Anda di halaman 1dari 22

Referat

Tatalaksana NSTEMI pada COVID-19

Oleh :

Fitrah Noor Pratama Budi Putra

1930912310102

Pembimbing :

Dr. dr. Dwi Laksono Adiputro, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC

DEPARTEMEN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Mei, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Non-ST Elevasi Miokard Infark.......................................... 3

2.2 Infeksi COVID-19............................................................... 4

2.3 Patogenesis Infeksi COVID-19 pada Sistem

Kardiovaskular..................................................................... 5

2.4 Tatalaksana NSTEMI pada COVID-19............................... 8

BAB III PENUTUP 16

DAFTAR PUSTAKA 17

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2. Rekomendasi ESC untuk manajemen NSTE-ACS


selama wabah COVID-19 9

Gambar 2.2 Pemilihan strategi tatalaksana NSTEMI sesuai


dengan stratifikasi risiko 10

Gambar 2.3 Algoritma triase pasien masuk IGD dengan suspek ACS 11

Gambar 2.4 Alur Tatalaksana NSTEMI pada Infeksi COVID-19 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kasus infeksi COVID-19 masih terus meningkat di Indonesia sejak World

Health Organization (WHO) mengumumkan pandemi terkait infeksi ini pada 11

Maret 2020. Pada tanggal 30 April 2021, dilaporkan sebanyak 150.110.310 kasus

positif dengan 3.158.792 kematian dan akan meningkat pada kelompok rentan

salah satunya dengan penyakit kardiovaskular.1

NSTEMI termasuk salah satu spektrum Acute Coronary Syndrome (ACS)

yang ditandai dengan adanya tanda dan gejala iskemia atau infark miokard yang

disebabkan oklusi parsial atau emboli distal arteri koroner tanpa disertai elevasi

segmen ST pada gambaran EKG. Lain halnya dengan STEMI yang insidensnya

cenderung menurun, insidens NSTEMI justru cenderung meningkat dengan

mortalitas jangka pendek yang lebih tinggi dari pada STEMI. Adanya pandemi

infeksi COVID-19 tentu menjadi tantangan tersendiri dalam menatalaksanai

pasien dengan NSTEMI.2

Pasien dengan NSTEMI mengeluhkan nyeri dada substernal yang

berlangsung > 20 menit disertai gejala otonom seperti keringat dingin. Keluhan

bisa disertai penjalaran ke lengan kiri, punggung, rahang atau ulu hati. Faktor

risiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol tinggi dan riwayat keluarga

dengan serangan jantung sebelumnya akan semakin memperkuat kecurigaan ke

arah NSTEMI. Untuk menegakkan diagnosis NSTEMI, diperlukan adanya

gambaran EKG dan hasil biomarka. Gambaran EKG pada NSTEMI bisa normal

1
2

atau menunjukkan perubahan segmen ST selain dari elevasi sementara hasil

biomarka jantung menunjukkan adanya peningkatan. Penegakan diagnosis

NSTEMI harus dilakukan secara paralel (bersamaan) dengan skrining infeksi

COVID-19. Pada anamnesis, perlu ditanyakan apakah terdapat riwayat demam,

batuk, pilek, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri otot/sendi disertai riwayat

kontak dengan kontak erat/kasus suspek/kasus probable/atau pasien terkonfirmasi

infeksi COVID-19. 2,3

Tata laksana NSTEMI pada infeksi COVID-19 mirip dengan tata laksana

NSTEMI pada umumnya. Selain tata laksana medikamentosa, tata laksana jangka

panjang pada NSTEMI juga meliputi edukasi gizi dan pola makan, faktor risiko

dan gaya hidup sehat. Kecepatan revaskularisasi arteri koroner yang teroklusi

merupakan kunci utama keberhasilan tatalaksana NSTEMI baik dalam aspek

mengurangi morbiditas maupun mortalitas.3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Non ST elevation miokard infarction (NSTEMI)

