Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

LESIERITROSKUAMOSA

Disusunoleh
CattleyaAnandaV.
1102011063

Pembimbing
Dr.Yenni,Sp.KK,M.Kes

KepaniteraanKlinikIlmuPenyakitKulitdanKelamin
RumahSakitUmumDaerahArjawinangun
Oktober2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
Dermatosis eritroskuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai terutama oleh
adanya eritema dan skuama. Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa kemerahan yang
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Skuama
merupakan lapisan dari stratum korneum yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit yang
terutama terdapat pada dermatosis eritroskuamosa adalah berupa kemerahan dan
sisik/terkelupasnya kulit.
Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan di
dalamnya, antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan
eritroderma.
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat
dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan deferensiasi sel epidermis. Faktor faktor
yang berpengaruh yaitu faktor genetik dan imunologik. Sedangkan gambaran klinis
didapatkan adanya eritema dan skuama, yang disebabkan oleh hiper keratinosit. Yang khas
pada pemeriksaan psoriasis yaitu pemeriksaan tetesan lilin dan pemeriksaan ausfitz.
Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada
umumnya tanpa keluhan. Terdapat tiga bentuk parapsoriasis yaitu ; Parapsoriasis gutata,
parapsoriasis variegata, parapsoriasis en plaque. Pengobatan yang dilakukan untuk
parapsoriasis sama dengan psoriasis.
Pitiriasis rosea ialah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai dengan sebuah
lesi inisial berbentu eritema dan skuama halus. Terutama terdapat pada umur 15 40 tahun.
Etiologi belum diketahui, tetapi berdasarkan gambaran klinis dan epidemiologis diduga
infeksi sebagai penyebab. Lesi pertama adalah herald patch, pitiriasis rosea dapat diterapi
secara simptomatik dan prognosisnya baik, karena dapat sembuh dengan sendirinya.
Eritroderma dianggap sinonim dengan Dermatitis Eksfoliativa, meskipun sebenarnya
mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kedua istilah tersebut (keduanya boleh
digunakan) dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana sebagian besar kulit berwarna
merah, meradang dan berskuama. Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritem universalis (90-100%), biasanya disertai skuama.
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di
daerah kaya kelenjar sebasea , scalp, wajah dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan
malasesia terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan cuaca,
2

ataupun trauma dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai
dengan bentuk eritroderma. Dermatitis seboroik berkisar antara 3 5 % pada populasi umum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

2.1. PSORIASIS VULGARIS


2.1.1. Definisi
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat
dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan deferensiasi sel epidermis disertai
manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.1
2.1.2. Epidemiologi
Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis bervariasi di setiap
wilayah. Prevalensi anak berkisar dari 0% di Taiwan sampao dengam 2.1 % di itali.
Sedangkan pada dewasa di Amerika Serikat 0.98% sampai dengan 8% ditemukan di
Norwegia. Di Indonesia pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka
prevalensi pada tahun 1996, 1997, dan 1998 berturut turut 0,62%; 0,59% dan 0,92%.
Psoriasis terus mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke layanan kesehatan di banyak
daerah di Indonesia. Remisi dialami oleh 17 55% kasus dengan beragam tenggang waktu.1
2.1.3. Etiopatogenesis
Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan
terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik tambahan
berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik dan data
laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada epidermis. Epidermis
pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi inkomplit sel epidermal
di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat dari sel germinatif sangat mudah dikenali,
dan terdapat pengurangan waktu untuk transit sel melalui sel epidermis yang tebal.
Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator
inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara
dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis
baik stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.2

Gambar 1. Patogenesis kelainan kulit pada psoriasis


Sumber: http://www.psoriasis.or.id/psoriasis_pustular.php
Terdapat beberapa factor yang berperan sebagai etiologi psoriasis, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Genetik
Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit
keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita
psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. 1 Bila orangtua
tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila
salah satu orang tua menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat
menjadi 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:

Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial

Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersufat nonfamilial

Hal lain yang menyokong adanya factor genetik adalag bahwa psoriasi berkaitan
dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6.
Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa
berkaitan dengan HLA-B27.
2. Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga
jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya
penuh dengan sebukakan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T
CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
pada umumnya lebih didominasi oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat
sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam
5

imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya


pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada
kulit normal lamanya 27 hari.
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit
autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
Berbaga faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam kepustakaan
diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan Kobner), endokrin,
gangguan metabolic, obat, alcohol dan merokok. Stress psikis merupakan factor
pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hunungan yang erat dengan salah satu jenis
psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris
tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis gutata setelah dilakukan
tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin
umumnya berpengaruh pada perjalan penyakit. Puncak insidens psoriasis terutama
pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik
sedangkan pada masa postpartum umumnya memburuk. Gangguan metabolisme
seperti dialysis dan hipokalsemia dilaporkan menjadi salah satu factor pencetus. Obat
yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta adrenergic blocking agents,
litium, anti malaria dan penghentian mendadak steroid sistemik. 2
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu:
1. Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap.
2. Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian
menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan
kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.
3. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis
paru, dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
4. Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.
5. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
6. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh
pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan
lebih hebat. 5
6

2.1.4. Gambaran Klinis


Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan scalp
dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan lutut serta daerah
lumbo sacral.

Gambar 2. Letak Predileksi Psoriasis


Sumber: http://www.psoriasis.or.id/psoriasis_pustular.php
Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada masa penyembuhan
seringkali eritema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapislapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta transparan. Besar kelainan bervariasi, bisa
lentikular, nummular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar
berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak, dewasa muda dan
terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus.2
Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan
berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada umumnya
terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal. Pada pasien psoriasis dengan
kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan denan sisik
abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril
dan menebal pada waktu yang bersamaan. 3
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Kedua fenomena yaitu tetesan lilin dan Auspitz dianggap khas, sedangkan Kobner dianggap
7

tidak khas, hanya kira-kira 47% dari yang positif dan didapat pula pada penyakit lain.
misalnya Liken Planus dan Veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh
perubahan indeks bias. Cara menggoresnya bisa dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena
Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara
mengerjakannya adalah dengan cara skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan ujung
gelas alas. Setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan dengan pelan-pelan
karena jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik melainkan
perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya trauma akibat
garukan dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan psoriasis dan disebut dengan
fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira 50% yang
agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau nail pit yang berupa lekukan-lekukan
miliar. Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat
karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis.
Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menimbulkan
kelainan pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi
interfalangs distal dan terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian
terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.2

Gambar 3. Psoriasis pada sendi


Sumber: http://www.psoriasis.or.id/psoriasis_pustular.php

2.5 BENTUK KLINIS


1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut psoriasis vulgaris.
Dinamakan juga tipe plak karena lesi-lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat
predileksinya yaitu pada scalp, perbatasan scalp dengan wajah, ekstremitas terutama
bagian ekstensor yaitu lutut, siku dan daerah lumbosakral.

Gambar 4. Psoriasis vulgaris


Sumber: Atlas of Dermatology in Internal Medicine

2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bacterial maupun viral.

Gambar 5. Psoriasis Gutata


Sumber: Atlas of Dermatology in Internal Medicine
3. Psoriasis Inversa ( Psoriasis Fleksural)
Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan namanya.

Gambar 6. Psoriasis Inversa


Sumber: UBC Dermatology. Diunduh dari: http://www.derm.ubc.ca/
4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu dalam bentuk
kering, tetapi pada jenis ini kelaianannya bersifat eksudatif seperti pada dermatitis
akut.
5. Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak
lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik
6. Psoriasis Pustulosa

10

Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai


penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk
psoriasis pustulosa yaitu:
a. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)
Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai
telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa
kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang
eritematosa, disertai rasa gatal.

Gambar 7. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)


Sumber: http://www.wikimedia.org//
b. Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)
Psoriasis

pustulata

generalisata

akut

(von

Zumbusch)

dapat

ditimbulkan oleh berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang tersering


karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan
derivatnya, serta antibiotik betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium
iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat.
Faktor lain selain obat ialah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres
emosional, serta infeksi bakterial dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada
penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula muncul pada
penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Gejala awalnya ialah kulit
nyeri, hiperalgesia disertia gejala umum berupa demam,malese, nausea,
anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa
jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal.
11

Dalam beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut.
Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran
beberapa cm.1 Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi neutrofil ke
atas stratum malphigi, di mana neutrofil ini beragregasi di antara keratinosit
yang menipis dan berdegenerasi.3 Kelainan-kelainan semacam itu akan terus
menerus

dan

dapat

menjadi

eritroderma.

Pemeriksaan

laboratorium

menunjukkan leukositosis, kultur pus dari pustul steril.

Gambar 8. Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch)


Sumber: UBC Dermatology. Diunduh dari: http://www.derm.ubc.ca/
7. Eritroderma psoriatic
Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu
kuat atau karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk
psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal.
Adakalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan
kulitnya lebih meninggi. 2,6

12

Gambar 9. Psoriasis eritroderma


Sumber: UBC Dermatology. Diunduh dari: http://www.derm.ubc.ca/
2.1.5. Diagnosis Banding
Psoriasis memiliki gambaran spesifik berupa plak erotoomatosa dengan skuamma
yang memiliki gambaran mirip dengan dermatosis, yang terdapat pada tabel berikut
Diagnosis
Plakat

Diagnosis Banding
Dermatitis numularis atau neurodermatitis,
tinea

korporis,

liken

planus,

LE,

Fleksural

parapsoriasis, CTCL.
Dermatitis seboroik, dermatitis popok, tinea

Gutata

kruris, kandidiosis.
Pitiriasis rosea, dermatitis numularis, erupsi

Eritroderma

obat, parapsoriasis, SII, CTCL.


