Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENYAKIT MULUT

ULSER TRAUMATIK

Oleh :
Firman Yuwana Putra
180160100011059

Dosen Pembimbing :
drg. Lukman Hakim Hidayat, Sp.PM

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
Ulser Traumatik

A. Definisi

Lesi ulserasi rongga mulut yang berhubungan dengan trauma sering ditemukan pada

praktek dibidang kedokteran gigi. Ulser merupakan suatu defek dalam epitelium berupa

lesi dangkal berbatas tegas serta lapisan epidermis diatasnya menghilang. Ulser traumatik

adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya truma.

Ulser traumatik dapat terjadi pada semua usia dan semua jenis kelamin. Lokasinya

biasanya pada mukosa bukal, mukosa labial, palatum dan lidah. Penderita akan merasakan

rasa yang sangat sakit dan nyeri bila ulser sentuh. Nyeri yang ditimbulkan oleh ulser

traumatik dapat berakibat nyeri pada saat makan, bicara maupun menelan,

ketidaknyamanan biasanya terjadi 24-48 jam setelah terjadinya trauma.

B. Etiologi

Ulser traumatik dapat disebabkan oleh trauma fisik atau juga kimia. Trauma fisik bisa

didapatkan dari trauma mekanis, thermal atau elektrikal. Trauma mekanis adalah penyebab

ulser traumatik pada rongga mulut yang paling sering seperti mukosa yang tergigit, iritasi

gigi tiruan yang tajam, dan terkena bagian gigi yang patah. Rata–rata traumatik ulser terjadi

karena hasil dari trauma yang tidak terduga dan umumnya muncul di daerah yang

berhadapan dengan gigi seperti pada bibir, lidah, dan mukosa bukal. Selain itu, ulser rongga

mulut juga dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang panas.

Traumatik ulser bisa juga iatrogenik yaitu disebabkan secara tidak sengaja oleh seorang

praktisi kesehatan melalui perawatan medis atau dengan prosedur diagnostik yang salah.

Manipulasi jaringan yang terlalu berlebihan atau terlalu berkonsentrasi dalam mengobati

jaringan keras dapat mengakibatkan kecelakaan dan cedera pada jaringan lunak. Traumatik

ulser dapat disebabkan bisa juga karena tidak menggunakan cotton rolls atau isolasi
jaringan yang kurang baik, tekanan negatif dari saliva ejector, atau dengan menusuk

mukosa secara tidak sengaja dengan dental instrumen.

Penyebab ulser traumatik juga bisa didapatkan dari trauma kimia. Iritasi kimiawi pada

mukosa mulut dapat menimbulkan ulserasi. Penyebab umum dari ulserasi jenis ini adalah

karena akibat penggunaan clorheksidine dan aspirin bubuk yang digunakan sendiri oleh

pasien dengan cara mengaplikasikan obat tersebut ke dalam kavitas gigi. Ulserasi akibat

bahan kimia juga dapat terjadi karena prosedur dental, antara lain penggunaan etsa,

bonding, formokresol, dan paraformaldehid.

C. Diagnosa dan Gambaran Klinis

Penentuan diagnosis ulser traumatik perlu dilakukan anamnesis lengkap dan

mengidentifikasi faktor penyebab trauma. Operator harus menanyakan mengenai riwayat

terjadinya ulser yaitu meliputi waktu lesi muncul, durasi, rekurensi, jumlah lesi, dan

riwayat trauma. Selain itu juga operator harus menanyakan mengenai riwayat medis

termasuk obat-obatan yang dikonsumsi, dan riwayat keluarga.

Ulser traumatik secara klinis dapat dibedakan

menjadi ulser akut dan kronis. Ulser akut biasanya

terasa sakit, dan terdapat riwayat trauma. Bentuk

ulser tidak spesifik sangat tergantung dari

penyebabnya dan memiliki dasar putih kekuningan

dibatasi margin eritema. Ulser traumatik akut ini

gambaran lesinya sangat mirip dengan lesi

stomatitis aftosa rekuren dan lesi-lesi akibat

penggunaan radioterapi. Sedangkan ulser kronis

Gambar 1. Gambaran klinis ulser biasanya tidak sakit atau adanya rasa sakit ringan
trumatik
dan terkadang pasien tidak mengetahui penyebab
trauma. Permukaan ulser terlihat dasar putih kekuningan dan terdapat indurasi pada bagian

margin. Penyembuhan akan terhambat jika masih terdapat iritasi. Secara klinis lesi tersebut

terlihat seperti oral squamous carsinoma (OSC) dan ulser infeksius. Pada kasus trauma

mekanis, bentuk lesi biasanya ireguler atau sesuai dengan area sumber truma. Sebab itu,

ulserasi yang terlihat ireguler biasanya merupakan hasil dari truma. Ulser akibat kimia,

memperlihatkan daerah superfisial erosi yang lebih luas, juga disertai dengan eksudat

fibrinous.

