Disusun oleh:
Mushab
20201110101033
Pembimbing:
dr. Suparno Adi Sastika, Sp.An
REFERAT
PENANGANAN TERAPI INTENSIF PADA PASIEN COVID 19
Disusun oleh:
Mushab
20201110101033
Pembimbing:
dr. Suparno Adi Sastika, Sp.An
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
HALAMAN JUDUL............................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 COVID-19........................................................................................3
2.2 Patofisiologi......................................................................................4
2.3 Manifestasi Klinis............................................................................5
2.4 Tatalaksana di ICU.........................................................................8
2.4.1 Strategi Ventilasi Mekanik......................................................9
2.4.2 Strategi Tatalaksana Syok.......................................................12
BAB 3. KESIMPULAN.......................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16
iii
iv
DAFTAR TABEL
iv
1
BAB 1. PENDAHULUAN
terapi oksigen yang masih merupakan intervensi utama dalam penanganan infeksi
berat, mempertahankan jalan napas dengan ventilasi mekanik untuk hypoxic
respiratory failure dan ARDS, serta mempertahankan hemodinamik untuk
penanganan syok septik. Pasien COVID-19 dengan gejala sedang-berat juga
membutuhkan perawatan untuk mencegah terjadinya hipoksia, hipoksemia dan
ARDS. (Zhao et al., 2020)
3
2.1 COVID- 19
Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health Organization memberi nama virus
baru tersebut Severa acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARSCoV-2) dan nama
penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Pada mulanya transmisi
virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah
kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi
pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Pada tanggal 11 Maret 2020,
WHO mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi pandemi di dunia. Sejak diumumkan
pertama kali ada di Indonesia, kasus COVID-19 meningkat jumlahnya dari waktu ke
waktu sehingga memerlukan perhatian. Pada prakteknya di masa pandemi, tatalaksana
COVID-19 diperlukan kerjasama semua stakholder untuk menanganinya.(PDPI et al.,
2020)
CoVs (coronaviruses) adalah virus RNA rantai positif yang memiliki bentuk
seperti mahkota bila dilihat dibawah mikroskop elektron dan terdapat tonjolan
glikoprotein di permukaannya.CoVs merupakan subfamili Orthocoronavirinae dari famili
Coronaviridae (ordo Nidovirales) yang diklasifikasikan menjadi empat genus CoVs;
Alphacoronavirus, Betacoronavirus, Deltacoronavirus, dan Gammacoronavirus.
Ditambah lagi, betacoronavirus dikelompokkan menjadi lima sub genus. (Chan et al.,
2013)
Corona virus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering
pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. Semua virus ordo Nidovirales memiliki
kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA sangat
panjang.Struktur corona virus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S
berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satuprotein
antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini
berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S
dengan reseptornya di sel inang).(Wang, Qiang and Ke, 2020)
Menurut penelitian (Guo et al., 2020)COVID-19 banyak terdistribusi di udara,
permukaan objek (mis., lantai, tempat sampah, pegangan tangan, dan komputer), bangsal
umum dan risiko kontaminasi yang lebih besar di unit perawatan intensif. Virus ini
mampu bertahan pada plastik dan peralatan yang terbuat dari besi hampir 72 jam
dibandingkann dengan tembaga hanya mampu bertahan sampai 4 jam dan kardus sampai
4
24 jam. Studi inijuga menemukan virus dapat bertahan dalam partikel cairan (aerosol)
selama 3 jam. Namun, aerosol ini bukan berarti berasal dari batuk manusia pada
umumnya melainkan dihasilkan melalui alat penghasil aerosol yang digunakan pada
prosedur klinis. Organisasi Kesehatan Dunia telah mengkonfirmasi hal itu belum ada
laporan tentang penularan melalui udara. (World Healthy Organization, 2020)
2.2 Patofisiologi
Berikut siklus dari Corona virus setelah menemukan sel host sesuai
tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai
oleh Protein S yang ada di permukaan virus. Protein S penentu utama dalam
menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya.(Wang, dkk., 2020)
Pada studi yang dilakukan, protein S berikatan dengan reseptor di sel
host yaitu enzim angiotensin converting enzyme 2 (ACE-2). ACE-2 dapat
ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus
halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel
epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel
otot polos.(Guo et al., 2020)
Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA
genom virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus
RNA melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap
selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus.(Whelan, dkk., 2015)
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas ataskemudian
bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya).
Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi
peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh
beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi
virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari. (Wang, dkk., 2020)
Studi yang dilakukan Wang, dkk., 2020 pada SARS menunjukkan
virus bereplikasi di saluran napasbawah diikuti dengan respons sistem imun
bawaan dan spesifik. Faktor virus dan sistem imun berperan penting dalam
patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan difus alveolar, makrofag,
5
dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada rontgen toraks
diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-bercak. Pada
tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat atau
konsolidasi luas di paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi
virus juga bereplikasi di enterosit sehingga menyebabkan diare dan luruh di
feses, juga urin dan cairan tubuh lainnya.
Studi terbaru (Ramanathan et al., 2020) menunjukkan peningkatan
sitokin proinflamasi diserum seperti IL1B, IL6, IL12, IFNγ, IP10, dan
MCP1 dikaitkan dengan inflamasi di paru dan kerusakan luas di jaringan
paru-paru pada pasien dengan SARS. Pada COVID-19 ditemukan target sel
kemungkinan berlokasi di saluran napas bawah. Virus COVID-19
menggunakan ACE-2 sebagai reseptor, sama dengan pada SARS-CoV.
Sekuens dari RBD (Reseptor-binding domain) termasuk RBM (Receptor
Binding Motif) pada SARS-CoV-2 kontak langsung dengan enzim
angiotensin-converting enzyme 2 (ACE 2). Hasil residu pada SARS-CoV-2
RBM (Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada manusia, konsisten dengan
kapasitas SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia. (Wan et al., 2020)
Beberapa residu kritis lain dari COVID-19 RBM (Asn501)
kompatibel mengikat ACE2 pada manusia, menunjukkan SARS-CoV-2
mempunyai kapasitas untuk transmisi manusia ke manusia. Analisis secara
analisis filogenetik kelelawar menunjukkan COVID-19 juga berpotensi
mengenali ACE 2 dari beragam spesies hewan yang menggunakanspesies
hewan ini sebagai inang perantara. Secara patofisiologi, pemahaman
mengenai COVID-19 masihperlu studi lebih lanjut.(Wan et al., 2020)
Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok
septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi
sistem koagulasi dalam beberapa hari. (Wang, dkk., 2020)
2.3.2 Klasifikasi Klinis
Menurut WHO pada tahun 2020 klasifikasi klinis COVID-19 antara
lain:
a. Mild illness
Pasien yang terinfeksi virus saluran pernapasan bagian atas
yang tidak memiliki gejala seperti demam, kelelahan, batuk (dengan
atau tanpa produksi sputum/dahak), anoreksia, lemas, nyeri otot,
suara serak, sesak napas, hidung tersumbat, atau sakit kepala. Pasien
terkadang mengalami diare, mual, dan muntah.
b. Pneumonia
Pneumonia pada dewasa tidak disertai dengan tanda
pneumonia berat dan tidak membutuhkan oxygen sedangkan
pneumonia pada anak disertai batuk atau sulit bernapas dan bernapas
cepat tanpa adanya tanda pneumonia berat.
Definisi takipnea pada anak:
< 2 bulan : ≥ 60x/menit
2-11 bulan : ≥ 50x/menit
1-5 tahun : ≥ 40x/menit.
c. Pneumonia Berat
- Pada pasien dewasa
Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi
saluran napas.Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi
napas: >30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi
oksigen pasien < 93% udara luar.
- Pada pasien anak
Gejala yang muncul yakni batuk atau tampak sesak, ditambah
satu diantara kondisi berikut:
Sianosis central atau SpO2 < 90%
7
Anak:
- Bilevel non-invasive mechanical ventilation (NIV) atau Continious
Positive Airway Pressure (CPAP) ≥ 5 cmH2O melalui masker full
wajah : PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264
- ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or
5 ≤ OSI < 7.5
- ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤
oxygenation index using SpO2 (OSI) < 12.3
- ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.3
e. Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuhterhadap
suspek infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertaidisfungsi organ.
Tanda disfungsi organ perubahan status mental, susah bernapas atau
frekuensi napas cepat, saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang,
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan
darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti laboratorium
koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau
hiperbilirubinemia.
f. Syok septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasivolum
adekuat sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan Mean
Arterial Pressure(MAP) ≥ 65 mmHg dan serum laktat > 2 mmol/L.
