Anda di halaman 1dari 27

TRIGGER 5

Tutor 2
DERMATITIS SEBOROIK
1.definisi
Dermatitis seboroik digambarkan seperti bercak eritema dengan sisik berwarna putih-kuning pada kulit.
Hal ini paling sering muncul di daerah wajah, kulit kepala, punggung, dan dada. Meskipun penyakit ini
bukanlah penyakit yang mengancam jiwa, tetapi dikatakan oleh Global Burden of Skin Disease Project
bahwa penyakit kulit seperti dermatitis seboroik dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, kesehatan
mental, serta kegiatan sosial penderitanya. Sebuah penelitian tentang kualitas hidup yang dilakukan di
afrika selatan mengatakan bahwa kelompok yang menderita penyakit kulit seperti dermatitis seboroik
mengalami penurunan kualitas hidup secara signifikan apabila dibandingkan dengan kelompok yang tidak
menderita penyakit kulit. Hal ini akan membuat para penderitanya mengalami kecemasan, depresi, tidak
percaya diri, hingga mempengaruhi kehidupan bekerja dan kehidupan sekolah para penderita.
2.etiologi
Etiologi dari dermatitis seboroik ini belum diktehaui pasti namun, ada beberapa pendapat bahwa dermatitis
seboroik disebabkan oleh 3 faktor utama
✓ Produksi sebum Sebum merupakan bentuk kompleks dari lipid yang diproduksi oleh kelenjar sebasea
dalam tubuh, dimana sebum memiilki peran yang erat dengan terjadinya dermatitis seboroik. Dermatitis ini
sering muncul pada daerah yang memiliki aktivitas kelenjar sebasea yang tinggi ( wajah,kulit kepala, dada,
punggung)
✓ Malassezia spp Malassezia spp. Merupakan flora normal yang ada pada permukaan kulit tubuh manusia.
Jamur Malassezia spp. di permukaan kulit akan menghasilkan enzim lipase yang akan digunakan untuk
mendegradasi lipid yang juga ada di permukaan kulit. Proses degradasi ini akan mengubah trigliserida
yang terkandung dalam sebum menjadi asam lemak bebas. inilah yang nanti akan menginisiasi terjadinya
respon inflamasi serta iritasi pada kulit yang bersangkutan dan bisa menyebabkan dermatitis seboroik
✓ Kerentanan individu Banyak faktor yang mendasari perbedaan tersebut, antara lain respon imun tubuh,
kondisi barrier epidermis, stress, dan juga faktor nutrisi. Higienitas yang buruk juga menjadi salah satu
faktor yang dapat mendukung terjadinya kejadian dermatitis seboroik.
3.epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum.
Sedangkan di Asia sendiri, dermatitis seboroik memiliki rentang antara 2%-30%. Di Korea 2,1%.
Sedangkan di negara Asia lain yang memiliki iklim tropis seperti Malaysia dan Indonesia, prevalensi pada
kalangan dewasa yaitu 17,2% untuk Malaysia dan 26,5% untuk Indonesia. Dermatitis seboroik dapat
menyerang berbagai kalangan usia bayi baru lahir dan remaja muda (30 – 60 tahun). Pada laki – laki lebih
rentan terkena dermatitis seboroik dibanding kaum wanita karena pengaruh produksi hormon. Pada bayi
usia dibawah 3 bulan dermatitis seboroik mencapai 42%.
4.patofisiologi
Sebum merupakan bentuk kompleks dari lipid yang diproduksi oleh kelenjar sebasea dalam tubuh.
Komposisi sebum antara lain squalane, wax esters, trigliserida, kolesterol, dan asam lemak. Sebum
memiliki peran yang cukup erat dengan kejadian dermatitis seboroik. Seperti yang telah dijelaskan di poin
sebelumnya bahwa dermatitis seboroik paling sering menyerang area wajah, kulit kepala, dada, dan
punggung, yang mana area – area tersebut merupakan area tubuh dengan aktivitas kelenjar sebasea yang
tinggi. Fungsi dari sebum ini sendiri sangatlah penting bagi tubuh, yaitu antara lain menjaga kondisi barrier
epidermis dan mencegah terjadinya evaporasi air berlebih sehingga kulit tidak menjadi kering.
5.faktor risiko
◦ Faktor Eksogen
◦ Faktor eksogen yang berpengaruh selain Malassezia dan mikrobiota lainnya adalah stres, perawatan kulit
dan rambut yang buruk, cuaca lembab dan panas, serta obat seperti agen antineoplastik dan
inhibitor endothelial growth factor receptor (EGFR).
