Anda di halaman 1dari 14

REFLEKSI KASUS

DERMATITIS SEBOROIK

Oleh:
Mush’ab
202011101033

Pembimbing:
Prof. dr. Bambang Suhariyanto, Sp.KK (K) FINS-DV FAA-DV

KSM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
BAB 1. PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik merupakan penyakit kulit kronik yang berulang dengan


predileksi pada area yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Walaupun pathogenesis dari
penyakit ini belum secara penuh dimengerti, dermatitis seboroik memilki hubungan
terhadap produksi sebum yang berlebih dan adanya Malassezia furfur. Penyakit ini ditandai
dengan kulit yang kemerahan dan bersisik dengan berbagai variasi karakteristik morfologi
yang berbeda tergantung area yang terkena. Predileksi kejadian dermatitis seboroik sering
terjadi pada area dengan konsentrasi folikel sebasea dan kelenjar sebasea yang aktif,
termasuk pada wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas, dan daerah lipatan (lipat paha
dan ketiak). Beberapa fator lain yang turut memicu dermatitis seboroik adalah faktor fisik,
gangguan nutrisi, obat, ketidakseimbangan hormonal, proliferasi epidermal, genetik, dan
gangguan system saraf yaitu abnormalitas neurotransmitter.
Insidensi dermatitis seboroik umumnya dapat terjadi pada segala usia, namun sering
terjadi pada bayi berusia 3 bulan pertama dikarenakan bayi baru lahir memiliki kelenjar
sebase yang besar dengan sekresi sebum yang tinggi. Sedangkan pada usia dewasa, puncak
insidensi terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Dermatitis seboroik lebih
sering dijumpai pada pria dibandingkan wanita, hal ini kemungkinan berhubungan dengan
stimulasi hormon androgen yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Hormon
androgen memiliki fungsi untuk menghasilkan sebum.
Penatalaksanaan pada dermatitis seboroik bertujuan untuk mengontrol penyakit
karena dermatitis seboroik ini bersifat kronis dan sering mengalami kekambuhan. Terapi
yang efektif untuk dermatitis seboroik meliputi obat antiinflamasi, obat imunomodulator,
antijamur, keratolitik dan obat alternatif.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papulaskuamosa yang umum
dijumpai pada anak dan dewasa dengan predileksi di daerah kulit yang mengandung
banyak kelenjar sebasea seperti kulit kepala, wajah, dan badan. Dermatitis ini
dikaitkan dengan malasesia furfur, terjadi gangguan imunologis mengikuti
kelembaban lingkungan, perubahan cuaca, dan trauma, dengan penyebaran lesi
dimulai dari derajat ringan yaitu ketombe sampai bentuk eritroderma.

2.2 Epidemiologi
Prevalensi Dermatitis seboroik pada populasi umum berkisar 3-5%. Lesi
ditemukan pada remaja yaitu ketombe sebagai bentuk yang paling sering dijumpai.
Prevalensi lebih tinggi terjadi pada penyandang HIV. Sebanyak 36% penyandang
HIV mengalami dermatitis seboroik. Umumnya diawali sejak usia pubertas, dan
memuncak pada umur 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk yang
ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit kepala (cradle cap)
Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

2.3 Etiopatogenesis
Penyebab dermatitis seboroik beluk diketahui secara pasti. Hanya didapati
kelenjar sebasea yang berlebihan. Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan usia
setelah pubertas. Kemungkinan juga terdapat pengaruh hormonal. Pada bayi dijumpai
hormone transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan
membaik bila kadar hormon ini menurun.

Penyebab lain yaitu adanya infeksi jamur Malassezia. Pasien dengan ketombe
menunjukkan peningkatan titer antibodi terhadap Malassezia, serta mengalami
perubahan imunitas seluler Malassezia spp adalah jamur lipofilik dan merupakan
flora normal pada kulit orang dewasa. Namun pada dermatitis seboroik, organisme ini
menyerang stratum korneum dan melepaskan lipase yang menyebabkan transformasi
trigliserid menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas inilah yang akan memicu
terjadinya proses inflamasi yang akan menyebabkan hiperproliferasi stratum korneum
dan membuat kulit bersisik.

Selain aktifitas kelenjar sebasea dan adanya jamur Malassezia, dermatitis


seboroik juga dapat disebabkan oleh factor kerentanan individu yaitu integritas barrier
epidermis, respon imun host, factor neurogenic, stress emosional, dan faktor nutrisi.

