Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

APRIL 2016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DERMATITIS SEBOROIK

Oleh:
St Huzaifah
10542 0318 11
PEMBIMBING :
DR. HELENA KENDENGAN, SP.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: St Huzaifah

NIM

: 10542 0318 11

Judul Laporan kasus : Dermatitis seboroik

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasusdalam rangka Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, April 2016

Pembimbing

dr. Helena Kendengan , Sp.KK

Mahasiswa

St Huzaifah, S.Ked

BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis atau sinonim dengan ekzem adalah peradangan kulit (epidermis dan
dermis) dengan morfologi khas namun penyebabnya bervariasi sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen yang menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik serta keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu
timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya (oligomorfik). Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis. Kulit yang mengalami dermatitis memiliki ciri warna
warna kemerahan, bengkak, vesikel kecil, dan pada tahap akut mengeluarkan cairan.
Pada tahap kronis, kulit menjadi bersisik, mengalami likenifikasi, menebal, retak, dan
dapat berubah warna. Kelainan lain pada kulit yang menyertai eksema/dermatitis
adalah didapatkannya tanda bekas garukan dan juga terjadinya infeksi bakteri
sekunder.1,2,3
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contohnya: detergen, asam, basa, oil, semen) fisik (contoh : sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis
atopic. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya secara pasti. Banyak dermatitis yang
belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama yang penyebabnya faktor
endogen.1
Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi
dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, eritema dan
edema berkurang, eksudat mongering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis
lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi, mungkin juga
terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan,
bisa saja suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik,
mungkin hanya oligomorfik.1
Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tata nama dan
klasifikasi dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi juga
3

karena seseorang dapat menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu yang
bersamaan atau bergantian.1
Sistem klasifikasi yang biasa digunakan adalah dengan membagi kasus-kasus
eksema kedalam kelompok eksogen yang disebabkan oleh agen eksternal dan
kelompok endogen bila masalah utama adalah faktor konstitusional.
Klasifikasi Eksema/dermatitis
Eksogen

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis Kontak Alergi

Endogen

Eksema Atopik

Dermatitis Seboroik

Eksema Diskoid

Eksema Varikosa

Eksema endogen pada telapak tangan dan kaki

Dermatitis

seboroik

merupakan

eksema

endogen

dengan

kelainan

konstitusional yang patogenesis pastinya belum diketahui, tetapi pada akhir-akhir ini
ditekankan adanya peranan ragi Malassezia.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang menyerang bayi
dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel
sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas
dan fleksura (inguinal, inframamma dan aksila.4

B. Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5 % pada populasi umum.
Lesi ditemui pada kelompok remaja, dengan ketombe sebagai bentuk yang sering
dijumpai. Pada kelompok HIV, angka kejadian dermatitis seboroik lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 36 % pasien HIV mengalami dermatitis
seboroik. Umunya diawali sejak usia pubertas, dan memuncak pada umur 40 tahun.
Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk yang ringan, sedangkan pada bayi dapat dilihat
lesi berupa kerak kulit kepala (cradle cap). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan.1

C. Etiopatogenesis
Patogenesis dermatitis seboroik belum sepenuhnya diketahui, tapi dermatisis ini
terkait dengan ragi Malessezia, respon imunologi yang abnormal, aktivitas kelenjar
sebasea. Jumlah sebum yang dihasilkan adalah factor yang tidak terlalu penting, tidak
semua pasien dengan dermatitis seboroik akan terjadi peningkatan produksi sebum. Di
sisi lain, beberapa pasien dengan tingkat sebum tinggi mungkin tidak memiliki dermatitis
seboroik. Pasien dengan dermatitis seboroik menunjukkan tingkat lipid trigliserida dan
kolesterol di permukaan kulit yang lebih tinggi, tetapi tingkat asam lemak bebas dan
squalenes yang lebih rendah. Kedua spesies Malassezia dan kelompok tubuhan
Propionobacterium memiliki aktivitas lipase sehingga menghasilkan transformasi
trigliserida dalam asam lemak bebas. Semua tujuh spesies Malassezia adalah lipofilik
5

kecuali spesies zoofilik, Malassezia pachydermatis. Asam lemak bebas dan reaksi radikal
oksigen diproduksi pada gilirannya yang memiliki aktivitas antibakteri yang mengubah
flora kulit normal. Beberapa penulis percaya gangguan dalam flora, aktivitas lipase, dan
radikal bebas dapat lebih erat terkait dengan dermatitis seboroik dari respon imun.4
Dermatitis seboroik sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS, transplantasi organ,
malignansi, pankreatitis alkoholik kronik, hepatitis C juga pasien parkinson. Terapi
levodopa kadang kala memperbaiki dermatitis ini. Kelainan ini sering juga dijumpai pada
pasien dengan gangguan paralisis saraf.1

D. Manifestasi Klinis
Dermatitis Seboroik Dewasa
Terdapat sejumlah gambaran yang mudah dikenal pada pasien dengan kasus yang khas.
Secara khusus, distribusi lesi pada penyakit ini bersifat khas :

Kulit kepala : skuama ringan (ketombe) mencerminkan salah satu ujung dari
spectrum klinis, dengan skuama mencolok disertai eritema di ujung yang lain.

Lipatan nasolabial, tersebar hingga ke pipi

Alis

Belakang telinga

Dada atas (depan dan belakang)

Jika penyakit sangat parah, periksa kemungkinan penyakit HIV/penyakit


immunodefisiensi lain.

Gb 1. Area tersering terjadinya Dermatitis Seboroik

Gb 2. Dry scaly seborrhoeic eczema of the ear

Gb 3. Active seborrhoeic eczema of the face

Dikutip dari kepustakaan 6

Erupsi berupa bercak-bercak kemerahan, berskuam dan tampak agak berminyak.


Sebagian pasien juga mengalami peradangan kelopak mata (blefaritis). Yang lain
memperlihatkan bentuk fleksural (intertriginosa) di ketiak dan lipatan paha, sering
menimbulkan gambaran mirip dengan psoriasis fleksural.
Dermatitis seboroik bentuk dewasa biasanya muncul pada masa remaja atau
dewasa muda dan meskipun keparahannya dapat berfluktuasi, cenderung menetap seumur
hidup.5
Dermatitis seboroik Infantil
Sebagian anak mengalami erupsi berat yang mengenai daerah popok, lipatan, dan
kulit kepala. Dermatitis seboroik infantile penyebabnya tidak diketahui tapi umumnya
muncul dalam 3 bulan pertama kehidupan. Ruamnya tampak agak gatal meskipun daerah
popok mungkin lecet dan membasah.5
Beberapa bayi mengalami reaksi peradangan kulit yang lebih luas terutama
mengenai daerah pangkal paha, aksilla, dan leher. Meski kulit terlihat amat merah dan
maserasi dengan sisik berminyak, sisik tersebut bukan iritan dan biasanya akan membaik

dalam beberapa minggu. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau kandida.7

Gb 4. Seborrheic dermatitis in an infant

Gb 5. Seborrheic dermatitis in an infant.

Dikutip dari kepustakaan 4,6

E. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan
skuama kuning berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu pemeriksaan
histopatologi.1

F. Diagnosis Banding
Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetic yang kuat
dengan karakteristik perubahan pertumbuhan yang kuat dengan karakteristik
perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi
vaskuler, juga diduga adanya pengaruh system saraf . Gambaran khas berupa plak
eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-titik pendarahan bila skuama
dilepas, berukuran dari seujung jarum sampai dengan plakat menutupi sebagian
besar area tubuh, umumnya simetris. Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku,
mukosa dan sendi tetapi tidak mengganggu rambut. Penampilan berupa infiltrat
eritematosa, eritema yang muncul bervasiasi dari sangat cerah (hot psoriasis)

biasanya diikuti gatal sampai merah pucat (cold terjadi trauma maupun
mikrotrauma pada kulit pasien psoriasis.1Biasanya mengenai umur dewasa.1,8

Gb 6. Plak kronis pada psoriasis


Dikuti dari kepustakaan 4

Dermatitis Atopik
Dermatitis atopi adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif,
disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada bayi
dan bagian flexural extremitas pada anak., terdapat kecenderungan stigma topi. Kulit
kering (xerosis, sebostasis) \ merupakan ciri dari pasien dengan eksim atopik. Secara
klinis, hal ini ditandai oleh permukaan kulit yang kasar jika disentuh, non-inflamasi,

dan kadang-kadang sedikit bersisik.1,9

Gb 7a. Atopic eczema in a child: worse around the eyes due to rubbing
Gb 7b. Chronic excoriated atopic eczema behind the knees.
Dikutip dari kepustakaan 10

Dermatitis Kontak Iritan


DKI adalah pola peradangan kulit dengan eritema, vesikel, dan pruritus pada fase
akut. Kelainan kulit sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat
memberi gejala kronis. Selain itu, riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci
wajah atau bahan iritan lainnya untuk jerawatan wajah (trerinoin, asam glikolat,
asam alfa hidroksil).1,6

Gb 8. Dermatitis Kontak Iritan pada sekitar mulut dan tangan


Dikutip dari kepustakaan 10

10

Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yag megandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan, dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Penderita merasa gatal dan kelainan
berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfik). Bagian
tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) dari pada bagian tengah.
Untuk diagnosis biasanya memerlukan pemeriksaan skraping kulit dengan KOH.1

Gb 9. Tinea Capitis

Gb 10. Tinea Versicolor

11

Rosase
Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah, yaitu hidung,
pipi, dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan
tangan yaitu kaki. Lesi umumnya simetris. Gejala utama rosasea adalah eritema,
talingektasia, papul, edema, dan pustule. Untuk mendiagnosis diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti.1,4

Gb 10. A. Subtipe Eritematatolingektasis. B Pada pembesaran tampak red skin


disebabkan oleh multiple talingektasis. Nampak adanya pustul.
Dikutip dari kepustakaan 4

Gb 11. A. Subtipe papulopustular Nampak adanya eritema dengan pustul.


B. Bentuk berat dari papulopustular
Dikutip dari kepustakaan 4

12

G. Penatalaksanaan1,8
Umum :
Hindari semua faktor yang memperberat, makanan berleman, dan stress, emosi.
Perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan dengan shampoo.
Sedangkan menurut referensi lain, tatalaksana yang dilakukan antara lain :
Topikal
1. Shampo yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya : selenium sulfide, zinc
pirithione, ketokonazole, berbagai shampoo yang mengandung ter dan solusio
terbinafine 1 %.
2. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum pada kulit dapat
dilakukan dengan mencuci wajah berulang dengan sabun lunak. Pertumbuhan jamur
dapat dikurangi dengan krim imidazol dan turunannya, bahan antimikotik di daerah
lipatan bila ada gejala.
3. Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat atau sulfur.
4. Pengobatan simptomatik dengan kortikosteroid topical potensi sedang, imunosupresan
topical (taktolimus dan pimekrolimus) terutama untuk daerah wajah sebagai
pengganti kortikosteroid topical.
5. Metronidazole topical siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil peroksida dan salep
litium suksinat 5 %.
Sistemik :
1. Anti histamin H, sebagai anti gatal
2. Vitamin B kompleks
3. Kortikosteroid oral dapat menurunkan insiden dermatitis seboroika
4. Antibiotik seperti penicillin, eritromisin pada infeksi sekunder
5. Preparat azol akhir akhir ini sanagt berpengaruh terhadap P.Ovale, juga dapat
mempengaruhi berat ringannya dermatitis seboroika8

13

Cara kerja obat :

a. Takrolimus adalah golongan penghampat kalsineurin bekerja pada sel T, sel


langerhans, sel mas, dan sel keratinosit. Takrolismus menunjukkan mekanisme kerja
yang sama dengan cylosporin A, yaitu mampu menghambat degranulasi sel mas dan
mensupresi pengeluaran TNF alpha. Krim takrolimus (protopic) 0,03 % dan 0,1 %
aman digunakan pada anak 2 15 tahun dalam jangka pendek atau panjang secara
bergantian. Efek samping yang pernah dilaporkan berupa nefrotoksik dan hipertensi.
b. Pimecrolistermasuk golongan aksomisin makrolaktam, sebagai penghambat sitokin
inflamaso dari sel mas yang teraktivasi, misalnya IL 2, IL 3, IL 4, IL 8, IL 10, INF y,
TNF alpha yang bekerja selektif terutama pada sel T yang berperan pada lesi DA.
Selain itu pimekrolimus juga mencegah pelepasan mediator inflamasi (histamine,
triptase, heksosaminidase) dan sel mas yang teraktivasi. Takrolinus, pimekrolimus
tidak mempunyai efek antiproliferasi dan tidak mengganggu immunosurveilance.
Pengobatan jangka panjang dengan pimekrolimus lebih aman dibandingkan dengan
pengobatan konvensional1
H. Komplikasi
Mungkin berhubungan dengan furunkulosis. Pada tipe intertriginosa, infeksi Candida
umunya ada.10
I. Prognosis
Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit yang sangat umum, mempengaruhi
mayoritas individu pada beberapa waktu selama hidup. Kondisi meningkat di musim
panas. Bisa terjadi kekambuhan dan remisi, terutama pada kulit kepala, mungkin
berhubungan dengan alopesia pada kasus yang parah. Pada Infantile dan remaja,
dermatitis seboroik menghilang seiring berjalannya usia. Seboroik eritroderma mungkin
terjadi. Eritroderma seboroik dengan diare dan gagal tumbuh (penyakit Leiner) pada bayi
dikaitkan dengan berbagai gangguan immunodeficiency termasuk cacat opsonisasi ragi,
Defisiensi C3, kombinasi defisiensi imunitas, hypogammaglobulinemia, dan
hyperimmunoglobulinemia.11

14

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: STB

Umur

: 63 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Bissoloro

Suku

: Makassar

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Tanggal pemeriksaan : 12 April 2016

B. Resume
Seorang perempuan umur 63 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS SY
dengan keluhan gatal sejak 1 tahun yang lalu dan memberat sejak 2 bulan terakhir. Gatal
disertai dengan bercak kemerahan yang awalnya berasal dari kepala, lipatan telinga, dan
menjalar ke lengan, tangan dan kaki. Keluhan bercak kemerahan ini dialami kurang lebih
2 bulan yang lalu. Awalnya bercak kemerahan pada kulit kepala nampak hanya seperti
biji-biji kecil yang berair menyerupai biang keringat di pada kulit kepalanya kemudian
pecah dan menjadi bercak merah yang kemudian menyebar serta berbatas tegas dimana
dibagian atasnya terdapat skuama yang mencolok menyerupai ketombe, warnanya
kekuningan, kering, kasar dan nampak terkelupas. Ukuran lesi berbeda-beda Nampak
sebesar biji jagung kemudian bercak merah dan gatalnya menyebar ke telinga, leher,
lengan, dan kedua tangan serta kaki.. Sebelumnya pasien telah berobat ke Puskesmas dan
gatal menghilang saat minum obat dari puskesmas tapi gatal kambuh kembali ketika
pasien berhenti meminum obat. Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada. Riwayat
keluarga yang alergi dan yang mengalami keluhan yang sama tidak ada. Keadaan umum
sakit ringan, kesadaran komposmentis, status gizi baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Pemeriksaan fisik :
Status present : kesadaran compos mentis

15

Satus general : dalam batas normal


Berat badan : 46 kg
Status Dermatologi :
Lokasi

: Kulit kepala, lipatan telinga, leher, lengan, kedua tangan dan kaki.

Ukuran

: Lentikuler

Jumlah

: Tidak terhitung (banyak)

Efloresensi

: Makula eritema, skuama

16

C. Diagnosis Kerja
Dermatitis Seboroik Dewasa
D. Penatalaksanaan
o
o

Cetirizine 1 dd 1
Betamethasone Cr 20 grKetoconazole Cr 10 gr
Mf ung da in pot no xv
UE

E. Prognosis
Dubia at bonam

17

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari autoanamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan gatal-gatal. Keluhan


ini dialami kurang lebih 1 tahun yang lalu dan memberat sejak 2 bulan terakhir. Sebelum
terjadi bercak kemerahan, awalnya hanya seperti biji-biji kecil yang berair menyerupai
biang keringat pada kulit kepalanya kemudian pecah dan menjadi bercak merah yang
kemudian menyebar serta berbatas tegas dimana dibagian atasnya terdapat skuama yang
mencolok menyerupai ketombe, warnanya kuning, kering, kasar dan nampak terkelupas.
Ukuran lesi berbeda-beda, nampak sebesar biji jagung.Lesi kemudian menyebar ke
lipatan telinga, leher, lengan, dan kedua tangan serta kaki.
Perjalanan penyakit hingga menimbulkan gejala sesuai dengan gambaran
dermatitis. Lesi awalnya timbul dikepala, telinga, leher, lengan, dan kedua tangan serta
kaki, menurut pasien tidak ada riwayat alergi atau asma dari orang tua sehingga diagnosis
dermatitis atopi dapat disingkirkan.
Lokasi efloresensi pada kulit kepala (folikel sebasea) sesuai dengan lokasi
predileksi dermatitis seboroik yaitu terdapatnya lesi pada kulit kepala. Efloresensi berupa
makula eritema dengan skuama yang kasar dan awalnya agak berminyak dibagian
bawahnya sesuai dengan gambaran dermatitis seboroik pada umumnya.
Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi
dengan skuama kuning yang awalnya berminyak/basah di area predileksi (saat ketombe
terlepas) kemudian skuama mengering. Pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnostik
dermatitis seboroik diperlukan hanya pada kasus yang sulit yaitu dilakukan pemeriksaan
histopatologi.
Penatalaksanaan pasien ini antara lain mengganti shampoo dengan shampo yang
mengandung obat anti Malassezia, misalnya ketokonazole. Untuk menghilangkan
skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum pada kulit dapat dilakukan dengan mencuci
wajah,badan berulang dengan sabun lunak. Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan
18

krim imidazol dan turunannya, bahan antimikotik di daerah lipatan bila ada gejala.
Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat atau sulfur.1

19

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1.

Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit kulit temasuk di dalam kelompok


dermatosis eritroskuamosa dan bertempat predileksi tempat-tempat seboroik.

2.

Insiden DS sekitar 2% - 5 % pada populasi umum, mencapai puncak pada umur


18-40 tahun dan usia lanjut sering dijumpai dalam bentuk ringan dan laki-laki lebih
sering terkena dibanding pada wanita.

3.

Dari etiopatogenesis DS belum jelas ,diduga akibat dari aktivasi kelenjar sebasea
yang berlebihan dan penelitian

lain menunjukkan bahwa pityrosforum ovale

(malassezia ovale).
4.

Penyakit ini terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan
,batasnya agak kurang tegas.

5.

Lokali predileksi tersering didaerah kulit kepala berambut; wajah; alis, lipatan
nasolabialis, side bum, telinga dan liang telinga, bagian atas-tengah dada dan
punggung, lipatan gluteus,inguinal,genital,ketiak. Sangat jarang menjadi luas

6.

Diagnosis bandingnya adalah psoriasis dan tinea .

7.

Pemeriksaan tambahan yang dapat menunjang diagnosis adalah pemeriksaan


histologist,mikroflora,dan pemeriksaan KOH 20%.

8.

Prognosi dermatitis seboroik pada sebagian kasus yang memiliki faktor konstitusi
penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol tetapi sering terjadi
kekambuhan .

20

B. SARAN
Untuk pasien dermatitis seboroik sebaiknya penatalaksanaan pasien dilakukan
dengan mengganti shampoo yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya
ketokonazole. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum pada
kulit dapat dilakukan dengan mencuci wajah berulang dengan sabun lunak. Pertumbuhan
jamur dapat dikurangi dengan krim imidazol dan turunannya, bahan antimikotik di daerah
lipatan bila ada gejala. Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam
salisilat atau sulfur.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Jacoeb, Tjut Nurul Alam. 2015. Dermatitis-Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
ke-7. FK UI; Jakarta.
2. Jeyaratnam, David Koh. 2010. Spektrum Penyakit Kulit Akibat Kerja-Buku Ajar Praktik
Kedokteran Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta
3. Robin, Tony Burns 2008.Eksema-Lecture notes dermatology. Penerbit Buku Erlangga;
Jakarta
4. Lowell & Stephen KATZ. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine . Mc
Graw Hill Medical; USA
5. Robin, Johny Bourke. 2011. Dermatitis Seboroik-Dermatologi Dasar: Untuk Praktik
Klinik Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta
6. John Hunter, John Savin. 2003. Eczema and Dermatitis. Clinical Dermatology, Third
Edition. Blackwell :Australia
7. Roy, Simon Newel. 2008. Dermatitis Seboroik-Lecture Notes Pediatrika. Erlangga
Medical Series:Jakarta
8. Siregar R.S SpKK.2002 Dermatis-Saripati Penyakit Kulit edisi II, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC : Jakarta.
9. J. Ring, B. Przybilla, T. Ruzicka. 2006. Handbook of Atopic Eczema Second Edition.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg : New York
10. Richard Weller,John Hunter,John Savin. 2008. Eczema and dermatitis- Clinical
Dermatology, Fourth Edition. Blackwell: Australia

22

11. Wolff, Klaus & Allen, R, J. 2009. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. Mc Graw Hill Medical; USA

23

Anda mungkin juga menyukai