Anda di halaman 1dari 14

Evaluasi Klinis Mineral Trioxide Agregat (MTA) dan Biodentine sebagai

Bahan Direct Pulp Capping pada Gigi Karies

Abstrak
Latar Belakang
Perawatan saluran akar telah menjadi pilihan perawatan yang sering digunakan sehari-

hari untuk karies terbuka yang mencapai pulpa gigi. Dalam konteks kedokteran gigi invasif

minimal, prosedur direct pulp capping (DPC) dengan biomaterial yang dapat diandalkan, dapat

dipertimbangkan sebagai alternatif asalkan keadaan pulpa masih vital. Mineral trioxide agregat

(MTA), merupakan semen bioaktif dengan kemampuan bahan penutup yang sangat baik dan

biokompatibilitas yang mampu meregenerasi pulpa yang sebagian besar mengalami kerusakan

dan pembentukan jembatan dentin apabila digunakan sebagai bahan DPC. Biodentin sendiri

secara komparatif merupakan biomaterial baru yang dinyatakan memiliki sifat yang mirip

dengan MTA dan saat ini sedang diteliti untuk prosedur terapi pulpa vital.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi respon klinis pulp-dentin secara

kompleks setelah DPC dengan menggunakan MTA dan biodentin pada gigi karies.

Subjek dan Metode

Dua puluh empat molar permanen dengan paparan karies yang tidak memiliki tanda dan

gejala pulpitis ireversibel dipilih dan dibagi ke dua kelompok, Kelompok I - MTA dan
Kelompok II - biodentin. Pasien dipanggil kembali pada 3 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan untuk

evaluasi klinis dan radiografi. Uji Fisher (Fisher Exact Test) digunakan bersamaan dengan uji

Chi Square untuk analisis statistiknya.

Hasil
Selama 6 bulan, MTA dan biodentin masing-masing menunjukkan tingkat keberhasilan

91,7% dan 83,3%, yang berdasarkan gejala subyektif, uji sensibilitas pulpa, dan penampilan

radiografi.

Kesimpulan
MTA dan biodentin dapat digunakan sebagai bahan DPC ketika diagnosis pulpa tidak

lebih dari pulpitis reversibel.

Kata kunci: Biodentine, Direct Pulp Capping, Mineral trioxide agregat (MTA)
Pengantar

Terapi pulpa vital telah dilakukan untuk menjaga vitalitas pulpa yang terpapar karena

kesalahan atau trauma iatrogenik. [1] Pada lesi karies yang dalam, peradangan terbatas pada

pulpa superfisial, sedangkan jaringan di bagian dalam pulpa sisanya normal, kecuali untuk

beberapa pembuluh darah yang melebar. [2] Telah dilaporkan bahwa penyembuhan pulpa dapat

dicapai bahkan setelah terpapar/tidak terlindungi dari karies jika peradangan tidak lebih parah

dari pulpitis reversibel. [3] Terapi endodontik telah menjadi pendekatan tradisional dalam

mengelola pulpa yang terbuka yang ditemukan selama ekskavasi karies sebagai penempatan

obat-obatan terhadap pulpa yang tidak terlindungi dari karies dan saat ini masih menjadi

perdebatan (kontroversi). [4] Keraguan untuk menempatkan bahan capping yang terpapar karies

disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengidentifikasi bahan bioaktif yang dapat diandalkan,

tidak dapat diserap dengan hasil yang dapat diprediksi.

