Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS
2.2.1 Defenisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh
berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial, didasari oleh
faktor konstitusi. (Arif Mutaqqin, 2012)
Dermatitis seborik (DS) atau seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik
dan, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak
merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala,
muka, serta telinga. (Arif Mutaqqin, 2012)
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum yang mudah
dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan seringkali dihubungkan dengan
peningkatan produksi sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya
sebaseus pada wajah dan leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi
dengan sisik berwarna kuning-coklat dan krusta. (Fitzpatrick, 2010)
2.2.2 Etiologi
Etiologi dan prognosis penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti. Faktor
predisposisinya adalah kelainan konsitusi berupa status seboroik yang lazim didapat secara
genetic. Dermatitis ini lebih sering menyerang daerah-daerah yang mengandung banyak glandula
sebasea. Akan tetapi, pada kondisi terakhir menyebutkan bahwa hiperskresi dari sebum tidak
tampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila dibandingkan dengan kelompok
sehat. Pengaruh hormonal juga sebaiknya dipetimbangkan mengingat penyakit ini jarang terlihat
sebelum puberitas.
Suatu jamur pityrosporum ovale, didapatkan pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit
kepala. P.ovale secara fisiologis dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus
kini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid
sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat
mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam

epidermis maupun karna sel jamur itu sendiri melalui aktifitas sel limfosit T dan sel Langerhans.
(Arif Mutaqqin, 2012)
2.2.3 Manifestasi Klinik
Lesi dermatitis seboroik tipikal adalah bercak-bercak eritema, dengan sisik-sisik yang
berminyak. Penyakit ini suka muncul di bagian-bagian yang kaya kelenjar sebum, seperti kulit
kepala, garis batas rambut, alis mata, glabela, lipatan nasolabial, telinga, dada atas, punggung,
ketiak, pusar dan sela paha. Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit kepala
dan pada liang telinga. Lesi pada kulit kepala dapat menyebar ke kulit dahi dan membentuk batas
eritema bersisik yang disebut corona seborrheica. Dua bentuk dermatitis seboroik bisa terjadi
pada dada, tipe petaloid dan tipe pitiriasiform.
Tipe petaloid diawali dengan papul-papul folikuler dan perifolikuler merah hingga coklat,
yang berkembang menjadi bercak-bercak yang mirip bentuk mahkota bunga. Tipe pitiriasiform
mungkin merupakan bentuk berat dari dermatitis seboroik petaloid. Tipe ini mempunyai bercakbercak yang mengikuti garisgaris kulit yang mirip pityriasis rosea. Dermatitis seboroik juga
dapat mengenai liang telinga yang gambarannya seperti dermatitis kronis. Gejala yang umum
lainnya dari dermatitis seboroik adalah blefaritis dengan kerak-kerak berwarna kekuningan
sepanjang pinggir kelopak mata. Bila hanya manifestasi ini yang ada, maka diagnosis tidaklah
sulit. Varian serius dari penyakit kulit ini adalah exfoliative erythroderma (seborrheic
erythroderma). (Brunner & Suddarth, 2001)
2.2.4 Patofisiologi
Seboroik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (secret dari kelenjar sebasea) yang
berlebihan pada daerah-daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam jumlah besar (wajah, kulit
kepala, alis mat, kelopak mata, kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah pipi, telinga, aksila,
dibawah payudara, lipatan paha dan lipatan gluteus didaerah pantat). Dengan adanya kondisi
anatomis dimana secara predileksi didaerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau yang
terletak diantara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan
adanya respon inflamasi yang lebih tinggi. (Arif Mutaqqin, 2012)

2.2.5 Pathway

2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan Diagnostik pada gangguan dermatitis seboroik yaitu pemeriksaan
histopatologi.

Gambaran histopatologi bervariasi menurut stadium penyakit: akut, subakut, atau kronik.
Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, infiltrat perivaskuler superfisial dari limfosit dan
histiosit jarang, spongiosis ringan sampai sedang, hiperplasia psoriasifrom ringan, sumbatan
folikuler oleh ortokeratosis dan parakeratosis, skuama atau krusta mengandung netrofil pada
ujung ostia folikuler. Pada dermatitis seboroik kronis dijumpai kapiler dan vena kecil yang
berdilatasi pada pleksus superfisial. Lesi dermatitis seboroik kronik secara klinis dan
histopatologis berupa bentuk psoriasiform sehingga sering sulit dibedakan dengan psoriasis.
Bentuk psoriasis memberikan banyak gambaran yang sama dengan dermatitis seboroik. Lesi
yang menyerupai psoriasis dapat berlangsung bertahun-tahun sebelum akhirnya berubah menjadi
psoriasis yang jelas. (Arif Mutaqqin, 2012)
2.2.7 Penatalaksanaan
Oleh karena tidak ada pengobatan seboroik yang diketahui, maka tujuan terapinya adalah
untuk mengendalikan kelainan tersebut dan memberikan kesempatan kepada kulit untuk
memperbaiki dirinya sendiri. Penatalaksanaan yang digunakan, meliputi pengobatan topical dan
pengobatan sistemik.
1. Pengobatan topical
Pengobatan topical dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik pada
stadium awal. Dermatitis seboroik pada badan dan muka akan bereaksi terhadap
penggunaan preparat topical krim kortikosteroid yang mengurangi respon inflamasi
sekunder. Namun demikian, obat ini harus dogunakan dengan hati-hati jika akan
dioleskan didekat kelopak mata karena dapat memicu glaucoma dan katarak pada orang
yang memiliki predisposisi.
2. Pengobatan sistemik
Dapat diberikan antihistamin ataupun sedative. Pemberian dosis rendah dari terapi oral
bromide dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan dosis rendah
dari preparat hemopoetik yang mengangung potassium bromide, sodium bromide, nikel
sulfat, dan sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti dalam
penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan sepuluh minggu. Pada keadaan yang
berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednisolon 20-30 mg sehari, jika ada
perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotik. (Arief Mutaqqin, 2012).

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 3.
Jakarta : EGC.
Muttaqin Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai