per tahun di Amerika Serikat. Tiga ratus per sejuta bayi hidup mengalami
kebutaan akibat kelainan ini. Prevalensi kebutaan karena ROP sebesar 1, 1 % dari
800.000 bayi baru lahir di Indonesia.
Di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, studi faktor risiko
Faktor Resiko
1. Predisposisi genetic
Mutasi gen NDP, FZD4, LRP5 and TSPAN12 diduga sebagai salah
satu
dari faktor resiko ROP. Gen – gen ini mempengaruhi pertumbuhan
pembuluh darah retina. Retinopati Prematuritas juga dilaporkan 70%
diwariskan dalam studi kembar monozigot dan dizigotik yang prematur.
Selain itu, varian genetik dalam VEGF seperti EPAS1 yang berkaitan
dengan regulasi hipoksia dan gen SOD yang berperan dalan mengkodekan
superoksida dismutase, enzim antioksidan juga dilaporkan mempunyai
hubungan dalam terjadinya ROP. Stres oksidatif dan nutrisi dapat
mempengaruhi ekspresi gen melalui asetilasi dan metilasi DNA dan telah
membantu menjelaskan efek tak terduga akibat hubungan faktor eksternal
dan genetik dalam pembentukan ROP.
2. Paparan terapi oksigen
Terapi oksigen merupakan faktor resiko utama terjadinya
Retinopati
Prematuritas. Hubungan oksigen terhadap perkembangan retinopati
prematuritas tidak sepenuhnya dipahami dan bersifat kompleks.
Kebutuhan
metabolik dan oksigen akan meningkat selama perkembangan pembuluh
darah retina dan fotoreseptor. Pembuluh darah retina pada fase awal juga
sangat sensitif terhadap perubahan transpor oksigen dari luar. Pada bayi
prematur terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi transpor oksigen
ke
pembuluh darah retina dan saraf retina, diantaranya faktor oksigenasi
darah
yang buruk pada paru-paru yang belum matang, terdapatnya penyakit pada
pernapasan, anemia prematuritas dan terdapatnya perubahan rasio
hemoglobin janin terhadap dewasa yang berperan dalam afinitas oksigen
ke hemoglobin.
Efek primer oksigen pada pembuluh darah retina yang imatur pada
binatang percobaan adalah terjadinya vasokonstriksi retina. Vasokonstriksi
awal pada pembuluh darah retina yang imatur terjadi dalam beberapa
menit
pertama setelah paparan terhadap oksigen, ukuran pembuluh darah
berkurang sampai 50% dan kemudian kembali ke ukuran normal. Oksigen
yang dilakukan terus menerus selama 4 – 6 jam akan menimbulkan
vasospasme bertahap sampai pembuluh darah tersebut mengecil sampai
80%. Sampai pada tahap ini vasokonstriksi pembuluh darah retina masih
bersifat reversibel, namun apabila keadaan ini bertahan (misalnya
pemberian oksigen sampai 10 – 15 jam) maka beberapa pembuluh darah
perifer retina yang belum matur tersebut menimbulkan kerusakan endotel
yang pada akhirnya akan mengalami penutupan yang permanen. Pembuluh
darah baru akan terbentuk pada daerah yang mengalami kerusakan kapiler
retina. Pembuluh darah baru ini akan menyebar di permukaan retina dan
berkembang sampai ke korpus vitreus. Hal ini biasanya terjadi pada fase
akut retinopati prematuritas.
3. Usia gestasi kurang dari 30 minggu
ROP terjadi pada 84.2% bayi dengan usia gestasional dibawah 30
minggu, sedangkan 15.7% pada usia gestasional diatas 31 minggu. Tingkat
2. Luas
Luas kelainan ditulis berdasarkan arah putaran jam dan dicatat sebagai
jumlah jam atau derajat (1 jam = 30°). Pemeriksa melihat pada setiap mata, Posisi
jam 3 berada di sisi nasal mata kanan dan sisi temporal mata kiri. Posisi jam 9
berada di sebelah temporal mata kanan dan sisi nasal mata kiri. Pukul 12 terletak
di superior kedua mata, sedangkan pukul 6 berada di inferior.