◦ Faktor Endogen
◦ Faktor endogen yang berperan dalam patofisiologi dermatitis seboroik adalah jenis kelamin laki-laki,
peningkatan aktivitas hormon androgen, peningkatan aktivitas kelenjar sebaseus, serta faktor genetik.
◦ Lebih tingginya prevalensi dermatitis seboroik pada laki-laki diperkirakan terjadi karena kadar androgen
yang lebih tinggi. Androgen dapat memengaruhi aktivitas kelenjar sebaseus dan komposisi lipid dengan
cara menunjang pertumbuhan Malassezia.
6.manifestasi klinis
Dermatitis seboroik sering tampak
sebagai plak eritema berbatas tegas
dengan permukaan berminyak,
skuama kekuningan dengan
berbagai perluasan pada daerah
yang kaya kelenjar sebasea, seperti
kulit kepala, area retroaurikuler,
wajah (lipatan nasolabial, bibir
atas, kelopak mata dan alis) dan
dada bagian atas. Distribusi lesi
umumnya simetris dan DS tidak
menular maupun fatal.
7.diagnosis dan diagnosis banding
Anamnesa :
- Keluhan utama (kwantitas dan kwalitas)
- Onset penyakit
- Faktor eksogen yang mempengaruhi penyakit (suhu/iklim)
- Faktor pencetus (infeksi staphylococcus)
- Faktor presdiposisi penyakit (genetik, penyakit sistemik yang mendasari, imunitas tubuh)
- Riwayat penyakit dan perkembangan terapi
Lokalisasi
Ditempat yang banyak mengandung kelenjar sebasea, misalnya kulit kepala, belakang telinga, alis mata,
cuping hidung, dada, ketiak
Efloresensi/sifatnya
Makula eritematosa yang ditutupi oleh papul-papul miliar berbatas tidak tegas, dan skuama halus putih
berminyak. Kadang-kadang ditemukan erosi dengan krusta yang sudah mengering bewarna kekuningan
Diagnosis banding dari dermatitis seboroik antara lain :
1. Psoriasis : Biasanya berskuama kasar, putih mengkilat dan berlapis
2. Tinea barbae : pada daerah jenggot, berupa papul – papul yang menyerupai folikulitis yang dalam
3. Tinea kapitis : biasanya tampak bercak-bercak botak dengan abses yang dalam; rambut putusputus dan
mudah lepas
8.tatalaksana
9.komplikasi dan prognosis
Komplikasi
Dermatitis seboroik bersifat tidak berbahaya. Komplikasi serius sangatlah jarang terjadi. Area
intertriginosa dan kelopak mata merupakan yang paling rentan terhadap infeksi bakteri sekunder, terutama
selama fase akut.
Pada bayi, daerah popok merupakan area yang paling rentan terhadap infeksi sekunder berupa
pertumbuhan berlebih Candida spp. Komplikasi lain pada dermatitis seboroik orang dewasa yaitu
terganggunya kualitas hidup dan bertambahnya beban ekonomi pasien untuk pengobatan dermatitis
seboroik.
Prognosis
Pada remaja maupun orang dewasa, dermatitis seboroik merupakan kondisi yang kronis tetapi dapat
dikontrol.[1]
Secara keseluruhan, pengobatan yang tepat dapat memberikan perbaikan dan kadang menghilangkan
dermatosis yang disebabkan oleh dermatitis seboroik. Namun, dokter perlu mengingat bahwa tidak ada
pengobatan yang permanen dan keluhan berisiko muncul kembali saat pengobatan dihentikan.
10.edukasi dan pencegahan
Edukasi Pasien
Pada pasien dewasa, berikan informasi bahwa dermatitis seboroik merupakan suatu kondisi kulit yang
kronis dan berulang, sehingga memerlukan tindakan preventif untuk mencegah kekambuhan di masa
datang. Pasien harus menghindari pencetus gejala, tidak mengiritasi lesi, dan tidak menggunakan
keratolitik yang terlalu poten
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit pada dermatitis seboroik dilakukan untuk mencegah
kekambuhan ataupun mempertahankan remisi dalam jangka waktu yang lama. Beberapa edukasi yang
harus diberikan terkait terapi. Untuk kulit kepala, secara rutin gunakan sampo antifungal secara berkala.
Untuk bagian kulit yang lain, jaga kebersihan dan kesehatan kulit. Secara rutin, mandi membantu
menghilangkan sebum berlebih dari tubuh dan menjaga jumlah fungal tetap minimum. Penggunaan krim
antifungal sesuai anjuran dokter dapat membantu.
MILIARIA
1.definisi
Miliaria adalah gangguan umum pada kelenjar ekrin yang sering terjadi pada kondisi di mana terjadi
peningkatan panas dan kelembaban. Disebabkan terjadinya sumbatan dari bagian intraepidermal saluran
keringat sehingga cairan kelenjar ekrin tertahan di dalam epidermis atau dermis yang terjadi secara
mendadak dan menyebar alami.
Miliaria terbagi menjadi beberapa jenis sesuai letak obstruksi duktus, yakni miliaria kristalina, miliaria
rubra, dan miliaria profunda. Miliaria rubra adalah jenis miliaria yang paling banyak ditemukan, terutama
pada neonatus dan juga pada orang dewasa yang tinggal di daerah beriklim tropis. Lesi miliaria rubra yang
mengalami superinfeksi bakteri dapat menimbulkan gambaran miliaria pustulosa. Keluhan pasien miliaria
adalah munculnya papul, vesikel, atau pustul kecil-kecil pada kulit dapat berwarna kemerahan, putih, atau
sama seperti warna kulit. Miliaria paling sering muncul di daerah kepala, leher, dada, punggung atas,
ketiak, dan daerah inguinal.
2.Etiologi
Penyebab dari tersumbatnya kelenjar keringat bisa disebabkan oleh paparan sinar uv, mikroorganisme,
maupun sekresi keringat yang berulang.
1. Duktus ekrin yang masih immature
2. Oklusi kulit
3. Pakaian yang berbahan kasar
4. Cuaca panas
5. Morvan syndrome
3.epidemiologi
Umumnya, miliaria terdapat pada bayi-bayi dengan kondisi yang tidak layak. Namun, seiring dengan
pertumbuhan anak, kemungkinannya berkurang sekitar 40% dewasa yang mempunyai kecenderungan
untuk terkena miliaria. Dalam kondisi tropis yang ekstrim dan kronik, jumlah dari orang dewasa yang
kemungkinan terkena miliaria terbukti meningkat dari 70% menjadi 90%, dan lebih dari 40% pada kondisi
panas yang sedang. Tidak ada predisposisi berdasarkan jenis kelamin ataupun ras dan kondisi ini
didapatkan pada semua umur. Paparan panas dalam jangka waktu lama, lingkungan yang lembab, seperti
terdapat pada daerah tropis dan pekerjaan yang berhubungan dengan hal itu, memungkinkan untuk terkena
miliaria.
4.patofisiologi
Patofisiologi miliaria didasari oleh obstruksi pada duktus kelenjar keringat ekrin. Obstruksi dapat
disebabkan oleh duktus yang belum terbentuk sempurna, debris kulit, atau lapisan biofilm yang dibentuk
oleh bakteri Staphylococcus epidermidis. Penggunaan pakaian yang ketat, bahan oklusif seperti kasa
perban atau transdermal patch juga dapat menyebabkan terkumpulnya keringat di permukaan kulit
sehingga timbul overhidrasi stratum korneum. Overhidrasi stratum korneum dapat mengganggu sementara
aliran keringat melalui duktus.
Pada kondisi lingkungan yang panas atau seseorang beraktivitas, akan diproduksi keringat lebih banyak.
Akibat adanya sumbatan pada duktus, keringat yang seharusnya keluar ke permukaan kulit mengalir balik.
Tekanan dari aliran balik keringat menyebabkan duktus ruptur dan terjadi kebocoran keringat yang masuk
ke epidermis atau dermis sehingga timbul overhidrasi dan pembengkakan sel yang semakin menyumbat
aliran kelenjar keringat.
Pada kondisi lanjut miliaria, dapat terbentuk plug hiperkeratosis yang menyumbat duktus kelenjar keringat
ekrin. Keringat yang tidak dapat keluar ke permukaan kulit menimbulkan gejala anhidrosis relatif.