Dermatitis atopik, dermatitis seboroik, DKA,
erupsi

obat,

PRP,

pitiriasis

rosea,

fotosensitivitas, CTCL, limfoma kutis.


Tinea ungium, kandidiosis, traumatik

Kuku

onikolisis, liken planus, 20 nail dystrophy,


Skalp

penyakit darier
Dermatitis seboroik, tinea kapitis, PRP,

Palmoplantar

eritroderma, LE, karsinoma bowen.


Dermatitis tangan, DKA, tinea, SII, scabies,

PPG

limfoma kutis.
Impetigo herpetiformis, pustular dermatosis
subkorneal,

erupsi

obat

pustulosa,

akrodermatitis enteropatika (anak).

LE = Lurus Eritomatosa, CTCL = cell T cutaneous lymphoma, DKA = Dermatitis Kontak


Alergik, PRP = Pitiriasis Rubra Piliaris.
2.1.6. Komplikasi
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang meningkat
terhadap gangguan kardiovaskular terutama pada pasien psoriasis berat dan lama. Risiko
infark miokard terutama sekali terjadi pada psoriasis muda usia yang menderita dalam jangka
waktu panjang. Pasien psoriasis juga mempunyai peningkatan resiko limfoma malignum.
Gangguan emosional yang diikuti masalah depresi sehubungan dengan manifestasi klinis
berdampak terhadap menurunnya harga diri, penolakan sosial, merasa malu, masalah seksual,
13

dan gangguan kemampuan professional. Semuanya diperberat dengan perasaan gatal dan
nyeri, keadaan ini menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien eritroderma adalah hipotermia dan hipoalbuminemua sejunder terhadap
pengelupasan kulit yang berlebihan juga dapat terjadi gagal jantung dengan pneumonia.
Sebanyak 10 17% pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata (PPG) menderia
arthralgia, myalgia, lesi mukosa
2.1.7. Pengobatan
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid

topikal

bekerja

sebagai

antiinflamasi,

antiproliferasi,

dan

vasokonstriktor masih tetap banyak dipakai dalam pengobatan psoriasis secara tunggal atau
kombinasi. Terapi jenis ini masih diminati oleh banyak dokter maupun pasien karena efektif,
relatif cepat, ditoleransi dengan baik, mudah digunakan, dan tidak terlalu mahal dibandingkan
dengan terapi alternatif lainnya.
Resistensi merupakan gejala yang sering terlihat dalam pengobatan keadaan ini
disebabkan oleh proses takifilaksis. Bila dalam 4 6 minggu lesi tidak membaik, pengobatan
sebaiknya dihentikan, diganti dengan terapi jenis lain, sedangkan kortikosteroid superpoten
hanya diperbolehkan 2 minggu. Pemakaian obat secara oklusi hanya diperkenankan untuk
daerah telapak tangan dan kaki. Harus diingat psoriasis sensitif terhadap kortikosteroid,
tetapi juga resisten terhadap obat yang sama, hal ini terjadi karena takifilaksis.
Efek samping yang mengancam cukup banyak, seperti penipisan kulit, atrofik, striae,
talengiekrasis, erupsi akneiformis, rosasea, dermatitis kontak, perioral dermatitis, absorbs
sistemik yang dapat menimbulkan supresi aksis hipotalamus ptuitari.
Kalsipotriol / Kalsipotrien
Kalsipotriol adalah analog vitamin D yang mampu mengobati psoriasis ringan sampai
sedang. Mekanisme kerja sediaan ini adalah antiproliferasi keratinosit, menghambat
proliferasi sel, dan meningkatkan deferensiasi juga menghambat produksi sitokin yang
berasal dari keratinosit maupun limfosit. Kalsipotriol merupakan pilihan pertama atau kedua
pengobatan topical walaupun tidak seefektif kortikosteroid super poten, namun obat ini tidak
memiliki efek samping yang mengancam seperti kortikosteroid. Dermatitis kontak iritan
merupakan efek samping terbanyak yang dijumpai, pemakaian 100g seminggu dapat
meningkatkan kadar kalsium darah.
Vitamin D lebih efektif dibandingkan dengan emolien ataupun tar untuk meredakan
gejala psoriasis, namun setara dengan kortikosteroid poten. Kortikosteroid poten lebih efektif
14

