LESIERITROSKUAMOSA
Disusunoleh
CattleyaAnandaV.
1102011063
Pembimbing
Dr.Yenni,Sp.KK,M.Kes
KepaniteraanKlinikIlmuPenyakitKulitdanKelamin
RumahSakitUmumDaerahArjawinangun
Oktober2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatosis eritroskuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai terutama oleh
adanya eritema dan skuama. Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa kemerahan yang
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Skuama
merupakan lapisan dari stratum korneum yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit yang
terutama terdapat pada dermatosis eritroskuamosa adalah berupa kemerahan dan
sisik/terkelupasnya kulit.
Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan di
dalamnya, antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan
eritroderma.
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat
dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan deferensiasi sel epidermis. Faktor faktor
yang berpengaruh yaitu faktor genetik dan imunologik. Sedangkan gambaran klinis
didapatkan adanya eritema dan skuama, yang disebabkan oleh hiper keratinosit. Yang khas
pada pemeriksaan psoriasis yaitu pemeriksaan tetesan lilin dan pemeriksaan ausfitz.
Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada
umumnya tanpa keluhan. Terdapat tiga bentuk parapsoriasis yaitu ; Parapsoriasis gutata,
parapsoriasis variegata, parapsoriasis en plaque. Pengobatan yang dilakukan untuk
parapsoriasis sama dengan psoriasis.
Pitiriasis rosea ialah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai dengan sebuah
lesi inisial berbentu eritema dan skuama halus. Terutama terdapat pada umur 15 40 tahun.
Etiologi belum diketahui, tetapi berdasarkan gambaran klinis dan epidemiologis diduga
infeksi sebagai penyebab. Lesi pertama adalah herald patch, pitiriasis rosea dapat diterapi
secara simptomatik dan prognosisnya baik, karena dapat sembuh dengan sendirinya.
Eritroderma dianggap sinonim dengan Dermatitis Eksfoliativa, meskipun sebenarnya
mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kedua istilah tersebut (keduanya boleh
digunakan) dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana sebagian besar kulit berwarna
merah, meradang dan berskuama. Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritem universalis (90-100%), biasanya disertai skuama.
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di
daerah kaya kelenjar sebasea , scalp, wajah dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan
malasesia terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan cuaca,
2
ataupun trauma dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai
dengan bentuk eritroderma. Dermatitis seboroik berkisar antara 3 5 % pada populasi umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Hal lain yang menyokong adanya factor genetik adalag bahwa psoriasi berkaitan
dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6.
Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa
berkaitan dengan HLA-B27.
2. Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga
jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya
penuh dengan sebukakan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T
CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
pada umumnya lebih didominasi oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat
sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam
5
tidak khas, hanya kira-kira 47% dari yang positif dan didapat pula pada penyakit lain.
misalnya Liken Planus dan Veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh
perubahan indeks bias. Cara menggoresnya bisa dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena
Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara
mengerjakannya adalah dengan cara skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan ujung
gelas alas. Setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan dengan pelan-pelan
karena jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik melainkan
perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya trauma akibat
garukan dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan psoriasis dan disebut dengan
fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira 50% yang
agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau nail pit yang berupa lekukan-lekukan
miliar. Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat
karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis.
Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menimbulkan
kelainan pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi
interfalangs distal dan terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian
terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.2
2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bacterial maupun viral.
10
pustulata
generalisata
akut
(von
Zumbusch)
dapat
Dalam beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut.
Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran
beberapa cm.1 Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi neutrofil ke
atas stratum malphigi, di mana neutrofil ini beragregasi di antara keratinosit
yang menipis dan berdegenerasi.3 Kelainan-kelainan semacam itu akan terus
menerus
dan
dapat
menjadi
eritroderma.
Pemeriksaan
laboratorium
12
Diagnosis Banding
Dermatitis numularis atau neurodermatitis,
tinea
korporis,
liken
planus,
LE,
Fleksural
parapsoriasis, CTCL.
Dermatitis seboroik, dermatitis popok, tinea
Gutata
kruris, kandidiosis.
Pitiriasis rosea, dermatitis numularis, erupsi
Eritroderma
obat,
PRP,
pitiriasis
rosea,
Kuku
penyakit darier
Dermatitis seboroik, tinea kapitis, PRP,
Palmoplantar
PPG
limfoma kutis.