Pengeluaran keringat memiliki peran penting dalam termoregulasi tubuh. Berolahraga dan udara panas
dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh yang akan memicu tubuh mengeluarkan keringat lebih banyak
agar suhu tubuh dapat turun. Apabila proses pengeluaran keringat terganggu, tubuh tidak dapat
menurunkan suhunya dan bisa timbul heat exhaustion hingga heat stroke. Heat stroke merupakan kondisi
yang dapat mengancam nyawa, sehingga harus dapat membedakan antara heat stroke dengan demam biasa
5.faktor risiko
◦ Faktor risiko miliaria antara lain:
◦ Usia: miliaria lebih banyak ditemukan pada neonatus
◦ Oklusi pada kulit: misalnya oleh karena pakaian ketat, pakaian tebal non-breathable, tirah baring dalam
waktu lama, atau penggunaan transdermal patch
◦ Berpindah domisili dari daerah beriklim dingin ke daerah beriklim tropis
◦ Aktivitas fisik yang menyebabkan keringat berlebihan
◦ Hiperpireksi
◦ Pseudoaldosteronisme tipe I: berkaitan dengan ekskresi natrium dari saluran keringat dan menimbulkan
miliaria rubra-pustulosa
◦ Sindrom Morvan yang menyebabkan hiperhidrosis
◦ Penggunaan obat-obatan yang menginduksi produksi keringat seperti clonidine, neostigmin, dan
bethanechol
6.manifestasi klinis
Gejala utama :
- Gatal-gatal seperti ditusuk-tusuk
- Disertai warna kulit yang kemerahan
- Gelembung berair ukuran kecil (1-2mm)
- Bisa berulang terutama jika udara panas dan berkeringat
7.diagnosis dan diagnosis banding
Anamnesis
◦ Pada anamnesis pasien miliaria, umumnya didapatkan keluhan muncul bintil-bintil di daerah leher,
batang tubuh, punggung dan daerah yang banyak berkeringat seperti ketiak. Miliaria dapat asimtomatik
seperti pada miliaria kristalina dan profunda atau bisa disertai rasa gatal hebat seperti miliaria rubra.
◦ Pada anamnesis tanyakan pula jenis pekerjaan dan aktivitas pasien yang berhubungan dengan faktor
risiko. Riwayat penyakit dahulu juga penting untuk ditanyakan. Pasien miliaria profunda biasanya
memiliki riwayat miliaria rubra rekuren.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kulit dapat ditemukan gambaran lesi yang berbeda-beda. Miliaria kristalina tampak
sebagai vesikel superfisial dan translusen berukuran 1-2 mm. Vesikel-vesikel tersebut memiliki dinding
yang tipis dan mudah pecah. Lesi miliaria kristalina tidak menunjukkan tanda peradangan. Ketika vesikel
ditusuk menggunakan jarum akan keluar cairan jernih. Lesi miliaria kristalina yang sudah pecah akan
memberikan gambaran deskuamasi superfisial dan tidak meninggalkan bekas luka. Daerah predileksi
adalah kepala, leher, dada, ketiak, dan punggung atas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dermoskopi bermanfaat untuk pasien berkulit gelap. Gambaran miliaria pada
dermoskopi adalah globulus berwarna putih besar dengan bagian cincin halo berwarna gelap di sekitarnya
(gambaran white bullseye).[1]
Pemeriksaan biopsi kulit diperlukan apabila gambaran miliaria meragukan dan mirip dengan lesi kulit lain
yang membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda. 
Diagnosis Banding
Diagnosis banding miliaria antara lain folikulitis, acne neonatorum, eritema toxicum neonatorum, dan
penyakit Fox Fordyce.
◦ Folikulitis: mengenai bagian folikel kulit, sedangkan miliaria jarang melibatkan bagian folikel
◦ Acne neonatorum: biasanya lesi kulit dominan pustulosa dan daerah predileksi pada pipi dan hidung.
Onset gejala terutama di usia 3-4 minggu
◦ Eritema toxicum neonatorum: lesi berupa papul atau pustul berwarna putih atau kuning dengan tepi
eritema yang berhubungan dengan kelenjar pilosebasea. Dapat ditemukan pada 50% bayi baru lahir
cukup bulan
◦ Penyakit Fox Fordyce (miliaria apokrin): daerah predileksi adalah daerah yang banyak kelenjar apokrin
seperti ketiak, anogenital, dan areola. Lesi berupa papul yang melibatkan daerah folikel rambut
8.tatalaksana
 Umum - Menghindari aktivitas/keadaan yang memicu keringat. - Suhu yang tinggi, khususnya dengan
kadar kelembapan tinggi atau ketika memakai pakaian ketat akan memperburuk penyumbatan kelenjar
keringat - Pakaian sebaiknya berbahan ringan, longgar, dan menyerap keringat untuk menjaga tingkat
kelembapaj kulit.