Beberapa bahan telah dicoba untuk menutup pulp vital. Meskipun Ca(OH)2 telah menjadi

bahan pilihan untuk pulp capping, tetapi memiliki beberapa kelemahan, yaitu, pelekatan yang

tidak sempurna terhadap dentin, waktu penyelesaian lebih lama, dan beberapa kerusakan

kebocoran di dalam jembatan dentin. [5] Mineral triokside agregate (MTA) direkomendasikan

sebagai alternatif untuk Ca(OH)2 karena stimulasi pembentukan jembatan dentin lebih cepat

memungkinkan penyembuhan pulpa dan menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam

prosedur klinis. [2] MTA adalah bahan antibakteri bioaktif, biokompatibel, dengan stabilitas

yang baik, dan kemampuan capping yang sangat baik. [2] Meskipun demikian, pengaturan waktu

yang lama, sifat perawatan yang buruk, biaya material yang tinggi, dan potensi perubahan warna

tetap menjadi tantangan bagi praktisi. [6] Pengaturan yang lebih lambat [7] dan perubahan warna

jaringan gigi [8] juga terlihat dengan White MTA (WMTA) yang diperkenalkan untuk mengatasi
potensi perubahan warna MTA abu-abu. Namun demikian, MTA telah terbukti sebagai bahan

direct pulp capping (DPC) yang dapat diandalkan pada paparan karies pada gigi permanen saat

observasi prosedur perawatan dua kali kunjungan. [3]

Biodentine (Septodont, Saint Maur de Fosses, Prancis) adalah semen restoratif baru yang

berbasis kalsium-silikat, yang dapat digunakan sebagai pengganti dentin dan memiliki aplikasi

yang mirip dengan MTA. Biodentine sendiri mendorong sel-sel pulpa vital dan merangsang

pembentukan dentin reparatif ketika bersentuhan langsung dengan jaringan pulpa. [9]

Konsistensi biodentine mirip dengan semen fosfat. Bahan ini dapat langsung diaplikasikan di

dalam kavitas sebagai pengganti sebagian besar dentin tanpa persiapan sebelumnya dan memiliki

waktu pengaturan yang lebih singkat. [9]

Baik MTA dan biodentine masing-masing telah menunjukkan hasil yang menguntungkan

ketika digunakan sebagai bahan DPC dalam pulpa yang tidak terlindungi secara mekanis; [10]

sepengetahuan kami, hanya sedikit literatur klinis yang membandingkan biodentine dan MTA

sebagai bahan DPC dalam gigi karies. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengevaluasi respon klinis secara kompleks pulpa-dentin setelah DPC dengan MTA dan

biodentine pada gigi karies.

Subjek dan Metode

Dalam penelitian ini, semua pasien dalam kelompok usia (18-40) tahun yang dirujuk ke

departemen untuk dikelompokkan gigi karies yang dalam pada gigi molar. Setelah itu, dipilih

gigi yang asimptomatik, respon positif terhadap uji termal dan listrik tanpa nyeri tekan pada

perkusi, dan tanpa perubahan patologis pada radiografi periapikal. Secara klinis, semua gigi

menunjukkan karies yang dalam baik primer atau sekunder. Secara radiografi, semua gigi
menunjukkan karies gigi dalam mendekati pulpa tanpa memperlihatkan ligamen periodontal

yang menebal, radiolusen furkasi, atau patosis periradikular.

Pasien dirawat sesuai dengan Helsinki Declaration. Informed consent diperoleh setelah

menjelaskan alasan eksperimental, prosedur klinis, dan kemungkinan komplikasi prosedur.

Prosedur operasi standar diikuti dan dilakukan oleh satu operator. Sebelum persiapan

kavitas, gigi dibersihkan secara mekanis dan didesinfeksi dengan larutan klorheksidin 0,2%.

Setelah anestesi yang adekuat dengan lidocaine hidrokloride 1: 100.000 dengan adrenalin

(xylocaine) dan aplikasi dengan rubber dam, karies superfisial dan enamel yang menonjol

dihilangkan dengan bor diamond steril dengan kecepatan tinggi di bawah pendingin semprotan

air suling udara. Perawatan dilakukan untuk mengeluarkan semua karies lunak di dekat pulpa

dengan ekskavator dan bur karbida bulat pada handpiece kecepatan rendah. Cotton pelet steril

yang dilembabkan dalam 3% NaOCl ditempatkan pada lokasi pulpa terbuka untuk mencapai

hemostasis. Gigi yang tidak memiliki paparan hingga pulpa berdarah banyak dikeluarkan dari

penelitian. Secara total, 24 gigi dengan pulpa terbuka yang memenuhi kriteria inklusi dipilih.

Pasien menerima salah satu dari dua modalitas pengobatan menggunakan metode acak

(penyembunyian alokasi).

Kelompok I: MTA (n = 12)

Kelompok II: Biodentin (n = 12)

Di kelompok I, pulpa yang terbuka dan dentin di sekitarnya ditutup dengan lapisan

ProRoot WMTA setebal 2 mm, dimanipulasi sesuai dengan rekomendasi pabrik. Setelah

menempatkan MTA, pelet kapas basah ditempatkan langsung di atas bahan dan gigi direstorasi

untuk sementara dengan semen seng polikarboksilat [Gambar 1].


Gambar 1
(a) Pulpa terbuka sesudah ekskavasi karies. (b) MTA ditempatkan di atas pulpa terbuka. (c)

Radiografi yang menunjukkan penempatan MTA segera setelah pulp capping. (d) Follow-up

radiografi setelah 6 bulan

Di kelompok II, pulpa gigi ditutup dengan biodentin, dimanipulasi sesuai dengan

rekomendasi pabrik dan dibiarkan sebagai restorasi sementara [Gambar 2].

Gambar 2
(a) pulpa terbuka setelah ekskavasi karies. (b) Biodentin ditempatkan di atas pulpa yang terbuka

dan sebagai restorasi sementara. (c) Radiografi diambil segera setelah penempatan biodentin. (d)

Follow-up 6 bulan radiografi


Pasien pada kedua kelompok tersebut diminta untuk kembali untuk evaluasi klinis serta

penempatan restorasi tetap dengan komposit setelah 3 minggu. Pada kelompok I, cotton pelet

dihilangkan diikuti oleh semen base glass ionomer resin-modified dan setelah itu dilakukan

restorasi komposit. Pada kelompok II, biodentin dikurangi menjadi dasar diikuti oleh restorasi

komposit. Dalam restorasi Kelas II, kontak dibuat menggunakan matriks palodent.

Pasien dipanggil kembali pada 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun untuk evaluasi. Pasien

ditanya tentang sensitivitas dan rasa sakit pasca operasi selama periode penelitian. Pengujian

sensitivitas pulpa dan listrik dilakukan untuk menilai kesehatan pulpa dan perangkat lunak Image

J (versi 1.4, Informer Technologies, Inc) digunakan untuk mendeteksi pembentukan jembatan

dentin pada radiografi pasca restorasi.

Analisis Statistik

SPSS (versi 20, SPSS Inc, Chicago) digunakan untuk analisis. Statistik deskriptif dan

analitik dihitung. Koefisien korelasi Pearson digunakan. Uji eksak Fisher digunakan bersama

dengan uji Chi-square karena nilai dalam beberapa sel adalah <5. P <0,05 dianggap signifikan

secara statistik.

Hasil

Tiga pasien (dua dengan biodentine dan satu dengan MTA) mengeluhkan nyeri spontan,

dalam waktu 3 minggu dan dirawat saluran akar. Pasien lain tidak menunjukkan gejala selama

periode waktu eksperimental dan sensitif terhadap tes dingin dan listrik [Grafik 1].
Pada follow-up 6 bulan, tidak ada perkembangan patologi periapikal gigi [Grafik 2].

Selain itu, dua gigi dari MTA dan dua gigi dari kelompok biodentin menunjukkan pembentukan

jembatan dentin yang pasti pada follow-up 1 tahun.

Grafik 1
Membandingkan respons pulpa dengan uji sensibilitas pulpa pada 3 minggu, 3 bulan, dan
6 bulan antara kelompok agregat mineral trioksida dan biodentin.

Grafik 2

Membandingkan respons radiografi terhadap agregat mineral trioksida dan biodentine


pada 3 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan

Dari 24 gigi, 14 gigi memiliki karies oklusal dan sepuluh gigi memiliki karies proksimal.