Gambaran histopatologi ulser akut menunjukkan pada permukaan ulser terdapat

jaringan fibrin dan banyak neutrofil. Dasar ulser mengandung kapiler yang mengalami

dilatasi dan jaringan granulasi. Regenerasi epitel dimulai dari margin ulser, dengan sel

epitel yang berproliferasi bergerak diantara dasar jaringan granulasi dan fibrin clot. Ulser

kronis pada bagian dasarnya terdapat jaringan granulasi dan jaringan parut (fibrosis).

Regenerasi epitel akan terhambat jika masih terdapat iritasi pada daerah tersebut.

D. Patogenesis

Perjalanan ulser trumatik dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari, berupa panas

atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang

dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan

epitelnya hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin

kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus berubah warna

menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap

penyembuhan.

Patofisiologi dari ulser menurut Greenberg dan Glick (2003) dibagi menjadi 3 tahap,

yaitu:
1. Tahap pre-ulserasi

Tahap ini terjadi pada 18-72 jam pertama dari perkembagan lesi. Pada fase prodromal,

pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul.

Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium dan edema akan

mulai berkembang. Tahap ini, diikuti dengan degenerasi sel epitel supra basal yang disertai

oleh mononukleus dengan sebagian besar limfosit masuk ke dalam lamina propria,

sehingga terbentuklah papula dengan tepi eritematous. Intensitas rasa nyeri akan

meningkat pada waktu tahap pre-ulserasi ini.

2. Tahap ulseratif

Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini

terdapat penambahan infiltrasi sel mononukleus pada jaringan (terutama epitel) dan disertai

dengan edema yang lebih luas serta adanya degenerasi dari epitelium yang menyebabkan

papula akan berulserasi, dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous,

protein, dan bekuan darah, yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang semakin berkurang.

3. Tahap penyembuhan

Tahap ini terjadi pada hari ke 4 hingga ke 35. Ulser tersebut akan ditutupi oleh

epitelium dan penyembuhan luka terjadi.

E. Diagnosa Banding

Beberapa kelainan yang dapat dijadikan diagnosis banding untuk traumatik ulser

adalah Recurrent Apthous Stomatitis, Behcet’s Syndrome, Recurrent HSV Infection.

1. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS/SAR)

SAR merupakan keadaan dimana timbul lesi ulseratif pada rongga mulut yang berulang

(rekuren). Ulser berbentuk ovoid atau bulat. SAR biasanya menyerang mukosa lunak mulut

atau mukosa nonkeratin yang tidak melekat langsung pada tulang. Daerah ini meliputi
mukosa labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak, dan mukosa

orofaringeal. Daerah yang jarang terkena SAR adalah palatum keras dan gingiva cekat.

Penyebab pasti dari SAR masih belum diketahui, namun kemungkinan bersifat

multifaktor. SAR timbul karena pengaruh faktor-faktor predisposisi seperti stres, trauma,

alergi, gangguan endokrin, makanan yang bersifat asam, atau makanan yang mengandung

gluten. Pemeriksaan intra oral diperlukan untuk mengetahui sumber trauma. Berdasarkan

gambaran klinisnya SAR memiliki tiga macam tipe, yaitu minor, mayor, dan herpetiform.

SAR minor tampak sebagai ulkus oval, dangkal, berwarna kuning-kelabu, dengan

diameter sekitar 3-5 mm. Tidak ada bentuk vesikel yang terlihat pada ulkus ini. Tepi eritem

yang mencolok mengelilingi pseudomembran fibrinosa. Rasa terbakar merupakan keluhan

awal, diikuti rasa sakit hebat beberapa hari. Ulkus bisa tunggal maupun multiple, dan

sembuh spontan tanpa pembentukan jaringan parut dalam waktu 14 hari. Kebanyakan

penderita mengalami ulser multiple pada 1 periode dalam waktu 1 bulan.