9
Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanansistolik <
persentil 5 atau >2 Standar Deviasi (SD) dibawah rata rata tekanan
sistolik normal berdasarkan usia atau diikuti dengan 2-3 kondisi
berikut :Perubahan status mental, bradikardia atau takikardia (pada
balita: frekuensi nadi 160x/menit, pada anakanak: frekuensi nadi
150x/menit26), capillary refill time (CRT) meningkat (>2 detik) atau
vasodilatasi hangat denganbounding pulse, takipnea, kulit mottled atau
petekia atau purpura, peningkatan laktat, oliguria, hipertemia atau
hipotermia.
a) Syarat penyapihan
- PEEP ≤ 8 dan FiO2 ≤ 0,4 atau PEEP ≤ 5 dan FiO2 ≤ 0,5
- Usaha nafas adekuat
- Hemodinamik stabil tanpa topangan atau topangan minimal
- Patologi paru sudah membaik
b) Tehnik penyapihan
- Gunakan T-piece atau CPAP ≤ 5 cmH2O dan PS ≤ 5 cmH2O
- Awasi toleransi selama 30 menit, maksimal 2 jam
SpO2 > 90% dan/atau PaO2 > 60 mmHg
TV > 4 ml/kgbb
RR < 35 x/menit
pH > 7.3
Tidak ada tanda kesulitan bernafas seperti laju nadi >
120x/menit, gerakan nafas paradoks, penggunaan otot-otot
pernafasan sekunder, keringat berlebih atau sesak.
- Jika terdapat tanda intoleransi, lanjutkan ventilasi mekanik sesuai
pengaturan sebelum penyapihan
2.4.2 Strategi Tata Laksana Syok
1. Septik syok diidentifikasi pada pasien dengan dugaan atau terbukti
mengalami infeksi yang membutuhkan penggunaan vasopressor untuk
mempertahankan MAP >65 mmHg, kadar laktat >2 mmol/L tanpa
disertai tanda hypovolemia. Pada kondisi tidak dapat dilakukan
pemeriksaan kadar laktat, gunakan MAP dan tanda klinis gangguan
perfusi untuk mendifinisikan syok.
2. Identifikasi dan kelola dengan inisiasi terapi antimikrobial dan inisiasi
resusitasi cairan dan pemberian vasopressor untuk mengatasi hipotensi
dalam 1 jam pertama.
3. Resusitasi cairan dengan bolus cepat kristaloid 250 – 500 mL (15 – 30
menit) sambil menilai respon klinis.
14
BAB 3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif, S. K., Muchtar, F., Wulung, N., Hisbullah,. Herdarjan, P., Nurdin, H.
(2020), Buku Pedoman PENANGANAN PASIEN KRITIS COVID-19’, (April),
pp. 1–88.
2. Bhagavathula, A. S., Wafa, A. A., Jamal, R., Muhammad, J. A. M., Deepak, K.
B. (2020), Knowledge and Perceptions of COVID-19 Among Health Care
Workers: Cross-Sectional Study, JMIR Public Health and Surveillance, 6(2), p.
e19160. doi: 10.2196/19160.
3. British Society of Thoracic Imaging (2020), Background COVID-19, First cases
Wuhan City China, (March), p. 28. Available at:
https://www.bsti.org.uk/media/resources/files/BSTI_COVID19_Radiology
_Guidance_version_2_16.03.20.pdf.
4. Guo Z, dkk. 2020. Aerosol and Surface Distribution of Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2 in Hospital Wards. Pp 1–2. doi: :
https://doi.org/10.3201/eid2607.200885 Aerosol.
5. Huang C, dkk. 2020.Clinicalfeatures of patients infected with 2019 novel
coronavirus in Wuhan, China. The Lancet: 395(10223), pp. 497–506. doi:
10.1016/S0140-6736(20)30183-5.
6. Kementerian Kesehatan RI (2020) Pedoman pencegahan dan pengendalian
coronavirus disease (COVID-19) revisi ke-4 1.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MenKes/413/2020
TentangPedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019
(COVID-19). MenKes/413/2020, 2019.
8. PDPI et al. (2020) PROTOKOL TATALAKSANA COVID-19. 1st edn. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2020) Diagnosis danPenatalaksanaan
Pneumonia COVID-19. 1st edn. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
9. Ruíz, A. A. B. 2015. Clinical Management of COVID-19. 3(2), pp. 54–67.
17