Impetigo herpetiformis, pustular dermatosis
subkorneal,
erupsi
obat
pustulosa,
dan gangguan kemampuan professional. Semuanya diperberat dengan perasaan gatal dan
nyeri, keadaan ini menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien eritroderma adalah hipotermia dan hipoalbuminemua sejunder terhadap
pengelupasan kulit yang berlebihan juga dapat terjadi gagal jantung dengan pneumonia.
Sebanyak 10 17% pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata (PPG) menderia
arthralgia, myalgia, lesi mukosa
2.1.7. Pengobatan
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid
topikal
bekerja
sebagai
antiinflamasi,
antiproliferasi,
dan
vasokonstriktor masih tetap banyak dipakai dalam pengobatan psoriasis secara tunggal atau
kombinasi. Terapi jenis ini masih diminati oleh banyak dokter maupun pasien karena efektif,
relatif cepat, ditoleransi dengan baik, mudah digunakan, dan tidak terlalu mahal dibandingkan
dengan terapi alternatif lainnya.
Resistensi merupakan gejala yang sering terlihat dalam pengobatan keadaan ini
disebabkan oleh proses takifilaksis. Bila dalam 4 6 minggu lesi tidak membaik, pengobatan
sebaiknya dihentikan, diganti dengan terapi jenis lain, sedangkan kortikosteroid superpoten
hanya diperbolehkan 2 minggu. Pemakaian obat secara oklusi hanya diperkenankan untuk
daerah telapak tangan dan kaki. Harus diingat psoriasis sensitif terhadap kortikosteroid,
tetapi juga resisten terhadap obat yang sama, hal ini terjadi karena takifilaksis.
Efek samping yang mengancam cukup banyak, seperti penipisan kulit, atrofik, striae,
talengiekrasis, erupsi akneiformis, rosasea, dermatitis kontak, perioral dermatitis, absorbs
sistemik yang dapat menimbulkan supresi aksis hipotalamus ptuitari.
Kalsipotriol / Kalsipotrien
Kalsipotriol adalah analog vitamin D yang mampu mengobati psoriasis ringan sampai
sedang. Mekanisme kerja sediaan ini adalah antiproliferasi keratinosit, menghambat
proliferasi sel, dan meningkatkan deferensiasi juga menghambat produksi sitokin yang
berasal dari keratinosit maupun limfosit. Kalsipotriol merupakan pilihan pertama atau kedua
pengobatan topical walaupun tidak seefektif kortikosteroid super poten, namun obat ini tidak
memiliki efek samping yang mengancam seperti kortikosteroid. Dermatitis kontak iritan
merupakan efek samping terbanyak yang dijumpai, pemakaian 100g seminggu dapat
meningkatkan kadar kalsium darah.
Vitamin D lebih efektif dibandingkan dengan emolien ataupun tar untuk meredakan
gejala psoriasis, namun setara dengan kortikosteroid poten. Kortikosteroid poten lebih efektif
14
sedikit dibandingkan dengan vitamin D untuk pengobatan psoriasis pada kulit kepala. Obat
topical paling efektif adalah kortikosteroid superpoten yang mempunyai efek samping yang
harus mempunyai perhatian ketat. Vitamin D dan kortikosteroid poten mempunyai efektivitas
terhadap psoriasis yang sangat baik bila dibandingkan dengan vitamin D tunggal atau
kortikosteroid.
Retinoid Topikal
Acetylenic retinoid adalah asam vitamin A dan sintetik analog dengan reseptor dan
. Retinoid meregulasi transkripsi gen dengan berikatan RAR-RXR heterodimer, berikatan
langsung elemen respon asam retinoat pada sisi promoter gen aktivasi. Tazaroten
menormalkan proliferasi dan diferensiasi kerinosit serta menurunkan jumlah sel radang.
Tarzarotene 0,1% lebih efektif dibandingkan dengan 0,05%, pada pemakaian 12 minggu
sediaan ini lebih efektif dibandingkan vehikulum dalam meredakan skuama dan infiltrat
psoriasis.