sedikit dibandingkan dengan vitamin D untuk pengobatan psoriasis pada kulit kepala. Obat
topical paling efektif adalah kortikosteroid superpoten yang mempunyai efek samping yang
harus mempunyai perhatian ketat. Vitamin D dan kortikosteroid poten mempunyai efektivitas
terhadap psoriasis yang sangat baik bila dibandingkan dengan vitamin D tunggal atau
kortikosteroid.
Retinoid Topikal
Acetylenic retinoid adalah asam vitamin A dan sintetik analog dengan reseptor dan
. Retinoid meregulasi transkripsi gen dengan berikatan RAR-RXR heterodimer, berikatan
langsung elemen respon asam retinoat pada sisi promoter gen aktivasi. Tazaroten
menormalkan proliferasi dan diferensiasi kerinosit serta menurunkan jumlah sel radang.
Tarzarotene 0,1% lebih efektif dibandingkan dengan 0,05%, pada pemakaian 12 minggu
sediaan ini lebih efektif dibandingkan vehikulum dalam meredakan skuama dan infiltrat
psoriasis.
Ter dan Antralin
Ter berasal dari destilasi destruktif bahan organik, misalnya kayu, batubara, dan fosil
ikan (antara lain iktiol). Tar dapat dikombinasikan dengan ultraviolet yang meningkatkan
khasiatnya. Ter merupakan senyawa yang aman untuk pemakaian psoriasis ringan sampai
sedang, namun pemakaiannya menyebabkan mengakibatkan kulit lengket,mengotori pakaian,
berbau, kontak iritan, terasa terbakar dan dapat menjadi fotosensitivitas.
Fototerapi
Fototerapi yang dikenal ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB). Fototerapi
memiliki kemampuan menginduksi apoptosis, imunosupresan, mengubah profil sitokin dan
mekanisme lainnya. Sekarang tersedia lampu UVB (TL-01) yang dapat memancarkan sistem
monokromatik dan disebut spektrum sempit (narrowbrand) dalam berbagai uji coba
penyinaran 3 5 kali semingu dengan dosis eritemogenik memiliki hasil yang efektif. Bila
dibandingkan dengan UVB spectrum luas, UVB spectrum kecil nampaknya lebih efektif.
Psoriasis sedang sampai berat dapat diobati dengan UVB, kombinasi dengan ter dapat
menghilangkan efektivitas terapi. Efeksamping cepat berupa sub burn, eritema, vesikulasi
dan kulit kering. Efek jangka panjang berupa penuaan kulit dan keganasan kulit yang masih
sulit dibuktikan.
Sistemik
Untuk menentukan pengobatan sistemik sebaiknya mengikuti algoritma yang
membutuhkan penanganan semacam ini biasanya dipakai pada psoriasis berat termasuk
psoriasis plakat luas, eritroderma atau psoriasis pustulosa generalisata atau psoriasis artritis.
15

Metotreksat
Merupakan pengobatan yang sudah lama dikenal dan masih sangat efektif untuk
psoriasis maupun psoriasis artritis. Mekanisme kerjanya melalui kompetisi antagonis dari
enzim hidrofolat reduktasi. Metotreksat memiliki struktu rmirip asam folat yang merupakan
substrat dasar enzim tersebut.
Metotreksat mampu menekan proliferasi limfosit dan produksi sitokin, oleh karena itu
bersifat imunosupresif. Penggunaannya terbukti sangat berkhasiat untuk psoriasis tipe plakat
berat rekalsitran, dan juga merupakan indikasi untuk penanganan jangka panjang pada
psoriasis berat seperti psoriasis pustulosa dan psoriasis eritroderma. Metabolit obat ini
disekresi di ginjal, karena bersifat teratogenik. Oleh karena itu, metotreksat tidak boleh
diberkan pada ibu hamil. Dosis pemakaian untuk dewasa dimulai dengan dosis rendah 7,5
15 mg setiap minggu, dengan pemantauan ketat pemeriksaan fisik dan penunjang
Asitretin
Merupakan derivate vitamin A yang sangat teratogenik, efek terhadap peningkatan
trigliserida dan mengganggu fungsi hati. Dosis yang dipakai berkisar 0.5 1 mg per kilogram
berat badan perhari.
Siklosporin
Merupakan penghambat enzim kalsineurin sehingga tidak terbentuk gen interleukin-2
dan inflamasi lainnya. Dosis rendah; 2,5 mg/kgBB/hari dipakai sebagai terapi awal dengan
dosis maksimum 4 mg/kgBB/hari. Hipertensi dan toksik ginjal adalah efek samping yang
harus diperhatikandan beberapa peneliti juga mengkhawatirkan keganasan. Obat ubu
memiliki interaksi dengan beberapa macam obat, dapat berkompetisi menghambat sitokrom
P-450.
Agen Biologik
Obat ini bekerja dengan menghambat biomolekuler yang berberan dalam tahapan
pathogenesis psoriasis. Terdapat tiga tipe obat yang beredar di pasaran, yaitu recombinant
human cytokine, fusi protein dan monoclonal antibody. Perkembangannya sangat pesat dan
yang dikenal adalah alefacept, efalizumab, infliximab, dan ustekinumab. Pemakaian terbatas
pada kasus yang berat atau yang tidak berhasil dengan pengobatan sistemik klasik. Efek
samping yang harus diperhatikan adalah infeksi karena agen ini bersifat imunosupresif, reaksi
infus dan pembentukan antibody serta pemakaian jangka panjang masih harus di evaluasi.
2.2 PARAPSORIASIS
2.2.1. Definisi
16

Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada


umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit ditandai dengan adanya eritema dan skuama, pada
umumnya tanpa keluhan dan berkembang secara perlahan-lahan dan kronik. Tahun 1902,
Brock pertama kali menggambarkan 3 tanda utama yaitu Pitiriasis lichenoides (akut dan
kronik), Parapsoriasis plak yang kecil dan Parapsoriasis plak yang luas (parapsoriasis dan
plak).1
2.2.2

Epidemiologi
Diagnosis parapsoriasis jarang dibuat dikarenakan kriteria diagnosis masih

controversial. Di Eropa lebih banyak dibuat diagnosis parapsoriasis daripada di Amerika


Serikat.
2.2.3

Klasifikasi
Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu :1

Parapsoriasis gutata
Parapsoriasis variegata
Parapsoriasis en plaque
2.2.4

Gambaran klinis

Parapsoriasis Gutata
Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relative paling sering
ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular, ertema dan skuama dapat
hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi, dan umumnya simetrik. Penyakit ini sembuh
spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan atas dan paha,
tidak tedapat pada kulit kepala, muka dan tangan.1
Bentuk ini biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut parapsoriasis gutata akut
( penyakit Mucha-Habermann). Gambaran klinisnya mirip varisela, kecuali ruam yang telah
disebutkan dapat ditemukan vesikel, papulonekrotik dan krusta. Jika sembuh meninggalkan
sikatriks seperti variola, karena itu dinamakan pula psoriasis varioliformis akuta atau

pitiriasis likenoides et varioliformis akuta atau pitiriasis likenoides et varioliformis.1


ParapsoriasisVariegata
Kelainan ini terdapat pada badan, bahu dan tungkai, bentuknya seperti kulit zebra; terdiri atas
skuama dan eritema yang brgaris-garis.
Parapsoriasis en Plaque
Insidens penyakit ini pada orang kulit berwarna rendah. Umumnya mulai pada usia
pertengahan, dapat terus-menerus atau mengalami remisi, lebih sering pada pria daripada
17

wanita. Tempat predileksi pada badan dan ektremitas. Kelainan kulit berupa bercak
eritematosa, permukaan datar, bukat atau lonjong dengan diameter 2,5 cm dengan sedikit
skuama yang berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning. Bentuk ini sering berkembang
menjadi mikosis fungoides.3

Gambar 4. Tanda dan Gejala Klinis pada parapsoriasis


2.2.5

Histopatologi

Parapsoriasis gutata
Terdapat sedikit infiltrat limfohistiositik di sekitar pembuluh darah superficial, hyperplasia
epidermal yang ringan dan sedikit spongiosis setempat.1
Parapsoriasis variegata
Epidermis tampak meinipis disertai keratosis setempat-setempat. Pada dermis terdapat
infiltrat menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit.1
Parapsoriasis en plaque
Gambarannya tak khas, mirip dermatitis kronik.
2.2.6

Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding adalah ptiriasis rosea dan psoriasis. Psoriasis berbeda

dengan parapsoriasis, karena pada psoriasis skuamanya tebal,kasar, berlapis-lapis, dan


terdapat fenomena tetesan lilin dan Auspitz. Selain itu gambaran histopatologiknya berbeda.1
Ruam pada pitiriasis rosea juga terdiri atas eritema dan skuama, tetapi perjalanannya tidak
menahun seperti pada parapsoriasis. Perbedaan lain adalah pada pitiriasis rosea susunan ruam
sejajar dengan lipatan kulit dan kosta. Pitiriasis rosea ditandai dengan suatu lesi yang
berukuran 2-10 cm. Biasanya pitiriasis rosea berawal sebagai suatu bercak tunggal dengan
ukuran yang lebih besar, yang disebut herald patch atau mother patch. Beberapa hari
kemudian akan muncul bercak lainnya yang lebih kecil. Bercak sekunder ini paling banyak
ditemukan di batang tubuh, terutama di sepanjang tulang belakang dan penyebabnya tidak
diketahui.1
18

2.2.7

Penatalaksanaan
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering

mendatangkan banyak manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap, atau
bahkan hanya meninggalkan scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik dengan
pemberian kortikosteroid topikal seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis.
Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Obat yang digunakan
diantaranya : kalsiferol, preparat ter, obat antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan
vitamin E.1
Adapun pengobatan parapsoriasis gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg berat
badan) dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek menghambat
kemotaksis neutrofil.
2.2.8

Prognosis
Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama,

kecuali parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mikosis fungoides, yang
berpotensi lebih fatal.

