Anda di halaman 1dari 11

REFERAT KULIT

DERMATITIS SEBOROIK

Oleh :

Wahyu Setiawan

201610330311073

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit eritroskuamosa kronis,

biasa ditemukan pada usia anak dan dewasa. Keadaan ini ditandai oleh kelainan

kulit di area tubuh dengan banyak folikel sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu

daerah wajah, kepala, telinga, badan bagian atas dan lipatan tubuh (inguinal,

inframamae dan aksila). Kadang-kadang dapat juga mengenai daerah

interskapular, umbilikus, perineum, dan anogenital. Diagnosis dermatitis seboroik

umumnya mudah ditegakkan secara klinis, dan tidak memerlukan alat bantu

khusus. Pemeriksaan tambahan lain berupa pemeriksaan laboratorium dan

pemakaian alat non invasif dapat membantu diagnosis dan terapi spesifik yang

diperlukan(Fitzpatrick, 2010)..

Dermatitis seboroik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada

perempuan di semua kelompok 1umur . Menurut survei yang dilakukan oleh

Foley dan kawan-kawan terhadap 116 anak di Australia, didapatkan prevalensi

DS pada anak laki-laki sebesar0% dan 9,5% pada anak perempuan. Dermatitis

seboroik tipe pityriasis steatoides ditandai dengan lesi kulit yang berwarna

kekuningan, eritema ringan sampai berat, infiltrat beradang yang ringan,

berminyak, bersisik tebal dan berkrusta (Fitzpatrick, 2010).

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum

yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan

seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau

seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan

leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan

sisik berwarna kuning-coklat dan krusta(Fitzpatrick, 2010).

EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi

dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai

ketujuh kehidupan. Tidak ada data yang tepat tersedia kejadian dermatitis

seboroik pada bayi, tetapi gangguan ini umum.Penyakit pada orang dewasa

diyakini lebih umum daripada psoriasis.Penyakit inimempengaruhi setidaknya 3-

5% dari populasi di Amerika Serikat. Pria lebih sering terkena daripada wanita

pada semuakelompok umur.Dermatitis seboroik ditemukan pada 85% pasien

dengan infeksi HIV.Dermatitis seboroik banyak terjadi pada pasien yang

menderita penyakit parkinson karena produksi sebumnya meningkat (Fitzpatrick,

2010).

Meskipun banyak teori yang ada, penyebab dermatitis seboroik masih

belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berkaitan dengan

3
munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktivitas kelenjar sebaseus, peran

mikroorganisme, dan kerentanan individuKelenjar sebaseus berhubungan dengan

folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak kaki yang

tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus sama sekali tidak ada.

Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat keberadaannya ada di wajah dan

kult kepala.Rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya

besar, sering memiliki ukuran yang kecil.Terkadang pada daerah tersebut, tidak

disebut dengan folikel rambut, tapi disebut dengan folikel sebaseus. Kelenjar

sebaseus mensekresikan lipid dengan cara mengalami proses disintegrasi sel,

sebuah proses yang dikenal dengan holokrin.

Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor dehidroepiandrosteron sulfas

(DHEAS) yang juga berperan dalam aktivitas kelenjar sebaseus. Level DHEAS

tinggi pada bayi baru lahir, rendah pada anak usia 2-4 tahun dan mulai tinggi pada

saat ekskresi sebum mulai meningkat (Layton, 2010).

PATOFISIOLOGI

Patogenesis yang pasti dari dermatitis seboroik belum dimengerti

sepenuhnya, tetapi dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia,

kelainan immunologi, aktivitas sebaseus yang meningkat dan kerentanan

pasien.Spesies Malassezia dan Propionibacterium acne juga memiliki aktivitas

lipase yang menghasilkan transformasi trigliserida ke dalam asam lemak bebas.

Ketujuh spesies Malassezia adalah lipofilik kecuali spesies zoofilik,Malassezia

pachydermatis(Veraldi, S, 2015).

4
Asam lemak bebas dan radikal oksigen reaktif yang dihasilkan memiliki

aktivitas antibakteri yang merubah flora kulit normal. Sebagian penulis meyakini

bahwa gangguan dalam flora, aktivitas lipase dan radikal oksigen bebas akan

berhubungan erat dengan dermatitis seboroik dibandingkan dengan perubahan

respon kekebalanDermatitis seboroik paling umum terjadi pada masa pubertas dan

remaja, selama periode ini produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan

dengan hormonal yang meningkat pada masa pubertas, oleh karena itu dermatitis

seboroik lebih umum pada laki-laki daripada perempuan, yang menunjukkan

pengaruh androgen pada unit pilosebum. Dermatitis seboroik merupakan kondisi

inflamasi, yang sebagian besar disertai dengan keberadaan jamur Malassezia dan

diduga bahwa reaksi kekebalan yang tidak tepat bisa memberi kontribusi kepada

patogenesis dermatitis seboroik (Veraldi, S, 2015).

DIAGNOSIS

Dermatitis seboroik mempunyai ciri-ciri unik tergantung pada kelompok

usia yang terpengaruh, bentuk anak sifatnya dapat sembuh sendiri, sementara pada

orang dewasa penyakit ini sifatnya kronis. Lesi terdiri dari plak eritema, bersisik

dengan tingkat keparahan dan intensitas yang bervariasi. Pada masa bayi,

dermatitis seboroik sering dijumpai dalam tiga bulan pertama kehidupan berupa

sisik pada kulit kepala(Djuanda A.,2007).

Gambaran khas yang berupa sisik-sisik kekuningan yang muncul segera

setelah lahir. Kondisi ini juga bisa berkembang pada wajah dan pada lipatan-

lipatan tubuh seperti pada daerah retroaurikular, leher, ketiak dan daerah paha.

Pada orang dewasa, dermatitis seboroik adalah dermatosis kronis berulang yang

5
dimulai dari eritema ringan sampai moderat hingga lesi papular, eksudatif dan

bersisik, semakin memburuk jika disertai stres atau kurang tidur. Dengan tingkat

puritus bervariasi. Lesi terutama berkembang pada daerah yang produksi

sebumnya tinggi seperti kulit kepala, wajah, telinga eksternal, daerah

retroaurikular dan daerah pra-sternal, kelopak mata dan lipatan-lipatan tubuh.

Lesi pada kulit kepala dimulai dari pengelupasan ringan hingga

kerakkerak berwarna kekuningan yang melekat pada kulit kepala dan rambut,

yang bisa memicu atau tidak terjadinya daerah alopesia (pseudo tinea

amiantacea). Pada wajah, keterlibatan daerah glabela dan malar, lipatan nasolabial

dan alis mata merupakan ciri khas. Keterlibatan kelopak mata menyebabkan

blefaritis, pada pria daerah kumis juga bisa terpengaruh dengan lesi dermatitis

seboroik(Djuanda A.,2007).

DIAGNOSIS BANDING

6
TATALAKSANA

Tatalaksana medikamentosa DS pada skalp dan nonskalp meliputi

pemakaian obat secara topikal dan sistemik, dapat pula disertai pemakaian bahan

lain yang dapat digunakan sebagai terapi ajuvan ataupun terapi pencegahan.

Prinsip utama tatalaksana ketombe dan dermatitis seboroik di skalp adalah untuk

mengontrol kondisi kulit kepala agar nyaman dengan biaya seminimal mungkin.

Sejak tahun 1960 telah tersedia beragam sediaan yang digunakan untuk mengatasi

ketombe dan DS, baik berupa sampo, kondisioner, obat yang dijual bebas maupun

menggunakan resep (Barbareschi M,2015).

Prinsip tatalaksana perawatan rambut pada ketombe dan DS adalah

pengobatan harus dapat diterima secara estetik; yaitu dapat digunakan bersama

dengan bahan perawatan rambut harian yang akan meningkatkan kepatuhan dan

keberhasilan pengobatan. Pilihan pengobatan medikamentosa untuk DS umumnya

berupa obat antijamur, anti inflamasi, keratolitik, dan kalsineurin

inhibitor(Barbareschi M,2015).

Laporan terbaru menyatakan penambahan pilihan pengobatan pada DS

non skalp berupa obat yang mengandung bahan nonsteroid bersifat antiinflamasi

berkhasiat antijamur (anti-inflammatory with antifungal properties/AIAFp)

dengan bukti kesahihan B (level of evidence). Di bawah ini adalah tabel yang

berisi berbagai pilihan pengobatan yang dapat digunakan pada kasus dermatitis

seboroik. Pilihan pengobatan utama dengan bukti kesahihan terbaik (A) adalah

golongan obat antijamur, diikuti dengan kortikosteroid dan beberapa alternatif

pilihan obat lainnya(Golderberg G,2013).

7
Pedoman pengobatan DS juga dibuat oleh para pakar di Asia, dengan

mengikuti algoritma komprehensif yang khusus dikembangkan untuk pengobatan

DS di Asia baik pada anak maupun dewasa pengobatan DS dibagi berdasarkan

berat ringannya penyakit, obat sistemik digunakan pada kasus DS sedang dan

berat.

Pemeriksaan histopatologi juga dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis. Gambaran histopatologi DS bervariasi sesuai dengan perjalanan

penyakitnya: akut, sub-akut, dan kronis. Tampak sebaran infiltrat perivaskuler

superfisial dari limfosit dan histiosit, spongiosis ringan sampai sedang, hiperplasia

psoriasiform ringan, plugging folikuler dengan orthokeratosis dan parakeratosis,

skuama-krusta yang mengandung neutrofil pada ujung dari ostia folikuler serta

pada kasus yang kronis didapatkan dilatasi kapiler vena pada pleksus

superfisial(Micali G,2015).

8
PENCEGAHAN

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dermatitis seboroik, antara
lain (Baumann L. 2012):

 Hindari rangsangan gesekan, terutama ketika menggunakan sabun dan


handuk.
 Hindari menggunakan sabun yang beraroma menyengat karena diduga
mengandung alkohol.
 Gunakan jenis sabun yang memiliki kadar minyak tinggi.
 Batasi makanan yang dapat memicu rasa gatal, seperti makanan yang kaya
protein.
 Mandi dengan air hangat dengan suhu yang cenderung ke dingin.
 Hindari menggosok kulit menggunakan alkohol.
 Hindari kontak atau sentuhan langsung dengan benda atau objek yang
dapat menyebabkan alergi.
 Gunakan krim pelembap sesering mungkin.
 Atasi gatal dengan menghindari garukan untuk menghindari eksema dan
infeksi sekunder.

Pada anak-anak, dapat dilakukan:

 Alihkan perhatian anak ketika hendak menggaruk


 Hindari kondisi yang terlalu hangat atau panas.
 Kenakan sarung tangan pada anak ketika tidur.
 Jaga kuku anak dalam kondisi selalu pendek.

PROGNOSIS

Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada bayi

dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa. Tidak ada

bukti yang menyatakan bayi dengan dermatitis seboroik juga akan mengalami

penyakit ini pada saat dewasa. Pasien dermatitis seboroik dewasa dengan bentuk

berat kemungkinan dapat persisten(Baumann L. 2012).

9
BAB 3

KESIMPULAN

Dermatitis seboroik merupakan penyakit yang bersifat kronis dan rekuren

yang dapat menyerang berbagai golongan usia. Pengobatan pilihan non terapeutik

banyak dibutuhkan, khususnya untuk menghindari efek samping maupun interaksi

obat yang mungkin terjadi. Pelembab atau produk kosmetik denganbahan aktif

yang sesuai dapat menjadi pilihan tatalaksana DS jangka panjang. Pemeriksaan

histopatologi juga dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Gambaran

histopatologi DS bervariasi sesuai dengan perjalanan penyakitnya: akut, sub-akut,

dan kronis. Tatalaksana Efek obat-obatan anti jamur adalah secara langsung

melawan Malassezia dan anti inflamasi. Anti jamur sistemik yang diindikasikan

dalam terapi DS adalah golongan triazol (itrakonazol dan flukonazol), diazol

(ketokonazol) dan allilamin (terbinafin).

10
DAFTAR PUSTAKA

Baumann L. Cosmetics and skin care in dermatology. Dalam: Goldmith LA, Katz

SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mcgraw Hill;

2012. p.3009-12

Barbareschi M, Benardon S, Veraldi S. Systemic treatment. In: Seborrheic

dermatitis. Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015:51-53.

Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin.

Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

Golderberg G. Optimizing treatment approaches in seborrheic dermatitis. J

ClinAesthet Dermatol. 2013;(6):44–9.

Schwartz J, Cardin CW, De Angelis YM, Dawson Jr T. Dandruff and seborrheic

dermatitis. Dalam: Baran R, Maibach H, penyunting. Textbook of

Cosmetic Dermatology. Edisi ke-4. London: Informa; 2010. p.230–9.

Micali G, DallÓglio F, Tedeschi A. Treatment of seborrheic dermatitis of the face

with Sebclair. Dalam: Micali G, Veraldi G, penyunting. Seborrheic

Dermatitis. Gurgaon:Macmillan; 2015.h. 67-9

Veraldi S, Raia DD, Barbareschi. Etiopathogenesis. In: Seborrheic dermatitis.

Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015: 13-18.

11

Anda mungkin juga menyukai