Di antara tiga gigi yang dirawat saluran akar, satu memiliki karies oklusal dan dua dengan karies
proksimal. Pada 6 bulan follow-up, tingkat kelangsungan hidup pulpa keseluruhan untuk MTA

dan biodentine masing-masing adalah 91,7% dan 83,3%.

Korelasi signifikan pada 6 bulan untuk vitalitas dan temuan sinar-X, vitalitas dan adanya

jembatan dentin, dan temuan sinar-X.

Diskusi

DPC mencoba menyembuhkan pulpa yang terbuka yang mengalami kerusakan secara

reversibel dengan merangsang pembentukan jembatan dentin, sehingga memulihkan struktur dan

fungsi kompleks dari pulpa-dentin. [8] Pembersihan karies yang kurang baik menunjukkan

tingkat keberhasilan yang lebih rendah dari 56,2% untuk DPC dengan MTA pada jangka

panjang. [11] Keberhasilan terapi pulpa vital tergantung pada pembersihan menyeluruh pada

jaringan yang rusak, dan mengendalikan infeksi sangat penting untuk keberhasilan prosedur. [12]

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, perawatan diambil untuk memastikan pembersihan

karies secara menyeluruh. Perawatan dianggap berhasil ketika tidak ada tanda-tanda atau gejala

berikut yang hadir: Nyeri spontan, nyeri tekan pada perkusi, pembengkakan, fistula, mobilitas

patologis, radiolusensi furkasi, pelebaran membran ligamen periodontal, atau resorpsi akar

internal dan eksternal. [13] Namun, pembentukan jembatan gigi adalah kunci untuk

penyembuhan akhir dan keberhasilan jangka panjang karena melindungi pulpa yang terbuka

terhadap serangan lebih lanjut dari bakteri mulut yang dapat menyebabkan degenerasi pulpa,

atrofi, dan shringkage/penyusutan. [14] Telah ditunjukkan bahwa radiograf periapikal tidak

mampu mendeteksi tebal jembatan dentin < 0,5 mm. [15] Dalam penelitian ini, pembentukan
jembatan dentin terlihat pada dua gigi dari MTA dan dua dari kelompok biodentine yang

ditindaklanjuti selama 1 tahun.

Selain itu, dua gigi dari kelompom II dan satu gigi dari kelompok I menjalani perawatan

saluran akar ketika pasien kembali dengan gejala persisten/tetap dalam 3 bulan pada masa tindak

lanjut. Di antara gigi yang gagal, dua gigi memiliki karies proksimal dan satu gigi memiliki

karies oklusal. Marques et al. dalam penelitian mereka mengamati tingkat keberhasilan DPC

yang lebih rendah pada dinding aksial. Dalam hal ini mereka dikaitkan dengan penutupan

marginal yang lebih rendah dan kebocoran mikro selanjutnya dalam restorasi proksimal. [16]

Kelangsungan hidup pulpa secara keseluruhan ditegakkan dengan gejala subyektif, tes dingin,

dan radiografi diambil saat kunjungan kembali. MTA memiliki tingkat keberhasilan 91,7% yang

sebanding dengan tingkat keberhasilan MTA di 97,96% terlihat dalam penelitian lain. [17]

Tingkat keberhasilan untuk biodentine dalam penelitian ini adalah 83,3%.

Tingkat keberhasilan yang tinggi untuk MTA dikaitkan dengan kemampuannya untuk

merangsang pembentukan jembatan dentin, sifat antibakteri, dan kemampuan penyegelan yang

sangat baik, yang sangat penting untuk keberhasilan prosedur DPC. [18] MTA juga merangsang

produksi sitokin dalam osteoblas manusia, memungkinkan ikatan sel yang baik terhadap bahan,

sehingga memperlihatkan peran aktif dalam pembentukan jembatan-dentin. [19] capping secara

pulpotomi dengan biodentin juga menghasilkan respons pulpa yang serupa. Namun, ketebalan

jembatan dentin yang terbentuk yang terletak dibawah biodentin lebih besar. Dibandingkan

dengan MTA, biodentin memiliki waktu pengaturan yang lebih pendek yang juga merupakan

keuntungan. [20] Kesamaan respon jaringan dengan bahan-bahan ini mungkin karena komposisi

kimianya yang serupa (trikalsium silikat), efek samping yang dihasilkan selama reaksi

pengaturan, [21] dan sifat fisik. [22]