3. PITIRIASIS ROSEA
2.3.1. Definisi
Pitiriasis rosea ialah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai dengan sebuah
lesi inisial berbentu eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi lesi yang lebih
kecil di badan, lengan dan tungkai atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan
biasanya sembuh dalam waktu 3 8 minggu.
2.3.2. Epidemiologi
Pitiriasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15 40 tahun, jarang pada
usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun. Ratio perempuan dan laki laki adalah 1,5 :
1.
2.3.3. Etiologi

19

Etiologi belum diketahui, tetapi berdasarkan gambaran klinis dan epidemiologis


diduga infeksi sebagai penyebab. Berdasarkan bukti ilmiah, diduga pitiriasis rosea merupakan
eksantema virus menentukan eksantema
Erupsi menyerupai pitiriasis rosea dapat terjadi setelah pemberian obat, misalnya
bismuth, arsenic, barbiturate, metoksipromazin, kaptopril, klonidin, interferon, ketofilen,
ergotamine, metronidazole, inhibitor tirosin kinase dan telah dilaporkan timbul setelah
pemberian agen biologik, misalnya adalimumab.
2.3.4. Gejala Klinis
Gejala konstitusi umumnya tidak ada. Pada sebagian kecil pasien dapat terjadi gejala
menyerupai flu termasuk malaise, nyeri kepala, nausea, hilang nafsu makan, demam dan
arthralgia. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Pitiriasis berarti skuama halus.
Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, berbentuk
oval dan anular, diameternya kira kira 2 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus di
pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu. Lesi berikutnya timbul 4 -10 hari
setelah lesi pertama, dengan gambaran serupa dengan lesi pertama, namun lebih kecil,
susunannya sejajar dengan tulang iga, sehingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi
tersebut timbul secara serentak atau dalam beberapa hari. Tempat predileksi yang sering
adalah pada badan, lengan atas bagian proksimal dan tungkai atas.

Gambar 40. Pitiriasis Roseau


Sumber: http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/toc-image-picture-ofpityriasis-rosea
2.3.5. Diagnosis Banding
20

Tinea Korporis

Terdapat

Pitiriasis Rosea
dan gatal tidak seberat

eritema

skuama

di

tepi

lesi tinea korporis

berbentuk anular.

skuama halus

gatal berat
skuama kasar
sediaan KOH positif
Riwayat chancre dan tidak

Sifilis Sekunder

ada riwayat herald patch.


Terdapat keterlibatan telapak
tangan dan kaki, pembesaran
KGB, kondilomata lata
Dermatitis Numularis

Tes serologic sifilis positif


Plak berbentuk sirkuler

- Plak oval

Tempat di tungkai bawah


atau punggung tangan
Berukuran lebih kecil dan

Psoriasis Glutata

tidak tersusun sesuai lipatan


kulit.
Skuama tebal
Lichenoides penyakit berlangsung lebih

Pityriasis
Chronica

lama,

lesi

lebih

kecil,

skuama lebih tebal


herald patch (-)
Dermatitis Seboroik

sering pada ekstremitas


herad patch (-)
lesi berkembang perlahan,
paling banyak di bagian
atas, leher dan scalp, waena
lebih gelap, skuama tebal

Erupsi

Obat

Dermatitis Rosasea

Menyerupai

dan berminyak
menyerupai
pitiriasis
tetapi

rosasea
sering

gambaran
klasik,
memberi

gambaran atipikal.
Lesi lebih besar
21

Hiperpigmentasi

dan

berubah menjadi dermatitis


likenoid
2.3.6. Tatalaksana
Bersifat simtomatik, untuk gatalnya dapat diberikan sedativa, sedangkan sebagai obat
topical dapat diberikan bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol - 1%. Bila ada gejala
menyerupai flu dan atau kelainan kulit luas, dapat diberikan asiklovir 5 x 800 mg per hari
selama satu minggu. Pengobatan ini dapat mempercepat penyembuhan.
Pada kelainan kulit luas dapat diberikan terapi sinar UVB. UVB dapat mempercepat
penyambuhan karena menghhambat fungsi sel Langerhans sebagai penyaji antigen.
Pemberian harus hati hati karena UVB dapat meningkatkan resiko hiperpigmentasi pascainflamasi.
2.3.7. Prognosis
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan, biasanya dalam kurun waktu 3 8
minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. Dapat terjadi hipo atau hiperpigmentasi
pasca-inflamasi sementara yang biasanya hilang tanpa bekas. Kekambuhan jarang, tetapi
dapat terjadi kekambuhan pada 2% kasus.