2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama
kuning berminyak di area predileksi. Pada kasus sulit perlu pemeriksaan
histopatologi.
2.4.1 Anamnesis
Dermatitis seboroik mempunyai ciri-ciri unik tergantung pada kelompok
usia yang terpengaruh. Secara garis besar gejala klinis dermatitis seboroik bisa
terjadi pada bayi dan dewasa.
Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan. Sering disebut
cradle cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang berminyak
dan umumnya tidak gatal.
Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah
kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post
aurikula, dahi dan dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus,
interskapula, perineum dan anogenital. Area kulit yang kemerahan biasanya
gatal. Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan dapat
memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang berminyak
dan tidak gatal. Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan
dapat pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mata. Lesi lebih jarang
ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan wajah.
Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari:
a. Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada kulit
kepala
b. Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan skuama terutama
di kulit kepala, wajah dan tubuh
c. Di dada dapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
d. Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis.
Dapat meluas hingga menjadi eritroderma.

Gambar 2.1 Cradle cap pada bayi

Gambar 2.2 Dermatitis seboroik pada dewasa


2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopi atau psoriasis. Gambaran histologic
dermatitis seboroik tidak spesifik, bervariasi sesuai dengan stadium penyakit.
Pada bagian epidermis, dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium,
dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada stadium akut
dan subakut, epidermis mengalami ortokeratosis, parakeratosis, serta
spongiosis. Pada tepi muara folikel rambut yang melebar dan tersumbat masa
keratin, ditemukan gundukan parakerantosis yang mengandung neutrofil.
Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas,
dijumpai sebukan ringan limfohistosit perivaskuler. Pada dermatitis seboroik
kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada fleksus superficial selain dari
gambaran yang telah disebutkan diatas yang hamper sama dengan psoriasis.

2.5 Diagnosis Banding


2.5.1 Psoriasis
Skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, dominan di daerah ekstensor.
2.5.2 Dermatitis atopik dewasa
Terdapat kecenderungan stigmata atopi.
2.5.3 Dermatitis kontak iritan
Riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci wajah atau bahan iritan lainnya
untuk perawatan wajah (tretinoin, asam glikolat, asam alfa hidroksi)
2.5.4 Dermatofitosis
Perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH
2.5.5 Rosasea
Perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti.
2.6 Tata Laksana
Dewasa
Pilihan pengobatan dapat berupa salah satu atau gabungan dari terapi sebagai berikut:
1. Daerah non scalp
Ringan
o Antijamur topikal: krim ciclopirox 1%5-7 (B,1), krim ketokonazol 2% 2 kali sehari
selama 4 minggu.
o AIAFp: krim piroctone olamine/alglycera/bisabolol 2 kali sehari selama 4 minggu
o Kortikosteroid topikal kelas I: krim atau salep hidrokortison 1% 2 kali sehari selama
4 minggu.
o Inhibitor kalsineurin topikal: krim pimekrolimus 1%, salep takrolimus 0,1% 2 kali
sehari selama 4 minggu.
Sedang/berat
o Kortikosteroid topikal kelas II: krim desonide 0,05%, salep aclometasone 0,05% 2
kali sehari selama 4 minggu
o Antijamur sistemik:
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari selama 2
hari/bulan selama 11 bulan.
- Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau 250 mg/hari
selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen intermiten).

Lini Pertama: Ketokonazol topikal, kortikosteroid topical potensi ringan-sedang,


AIAFp topikal

2. Daerah skalp
Ringan
o Antijamur topikal: sampo ciclopirox 1-5%, ketokonazol sampo 1-2% foaming gel
2%, hydrogel 20 mg/gel kali/minggu
o AIAFp: sampo piroctone olamine/bisabolol/glychirretic acid/lactoferrin 2-3
kali/minggu
o Keratolitik:
- Sampo asam salisilat 3% 2-3 kali/minggu5-6, sampo tar 1-2% 1-2 kali/minggu
o Bahan lainnya:
- Sampo selenium sulfida 2,5% 2-3 kali/minggu
- Sampo zinc pyrithione 1-2% 2-3 kali/minggu
o Kortikosteroid topikal kelas I: linimentum dan solusio hidrokortison 1%, losion
hidrokortison 0,1% 1 kali sehari selama 4 minggu minggu
o Kortikosteroid topikal kelas II: salep aclometasone 0,05%, krim desonide 0,05%1
kali sehari selama 4 minggu
Sedang/berat
o Kortikosteroid topikal kelas III: sampo fluocinolon acetonide 0,01% 2 kali
seminggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu
o Kortikosteroid topikal kelas IV: sampo klobetasol propionat 0,05% 2 kali
seminggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu
o Antijamur sistemik:
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari selama 2
hari/bulan selama 11 bulan
- Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau 250 mg/hari
selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen intermiten)
- Flukonazol 50 mg/hari selama 2 minggu atau 200-300 mg/minggu selama 2-4
minggu