Pendarahan dari pulpa yang terbuka lebih dari 5 dan hingga 10 menit digunakan sebagai

ambang batas untuk klasifikasi pulpitis reversibel dan ireversibel. [17] Dalam penelitian kami,

bahan pulp capping ditempatkan hanya setelah mencapai hemostasis lengkap dengan NaOCl 3%.

Namun, satu kasus yang membutuhkan lebih dari 5 menit untuk hemostasis, kembali dengan rasa

sakit yang parah dalam tindak lanjut berikutnya. MTA menunjukkan perubahan warna pada

sebagian besar kasus. Telah ditunjukkan bahwa WMTA menginduksi perubahan warna pada

waktu 1 minggu yang meningkat dari waktu ke waktu, sedangkan biodentine tidak

mempengaruhi stabilitas warna gigi. [23] Komponen oksida bismut dalam WMTA, NaOCl yang

digunakan untuk hemostasis atau light cured yang digunakan untuk restorasi komposit mungkin

yang menyebabkan atas perubahan warna ini. [24]

Penelitian ini dilakukan pada karies pulpa terbuka yang mengandalkan gejala subyektif,

uji sensibilitas pulpa, dan pemeriksaan radiografi. Studi klinis jangka panjang diperlukan untuk

mendukung pengamatan pada penelitian ini.

Kesimpulan

Dalam keterbatasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa MTA dan biodentine adalah

bahan DPC yang dapat diandalkan. Pemilihan kasus yang hati-hati, isolasi,

pembersihan/ekskavasi karies menyeluruh, penutupan pulpa, dan restorasi yang tepat akan

berkontribusi pada keberhasilan perawatan dan membantu menjaga vitalitas gigi.


Daftar Pustaka

1. Parirokh M, Asgary S, Eghbal MJ, Kakoei S, Samiee M. A comparative study of using a

combination of calcium chloride and mineral trioxide aggregate as the pulp-capping agent on

dogs’ teeth. J Endod. 2011;37:786–8. [PubMed] [Google Scholar]

2. Eskandarizadeh A, Shahpasandzadeh MH, Shahpasandzadeh M, Torabi M, Parirokh M. A

comparative study on dental pulp response to calcium hydroxide, white and grey mineral trioxide

aggregate as pulp capping agents. J Conserv Dent. 2011;14:351–5. [PMC free

article] [PubMed] [Google Scholar]

3. Bogen G, Kim JS, Bakland LK. Direct pulp capping with mineral trioxide aggregate: An

observational study. J Am Dent Assoc. 2008;139:305–15. [PubMed] [Google Scholar]

4. Al-Hiyasat AS, Barrieshi-Nusair KM, Al-Omari MA. The radiographic outcomes of direct

pulp-capping procedures performed by dental students: A retrospective study. J Am Dent

Assoc. 2006;137:1699–705.[PubMed] [Google Scholar]

5. Seltzer S, Bender IB, Ziontz M. The dynamics of pulp inflammation: Correlations between

diagnostic data and actual histologic findings in the pulp. Oral Surg Oral Med Oral

Pathol. 1963;16:969–77.[PubMed] [Google Scholar]

6. Parirokh M, Torabinejad M. Mineral trioxide aggregate: A comprehensive literature review –

Part I: Chemical, physical, and antibacterial properties. J Endod. 2010;36:16–

27. [PubMed] [Google Scholar]

7. Islam I, Chng HK, Yap AU. Comparison of the physical and mechanical properties of MTA

and Portland cement. J Endod. 2006;32:193–7. [PubMed] [Google Scholar]