3. ERITRODERMA
Eritroderma dianggap sinonim dengan Dermatitis Eksfoliativa, meskipun sebenarnya
mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kedua istilah tersebut (keduanya boleh
digunakan) dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana sebagian besar kulit berwarna
merah, meradang dan berskuama.
2.3.1

Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritem universalis (90-

100%), biasanya disertai skuama. Bila ertiemanya antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma.
Pada definisi tersebut mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu
terdapat, misalnya pada eritroderma karena aleri obat sistemik, pada mulanya tidak disertai
skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada eritroderma yang
kronik, eritema tidak begitu jela karena bercampur dengan hiperpigmentasi.1
22

2.3.2

Patofisiologi
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit yang

paling luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler, hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas,
sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliativa memberikan efek yang nyata
pada keseluruh tubuh.1,6
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kulit sel-sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel-sel yang
baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/plak
jaringan epidermis.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non-imunologik dan
imunologik(alergi). Tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanisme
imunoligik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi
dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai
antigen yang tidak lengkap (hapten). Obat/metaboliknya yang berupa hapten ini harus
berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan, serum/protein dari membrane sel untuk
membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi daoat berfungsi langsung sebagai

antigen lengkap.1,6
2.3.3 Manifestasi klinik
Eritroderma akibat alergi obat, biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut dalam
waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh, sedangkan skuama baru muncul saat

penyembuhan.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering adalah psoriasis dan dermatitis

seboroik pada bayi (Penyakit Leiner). 1,6


Eritroderma karena psoriasisDitemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi
psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada

sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.
Penyakit Leiner (eritroderma deskuamativum)Usia pasien antara 4-20 minggu keadaan umum
baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama

kasar.
Eritroderma akibat penyakit sistemik, termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya penyakit
pada alat dalam, infeksi dalam dan infeksi fokal.

23

Gambar 6. Tanda dan Gejala pada Eritroderma


2.3.4

Pengobatan

1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya penyakit ini.
2. Rawat pasien di ruangan yang hangat.
3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi, gagal
jantung, dan infeksi).
4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
5. Berikan steroid sistemik jangka pendek (bila pada permulaan sudah dapat didiagnosis adanya
psoriasis, maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti-psoriasis.
6. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatarbelakanginya.
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg.
Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari beberapa minggu.
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis
mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak
perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.
Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut
harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak
secepat seperti golongan I.6
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik. Dosis
24

prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas kortikosteroid
dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya
skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%. 6
2.3.5

Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,

prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan
yang lain.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid
hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.1
4. DERMATITIS SEBOROIK
2.4.1. Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di
daerah kaya kelenjar sebasea , scalp, wajah dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan
malasesia terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan cuaca,
ataupun trauma dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai
dengan bentuk eritroderma.
2.4.2. Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi umum. Lesi
ditemui pada kelompok remaja, dengan ketombe sebagai bentuk yang lebih sering dijumpai.
Pada kelompok HIV, angka kejadian dermatitis seboroik lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi umum. Sebanyak 36% pasien HIV mengalami dermatitis seboroik. Umumnya
diawali sejak usia pubertas dan memuncak pada umur 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat
dijumpai bentuk yang ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit
kepala. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
2.4.3. Etiopatogenesis
Peranan kelenjar sebasea dalam pathogenesis dermatitis seboroik masih diperdebatkan, sebab
pada remaja dengan kulit berminyak yang mengalami dermatitis seboroik, menunjukkan
sekresi sebum yang normal pada laki-laki dan menurun pada perempuan. Dengan demikian
25