Non ST elevation miokard infarction (NSTEMI) merupakan spektrum

Acute Coronary Syndrome (ACS). Pada NSTEMI pembuluh darah arteri

jantung tidak tersumbat seluruhnya, sehingga kerusakan otot jantung tidak

seberat ketika mengalami STEMI. Frekuensi kejadian NSTEMI sekitar 30%

dari total kasus penyakit jantung.2

Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya NSTEMI sama seperti

jenis serangan jantung lainnya, yaitu faktor genetik, gaya hidup tidak sehat,

seperti merokok dan jarang bergerak, serta penyakit tertentu, seperti hipertensi

dan diabetes melitus. NSTEMI memiliki gejala yang hampir sama dengan ACS

yang lainnya. Salah satu gejala khasnya adalah nyeri dada kiri yang menjalar ke

lengan, leher, atau rahang. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah sesak

napas, keringat dingin, dan pusing.4,5

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien NSTEMI juga bisa sama dengan

pasien jenis serangan jantung yang lain. Untuk memastikan jenis serangan

jantung yang terjadi, dokter akan melakukan pemeriksaan EKG

(elektrokardiogram). Saat dilakukan EKG, NSTEMI akan menunjukkan

gambaran penyumbatan aliran darah pada jantung tanpa elevasi segmen ST.4

Jenis serangan jantung yang akan memberikan gambaran mirip kondisi

NSTEMI adalah angina tidak stabil, sehingga untuk membedakannya, perlu

dilakukan pemeriksaan darah. Pada NSTEMI, hasil pemeriksaan darah akan

3
4

menunjukkan peningkatan biomarker jantung, yaitu senyawa yang dilepaskan

ke darah saat jantung mengalami kerusakan.5

2.2 Infeksi COVID-19

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran

pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona

2 (SARS-CoV-2) atau yang sering disebut virus Corona. Virus ini memiliki

tingkat mutasi yang tinggi dan merupakan patogen zoonotik yang dapat menetap

pada manusia dan binatang dengan presentasi klinis yang sangat beragam, mulai

dari asimtomatik, gejala ringan sampai berat, bahkan sampai kematian.6

Penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 2-3%. Beberapa faktor

risiko dapat memperberat keluaran pasien, seperti usia >50 tahun, pasien

imunokompromais, hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus,

penyakit paru, dan penyakit jantung.7

COVID-19 dapat dicurigai pada pasien yang memiliki gejala saluran

pernapasan, seperti demam >38⁰C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai

dengan riwayat bepergianke daerah dengan transmisi lokal atau riwayat kontak

dengan kasus suspek atau kasus konfirmasi COVID-19. Hasil pemeriksaan

laboratorium pada pasien COVID-19 tidak spesifik, tetapi limfopenia,

peningkatan laktat dehidrogenase, dan peningkatan aminotransferase, umumnya

sering ditemukan.7,8

Langkah awal dalam penegakan diagnosis COVID-19 adalah dengan

anamnesis serta menilai risiko epidemiologi dan riwayat kontak pasien.


5

Pemeriksaan reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) dari

spesimen usap nasofaring merupakan baku emas diagnosis COVID-19.8

2.3 Patogenesis Infeksi COVID-19 pada Sistem Kardiovaskular

SARS-CoV-2 dan SARS-CoV merupakan virus yang diketahui

menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan, keduanya menggunakan ACE-2

