. Ukurannya bervariasi, mulai dari diameter kecil yang hanya
beberapa millimeter hingga 2 centimeter.
Dental granuloma terdiri dari jaringan granulasi yang dikelilingi oleh dinding
berupa jaringan ikat fibrous. Pada dental granuloma yang sudah cukup lama,
cenderung memberikan gambaran adanya sel plasma, limfosit, neutrofil, histiosit, dan
eusinofil, serta sel epithelial rests of Malassez. Pada gigi dengan karies perforasi pada
pemeriksaan mikrobiologi akan didapatkan mikroaerofilik bacterium actynomices.
Disebabkan oleh kelainan patologis dari reaksi keradangan pulpa yang
berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks. Pulpitis itu sendiri dapat disebabkan oleh
infeksi karies sekunder, trauma, atau kegagalan perawatan saluran akar. Nekrosis
pulpa akan menstimulasi reaksi radang pada jaringan periodontal gigi yang
bersangkutan.

18
Patofisiologi dari Granuloma periapikal juga dapat disebabkan oleh berbagai
iritan pada pulpa yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang
mengenai jaringan periapikal. Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri
dan virus; dan non-organisme seperti: iritan mekanis, thermal, dan kimia timbul akibat
nekrosis pulpa, penyebaran pertama dari inflamasi pulpa ke jaringan periradikuler.
Granuloma periapikal merupakan kelanjutan dari abses periapikal akut. Iritannya
meliputi mediator inflamasi dari pulpa yang terinflamasi irreversible atau toksin
bakteri dari pulpa yang nekrotik.
Patogenesis yang mendasari granuloma periapikal adalah respon system imun
untuk mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul
melalui pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai
macam iritan yang dapat menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah
karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan membuat jalan masuk bagi bakteri
pada pulpa, pulpa mengadakan pertahanan dengan respon inflamasi.
Terdapat tiga karakteristik utama pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi.
Pertama, pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara adekuat karena
dibatasi oleh dinding pulpa yang keras. Inflamasi akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah dan meningkatnya volume jaringan karena transudasi cairan. Kedua,
meskipun pulpa memiliki banyak vaskularisasi, namun hanya disuplai oleh satu
pembuluh darah yang masuk melalui saluran sempit yang disebut foramen apikal, dan
tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan pulpa akan menyebabkan
konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal, sehingga jaringan pulpa tidak
adekuat dalam mekanisme pertahanan, terlebih lagi edema jaringan pulpa akan
menyebabkan aliran darah terputus, menyebabkan pulpa menjadi nekrosis. Ruangan
pulpa dan jaringan pulpa yang nekrotik akan memudahkan kolonisasi bakteri. Ketiga,
karena gigi berada pada rahang, maka bakteri akan menyebar melalui foramen apikal
menuju jaringan periapikal.
Gejala klinis dari granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit
dibedakan, biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif.
Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan
menunjukkan nilai yang negatif. Gambaran radiografi akan menunjukkan adanya
radiolusen dengan batas yang jelas. Meskipun pemeriksaan dengan radiografi

19
merupakan kunci diagnostik, satu satunya cara untuk dapat membedakan keduanya
secara akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik; gambaran
histopatologis granuloma periapikal telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan gambaran
histopatologis kista periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan
epitel jenis non-keratinizing stratified squamous dengan ketebalan yang bervariasi,
dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan
plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya
banyak sel radang, yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut.
Rousel body atau round eusinophilic globule banyak ditemukan didalam atau diluar
sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis imunoglobulin.
Granuloma periapikal merupakan reaksi inflamasi kronis yang berada di
sekitar apex gigi yang merupakan kelanjutan dari keradangan pada pulpa yang
disebabkan oleh berbagai macam iritan, seperti bakteri, trauma mekanis, dan bahan
kimia. Patogenesis yang mendasarinya adalah reaksi dari sistem imun tubuh terhadap
adanya iritan. Granuloma periapikal biasanya tidak bergejala dan ditemukan secara
tidak sengaja pada pemeriksaan radiografi sebagai gambaran radiolusen, diagnosis
bandingnya termasuk kista periapikal dan abses periapikal, yang hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan mikroskopis. terapi dapat dilakukan dengan
penanganan endodontik non pembedahan maupun pembedahan. Prognosis dari
granuloma periapikal adalah baik.
Dental granuloma umumnya tidak menimbulkan gejala-gejala yang pasti. Gigi
yang bersangkutan akan memberikan respon negative pada perkusi, tes termal, dan tes
elektrik pulpa. Pada dental granuloma yang terus berlanjut dan dibiarkan tanpa
perawatan dapat berubah menjadi kista periapikal.
Lesi inflamasi apical umumnya disebabkan oleh adanya produk toksik yang
dihasilkan oleh bakteri yang ada di saluran akar, sehingga keberhasilan perawatan
tergantung pada eliminasi bakteri pada gigi yang bersangkutan.
Pada gigi yang masih dapat dipertahankan dapat dilakukan perawatan saluran
akar. Sedangkan pada gigi yang tidak dapat dilakukan restorasi maka harus dilakukan
ekstraksi. Pada gigi yang dirawat saluran akar perlu dilakukan evaluasi pada tahun
pertama dan kedua untuk memastikan apakah lesi bertambah besar atau telah sembuh.