Lini pertama: Sampo ketokonazol, sampo ciclopirox, dan sampo zinc pyrithione
Bayi
1. Daerah non scalp (pada wajah atau area popok)
• Antijamur topical: krim ketonokazol 2% 1x sehari selama 7 hari
• Kortikosteroid topical kelas I: krim hidrokortison 1% 1xsehari selama 7
hari.
2. Daerah scalp (cradle cap)
• Antijamur topical: sampo ketokonazol 2% 2x/minggu selama 4 minggu
• Emolien: white petrolatum ointment sebagai penggunaan sehari-hari
• AIAFp: krim piroctone olamine/alglycera/bisabolol setiap 12 jam
• Baby oil dan sisir yang lembut dapat mengangkat skuama/krusta

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : dubia
Dermatitis seboroik pada bayi dapat sembuh dengan sendirinya, sementara pada
dewasa dapat bersifat kronis dan dapat kambuh.
BAB 3. REFLEKSI KASUS

3.1 Identitas
Nama : Nn. I
Umur : 39 tahun
Status : Sudah menikah
Alamat : Sumbersari, Jember
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Jawa

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluh gatal di kulit kepala
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh gatal pada kulit kepala sejak 4 bulan yang lalu. Gatal
yang dirasakan sepanjang hari, semakin memberat saat berkeringat. Awalnya
gatal hanya pada daerah depan rambut, kemudia menjalar hamper ke seluruh
kulit kepala. Pasien sering menggaruk daerah yang gatal. Pasien juga
mengatakna bahwa rambutnya muncul sisik-sisik putih, banyak ketombe dan
berminyak.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa (-), HT (-), Asma (-) DM (-) alergi (-)
3.2.4 Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.


3.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berperan sebagai ibu rumah tangga dan berasal dari ekonomi
menengah. tinggal Bersama suami dan kedua anaknya.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Laju pernapasan : 20 kali / menit
Nadi : 88 kali / menit
Suhu tubuh : 36,7
Mata : Anemis -/- Ikterus -/- Thorax
Jantung : S1S2 tunggal, gallop (-) murmur (-)
Paru : vesikuler +/+ Wheezing -/- rhonki -/- Abdomen
Inspeksi : DC (-) DS (-)
Auskultasi : BU (+) dbn
Perkusi : redup
Palpasi : soepel, nyeri (-)
Genitalia (tidak dilakukan)
Ekstremitas : tidak ada edema, akral hangat
3.3.2 Status Dermatologis
Lokasi: Frontal
Efloresensi: skuama tebal pada regio frontalis
berdasar eritema. Diameter skuama bervariasi
rata-rata berukuran 0,5 cm.

Lokasi: Capitis
Efloresensi: terdapat skuama halus sampai tebal
dengan luas kira-kira 5x2 cm.

3.4 Diagnosis Banding


Dermatitis Seboroik
Psoriasis
Tinea capitis
3.5 Diagnosis Kerja
Dermatitis Seboroik
3.6 Terapi
3.6.1 Nonmedikamentosa
• Hindari menggaruk kepala pada daerah yang gatal agar tidak
terjadi infeksi yang lebih parah.
• Hindari factor pencetus seperti stress, makanan berlemak, bahan-
bahan yang menimbulkan iritasi.
• Menjaga hygiene kulit, setelah keramas baiknya langsung
dikeringkan.
3.6.2 Medikamentosa
• Cetirizine 2x1
• Sampo ketokonazol 2% 2 kali seminggu selama 2 minggu.
Pemakaian sampo dengan cara didiamkan selama 5 menit baru
dibilas.
• Kortikosteroid topikal : Hidrokortison 1% 1x sehari selama 4 minggu

3.7 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

Ad cosmeticam : Dubia ad bonam


DAFTAR PUSTAKA

Kurniati DD. Dermatitis seboroik, gambaran klinis. In: Rihatmaja R, editor.


Metode diganostik dan penalaksanaan psoriasis dan dermatitis seboroik. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2003. p. 53-59.

Ervianti E. Konsep terbaru dermatitis seboroik dan dandruff. New prespective


of dermatitis. Edisi ke1. Surabaya: PKB IKK; 2008.

Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa dalam ilmu penyakit kulit dan


kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

Anda mungkin juga menyukai