sebagai pintu masuk sel. Mengingat pentingnya fungsi ACE-2 dalam sistem

kardiovaskular, maka patut diwaspadai risiko gangguan sistem kardiovaskular

pada pasien COVID-19. ACE-2 adalah protein transmembran jalur tunggal

dengan aktivitas protease yang memotong vasokonstriktor angiotensin II menjadi

vasodilator angiotensin 1-7. Dengan demikian, ia berfungsi sebagai enzim

counter-regulasi untuk fungsi ACE-1, yang menghasilkan angiotensin II. Pada

manusia, ACE-2 memiliki pola ekspresi luas dan telah ditemukan di epitel paru

(khususnya, pneumosit tipe II), miokardium, endotelium, mukosa saluran cerna,

sumsum tulang, ginjal, dan limpa. Luasnya ekspresi ACE-2 ini menjelaskan

cedera multiorgan pada infeksi SARS-CoV-2.9

Fitur lain yang relevan dari ekspresi gen ACE-2 adalah pengkodeannya

pada kromosom X, yang mungkin menjelaskan kemungkinan perbedaan jenis

kelamin pada epidemiologi COVID-19; laki-laki memiliki risiko lebih tinggi

terinfeksi dibandingkan perempuan.10

Pada model hewan, ekspresi ACE-2 memliki peran sebagai pengatur fungsi

jantung yang cukup penting, tikus ACE-2 knockout (tikus model uji yang

dimanipulasi secara genetik sehingga tidak memiliki reseptor ACE-2) mengalami

disfungsi ventrikel kiri yang parah. Infeksi SARS-CoV tampaknya menurunkan


6

regulasi ACE-2, yang dapat menyebabkan disfungsi miokard.11

Hubungan antara SARS-CoV dan ACE-2 merupakan satu mekanisme

teoritis disfungsi jantung pada COVID-19, yaitu downregulasi ACE-2

menyebabkan disfungsi jantung. Selain itu, hubungan antara masuknya virus dan

ACE-2 menjadi dasar kontroversi seputar penggunaan antagonis RAAS, yang

meningkatkan ekspresi ACE-2 dalam penelitian hewan uji dan oleh karena itu,

secara teoritis dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.11

2.3.1 Manifestasi Kardiovaskular

1. Cedera Jantung

Sejumlah penelitian telah melaporkan cedera jantung akut sebagai

manifestasi penting COVID-19. Sampai saat ini, cedera jantung akut secara

bervariasi didefinisikan sebagai peningkatan troponin jantung melebihi persentil

ke-99 saja atau gabungan dari elevasi troponin, kelainan pada EKG, atau kelainan

ekokardiografi. Tingkat cedera jantung yang dilaporkan bervariasi antar studi, dari

7% hingga 28% pasien yang dirawat di rumah sakit, khususnya pada pasien

dengan usia lanjut, atau dengan lebih banyak komorbiditas, termasuk hipertensi,

diabetes, penyakit jantung koroner, dan gagal jantung. Di semua penelitian

tersebut, cedera jantung dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk, termasuk

perawatan di ICU dan kematian.12,13

Berdasarkan penilaian serial troponin, para peneliti di Cina melaporkan

bahwa rata-rata perkembangan cedera jantung akut adalah 15 hari setelah onset

penyakit, dan terjadi setelah kondisi ARDS. Beberapa kasus cedera jantung akut

telah dilaporkan bahkan tanpa adanya gejala pernapasan.14


7

2. Aritmia

Aritmia telah dicatat dalam beberapa laporan. Dalam serangkaian kasus 138

pasien rawat inap dengan COVID-19, sebesar 16,7% diketahui memiliki gejala

aritmia tidak spesifik selama rawat inap. Tingginya angka kejadian aritmia tercatat

di antara pasien yang dirawat di ICU (44,4%, n = 16).10 Rangkaian kasus 187

pasien yang dirawat di rumah sakit, melaporkan takikardia ventrikel berkelanjutan

atau fibrilasi ventrikel pada 5,9% (n = 11) pasien. Penemuan ini konsisten dengan

aritmia pada flu, yang telah diketahui menyebabkan disfungsi atrioventrikular dan

aritmia ventrikel.13

3. Gagal Jantung, Syok Kardiogenik, dan Miokarditis

Dalam rangkaian kasus 191 pasien COVID-19, 23% (n = 44) tercatat

menderita komplikasi gagal jantung dan 52% (n = 28) di antaranya meninggal

dunia. Satu laporan kasus telah mendokumentasikan syok kardiogenik dengan

troponin meningkat, elevasi segmen ST, penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri,

tanpa riwayat penyakit koroner pada pasien COVID-19,14 yang kemudian diobati

dengan inotropik dan steroid dengan hasil akhir pemulihan fungsi ventrikel kiri.