3. Stadium
Stadium ditentukan berdasarkan respon retina terhadap pertumbuhan
pembuluh darah abnormal. Satu mata mungkin terdapat gambaran retina abnormal
dengan stadium yang berbeda, pada keadaan seperti ini yang dipakai untuk
penentuan stadium berdasarkan gambaran abnormal terberat. Deskripsi semua
temuan tetap ditulis lengkap dengan mencantumkan lokasi arah jam. Retinopathy
of prematurity berdasarkan stadium diklasifikasikan menjadi lima
a. Stadium 1 (demarcation line)
Demarcation line adalah struktur garis tipis, tegas, putih, dan datar yang
memisahkan daerah retina avaskular di anterior dengan retina vaskular di
posterior. Arkade pembuluh darah tampak mengarah ke arah garis.
b. Stadium 2 (ridge)
Ridge merupakan peninggian jaringan mesenkim. Peninggian ini muncul di
area demarcation line, memiliki tinggi dan lebar, memanjang di atas bidang retina.
Ridge dapat berubah dari putih menjadi merah muda dan pembuluh darah retina
akan masuk ke intraretina.
c. Stadium 3 (proliferasi fibrovascular ekstraretinal)
Proliferasi fibrovaskular ekstraretina atau neovaskularisasi memanjang dari
peninggian mesenkimal ke dalam vitreus. Proliferasi ini berpotensi menimbulkan
tarikan pada retina.
d. Stadium 4 (ablasio retina subtotal)
Ablasio retina terjadi karena progresifitas proliferasi fibrovaskular. Tingkat
ablasio tergantung pada luas dan derajat traksi fibrovaskular.
e. Stadium 5 (ablasio retina total)
Ablasio retina pada retinopati prematuritas umumnya traksional. Ablasio yang
terjadi berbentuk corong, dapat dibagi menjadi bagian
anterior dan posterior.
Patofisiologi
Pada masa embriologi, vaskularisasi retina dimulai pada bulan keempat
kehamilan atau 16 minggu setelah gestasi. Sel mesenkim tumbuh dari regio
diskus optikus. Sel ini kemudian berkembang menjadi sel endotel dan membentuk
sistem kapiler. Kapiler yang terbentuk sebagian akan berkembang menjadi
arteriole dan venule, sisanya akan mengalami apoptosis bila remodelling terjadi.
Vaskularisasi retina berkembang secara sentrifugal dari diskus optikus ke arah
perifer. Pembuluh darah berkembang ke area temporal retina hingga mencapai
area makula pada bulan kelima dan pada lapisan sel ganglion di dareah fovea
pada bulan keenam. Vaskularisasi retina bagian nasal selesai berkembang pada
usia kehamilan 36 minggu, sedangkan bagian temporal pada usia kehamilan 40
minggu. Sistem hialoid dan tunika vaskulosa lentis akan mengalami atrofi pada
trimester akhir kehamilan. Namun, kadang-kadang keduanya dapat menetap
hingga lahir.
b. Fase II
Fase ini dimulai antara PMA 31-34 minggu. Fase kedua ROP
ditandai dengan proliferasi pembuluh darah baru yang diinduksi oleh
retina avaskular yang membutuhkan metabolisme aktif yang tinggi
sehingga menyebabkan keadaan hipoksia. Keadaan ini, memicu area
hipoksia untuk menstimulasi faktor angiogenik Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) dan mengakibatkan pertumbuhan neovaskularisasi.
Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak
berespon terhadap regulasi yang normal. Nutrisi dan oksigen dapat dikirim
ke retina melalui proses difusi dari kapiler-kapiler yang berada pada
lapisan choroid. Retina terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya melebihi
area yang dapat disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah
hipoksia retinal yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan pembuluh darah yang berlebihan; keadaan hypoxia-
vasoproliferation ini dikenal sebagai ROP stadium II.
Patogenesis ROP juga terjadi melalui dua proses pertumbuhan
vaskularisasi
yang berbeda dalam hal waktu, lokasi dan prognosis fungsi penglihatan. Proses
pertumbuhan vaskularisasi tersebut adalah vaskulogenesis dan angiogenesis.
Diagnosis
Pemeriksaan dalam mendiagnosis Retinopati Prematuritas dapat
ditegakkan dengan menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Persiapan
sebelum pemeriksaan, lakukan pemberian midriasis ± 90 menit sebelum
pemeriksaan (misalnya: fenilefrin 2.5% dan tropicamide 0.5%, satu tetes, 2-3
kali, selang-seling tiap 5-10 menit) sampai dicapai dilatasi pupil yang cukup.
Instrumen yang dibutuhkan saat pemeriksaan antara lain binocular indirect
ophthalmoscope, condensing lens 25D atau 28D, sauer speculum, dan flynn
scleral depression. Anestesi topikal diteteskan pada kedua mata pasien. Sauer
speculum dipasang pada mata yang akan diperiksa.
Pemeriksaan dimulai dengan penilaian pupil, dilanjutkan dengan
pemeriksaan segmen anterior, kemungkinan adanya rubeosis iridis atau tunika
vaskulosa lentis. Pemeriksaan segmen posterior meliputi kondisi retina, area
perbatasan vaskularisasi, dan periksa pembuluh darah retina untuk kemungkinan
adanya “plus disease”.
Incontinentia pigmenti merupakan kelainan x-linked dominan yang
bisa menstimulasi ROP. Penyakit ini bersifat letal pada bayi laki-laki,
hanya terdapat pada bayi perempuan. Pada bulan pertama, bayi memiliki
pembuluh darah retina yang berkelok-kelok dengan tidak adanya perfusi
pembuluh darah retina perifer. Anomali okular lainnya seperti strabismus,
katarak, miopia, nistagmus, dan blue sclera. Selain terjadi anomali okular,
juga terjadi kelainan pada kulit dan gangguan sistem susunan saraf pusat.
Kelainan kulit yang terjadi adalah kumpulan vesikel saat baru lahir yang
kemudian berkembang menjadi bula pada punggung telapak tangan,
lengan, lutut, tubuh. Alopecia dapat ditemukan di kepala pada bayi dengan
kelainan ini. Gangguan syaraf pusat dapat berupa kejang, microcephali,
dan retardasi mental. Kelaian juga didapatkan pada gigi dan
payudara.
Familial exudatif vitreoretinopathy adalah kelainan pembuluh
darah retina perifer yang dan traksi vitreus, tanpa disertai dengan penyakit
sistemik lainnya dan tidak berhubungan dengan prematuritas. Penyakit ini
diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kegagalan
vaskularisasi retina perifer bagian temporal, adanya gambaran
neovaskularisasi, deposit/eksudat subretinal akibat kebocoran vaskular
retina dan ablasio retina traksional.
Screening
Screening pada Retinopati Prematuritas merupakan aktivitas klinis yang
mutlak harus dilakukan mendeteksi awal Retinopati Prematuritas. Pemeriksaan
skrining ROP yang direkomendasi oleh American Academy of Pediatrics
dilakukan pada bayi dengan berat badan lahir <1500 gram, umur gestatsi ≤30
minggu, dan bayi dengan berat badan lahir 1500 – 2000 gram atau umur gestasi
>30 minggu dengan terapi oksigen atau klinis yang tidak stabil.
Onset ROP berhubungan lebih erat dengan post menstrual age (PMA) atau
post conceptional age dibandingkan dengan usia post natal atau usia kronologis.
Post menstrual age adalah usia gestasi saat lahir ditambah usia kronologis.
Multicenter Trial of Cryotherapy for Retinopathy of Prematurity (Cryo-ROP)
merekomendasikan jadwal pemeriksaan skrining awal ROP yang telah
dikonfirmasi oleh Light Reduction in ROP Study (LIGHT-ROP).