penyakit ini lebih tepat disebut sebagai dermatitis di daerah sebasea. Namun demikian,
pathogenesis dermatitis seboroik dapat diuraikan sebagai berikut : dermatitis seboroik dapat
merupakan tanda awal infeksi HIV. Dermatitis seboroik sering ditemukan pada pasien
HIV/AIDS, transplantasi organ, malignansi, pankreatitis alkoholik kronik, hepatitis C juga
pasien Parkinson. Terapi levodopa kadang kala memperbaiki dermatitis ini. Kelainan ini
sering juga dijumpai pada pasien dengan gangguan paralisis saraf.
Meningkatnnya lapisan sebum pada kulit, kualitas sebum, respons imunologis terhadap
pityrosporum, degradasi sebum dapat mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme eksema.
Jumlah ragi genus malassezia meningkat di dalam epidermis yang terkelupas pada ketombe
ataupun dermatitis seboroik. Diduga hal ini terjadi akibat lingkungan yang mendukung. Telah
banyak bukti yang mengaitkan dermatitis seboroik dengan malassezia. Pasien dengan
ketombe menunjukkan peningkatan titer antibody terhadap malassezia serta mengalami
perubahan imunitas selular. Kelenjar sbasea aktif pada saat bayi dilahirkan, namun dengan
menurunnya androgen ibu, kelenjar ini menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun.
2.4.4. Gejala Klinis
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut : wajah, alis, lipat
nasolabial, side bum, telinga dan liang telinga, bagian atas tengah dada dan punggung, lipat
gluteus, inguinal, genital, ketiak. Sangat jarang menjadi luas. Dapat ditemukan skuama
kuning berminyak, eksematoa ringan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. Dapat dijumpai kemerahan
perifolikular yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa berkonfluensi, bahkan dapat
membentuk rangkaian plak di sepanjang batas rambut frontal dan disebut sebagai korona
seboroika.
Pada fase kronis dapat dijumpai kerontokan rambut. Lesi dapat juga dijumpai pada daerah
retroaurikular. Bila terjadi di liang telinga, lesi berupa otitis eksterna atau di kelopak mata
sebagai blefaritis. Bentuk varian di tubuh yang dapat dijumpai pitiriasiform atau anular. Pada
keadaan parah dermatitis seboroik dapat berkembang menjadi eritroderma. Obat-obatan yang
memicu dermatitis seboroik antara lain : buspiron, klorpromazin, simetidine, etionamid,
fluorourasil, gold, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, litium, metoksalen, metildopa,
fenotiazine, psoralen.
2.4.5. Diagnosis

26

Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning
berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu pemeriksaan histopatologi.
2.4.6. Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.

Psoriasis
Dermatitis atopic dewasa
Dermatitis kontak iritan
Dermatofitosis
Rosasea

2.4.7. Tatalaksana
1. Sampo yang mengandung obat anti malassezia, misalnya : selenium sulfide, zinc
pirithione, ketokonazol, berbagai sampo yang mengandung ter dan solusio
terbinafine 1%
2. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi sebum pada kulit dapat
3.
4.
5.
6.
7.

dilakukan dengan mencuci wajah berulang dengan sabun lunak.


Skuama diperlunak dengan krim asal salisilat atau sulfur
Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topical potensi sedang
Metronidazole topikal
Terapi sinar UVB atau pemberian itrakonazole
Prednisolone 30mg/hari

2.3.8. Prognosis
Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak
sukar disembuhkan.

BAB III
KESIMPULAN
27

Dermatitis eritroskuamosa ialah penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya
eritema dan skuama, yaitu psoriasis, para psoriasis, pitiriasis rosea, eritroderma, dermatitis
seboroik, lupus eritemstous dan dermatofitosis.
Penyebab dermatitis eritroskuamosa dapat berasal dari dalam (endogen) genetik
maupun imunologik, yang dadpat menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi eritema
dan skuama, kadang disertai dengan keluhan gatal.
Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan di
dalamnya, antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan
eritroderma.
Pada umumnya terapi dermatitis yang adekuat harus dibantu dengan menghindari
faktor pencetus dan etiologi penyakit tersebut sehingga gejala kekambuhan juga dapat
menurun.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran FKUI. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.4. Media
Aesculapius:Jakarta.
2. Fakultas Kedokteran FKUI. 2015.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed.7. Media
Aesculapius:Jakarta.
3. Flugman,etal.StasisDermatitis.Diaksespadawww.emedicine.medscape.com
4. Fitzpatrick, T. B.,Jonhson,R. A., Polano, M.K., Suurmond, D.,Wolff, K. 1992.
ColorAtlasandSynopsisofClinicalDermatology:CommonandSeriousDisease
SecondEdition.UnitedStatesofAmerica:Mc.GrawHill.
5. Daili,EmmyS.S.,Menaldi,SriL.,Wisnu,Made.2005.PenyakitKulitYangUmum
diIndonesia:SebuahPanduanBergambar.JakartaPusat:PTMedicalMultimedia
Indonesia.
6. Rudikoff D, Steven RC, Scheinfeld N, 2014, Atopic Dermatitis and Eczematous
Disorders,UnitedStatesofAmerica:CRCPress.
7. LyonsF,OusleyLisa,2015, DermatologyfortheAdvancedPracticeNurse,New
York:LLC
28

8. CraftN,LindyP,Fox,LowellA,Goldsmith,etall.,2013,VisualDx:EssentialAdult
Dermatology(VisualDx:TheModernLibraryofVisualMedicine),VisualDx
9. JeanL.JosephL,RonaldP,2003,Dermatology,UnitedStatesofAmerica:Elseviers
HealthServicePhiladelphia.
10. DaveyP.,2003,AtaGlanceMedicine,Jakarta:Gramedia

29

Anda mungkin juga menyukai