Dalam 1 seri kasus dari Cina, kerusakan miokard atau gagal jantung berkontribusi

terhadap 40% kematian, 7% dikaitkan semata-mata karena kegagalan sirkulasi

tanpa gagal napas.15

4. Trombosis

Salah satu temuan paling menonjol di sebagian besar studi awal COVID-19

adalah gangguan kaskade koagulasi dan fibrinolitik. Pasien rawat inap dengan
8

COVID-19 sedang dan berat tercatat memiliki peningkatan nilai PT dan APTT

serta D-dimer.12 Dalam konteks gambaran klinis yang sesuai dengan Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC), COVID 19 memicu terbentuknya trombus pada

arteri atau vena. Namun, kejadian tersebut masih belum banyak dipublikasikan.

Satu laporan kasus pendahuluan dari seorang pasien COVID-19 menggambarkan

temuan otopsi mikrotrombi di pembuluh darah paru. Karena tidak ada data

publikasi kejadian trombotik pada COVID-19, penggunaan antikoagulan secara

rutin tidak dianjurkan tanpa bukti indikasi trombotik.16

5. Kardiomiopati takotsubo

Kardiomiopati takotsubo yang sering dikenal sebagai broken heart

syndrome, merupakan disfungsi ventrikel kiri akut dan sementara (<21 hari) yang

dipicu oleh stres fisik maupun emosional dalam 1–5 hari terakhir. Patofisiologi

kardiomiopati takotsubo hingga saat ini belum dapat dijelaskan, tetapi diduga

kerusakan miokard terjadi akibat peningkatan katekolamin yang berlebihan yang

menyebabkan hiperaktivitas simpatis, disfungsi endotel, dan spasme

mikrovaskular. Proses ini menyebabkan kerusakan miokard dan berujung pada

disfungsi ventrikel kiri.17

2.4 Tatalaksana NSTEMI pada COVID-19

Manajemen pasien dengan NSTEMI harus dipandu oleh stratifikasi risiko. 3

Pengujian untuk SARS-CoV-2 harus dilakukan sesegera mungkin setelah kontak

medis pertama, terlepas dari strategi perawatan untuk memungkinkan staf RS

menerapkan langkah-langkah perlindungan dan jalur manajemen yang memadai.

Pasien harus dikategorikan ke dalam 4 kelompok risiko (yaitu risiko sangat tinggi,
9

risiko tinggi, risik menengah, dan risiko rendah) dan dikelola sesuai kelompok

risiko tersebut (Gambar 1).18

Gambar 2.1 Rekomendasi ESC untuk manajemen NSTE-ACS selama wabah


COVID-19

Pasien dengan peningkatan Troponin dan keadaan akut dengan klinis yang

tidak stabil (perubahan EKG, kekambuhan nyeri) mungkin dikelola dengan

pendekatan konservatif. Pencitraan non-invasif menggunakan CCTA dapat

mempercepat stratifikasi risiko, menghindari pendekatan invasif 121

memungkinkan selesai perawatan lebih awal. Untuk pasien dengan resiko tinggi,

strategi medis bertujuan untuk stabilisasi sambil merencanakan strategi invasif

awal (<2 jam). Namun waktu dari strategi invasif mungkin lebih lama dari 24 jam

menyesuaikan dengan waktu hasil pengujian (COVID-19). Dalam kasus tes

SARS-CoV-2 positif, pasien harus dipindahkan untuk manajemen invasif ke


10

rumah sakit yang dilengkapi fasilitas untuk mengelola pasien postif COVID-19.18

Pasien dengan risiko sedang harus dievaluasi secara hati-hati dengan

mempertimbangkan diagnosis alternative untuk MI tipe 1, seperti MI tipe 2,

miokarditis, atau cedera miokard akibat gangguan pernapasan atau kegagalan

multi organ atau Takotsubo. Jika diagnosa diferensial tampak masuk akal, strategi