Komite Nasional ROP juga merekomendasikan pemeriksaan skrining
ROP pada tahun 2010 pada bayi dengan berat lahir ≤1500 gram, atau usia gestasi
≤34 minggu, atau bayi dengan berat badan lahir besar atau umur gestasi lebih tua
dengan permintaan neonatologis atau dokter spesialis anak. Rekomendasi untuk
pemeriksaan skrining ROP.
Penatalaksanaan
Regresi spontan terjadi pada 74,2 – 90 % kasus Retinopati Prematuritas.
Usaha preventif optimal berupa pengendalian faktor resiko dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya ROP. Tindakan dapat dilakukan pada kasus yang
diduga dapat berkembang menjadi retinal detachment dan beresiko tinggi
menyebabkan kebutaan pada perkembangannya, yaitu kategori pre-threshold
disease resiko tinggi atau threshold disease. ET-ROP atau Earlier
Treatment for ROP merekomendasikan Terapi Awal pada Retinopati
Prematuritas, sebagai berikut:
1. Observasi
Wait-and-watch dilakukan pada retinopati prematuritas dengan resiko
rendah, yaitu pada ROP tipe II untuk kemudian dilakukan tindakan jika ROP
bertambah berat menjadi tipe I, pre-threshold disease resiko tinggi atau
threshold disease. Pemeriksaan follow up dilakukan mengikuti jadwal sesuai
temuan awal
2. Tindakan
Peneliti – peneliti dalam studi Early Treatment for ROP (ET-ROP)
melakukan terapi pada keadaan prethreshold lebih cepat dibandingkan pada
studi CRYO-ROP. Menurut studi Earlier Treatment ini dilakukan pada
sejumlah bayi berusia 9 bulan dan ditemukan perbaikan visus dan keadaan
klinis yang signifikan dimana 14,5% lebih baik dibandingkan dengan 19,5%
pada saat threshold:
a. Cryotherapy
Cryotherapy dilaporkan pertama kali digunakan untuk Retinopati
prematuritas pada tahun 1972 dan pindah ke garis depan pengobatan
ROP setelah studi CRYO-ROP. Pada saat uji coba CRYO-ROP,
Threshold ROP didefinisikan sebagai Retinopati prematuritas stadium 3
pada zona I atau II dengan neovaskularisasi ekstraretina pada area lebih
dari lima arah jarum jam secara kontinu atau delapan arah jarum jam
secara kumulatif dan disertai plus disease. Keberhasilan cryotherapy
mencapai 80% pada threshold disease.29 Cryotherapy pada umumnya
dilakukan dengan pembiusan total. Tindakan ini dilakukan setelah pupil
dilebarkan dan eye speculum diposisikan dalam keadaan
mempertahankan kelopak mata agar tetap terbuka. Cryotherapy diaplikasikan
pada zona perifer avaskular dengan menggunakan hand-
held cryo-pencil. Cryo-pencil dapat digunakan sebagai scleral depressor
untuk melihat lapangan pandang perifer. Spot putih akan terlihat setelah
1 – 2 detik. Studi CRYO-ROP menunjukkan hasil penurunan
progresivitas dari 92% menjadi 75% dalam 3 bulan follow up pada kasus
pre-treshold resiko tinggi.27,36 Namun, Cryotherapy dapat menyebabkan
lebih banyak peradangan dalam patogenesis retinopati prematuritas dan
menimbulkan hasil yang lebih buruk dibandingkan laser.
b. Laser Fotokoagulasi
Laser Fotokoagulasi merupakan standar emas dari terapi retinopati
prematuritas yang bertujuan untuk mencegah progresi ke tractional
retinal detachment.37 Laser fotokoagulasi pada retina yang avaskular
menunjukkan hasil yang lebih baik daripada cryotherapy dan sekarang
cryotherapy sebagian besar telah diturunkan sebagai terapi sekunder
untuk pengelolaan ET-ROP tipe 1. Sebuah uji klinis prospektif pada 52 bayi
dengan threshold disease menunjukkan mata yang diterapi dengan
laser hampir tujuh kali lebih menunjukkan ketajaman visual 20/50 atau
lebih baik setelah pengobatan 5,8 tahun. Laser fotokoagulasi paling tepat
diaplikasikan dalam 72 jam setelah diagnosis. Laser ditembakkan pada
seluruh batas retina avaskular dengan oftalmoskop indirek. Laser
fotokoagulasi memberikan hasil visual yang lebih baik, kurang traumatik
secara sistemik serta lebih sedikit menginduksi terjadinya miopia
daripada cryotherapy.