20
Kebanyakan dari periapikal granuloma ditemukan secara tidak sengaja selama
pemeriksaan rutin. Karena granuloma periapikal merupakan kelanjutan dari nekrosis
pulpa maka pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tes thermal yang negatif dan tes
EPT yang negatif. Pada gambaran radiografi lesi yang berukuran kecil tidak dapat
dipisahkan secara klinis dan radiografi. Periapikal granuloma terlihat sebagai
gambaran radiolusen yang menempel pada apex dari akar gigi. Sebuah gambaran
radiolusensi berbatas jelas atau difus dengan berbagai ukuran yang dapat diamati
dengan hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang.
Kegagalan proses penyembuhan bisanya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
- Berubah menjadi bentukan kista
- Kegagalan perawatan saluran akar
- Fraktur akar vertical
- Adanya penyakit periodontal
Gejala klinis dari granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit
dibedakan, biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif.
Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan
menunjukkan nilai yang negatif. Gambaran radiografi akan menunjukkan adanya
radiolusen dengan batas yang jelas. Meskipun pemeriksaan dengan radiografi
merupakan kunci diagnostik, satu satunya cara untuk dapat membedakan keduanya
secara akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik; gambaran
histopatologis granuloma periapikal telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan gambaran
histopatologis kista periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan
epitel jenis non-keratinizing stratified squamous dengan ketebalan yang bervariasi,
dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan
plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya
banyak sel radang, yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut.
Rousel body atau round eusinophilic globule banyak ditemukan didalam atau diluar
sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis imunoglobulin

21
H. Penatalaksanaan
Terapi dari abses periapikal akut adalah sebagai berikut:
a. Lakukan drainase, lebih baik melalui saluran akar. Instruksikan pasien agar
menggunakan larutan hangat sebagai pencuci mulut tiap jam.
b. Buat insisi kecil pada bagian yang paling fluktuan dari pembengkakan tersebut
untuk memancing drainase bila pembengkakan sangat besar dan drainase
melalui saluran akar tidak cukup. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
mengulaskan pasta anastesi topical atau menyemprotkan etil klorida pada
daerah yang akan di insisi dan tusuk pembengkakan tersebut dengan pisau
scalpel.
c. Berikan antibiotic bila drainase tidak produktif atau bila ada pireksia, rasa sakit
dan meningkatnya limfadenopati.

Terapi dari abses periapikal kronis adalah sebagai berikut:


Indikasi untuk mempertahankan atau untuk mencabut gigi dengan abses
periapikal kronis harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu posisi dari gigi, fungsi
dan nilai estetika dari gigi, kondisi patologis yang mungkin terjadi dari jaringan yang
terinfeksi di sekitar akar dan apakah jaringan tersebut pada akhirnya dapat menjadi
steril serta kesehatan umum pasien.
Jika diputuskan untuk mempertahankan gigi penyebab, saluran akar harus
dibuka, dibersihkan dan disetrilkan setelah itu dilakukan pengisian saluran akar.
Penggunaan antibiotic ke dalam saluran akar juga dilakukan. Oleh karena
mikroorganisme di dalam saluran akar banyak jenisnya maka perlu untuk
menggunakan kombinasi yang cocok dari antibiotic bersama dengan fungisida.

I. Komplikasi
Abses periapikal dapat berlangsung secara akut dan kronis. Apabila ada
keseimbangan antara pus dan imunitas penderita maka abses periapikal dapat
berlangsung secara kronis. Jika tekanan hidrostatik dalam pus meningkat
mengakibatkan pus dalam abses periapikal berkembang progesif sehingga pus
membuat jalan yang mengekibatkan penyebaran pus di dalam intra oral maupun ekstra
oral.

22
Gambar 6. Gambaran penyebaran pus pada abses periapikal

Dari gambar tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa pus yang terdapat pada
abses periapikal dapat keluar melalui ruang saluran pulpa yang ditunjukan dengan
angka (1), pus dapat melewati ligamentum periodontal menuju sulkus gingival (2), pus
menyebabkan fistula pada jaringan lunak rongga mulut menembus gingival sehingga
terjagi gum boil (3), pus dapat menyebar menjauhi jaringan apical. Selain keadaan
tersebut abses periapikal juga dapat menyebabkan terjadinya abses maxillaries dan
abses mandibularis yang dapat membahayakan kondisi pasien jika dibiarkan lama oleh
pasien tanpa ada penanganan dari dokter gigi.

23

Anda mungkin juga menyukai