non invasif harus dipertimbangkan dan CCTA harus diutamakan, jika peralatan

dan keahlian tersedia.18

Gambar 2.2 Pemilihan strategi tatalaksana NSTEMI sesuai dengan stratifikasi


risiko20

Ketika ada hasil tes positif SARS-CoV-2, pasien harus dipindahkan untuk

manajemen invasif ke rumah sakit yang dilengkapi fasilitas untuk mengelola

pasien COVID-19-positif. Pada saat kebutuhan yang tinggi namun ketersediaan

laboratorium atau operator kateterisasi berkurang, manajemen konservatif non-


11

invasif dapa dipertimbangkan dengan pemulangan awal dari rumah sakit dan

rencana tindak lanjut klinis yang direncanakan.18,19

Gambar 2.3 Algoritma triase pasien masuk IGD dengan suspek ACS13

Triase IGD wajib dilakukan untuk memisahkan pasien terduga COVID-19

dari pasien tanpa infeksi SARS-CoV-2. Protokol lokal untuk triase cepat pasien

dengan gejala pernapasan harus tersedia. Pasien dengan penyakit ringan dan stabil

harus segera dipulangkan. Di negara-negara yang sangat terpengaruh oleh

COVID-19, saat pandemi IGD telah diatur ulang untuk memberikan kemungkinan

area akses khusus dan fasilitas terisolasi kepada pasien COVID-19 sejak

kedatangan pertama ke rumah sakit. Protokol lokal untuk pasien yang mengalami

triase cepat dengan gejala pernapasan harus dikeluarkan dengan tujuan untuk

membedakan pasien CVD dari pasien COVID-19. Di China misalnya, pasien

yang tidak memiliki riwayat geografis atau keluarga dari infeksi virus, demam,

gejala pernapasan, kelelahan atau diare dianggap tidak mungkin terinfeksi

COVID-19 dan CVD bisa ditangani dengan cepat dengan protokol standar.22
12

Alur tatalaksana NSTEMI pada infeksi COVID-1923

Gambar 2.4 Alur Tatalaksana NSTEMI pada Infeksi COVID-19

a. Pasien kriteria skrinning cepat COVID-19 kode kuning positif dengan

NSTEMI dilakukan terapi di ruang isolasi, evaluasi keperluan PCI setelah

pulih dari pneumonia COVID-19.

b. Pasien kriteria skrinning cepat COVID-19 kode kuning negatif dengan

NSTEMI dilakukan tatalaksana sesuai PPK NSTEMI.

c. Pasien kriteria skrinning cepat COVID-19 kode kuning positif dengan

NSTEMI dan hemodinamik tidak stabil dilakukan PCI di ruang kateterisasi

isolasi (bila tersedia)

- Pasien dengan tes COVID-19 negatif dilakukan tatalaksana lanjutan di

ruang perawatan ICVCU


13

- Pasien dengan tes COVID-19 positif, dilakukan tatalaksana lanjutan di

ruang isolasi dan tatalaksana prevensi sekunder setelah pneumonia

perbaikan

Fase akut di UGD :21

1. Skrining form cepat COVID dan form epidemiologi (bila form cepat hasil

positif)

2. Bed rest total

3. Oksigen 2-4 L/menit

4. Pemasangan IVFD

5. Obat-obatan :

a. Aspilet 160 mg kunyah

b. Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi

clopidogrel) berikan 300 mg atau Ticagrelor 180 mg

c. High intensity statin (atorvastatin 80 mg atau rosuvastatin 40 mg)

d. Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada

keluhan, dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten

e. Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada

6. Monitoring jantung
14

Fase Lanjutan

1. Pasien dengan hasil skrining cepat negatif :

Menjalani alur tatalaksana NSTEMI standar sesuai PPK PERKI 2018

2. Pasien dengan hasil skrining cepat positif :

Melanjutkan pengisian formulir “penyelidikan epidemiologi” dan akan

digolongkan dalam kriteria OTG, ODP, PDP, dan terkonfirmasi COVID-19

3. Pasien OTG / ODP / PDP / terkonfirmasi COVID-19 dengan hemodinamik

stabil, dan dengan atau tanpa tanda-tanda pneumonia berat:

Menjalani terapi konservatif di ruang rawat isolasi

4. Pasien OTG / ODP / PDP / kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan

hemodinamik tidak stabil tanpa tandatanda pneumonia berat :

Dilakukan intervensi koroner perkutan (IKP) di ruangan laboratorium

kateterisasi terisolasi apabila pertimbangan manfaat IKP lebih besar daripada

risiko

Fase Perawatan Intensif di CVCU/ICCU/ICU

1. Obat-obatan :

a. High intensity statin (atorvastatin 80 mg atau rosuvastatin 40 mg)

b. Asam asetilsalisilat 1x80 mg

c. Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2x90mg

d. Bisoprolol mulai dari dosis 1x1.25 mg atau carvedilol 2x3,125 mg, dosis

dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontraindikasi


15

e. Ramipril mulai dari dosis 1x2,5 mg atau ACE inhibitor lain jika terdapat

infark anterior atau LV fungsi menurun EF <50%; dosis dapat di uptitrasi,

diberikan jika tidak ada kontra indikasi

f. Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB:

Candesartan 1x 16 mg atau Valsartan 2x80mg

g. Obat pencahar 1-2x5 cc

h. Diazepam 1-2 x 5 mg

2. Monitoring kardiak

3. Puasa 6 jam

4. Diet Jantung 1800 kkal/24 jam

5. Total cairan 1800 cc/24 jam (pada pasien tanpa gagal jantung)

6. Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida) dan asam

urat

*Pneumonia Berat : pasien remaja/dewasa dalam pengawasan ISPA disertai :

- Frekuensi nafas >30 x/menit

- Distress pernapasan berat

- SpO2 <90% pada oksigen ruangan

*Pneumonia Ringan : pasien remaja/dewasa dalam pengawasan ISPA disertai :

- Frekuensi nafas <20 x/menit

- Tidak ada distress pernapasan

- SpO2 >95% pada oksigen ruangan

*APD Level 3 di Laboratorium Kateterisasi :

- Baju kerja kateterisasi


16

- Topi

- Masker bedah

- Pelindung wajah / goggle

- Jas operasi steril

- Celemek steril

- Sepatu tertutup
BAB III

PENUTUP

Sebagian besar pasien NSTEMI dengan kecurigaan COVID-19, perlu

dilakukan pemeriksaan COVID-19 sebelum tindakan kateterisasi, sehingga bisa

dilakukan kontrol infeksi. Pasien NSTEMI yang telah dilakukan revaskularisasi

perlu dipulangkan lebih cepat (rapid discharge) agar ketersediaan tempat tidur

bisa teratasi dan meminimalisir pajanan pasien di rumah sakit. Disarankan untuk

pasien dgn positif COVID-19 dan NSTEMI (terutama dengan diabetes mellitus)

agar diberlakukan pendekatan konservatif. Perlu diketahui bahwa laporan terbaru

menyatakan kasus acute cardiac injury terjadi pada sekitar 7% pasien COVID-19

dan dapat bermanifestasi sebagai infark miokard tipe 2 atau miokarditis.

Pasien NSTEMI dengan hemodinamik tidak stabil akibat masalah iskemia

dapat diperlakukan sebagai kasus STEMI. Pada penderita COVID-19 yang berat

terjadi miokarditis fulminant. Sering kali pasien dikonsulkan ke Sp.JP dengan

gejala gagal jantung akut. Untuk pasien-pasien yang datang dengan presentasi

gagal jantung akut di ikuti batuk dan demam sebaiknya diisolasi, dilakukan

penapisan cepat dengan memeriksa adakah leukopenia, limfositas dan gambaran

pneumonia dari ro thorax dengan menggunakan APD level 3. Tatalaksana

disesuaikan dengan kondisi pasien sesuai panduan yang berlaku.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization [Internet]. Jenewa: WHO Coronavirus (COVID-


19) Dashboard. 2021 [cited 2021 April 27]. Available from:
https://covid19.who.int.

2. Pusat Jantung Nasional [Internet]. Jakarta: Manajemen Non-ST Elevation


Myocardial Infarction (NSTEMI) Dengan Kecurigaan Infeksi Covid-19.
2020 [cited 2021 Mei 1]. Available from: https:
//www.pjnhk.go.id/artikel/manajemen-non-st-elevation-myocardial-
infarction-nstemi-dengan-kecurigaan-infeksi-covid-19.

3. Roffi M, Patrono C, Collet JP, Mueller C, Valgimigli M, et al. 2015 ESC


Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation. Eur Heart J. 2016;
37(3):267-315.

4. Mebazaa A, Combes A, van Diepen S, Hollinger A, Katz JN, et al.


Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction.
Intensive Care Med 2018;44(6):760-773.

5. Rampengan SH. Kegawatdaruratan Jantung. FKUI. 2015.

6. Sahin AR. 2019 Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of


the Current Literature. Eurasian J Med Investig. 2020;4(1):1–7.

7. Wu Z, Mc Googan JM. Characteristics of and Important Lessons From the


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a
Report of 72 314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and
Prevention. JAMA. 2020; 323(13):1239-42.

8. Gerg J, Singh V, Pandey, P, Verma A, Sen M, et al.Evaluation of sample


pooling for diagnosis of COVID19by real timePCR: A resourcesaving
combat strategy. J Med Virol. 2021; 93: 1526-31.

9. Zhou P, Yang X Lou, Wang XG, Hu B, Zhang L, Zhang W, et al. A


pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat
origin. Nature [Internet]. 2020;579(7798):270–3.

10. Wang C, Horby PW, Hayden FG, Gao GF. A novel coronavirus outbreak of
global health concern. Lancet 2020;395:470–3.

11. Akhmerov A, Marbán E. COVID-19 and the heart. Circ Res.


2020;126:1443–55.

12. Zhou F, Yu T, Du R, Fan G, Liu Y, Liu Z, et al. Clinical course and risk

17
18

factors for mortality of adult inpatients with COVID-19 in Wuhan, China: A


retrospective cohort study. Lancet [Internet]. 2020;395(10229):1054–62.

13. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, et al. Clinical characteristics


of 138 hospitalized patients with 2019 Novel coronavirus-infected
pneumonia in Wuhan, China. JAMA - J Am Med Assoc.
2020;323(11):1061–9.

14. Inciardi RM, Lupi L, Zaccone G, Italia L, Raffo M, Tomasoni D, et al.


Cardiac involvement in a patient with coronavirus disease 2019 (COVID-
19). JAMA Cardiol. 2020;5(7):819–24.

15. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han Y, et al. Epidemiological and


clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in
Wuhan, China: A descriptive study. Lancet [Internet].
2020;395(10223):507–13.

16. Moores LK, Tritschler T, Brosnahan S, Carrier M, Collen JF, Doerschug K,


et al. Prevention, diagnosis, and treatment of VTE in patients with
coronavirus disease 2019: CHEST guideline and expert panel report. Chest
[Internet]. 2020;158(3):1143–63.

17. Pelliccia F, Kaski JC, Crea F, Camici PG. Pathophysiology of Takotsubo


Syndrome. Circulation. 2017;135:2426-2441.

18. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.Panduan Diagnosis


dan Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular pada Pandemi COVID-19. 2020.

19. Amarendra G, Makmun LH, Antono D, Dewiasty E. Peran Tindakan


Revaskularisasi terhadap Kesintasan Pasien Non-ST Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI). 2014;1(2):24-30.

20. Collet JP, Thiele H, Barbato E, Bauersachs J, Bhatt D, et al. 2020 ESC
Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation. Eur Harth J. 2021;
42:128-1367.

21. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan praktik


klinis NSTEMI dengan kecurigaan COVID-19. 2020.

22. European Society of Cardiology. ESC Guidance for the Diagnosis and
Management of CV Disease during the COVID-19 Pandemic. ESC. 2020.

23. Burhan E, Susanto AD, Nasution S, Ginanjar E, Pitoyo CW, et al. Protokol
Tatalaksana COVID-19. 2020.

Anda mungkin juga menyukai