c. Scleral bucking dan/atau lens-sparing vitrectomy
Pembedahan vitreous direkomendasikan untuk retinopati prematuritas
stadium 4A yang progresif dikarenakan stadium ini merupakan stadium akhir, di
mana penglihatan dapat diselamatkan dan pada perjalanan stadium 4A yang
progresif juga dapat berkembang menjadi stadium 5. Waktu operasi sangat
penting setelah stadium ROP benar – benar terdiagnosis jelas pada ROP stadium 4
progresif. Keadaan ini memicu tindakan operatif yang harus segera dilakukan.
Tindakan operatif dilakukan sebelum terjadinya dilaatasi pembuluh darah dan
tortuositas pembuluh retina atau proliferasi fibrovaskular yang meluas ke
bagian depan lensa karena bila kondisi ini terjadi akan membuat
pembedahan menjadi lebih sulit untuk menyelamatkan lensa.
d. Antivascular endhotelial growth factor (VGEF) therapy
VEGF merupakan mitogen paten sel endotel pembuluh darah pada
pertumbuhan pembuluh darah yang dipicu oleh jaringan hipoksia.38
Penghambatan VEGF diharapkan dapat menghambat vaskularisasi
patologis yang terkait dengan retinopati prematuritas. 38 Injeksi anti-
VEGF bertujuan meningkatkan vaskularisasi retina tanpa ditandai
kerusakan permanen pada retina perifer sehingga mempunyai resiko yang
lebih kecil dibandingkan terapi laser konvensional. 38 Terapi anti-VEGF
memiliki dua peranan pada retinal detachment (RD) dalam Retinopati
Prematuritas dimana anti-VEGF dapat digunakan sebagai terapi
tambahan dalam terapi retinal detachment namun disamping itu anti-
VEGF juga dapat menyebabkan suatu keadaan retinal detachment ketika
digunakan untuk terapi ROP stadium 1. 39 Ada dua jenis retinal
detachment yang dapat terjadi yang diakibatkan oleh penggunaan obat
anti-VEGF dalam pengobatan Retinopati Prematuritas. Pada tipe
pertama, retinal detachment berkembang segera setelah injeksi dimana
terapi yang diberikan terlambat dan sudah terdapat traksi yang signifikan
pada retina. Hal ini disebut ROP crunch. Tipe kedua retinal detachment
dapat terjadi dengan onset yang tertunda setelah penggunaan obat anti-
VEGF, meskipun awalnya terjadi regresi terlebih dahulu.
Daftar Pustaka
Badriah C, Amir I, Elvioza. Prevalence and Risk Factors of Retinopathy of
Prematurity. Paediatr Indones. 2012; 52:138-4
Eva, Paul Riordan, John P Witcher. 2009. Vaughan dan Ashbury Optalmologi
Umum Edisi ke-17 . Jakarta: EGC. hal. 185-195
Ilyas Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5 . Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. hal. 10-1
Kahle, Werner, Michael Frotscher. 2003. Color Atlas and Textbook Of Human
Anatomy 3rd Volume. New York : Thieme p.338-41
Nathan, Niraj R,et.al. Branch Retinal Artery Occlusion. [online]. 2014. [citied : 8
Juni 2014] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1223362-
overview
Pokja Nasional ROP dan Bayi Prematur. Bagaimana Mencegah ROP dengan
Fasilitas Terbatas di Indonesia. In: Indonesia National Workshop of Retinopathy
of
Prematurity (ROP) II. Surabaya. 2010: 1-8