Anda di halaman 1dari 15

Conservative Management of Trauma to

Deciduous Maxillary Anterior Teeth: A Case


Report
International Journal of Oral Health and Medical Research

Firman Yuwana Putra


180160100011059
ANAK

Anak usia < 7 tahun, lebih dari 30%-nya pernah mengalami trauma pada periode
gigi sulung.
• Gigi sulung anterior → trauma → sering terjadi luksasi
• Luksasi terjadi karena rusaknya serabut gingiva dan
ligamen periodontal. Putusnya serabut gingiva
memungkinkan terjadinya invasi mikroorganisme rongga
mulut sepanjang permukaan akar dan menginfeksi
ligamen periodontal.
• Perawatan → Splinting

• Telah diteliti bahwa fiksasi gigi selama kurang lebih satu


minggu memberikan penyembuhan klinis yang baik pada
gigi trauma yang telah direposisi
Case Report
❖Kasus 1
• Seorang laki-laki usia 6 tahun datang ke Departemen Pedodontik
dan Preventif Kedokteran Gigi, Universitas Kedokteran Gigi
Himachal, Sundernagar, 2 jam setelah jatuh dari sepeda dan
mengalami trauma pada giginya.
• Riwayat kesehatan umum tidak ada kelainan dan tidak ada alergi.
Pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran dan tidak muntah.
• Pemeriksaan ekstra oral tidak menunjukkan adanya perubahan
pada sendi temporo mandibular.
• Pemeriksaan intra oral terlihat adanya hematoma pada bibir
bawah, laserasi jaringan lunak, dan perpindahan ke arah palatal
kedua gigi insisif sentral rahang atas, sehingga menyebabkan relasi
gigitan terbalik gigi anterior rahang atas terhadap gigi anterior
rahang bawah.
• Pada pemeriksaan radiografi periapikal menunjukkan adanya
pemendekan gigi insisif sentral rahang atas dengan radiolusen luas
pada periapikal yang mengindikasikan bahwa apikal gigi sulung
terdorong ke arah labial menjauhi gigi permanen yang sedang
berkembang.
• Mereposisi gigi dan fragmen tulang.
• Dilakukan pengambilan radiografi periapikal lagi untuk memastikan gigi
sudah diposikan dengan benar di dalam soket.
• Gigi difiksasi dari kaninus kanan ke kaninus kiri menggunakan komposit dan
kawat ortodontik 0,7 mm. Dilakukan edukasi pada pasien untuk menjaga
kebersihan rongga mulut dan diresepkan antibiotik dan analgesik.
• Pasien diinstruksikan untuk kontrol berkala setiap minggu
• Setelah tiga minggu, terlihat mobilitas gigi berkurang, maka splint dilepas.
• Relasi gigi menunjukkan hubungan oklusi yang baik.
• Pada pemeriksaan lanjutan, terlihat gigi dengan mobilitas fisiologis tanpa
adanya sensitivitas pada tes perkusi.
• Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa nyeri atau tidak nyaman
❖Kasus 2
• Seorang anak perempuan usia 5 tahun datang ke Departemen
Pedodontik dan Preventif Kedokteran Gigi, Universitas Kedokteran
Gigi Himachal, Sundernagar, dengan riwayat jatuh ketika bermain
5-6 jam yang lalu.
• Pada pemeriksaan klinis, terdapat laserasi pada dagu dan bibir,
serta laserasi pada mukosa labial rahang atas di sekitar gigi insisif
sentral rahang atas, dimana gigi tersebut yang juga mengalami
luksasi lateral dan hipermobiliti.
• Reposisi gigi, dan karena gigi yang telah direposisi cenderung
berpindah dari posisinya, maka dilakukan pemasangan splint
fleksibel selama 2-3 minggu.
• Pasien diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya
dan diresepkan antibiotik dan analgesik.
• Tiga minggu setelah trauma, dilakukan pemeriksaan klinis dan
radiografi lanjutan untuk melihat kondisi jaringan periodontal dan
penyembuhan tulang, lalu splint dilepas.
• Jaringan lunak telah mengalami penyembuhan, dan hubungan
oklusi gigi baik.
Diskusi

• Gigi insisif yang mengalami luksasi tidak dapat kembali ke posisi semula
secara spontan, sehingga kondisi ini memerlukan intervensi untuk
dapat memposisikan gigi kembali ke tempat semula.
• Menurut Andreasen, mereposisi gigi yang telah mengalami dislokasi
menjadi lebih sulit bila dilakukan 48 jam setelah kerusakan.
• Reposisi secepatnya dan stabilisasi gigi → mendasar
• Splinting dengan kawat ortodontik dan resin komposit untuk
stabilisasi gigi pasca trauma selama 2-4 minggu, seperti yang
dilakukan pada kasus di atas, menunjukkan hasil yang memuaskan,
karena teknik fiksasi tersebut masih memungkinkan adanya
pergerakan fisiologis dan memudahkan pembersihan.
• Usia anak juga berperan penting dalam mengambil keputusan untuk
perawatan
• Usia muda bisa mempengaruhi pertumbuhan gigi permanen
• Dan juga tingkat kooperatif
Kesimpulan
• Sangat memungkinkan untuk kita sebisa mungkin menghindari
aktivitas yang dapat menyebabkan kerusakan rongga mulut.
• Namun, pada kondisi trauma yang telah terjadi, masih dapat
ditangani dengan perawatan yang adekuat dan kontrol berkala.
• Kasus terbaru lainnya yang dijabarkan dalam artikel lain,
menunjukkan bahwa Splinting, menjaga kebersihan rongga mulut
yang baik, dan terapi antibiotik dapat dilakukan pada gigi yang
mengalami trauma dan rusak hingga gigi tersebut tanggal sendiri.

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai