PENDAHULUAN
Kulit manusia tidak bebas hama (steril) dan kulit steril hanya didapatkan pada waktu
yang sangat singkat setelah lahir dengan permukaan kulit mengandung banyak bahan makanan
(nutrisi) untuk pertumbuhan bakteri seperti lemak, bahan-bahan yang mengandung nitrogen,
mineral, dll. Dermatitis atau eksim adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) dengan
morfologi khas namun penyebabnya bervariasi sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen
atau endogen yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya berupa papula (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif
dan menjadi kronis. 1
Dermatitis kontak adalah reaksi kulit yang terjadi akibat terjadinya sentuhan antara kulit
dengan bahan-bahan tertentu yang dapat mengiritasi kulit dan juga dapat menimbulkan reaksi
alergi pada kulit yang disebabkan oleh suatu alergen. Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat, seluler) terhadap lingkungan alergen. Seringkali hanya
diperlukan sedikit bahan pemicu untuk menimbulkan reaksi. Diperkirakan jumlah penderita
DKA dan DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Prevalensi kejadian dermatitis di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000
atau >95% pekerja mengalami dermatitis kontak. . Di Indonesia menunjukkan hasil yang
sangat bervariasi, pada Pertemuan Dokter Spesialis Kulit tahun 2009 dinyatakan sekitar 90%
penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Pada studi
epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak,
1
dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak
alergi.2,3,1,4
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah
(<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik,
sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya
(sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi
alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, pH, faktor individu dan status imunologik.1
Pentingnya deteksi penanganan dini dan edukasi pada penyakit DKA bertujuan untuk
menghindari komplikasi kronisnya. Oleh karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaimana
DKA sehingga dapat menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA menjadi lebih
baik.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. RESUME
Seorang perempuan berusia 34 tahun datang ke Balai Kulit dan Kelamin dengan keluhan
gatal pada daerah kedua kaki. Keluhan ini dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya
muncul bercak merah kecil yang gatal dengan batas yang tegas tetapi tidak bergelembung,
Kemudian bercak merah tersebut melebar dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan
kering (pecah-pecah) setelah digaruk. Pasien tidak mengalami demam dan nyeri pada daerah
tersebut. Pasien tidak mengetahui apa yang menyebabkan kulit kakinya meemerah dan
terasa gatal. Pasien menyangkal dan mengatakan bahwa ia tidak pernah memakai sandal
atau sepatu yang menyerupai pola seperti bercak yang muncul pada kedua kaki pasien.
Pasien mengatakan bahwa pasien hanya sering memakai sandal jepit saat bekerja dan
mengatakan bahwa kakinya tidak pernah dalam keadaan lembab. Pada saat pasien pergi ke
Balai Pengobatan kulit untuk berobat, terlihat pasien memakai sandal yang memiliki bagian
yang menutupi punggung kaki pasien tersebut. Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini
sebelumnya. Riwayat penyakit yang sama di keluarga: ayah (+) dengan posisi bercak yang
sama yaitu didaerah kedua kaki. Riwayat alergi: pasien memiliki tipe kulit yang sensitif
terhadap lotion
kulit dan makanan berupa mie, telur, dan semua makanan yang
mengandung MSG. Pasien mengatakan sebelumnya sudah berobat ke dokter umum namun
tidak ada perubahan. Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS 15), gizi
baik, tanda-tanda vital dalam batas normal.
B. STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi
: simetrik (dorsum pedis dextra (1) dan dorsum pedis sinistra (1))
Ukuran
: plakat
Jumlah
: tidak terhitung
Efloresensi
- Dermatitis numular
Dermatitis seboroik
- Psoriasis
Dermatitis atopik
4
D. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Dermatitis Kontak Alergi (DKA).
E. PENATALAKSANAAN
Topikal :
Sistemik :
cetirizine 1x1
Methylprednisolon 3x1
KIE
dan
memperbanyak
buah-buahan
dan
sayuran
yang
PROGNOSIS
Dubia at bonam, prognosis umumnya baik apabila dapat menhindari bahan
penyebabnya prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan
dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis),
atau sulit menghindari alergen penyebabnya (misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat di lingkungan pasien).1
BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan, diagnosis kerja dari pasien tersebut adalah Dermatitis
Kontak Alergi (DKA). Dermatitis atau eksim adalah peradangan kulit (epidermis dan
dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen yang
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya berupa papula (oligomorfik). Dermatitis kontak
disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Pasien umumnya mengeluh
gatal. Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya.1 DKA
dapat meluas ke tempat lain.6 Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami gatal pada
kulit kakinya yang diawali dengan munculnya bercak kemerahan dan pasien tidak
mengetahui pasti apa yang menyebabkan kulit kakinya menjadi gatal dan muncul bercak
kemerahan sehingga pasien ini didiagnosis sebagai dermatitis kontak alergi, sesuai
dengan gejala klinis dari dermatitis yaitu adanya bercak kemerahan yng menandakan
adanya reaksi radang dan DKA yang umumnya pasien mengalami gatal. Namun disini,
Pasien menyangkal dan mengatakan bahwa ia tidak pernah memakai sandal atau sepatu
yang menyerupai pola seperti bercak yang muncul pada kedua kaki pasien. Pasien
mengatakan bahwa pasien hanya sering memakai sandal jepit saat bekerja dan
mengatakan bahwa kakinya tidak pernah dalam keadaan lembab. Pada saat pasien pergi
ke Balai Pengobatan kulit untuk berobat, terlihat pasien memakai sandal yang memiliki
bagian yang menutupi punggung kaki pasien tersebut.
skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenifikasi, meski mungkin juga masih terdapat
erosi atau ekskoriasi karena garukan.
Namun, stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak
awal sudah memberikan gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian
pula jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.1 Dari
anamnesis, pasien mengatakan bahwa awalnya muncul bercak merah kecil yang gatal
dengan batas yang tegas tetapi tidak bergelembung, kemudian bercak merah tersebut
melebar dan berubah warna
dengan skuama dan pinggiran lesi yang berbatas tegas setelah digaruk, pasien
mengalami keluhan tersebut sejak 1 bulan yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa
gambaran efloresensi
awal yang muncul pada stadium akut pasien ini adalah makula
eritematous yang ditandai dengan bercak merah pada kulit kaki pasien. Dan saat pasien
datang ke Balai Pengobatan Kulit, pasien sudah menunjukkan gambaran klinis stadium
kronis yang ditandai dengan adanya skuama, likenifikasi, makula hiperpigmentasi, dan
kulit yang kering dan telah dialami sejak 1 bulan yang lalu.
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat, atau reaksi imunologi tipe
IV, dimediasi terutama oleh limfosit yang sebelumnya tersensitisasi, yang menyebabkan
peradangan dan edema pada kulit.5 Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki
tipe kulit yang sensitif terhadap lotion kulit dan makanan berupa mie, telur, dan semua
makanan
yang
mengandung
MSG
sehingga
memungkinkan
terjadi
reaksi
hipersensitivitas atau reaksi radang dalam tubuh pasien yang memunculkan gejala klinis
berupa bercak eritematous dan gatal akibat kerja dari sitokin-sitokin proinflamasi dari
adanya reaksi radang. Kulit tampak kering (pecah-pecah) dan berskuama akibat kulit
yang kehilangan kelembabannya karena pasien tidak pernah memakai lotion kulit karena
kulitnya yang sensitif.
gatal, sakit, efek matahari. Klinisnya lihat lokalisasinya pada kulit, mukosa, rambut dan
kuku dan dapat dengan melakukan uji kulit seperti uji tempel tertutup, uji tempel terbuka,
uji pemakaian, uji goresan, uji intradermal dan uji foto.3
Pemeriksaan penunjang berupa Uji tempel. Istilah uji tempel berarti suatu
metode pemeriksaan yang melibatkan pemakaian secara sengaja sejumlah bahan yang
dicurigai menyebabkan dermatitis alergik ke kulit dibawah kondisi terkontrol. Bahan
yang dicurigai harus ditempelkan ke kulit dibawah oklusi selama 48 jam sebelum. Hal ini
tidak boleh dilakukan jika bahan yang dicurigai bersifat iritan. Uji tempel lengkap
merupakan tindakan yang kompleks. Bahan-bahan yang dicurigai menjadi pemicu
diaplikasikan ke permukaan kulit selama 48 jam sebelum diangkat tempat penempelan
kemudian diperiksa untuk mencari tanda-tanda dermatitis alergi. Pemeriksaan lanjutan
pada 96 jam juga penting dilakukan. Diperkirakan bahwa 30% reaksi yang positif akan
lolos jika hal ini tidak dilakukan karena beberapa senyawa menimbulkan reaksi yang
muncul belakangan.3
10
11
12
Dua puncak kejadian: dewasa muda dan usia tua serta musim gugur dan
musim dingin. Vesikel kecil dan papula yang bergabung menjadi plak, sering
lebih dari 4 sampai 5 cm, dengan dasar eritematosa dengan batas yang tidak tegas.
Plak dapat menjadi eksudatif dan krusta. penyebab sekunder untuk menggaruk.
Plak bersisik kering yang dapat menjadi lichenified. Bulat atau berbentuk koin.
Distribusi Daerah lesi (misalnya, pada kaki) atau umum, tersebar. Kaki bagian
bawah (pria yang lebih tua), batang, tangan dan jari.7
Gambar. Bercak seperti uang logam (coin lesion) berwarna merah dan basah,
merupakan gambaran khas dermatitis numularis.9
5. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit peradangan kronik yang ditandai dengan lesi berbatas
tegas, plak eritematosa berskuama tebal berwarna perak-putih. Psoriasis merupakan
14
sebuah penyakit fisik dan psikologis melemahkan, berdampak pada kualitas hidup
mirip dengan kanker, diabetes, dan depression. Meskipun psoriasis dapat terjadi pada
semua usia, puncak utama dari kejadian terjadi pada usia sekitar 20-60 tahun.11
Gambaran klasik berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik
perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum hingga plakat dapat
menyerang kulit, kuku, mukosa dan sendi.
Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat menegenai patogenesis psoriasis,
tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai dalam
prinsip terapi. Manajemen yang sukses tergantung pada sejumlah faktor termasuk
pendidikan pasien, pilihan terapi, dan kepatuhan terhadap pengobatan.1,11
Menghindari kontak dengan bahan alergen yang dicurigai (sandal atau sepatu
tertentu),Menjaga kebersihan dan kesehatan kulit., dan Meminum obat secara teratur dan
meenuhi asupan nutrisi dengan makan makanan bergisi terutama yang mengandung
antioksidan yang baik untuk kesehatan tubuh.
16
BAB IV
KESIMPULAN
1. Dermatitis kontak alergi adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) dengan
morfologi khas namun penyebabnya berupa bahan/substansi yang menempel pada kulit.
2. Dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitasi terhadap
suatu bahan penyebab/alergen.
3. Prevalensi penderita DKA: Di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 atau
>95%
pekerja
Spesialis Kulit di Indonesia dinyatakan sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja
merupakan dermatitis kontak (iritan dan alergik). 97% dari 389 kasus adalah dermatitis
kontak, dermatitis kontak iritan 66,3% dan dermatitis kontak alergi 33,7% .
4. Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah
(<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat
lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel
epidermis dibawahnya (sel hidup).
5. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen,
dosis perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu dan status imunologik
6. Pada stadium akut dimulai dengan bercak eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menyebabkan
erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis,
skrotum, lebih didominasi oleh eritema dan edema.
17
7. Pada DKA kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungki juga
fisur, berbatas tidak tegas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan
kronis; dengan kemungkinan penyabab campuran
8. Anamnesis harus cermat mengenai lamanya penyakit, penyebarannya, riwayat pekerjaan,
obat-obatan. Keluhan gatal, sakit, efek matahari. Klinisnya lihat lokalisasinya pada kulit,
mukosa, rambut dan kuku dan dapat dengan melakukan uji kulit seperti uji tempel
9. Diagnosa
banding:
dermatitis
kontak
iritan,
dermatitis
seboroik,dermatitis
atopik,dermatitis numular,psoriasis
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi Sri Linuwih, Bramono Kusmarinah, Indriatmi Wresti, Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2015.
2. Soedarto. Alergi dan Penyakit Sistem Imun. Jakarta: Sagung Seto.2012.
3. Grham robin, Johnny Bourke,& Tim Cunliffe, Editor Bahasa Indonesia, Windriya
Kerta Nirmala. Dermatologi Dasar Untuk Praktik Klinik. Jakarta: EGC. 2011.
4. Fitriani, Rismayanti, Indra D. Faktor Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Terhadap Kejadian Dermatitis Di Kab.Wajo. Departemen Epidemiologi Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Hasanuddin.
Availabel
from
URL:
19
LAMPIRAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Nn. I
Jenis Kelamin
Perempuan
Umur
34 tahun
Tanggal Pemeriksaan
7 April 2016
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara langsung kepada pasien pada tanggal 16 Januari 2016 di Balai
Pengobatan Kulit dan Kelamin.
Seorang perempuan berusia 34 tahun datang ke Balai Kulit dan Kelamin dengan keluhan
gatal pada daerah kedua kaki. Keluhan ini dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya
muncul bercak merah kecil yang gatal dengan batas yang tegas tetapi tidak bergelembung,
Kemudian bercak merah tersebut melebar dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan
kering (pecah-pecah) setelah digaruk. Pasien tidak mengalami demam dan nyeri pada daerah
tersebut. Pasien menyangkal dan mengatakan bahwa ia tidak pernah memakai sandal atau
sepatu yang menyerupai pola seperti bercak yang muncul pada kedua kaki pasien. Pasien
mengatakan bahwa pasien hanya sering memakai sandal jepit saat bekerja dan mengatakan
bahwa kakinya tidak pernah dalam keadaan lembab. Pada saat pasien pergi ke Balai
Pengobatan kulit untuk berobat, terlihat pasien memakai sandal yang memiliki bagian yang
menutupi punngung kaki pasien tersebut. Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini
sebelumnya. Riwayat penyakit yang sama di keluarga: ayah (+) dengan posisi bercak yang
sama yaitu didaerah kedua kaki. Riwayat alergi: pasien memiliki tipe kulit yang sensitif
20
terhadap lotion
kulit dan makanan berupa mie, telur, dan semua makanan yang
mengandung MSG. Pasien mengatakan sebelumnya sudah berobat ke dokter umum namun
tidak ada perubahan. Keadaan umum sakit ringan, kesadaran compos mentis (GCS 15), gizi
baik, tanda-tanda vital dalam batas normal.
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Pasien
Keadaan Umum :
Sakit
: sedang
Kesadaran
: composmentis
Gizi
: baik
Hygiene
: sedang
Tanda Vital
Tensi
: DBN
Pernafasan
: DBN
Nadi
: DBN
Suhu
: DBN
Kepala
Sclera
: ikhterus (-)
Konjungtiva
: anemia (-)
Bibir
: sianosis (-)
Jantung
: DBN
Abdomen
: DBN
Ekstremitas
: DBN
21
: simetrik (dorsum pedis dexta (1) dan dorsum pedis sinistra (1))
Ukuran
: plakat
Jumlah
: tidak terhitung
22