SAR mayor berdiameter lebih dari 1 cm, bersifat merusak, ulser lebih dalam, dan lebih

sering timbul kembali. Umumnya terjadi pada wanita dewasa muda yang mudah cemas.

Seringnya multipel, meliputi palatum lunak, fausea tonsil, mukosa bibir, pipi, dan lidah,

kadang-kadang meluas sampai ke gusi cekat. Ulkus ini memiliki karakteristik, crateriform,

asimetris dan unilateral. Bagian tengahnya nekrotik dan cekung. Ulkus sembuh beberapa

minggu atau bulan, dan meninggalkan jaringan parut.


Secara klinis mirip ulkus-ulkus pada herpes primer. Gambaran berupa erosi kelabu

yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan

menjadi tak jelas batasnya. Awalnya berdiameter 1-2 cm dan timbul berkelompok 10-100

buah. Ulkus dikelilingi daerah eritem dan mempunyai gejala sakit. Biasanya terjadi hampir

pada seluruh mukosa oral terutama pada ujung anterior lidah, tepi-tepi lidah dan mukosa

labial. Sembuh dalam waktu 14 hari.

Gambar 2. SAR ; (a) SAR Minor , (b) SAR Mayor, (c) Ulser Herpetiform

SAR dan ulser traumatik dapat disamakan dari etiologinya yaitu muncul karena trauma.

Hal yang membedakan antara SAR dan ulser traumatik adalah adanya keterlibatan dari

Human Leucocyte Antigen (HLA) dan karakteristik rekuren yang terjadi pada SAR. Ulser

traumatik dapat juga bersifat rekuren apabila faktor etiologi lokal tidak dihilangkan. Bentuk

lesi SAR bulat atau oval dengan tepi reguler, sedangkan ulser traumatik irreguler. SAR

juga biasanya mengenai mukosa non keratin seperti bukal dan labial, sedangkan ulser

traumatik dapat terjadi dimana saja dalam rongga mulut, seperti palatum, gingiva, dan

lidah.

2. Behcet’s Disease

Behcet’s Disease merupakan kelainan multisistem yang etiologinya belum diketahui

secara pasti, dan diduga berhubungan dengan imunogenetik. Behcet’s Disease memiliki

triad gejala klinis yaitu lesi rekuren pada rongga mulut, genital dan mata. Penegakan

diagnosa Behcet’s Disease yaitu jika pasien memiliki 2-3 kriteria mayor dan 2 kriteria

minor. Kriteria mayornya adalah ulser oral yang bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi

pada mata (konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis), lesi pada kulit (papula, pustula,
eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik). Kriteria minornya adalah lesi pada gastrointestinal,

lesi vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi kardiovaskular, riwayat keluarga.

Ulser pada rongga mulut merupakan lesi yang sering dijumpai pada sindrom ini. Satu

atau sekelompok ulkus mirip apthous bisa terdapat pada area manapun di rongga mulut,

namun yang khas adalah pada mukosa bibir atau pipi. Ulsernya berbantuk oval, rata,

dangkal dan ukuran bervariasi

Gambar 3. Behcet’s syndrome di rongga mulut

3. Recurrent HSV Infection

Pada infeksi virus herpes simplex timbul gejala prodormal seperti demam, sakit kepala,

malaise, mual dan muntah. Satu sampai dua hari setelah timbulnya gejala prodormal,

muncul lesi awal gingivostomatitis yaitu vesikel kecil pada mukosa oral, dengan

karakteristik dinding tipis dengan inflamasi dibawahnya. Vesikel mudah pecah

meninggalkan daerah ulser. Lesi dapat mucul pada semua daerah di rongga mulut. Selain

itu dijumpai gingivitis marginalis akut generalisata

F. Perawatan

Prinsip perawatan traumatik ulser yaitu menghilangkan penyebabnya dan tergantung

pada ukuran, lamanya, dan lokasi lesi. Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser

yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti povidon iodine 1 % , chlorhexidine
gluconat 0,2 %. Pemberian antibiotik seperti penicilin diberikan untuk mencegah infeksi

sekunder, khususnya jika lesi dalam dan parah, namun hal ini jarang dilakukan.

Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-

benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan

bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu.

Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan

apakah ulser tersebut merupakan karsinoma.