8. Parolia A, Kundabala M, Rao NN, Acharya SR, Agrawal P, Mohan M, et al. A comparative

histological analysis of human pulp following direct pulp capping with propolis, mineral trioxide

aggregate and Dycal. Aust Dent J. 2010;55:59–64. [PubMed] [Google Scholar]

9. Mente J, Geletneky B, Ohle M, Koch MJ, Friedrich Ding PG, Wolff D, et al. Mineral trioxide

aggregate or calcium hydroxide direct pulp capping: An analysis of the clinical treatment

outcome. J Endod. 2010;36:806–13. [PubMed] [Google Scholar]

10. Nowicka A, Lipski M, Parafiniuk M, Sporniak-Tutak K, Lichota D, Kosierkiewicz A, et al.

Response of human dental pulp capped with biodentine and mineral trioxide aggregate. J

Endod. 2013;39:743–7.[PubMed] [Google Scholar]

11. Schwendicke F, Meyer-Lueckel H, Dörfer C, Paris S. Failure of incompletely excavated teeth

– A systematic review. J Dent. 2013;41:569–80. [PubMed] [Google Scholar]

12. Kawashima N. Characterisation of dental pulp stem cells: A new horizon for tissue

regeneration? Arch Oral Biol. 2012;57:1439–58. [PubMed] [Google Scholar]

13. Woehrlen AE., Jr Evaluation of techniques and materials used in pulpal therapy based on a

review of the literature: Part I. J Am Dent Assoc. 1977;95:1154–8. [PubMed] [Google Scholar]

14. Stanley HR. Criteria for standardizing and increasing credibility of direct pulp capping

studies. Am J Dent. 1998;11:S17–34. [PubMed] [Google Scholar]

15. Schwendicke F, Stolpe M. Direct pulp capping after a carious exposure versus root canal

treatment: A cost-effectiveness analysis. J Endod. 2014;40:1764–70. [PubMed] [Google Scholar]

16. Marques MS, Wesselink PR, Shemesh H. Outcome of direct pulp capping with mineral

trioxide aggregate: A prospective study. J Endod. 2015;41:1026–31. [PubMed] [Google Scholar]


17. Torabinejad M, Parirokh M. Mineral trioxide aggregate: A comprehensive literature review –

Part II: Leakage and biocompatibility investigations. J Endod. 2010;36:190–

202. [PubMed] [Google Scholar]

18. Koh ET, McDonald F, Pitt Ford TR, Torabinejad M. Cellular response to mineral trioxide

aggregate. J Endod. 1998;24:543–7. [PubMed] [Google Scholar]

19. Grech L, Mallia B, Camilleri J. Investigation of the physical properties of tricalcium silicate

cement-based root-end filling materials. Dent Mater. 2013;29:e20–8. [PubMed] [Google

Scholar]

20. Vallés M, Roig M, Duran-Sindreu F, Martínez S, Mercadé M. Color stability of teeth

restored with biodentine: A 6-month in vitro study. J Endod. 2015;41:1157–

60. [PubMed] [Google Scholar]

21. Camilleri J, Sorrentino F, Damidot D. Investigation of the hydration and bioactivity of

radiopacified tricalcium silicate cement, biodentine and MTA angelus. Dent

Mater. 2013;29:580–93. [PubMed] [Google Scholar]

22. Zhou HM, Shen Y, Wang ZJ, Li L, Zheng YF, Häkkinen L, et al. In vitro cytotoxicity

evaluation of a novel root repair material. J Endod. 2013;39:478–83. [PubMed] [Google Scholar]

23. Vallés M, Mercadé M, Duran-Sindreu F, Bourdelande JL, Roig M. Color stability of white

mineral trioxide aggregate. Clin Oral Investig. 2013;17:1155–9. [PubMed] [Google Scholar]

24. Camilleri J. Color stability of white mineral trioxide aggregate in contact with hypochlorite

solution. J Endod. 2014;40:436–40. [PubMed] [Google Scholar]

Anda mungkin juga menyukai