 Khusus a. Topikal - Lubrikan OCT yang mengandung urea dan α-hydroxy acid. - Penggunaan topikal
Anhydrous lanolin - Oinmet hidrofilik - Penggunaan sabun atau losion benzoil peroxida - Lasoin calamin -
Bedak salisil 2% dibubuhi mentol 2%. Lasio faberi dapat pula digunakan b. Sistemik - Pemberian
antihistamin untuk mengatasi keluhan gatal - Asam askorbat oral 500 mg 2 kali sehari dapat menurunkan
derajat keparahan miliaria dan derajat anhidrosis
9.komplikasi dan prognosis
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat miliaria rubra dan profunda adalah anhidrosis sehingga timbul
gangguan termoregulasi tubuh. Pasien dengan anhidrosis akan kesulitan untuk berolahraga dan beraktivitas
secara berlebihan karena dapat timbul heat exhaustion. Komplikasi lain dari miliaria adalah superinfeksi
bakteri, impetigo, dan eritroderma.[11]
Prognosis
Prognosis miliaria kristalina baik karena dapat mereda dengan sendirinya dalam waktu relatif cepat setelah
faktor risiko dihindari.
Miliaria rubra membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh, yakni >1 minggu. Miliaria rubra cenderung
berulang pada pasien-pasien dengan pekerjaan tertentu seperti atlet, pekerja lapangan yang bekerja di terik
matahari, pekerja dengan bahan pakaian pelindung yang ketat dan tidak breathable.
Miliaria profunda juga dapat mereda dengan cepat, namun menyisakan gambaran miliaria rubra.
10.edukasi dan pencegahan
Edukasi Pasien
Edukasi pasien meliputi penyebab miliaria yakni udara yang panas, lembap, olahraga, dan penggunaan
pakaian yang tidak menyerap keringat.
Apabila pasien sangat mudah mengalami miliaria, edukasi pasien untuk :
◦ Menghindari kondisi panas
◦ Membatasi aktivitas yang menimbulkan banyak keringat
◦ Memilih bahan pakaian yang sesuai misalnya bahan katun yang tipis
◦ Menggunakan pendingin ruangan
◦ Pasien dewasa dengan miliaria rubra atau profunda sebaiknya membatasi olahraga dan aktivitas berat
sementara waktu, karena obstruksi duktus keringat dapat menyebabkan anhidrosis dan gangguan
termoregulasi sehingga risiko heat exhaustion
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan menghindari paparan udara panas
dan lembap. Pasien dapat menggunakan pakaian yang ringan dan breathable saat berada di daerah beriklim
tropis, mandi lebih sering dengan sabun dengan bahan dasar noniritatif, membatasi olahraga dan kegiatan
yang menyebabkan keringat berlebih, dan sebisa mungkin mengatur suhu ruangan menjadi sejuk.
Penggunaan lanolin anhidrosa topikal sebelum berolahraga dapat mencegah terbentuknya lesi baru
miliaria.
KESIMPULAN
◦ Dermatitis seboroik digambarkan seperti bercak eritema dengan sisik berwarna putih-kuning pada kulit.
Hal ini paling sering muncul di daerah wajah, kulit kepala, punggung, dan dada. Disebabkan oleh 3
faktor utama yang saling berhubungan yaitu produksi sebum, jamur Malassezia spp., dan kerentanan
setiap individu. Distribusi lesi umumnya simetris dan DS tidak menular maupun fatal. Terapi sistemik
Penggunaan obat sistemik pada DS ditujukan pada kasus-kasus akut, area keterlibatan luas, bentuk
resisten, berhubungan dengan HIV dan kelainan neurologis. Tujuan dari terapi sistemik adalah
menurunkan gejala akut sedangkan penggunaan terapi topikal sebagai pencegahan dan pemeliharaan.
◦ Miliaria adalah penyakit kulit yang timbul akibat obstruksi duktus kelenjar keringat ekrin
(acrosyringoma) sehingga timbul aliran balik keringat ke epidermis dan dermis. Etiologi miliaria adalah
gangguan aliran keringat duktus kelenjar keringat ekrin (acrosyringium) oleh karena overhidrasi stratum
korneum, imaturitas duktus, biofilm yang dibentuk oleh bakteri kulit, debris kulit,
dan plug hiperkeratosis. Penatalaksanaan yang dapat dialkukan diantaranya mengurangi keringat, berada
ditempat sejuk, menggunakan pakaian longgar, melancarkan sirkulasi udara. Terapi Sistemik : Berikan
antibiotik jika terdapat infeksi sekunder, dan antihistamin sebagai antipruritus

Anda mungkin juga menyukai