Selain itu pasien dengan keluhan traumatik ulser dapat diterapi dengan:

1. Anestesi local seperti: · benzydamine HCl 0,15 %, dikumur sebanyak 15 ml selama

60 detik dan dilakukan 2 x sehari, maksimal pemakaian selama 7 hari (Kosterman,

2006, MIMS,2009),· viscous lidocain 2 % dan dipenhydramine yang dikumur 1

sendok makan,digunakan sebelum makan atau pada saat sakit.

2. Steroid topical seperti triamcinolone acetonide 0,1 % yang dioleskan tipis pada

ulser dan dipakai 2 x sehari, sesudah makan dan sebelum tidur.

Jika traumatik ulser bersifat kronis dan sangat sakit, penderita bisa diberikan

prednisone 15 – 20 mg dalam jangka waktu 4 – 6 hari. Ketika sumber iritasi atau faktor

penyebab sudah dihilangkan, traumatik ulser akan sembuh antara 10 – 14 hari. Jika lebih

dari itu ulserasi belum sembuh, pasien sebaiknya dikonsulkan kepada dokter spesialis dan

dilakukan biopsi untuk melihat kemungkinan dari karsinoma oral.


Daftar Pustaka

Ali M, Joseph B, Sundaram D. Prevalence of oral mucosal lesions in patients of the

Kuwait University Dental Center. Saudi Dent J 2013;25(3):111-8. DOI:10.1016/j.

sdentj.2013.05.003

Anura A. Traumatic oral mucosal lesions: A mini review and clinical update. Oral

Health Dent Manag 2014;13(2):254-9.

Ashok NGSJ. Recurrent apthous stomatitis. Int J Orofac Biol 2017;1(1):1-3.

DOI:10.4103/ijofb.ijofb.

Belenguer-Guallar I, Jiménez-Soriano Y, Claramunt-Lozano A. Treatment of recurrent

aphthous stomatitis. A literature review. J Clin Exp Dent. 2014;6(2):168-74. DOI:10.4317/

jced.51401.

Gilvetti C, Porter SR, Fedele S. Traumatic chemical oral ulceration: A case report and

review of the literature. Br Dent J 2010;208(7):297- 300. DOI:10.1038/sj.bdj.2010.295.

Girish M, Anandakrishna L, Chandra P, Nandlal B, Srilatha K. Iatrogenic injury of

oral mucosa due to Chemicals: A Case report of formocresol injury and review. IOSR J

Dent Med Sci Ver IX. 2015;14(4):2279-861. DOI:10.9790/0853- 14490105.

Glick M. Burket oral medicine. 12th ed. People’s Medical Publising House; 2015. h.

663-5.

Jinbu Y, Demitsu T. Oral ulcerations due to drug medications. Jpn Dent Sci Rev.

2014;50(2):40- 46. DOI:10.1016/j.jdsr.2013.12.001

Mohanad J. Najm BDS. Prevalence of oral mucosal lesions in patients attending

college of dentistry–Basrah University 2013;10(1):116-23.

Mortazavi H, Safi Y, Baharvand M, Rahmani S. Diagnostic Features of Common Oral

Ulcerative Lesions: An Updated Decision Tree. Int J Dent 2016;1-14

DOI:10.1155/2016/7278925.
Mortazavi H, Safi Y, Baharvand M, Rahmani S. Diagnostic features of common oral

ulcerative lesions: an updated decision tree. Int J Dent 2016;14

DOI:10.1155/2016/7278925.

Regezi JA, Scuibba JJ, Jordan RCK. Oral pathology: clinical pathologic correlations.

7th ed. Elsevier; 2012. h. 23-6.

Schemel-Suárez M, López-López J, Chimenos-Küstner E. Oral ulcers: Differential

diagnosis and treatment. Med Clínica (English Ed. 2015;145(11):499-503. DOI:10.1016/j.

medcle.2016.04.016

Sunday O. Akintoye, BDS, DDS, MS and Martin S. Greenberg, DDS F. Recurrent

Aphthous Stomatitis. Recurr Aphthous Stomatitis. 2015;58(2):281-297. DOI:10.1016/j.

cden.2013.12.002.

Sunil A, Kurien J, Mukunda A, Basheer A Bin. Common Superficial Tongue Lesions.

Indian J Clin Pract 2013;23(9):534-42.

Thompson LDR. Pathology clinic oral traumatic ulcer. Ear Nose Throat J 2011

November;90(11):518-534.

Anda mungkin juga menyukai