Anda di halaman 1dari 13

REFERAT OBGYN

DISTOSIA BAHU

Oleh :

Nuzulul Laili

201610330311188

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kejadian distosia bahu menurut American College of Obstetricians and


Gynecologists (ACOG) adalah 0,6-1,4%. Namun angka kejadian ini bervariasi mulai dari 1
dalam 750 kelahiran hingga 1 dalam 15 kelahiran. Salah satu alasan utama variasi ini adalah
kesulitan dalam diagnosis dan adanya kasus distosia bahu yang tidak dilaporkan karena
kondisinya yang bersifat ringan dan dapat ditangani dengan outcome yang menguntungkan.
Bahkan kejadian distosia bahu diperkirakan bisa lebih tinggi lagi karena tidak pernah dilaporkan
oleh dokter atau bidan yang menolong persalinan karena pertimbangan litigasi.
Angka kejadian distosia bahu juga bervariasi berdasarkan berat bayi yang dilahirkan,
dimana 0,6-1,4% terjadi pada bayi dengan berat 2500-4000 gram, dan meningkat hingga 5-9%
pada bayi dengan berat 4000-4500 gram dari ibu tanpa diabetes. Distosia bahu tidak dipengaruhi
oleh status wanita yang primigravida maupun dengan multigravida, meskipun lebih sering terjadi
pada bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes , dimana sebesar 16/1000 kelahiran sering
berhubungan dengan obesitas dan kontrol yang buruk terhadap diabetesnya.
Diperkirakan angka kejadian distosia bahu akan terus meningkat, yang kemungkinan bisa
disebabkan oleh adanya wanita yang memiliki anak pada usia reproduksi lanjut dan juga tingkat
obesitas yang semakin meningkat.
Distosia bahu mempunyai kemungkinan berulang sebesar 10-15%, dimana wanita dengan
riwayat persalinan distosia bahu yang mengakibatkan cedera pada bayi yang dilahirkannya
mempunyai resiko lebih besar berulang pada persalinan selanjutnya. Sehingga informasi adanya
persalinan dengan distosia bahu perlu disampaikan kepada wanita hamil untuk memudahkan
perencanaan persalinan pada kehamilan selanjutnya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang persalinan

lama (distosia) terkait definisi, epidemiologi, etiologi, dan faktor risiko,gejala klinis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosisnya.


1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman penulis

maupun pembaca mengenai persalinan lama (distosia) terkait definisi, epidemiologi, etiologi,

dan faktor risiko, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi,

dan prognosisnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Distosia bahu termasuk dalam kedaruratan obsetri, sehingga dibutuhkan tindakan segera,
serta keterampilan dan kemampuan teknik persalinan yang tepat untuk menghidari morbiditas
dan mortalitas perinatal. Hal ini terjadi ketika bahu anterior terjepit oleh simpisis pubis atau bahu
posterior terjepit oleh sacral promontorium sehingga terjadi kegagalan dalam pengeluaran bahu.
Persalinan kepala umumnya diikuti oleh persalinan bahu dalam waktu 24 detik, sedangkan jika
persalinan bahu lebih dari 60 detik dianggap sebagai distosia bahu.

Distosia bahu adalah sebuah kegawatdaruratan persalinan pervaginam ketika bahu fetus
tidak dapat dilahirkan oleh penolong setelah kepala fetus lahir, tanpa maneuver khusus. Ada juga
yang mendefinisikan distosia bahu sebagai bahu yang tidak lahir lebih dari 60 detik setelah
kepala lahir.

2.2 Faktor Risiko

Faktor risiko distosia bahu terdiri atas faktor resiko pada ibu, fetus dan proses persalinan
itu sendiri.

Faktor risiko pada ibu, yaitu :

a. Anatomi pelvis abnormal atau sempit


b. Diabetes gestasional
c. Kehamilan post-term
d. Riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya
e. Perawakan tubuh pendek
f. Penambahan berat badan selama kehamilan >17 kg
g. Obesitas

Faktor risiko pada fetus, yaitu makrosomia (taksiran berat fetus >4000-4500 g).

Faktor risiko pada proses persalinan, yaitu :

a. Persalinan dengan forsep atau vacuum


b. Kala 2 memanjang
c. Fase aktif kala 1 memanjang
d. Induksi persalinan

2.3 Manifestasi Klinis

Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi :


1. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang cukup
untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir

2. Turtle sign, yaitu ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali ke perineum ibu setelah
keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti seekor kura-kura yang menarik
kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini dikarenakan bahu depan bayi
terperangkap di tulang pubis ibu, sehingga menghambat lahirnya tubuh bayi.

2.4 Diagnosis

a. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan

b. Kepala bayi melekat pada perineum (turtle sign)

c. Dagu tertarik dan menekan perineum


d. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial simfisis

pubis

e. Kala II persalinan yang memanjang

f. Gagal untuk lahir walau dengan usaha maksimal dan gerakan yang benar

2.5 Tatalaksana

Dalam beberapa literature menyebutkan cara dalam mengatasi distosia bahu yang disingkat

ALARMER agar mudah diingat oleh tiap tenaga kesehatan, yang merupakan kepanjangan dari :

Ask for help (Minta bantuan)

a. Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan penekanan


pada suprapubik.

b. Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

Lift / hyperflexion Legs


a. Hiperfleksi kedua kaki (Manuver McRobert)
b. Distosia bahu pada umumnya akan teratasi dengan maneuver ini pada 70% kasus.
Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)
a. Penekanan suprapubik (Manuver Massanti) dan pendekatan pervaginam dengan adduksi
bahu depan dengan tekanan untuk mempermudah aspek bahu belakang (yaitu dengan
mendorong kearah dada) sehingga akan menghasilkan diameter terkecil (Manuver
Rubin).
Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)
a. Manuver ini dilakukan dengan memutar 180 derajat bahu posterior sehingga menjadi
bahu anterior (Manuver Woodscrew).
Manual removal posterior arm (Manuver Jacquemier)
a. Siku lengan posterior bayi, difleksikan dengan tekanan pada fossa antecubital sehingga
tangan bayi dapat dipegang. Tangan tersebut kemudian ditarik hingga melewati dada bayi
sehingga keseluruhan lengan dapat dilahirkan.
Episiotomi

a. Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan
memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk
melakukan maneuver tertentu.

Roll over onto ‘all fours’ (knee-chest position/ Manuver Gaskin)


a. Langkah ini memungkinkan posisi bayi bisa bergeser dan terjadi disimpaksi bahu
anterior. Hal ini juga memungkinkan akses yang lebih mudah untuk memutar bahu
posterior atau bahkan melahirkannya langsung.

Hindari 4 P :
a. Panic (Panik)
b. Pulling (Menarik)
c. Pushing (Mendorong)
d. Pivoting (Memutar)

Bila distosia bahu telah berhasil ditangani, maka dilakukan :

 Penilaian bayi untuk mengetahui adanya trauma.


 Analisa gas darah tali pusat.
 Penilaian ibu untuk tears pada saluran genital.
 Manajemen aktif kala III untuk mencegah perdarahan postpartum.
 Mencatat manuver yang telah dilakukan.
 Menjelaskan semua langkah yang telah dilakukan kepada ibu dan keluarga yang
mungkin ada pada saat dilakukan penanganan.

2.6 Komplikasi

Kegagalan melahirkan bahu secara spontan dapat mengakibatkan cacat permanen


baik pada ibu maupun pada janin dengan resiko tinggi. Komplikasi tersering yang terjadi
adalah perdarahan dan laserasi derajat IV perineum. Komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah laserasi vagina dan serviks beserta atonia uteri. Harus diperhatikan bahwa
manuver heroik seperti Zavanelli manuver dan simpisiotomi sering mengakibatkan
kecacatan pada ibu.
Cedera pleksus brachialis (Erb-Duschenne’s : cedera pada saraf tepi C5-C6;
klumpke pulsy : cedera pada saraf tepi C8-T1) adalah satu dari sekian banyak komplikasi
distosia bahu yang terpenting dan berbahaya. Banyak kasus distosia bahu dapat
diselesaikan tanpa terjadinya cedera pleksus brachialis dan kurang lebih 10% kasus
distosia bahu menyebabkan kecacatan permanen pleksus brachialis.
Walaupun distosia bahu dan penggunaan manuver dalam penatalaksanaan distosia
bahu sering duhubungkan dengan kelemahan otot di atas, cedera plexus brachialis juga
dapat terjadi pada persalinan pervaginam. Mekanisme yang mungkin terjadi pada cedera
akibat persalinan intrauterin adalah akibat tekanan endogeneous propulsive dari uterus
ketika bayi berada pada OUE, kegagalan bahu untuk berputar, kelainan tekanan
intrauterin akibat kelainan pada uterus (fibroid, septum intrauterin, uterus bikornuate).
Semua kondisi ini dapat menyebabkan cedera plexus brachialis. Selain itu, tekanan
berlebihan saat traksi juga dapat menyebabkan cedera ini. Cedera tidak hanya disebabkan
oleh karena traksi namun juga bisa diakibatkan oleh karena tenaga pendorong ibu.
Komplikasi lain akibat distosia bahu seperti fraktur klavikula dan humerus dapat
saja sembuh tanpa cacat.
Sedangkan beberapa komplikasi lain yang fatal dari distosia bahu dapat
menyebabkan hipoksia-iskemik enselofati dan bahkan kematian.
Tabel Komplikasi Distosia Bahu
2.7 Pencegahan Distosia Bahu

Pencegahan distosia bahu dilakukan dengan :

1. Menawarkan pilihan dilakukan seksio sesaria pada rencana persalinan pervaginam


dengan janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu
diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan
sebelumnya.
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3. Selalu bersiap-siap bila sewaktu-waktu terjadi
4. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau
fundus dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin.

CHECKLIST
PERTOLONGAN DISTOSIA BAHU
nilai
No Tindakan
0 1 2
A SIKAP DAN PERILAKU
1 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan
2 Bersikap sopan dan minta ijin untuk melakukan tindakan
3 Memposisikan pasien
4 Tanggap terhadap reaksi pasien
5 Sabar dan Teliti
B CONTENT/ ISI
6 Cuci tangan dan memakai sarung tangan DTT
7 Bersihkan daerah perineum
8 Pasang duk dibawah bokong ibu
9 Meminta bantuan asisten
10 Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi
jaringan lunak dan memberikan ruangan yang cukup untuk melakukan
tindakan
a. Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah antara kepala bayi dan
perineum.
b. Masukan jarum secara subkutan, mulai komisura posterior
menelusuri sepanjang perineum dengan sudut 45 kearah kanan
ibu ( tempat akan dilakukan episiotomi)
c. Aspirasi untuk memastikan ujung jarum tidak memasuki
pembuluh darah
d. Suntikan lidocain 1% 5-10 ml sambil menarik jarum keluar.
e. Tekan tempat infiltrasi agar anestesi menyebar. Tunggu 1-2
menit sebelum melakukan episiotomi
f. Lakukan episiotomi
11 Posisikan ibu dalam posisi Mc Robert
ibu terlentang, menfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi
sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki kearah luar

12 Dengan memakai sarung tangan yang telah di DTT :


a. Melakukan tarikan yang kuat dan terus menerus kearah bawah
pada kepala janin untuk menggerakan bahu depan dibawah
sympisis pubis (hindari tarikan yang berlebihan pada kepala
yang dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis
b. Meminta seseorang asisten untuk melakukan tekanan secara
simultan ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu
persalinan bahu (jangan menekan fundus karena dapat
mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan
ruptura uteri).

13 Jika bahu masih belum dapat dilahirkan, lakukan Manuver Rubin :


a. Masukan tangan kedalam vagina
b. Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan
arah sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan
diameter bahu
c. Jika diperlukan lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai
dengan arah sternum

14 Jika bahu masih belum dapat dilahirkan, lakukan Manuver Wood :


a. Identifikasi dulu punggung bayi
b. Masukkan tangan penolong yang bersebrangan dengan
punggung bayi ke vagina
c. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi
siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa
cubiti)
d. Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap ke
arah dada bayi
e. Jika perlu, lakukan penekanan pada suprasifisi kearah
posterior
f. Lakukan tarikan kepala kea rah posterokaudal dengan mantap

15 Membereskan alat dan merendam dalam larutan klorin 0,5%


16 Melepas sarung tangan secara terbalik dan mencuci dalam larutan
klorin 0,5%
17 Memberitahu hasil tindakan
BAB III

KESIMPULAN

1. Distosia bahu termasuk dalam kedaruratan obsetri, sehingga dibutuhkan tindakan segera.
2. Distosia bahu menyebabkan komplikasi serius pada ibu dan janin.
3. Faktor risiko distosia bahu dapat terjadi pada saat antepartum maupun intrapartum.
4. Manajemen penanganan distosia bahu disebut ALARMER, yang terdiri dari:
a. Ask for help (Minta bantuan)

b. Lift/hyperflex Legs

c. Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)

d. Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)

e. Manual removal posterior arm (Manuver Jacquemier)

f. Episiotomi

g. Roll over onto ‘all fours’ (knee-chest position/ Manuver Gaskin)


DAFTAR PUSTAKA
Allen, Robert H. 2016. Shoulder dystocia. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1602970-overview.

Akbar H, Prabowo AY, Rodiani. Kehamilan aterm dengan distosia bahu. Medula Edisi
November 2017. Vol 7. Nomor 4. Lampung: Fakultas Kedokteran Unila. 2017.

Cuningham, F Gary. 2010. Distosia: kelainan presentasi, posisi, dan perkembangan janin.
Dalam: Obstetri William Edisi 21. Vol 1. Jakarta : EGC.
Manuaba C, Manuaba F, Manuaba IBG. 2017. Pengantar Kuliah Obsetri. Jakarta: EGC.
Mose J.C dan Mohammad Alamsyah. 2009. Persalinan Lama dalam Buku Ilmu Kebidanan.

Jakarta. Bina Pustaka Sarwono Prawirodiharjo. pp: 562-563

Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo.2013. Asuhan Kegawatdaruratan


Maternal&Neonatal,http://d3kebidananpoltekkesgorontalo.files.wordpress.com/2015/12/mo
dul-askeb-gadar.pdf (diunduh 8 Desember 2020)

Prawirohardjo, Sarwono. 2015. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka.

Purwadianto, Agus. 2015.Kedaruratan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Praktis Edisi Revisi


Hal 207-210. Jakarta:Binapura Aksara
Santrom A., 2016. Labour dystocia Risk factors and consequences for mother and infant. Jakarta.

Department of medicine, Solna Clinical Epidemiology Unit Karolinska Institutet,

Stockholm. pp: 1-86

Siswishanto R., 2009. Malpresentasi dan Malposisi dalam Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta. Bina

Pustaka Sarwono Prawirodiharjo. pp: 588-594

Waspodo D., 2009. Terapi Antibiotik dalam Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta. Bina Pustaka

Sarwono Prawirodiharjo. pp: 448-454

Anda mungkin juga menyukai