Ter dan Antralin
Ter berasal dari destilasi destruktif bahan organik, misalnya kayu, batubara, dan fosil
ikan (antara lain iktiol). Tar dapat dikombinasikan dengan ultraviolet yang meningkatkan
khasiatnya. Ter merupakan senyawa yang aman untuk pemakaian psoriasis ringan sampai
sedang, namun pemakaiannya menyebabkan mengakibatkan kulit lengket,mengotori pakaian,
berbau, kontak iritan, terasa terbakar dan dapat menjadi fotosensitivitas.
Fototerapi
Fototerapi yang dikenal ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB). Fototerapi
memiliki kemampuan menginduksi apoptosis, imunosupresan, mengubah profil sitokin dan
mekanisme lainnya. Sekarang tersedia lampu UVB (TL-01) yang dapat memancarkan sistem
monokromatik dan disebut spektrum sempit (narrowbrand) dalam berbagai uji coba
penyinaran 3 5 kali semingu dengan dosis eritemogenik memiliki hasil yang efektif. Bila
dibandingkan dengan UVB spectrum luas, UVB spectrum kecil nampaknya lebih efektif.
Psoriasis sedang sampai berat dapat diobati dengan UVB, kombinasi dengan ter dapat
menghilangkan efektivitas terapi. Efeksamping cepat berupa sub burn, eritema, vesikulasi
dan kulit kering. Efek jangka panjang berupa penuaan kulit dan keganasan kulit yang masih
sulit dibuktikan.
Sistemik
Untuk menentukan pengobatan sistemik sebaiknya mengikuti algoritma yang
membutuhkan penanganan semacam ini biasanya dipakai pada psoriasis berat termasuk
psoriasis plakat luas, eritroderma atau psoriasis pustulosa generalisata atau psoriasis artritis.
15
Metotreksat
Merupakan pengobatan yang sudah lama dikenal dan masih sangat efektif untuk
psoriasis maupun psoriasis artritis. Mekanisme kerjanya melalui kompetisi antagonis dari
enzim hidrofolat reduktasi. Metotreksat memiliki struktu rmirip asam folat yang merupakan
substrat dasar enzim tersebut.
Metotreksat mampu menekan proliferasi limfosit dan produksi sitokin, oleh karena itu
bersifat imunosupresif. Penggunaannya terbukti sangat berkhasiat untuk psoriasis tipe plakat
berat rekalsitran, dan juga merupakan indikasi untuk penanganan jangka panjang pada
psoriasis berat seperti psoriasis pustulosa dan psoriasis eritroderma. Metabolit obat ini
disekresi di ginjal, karena bersifat teratogenik. Oleh karena itu, metotreksat tidak boleh
diberkan pada ibu hamil. Dosis pemakaian untuk dewasa dimulai dengan dosis rendah 7,5
15 mg setiap minggu, dengan pemantauan ketat pemeriksaan fisik dan penunjang
Asitretin
Merupakan derivate vitamin A yang sangat teratogenik, efek terhadap peningkatan
trigliserida dan mengganggu fungsi hati. Dosis yang dipakai berkisar 0.5 1 mg per kilogram
berat badan perhari.
Siklosporin
Merupakan penghambat enzim kalsineurin sehingga tidak terbentuk gen interleukin-2
dan inflamasi lainnya. Dosis rendah; 2,5 mg/kgBB/hari dipakai sebagai terapi awal dengan
dosis maksimum 4 mg/kgBB/hari. Hipertensi dan toksik ginjal adalah efek samping yang
harus diperhatikandan beberapa peneliti juga mengkhawatirkan keganasan. Obat ubu
memiliki interaksi dengan beberapa macam obat, dapat berkompetisi menghambat sitokrom
P-450.
Agen Biologik
Obat ini bekerja dengan menghambat biomolekuler yang berberan dalam tahapan
pathogenesis psoriasis. Terdapat tiga tipe obat yang beredar di pasaran, yaitu recombinant
human cytokine, fusi protein dan monoclonal antibody. Perkembangannya sangat pesat dan
yang dikenal adalah alefacept, efalizumab, infliximab, dan ustekinumab. Pemakaian terbatas
pada kasus yang berat atau yang tidak berhasil dengan pengobatan sistemik klasik. Efek
samping yang harus diperhatikan adalah infeksi karena agen ini bersifat imunosupresif, reaksi
infus dan pembentukan antibody serta pemakaian jangka panjang masih harus di evaluasi.
2.2 PARAPSORIASIS
2.2.1. Definisi
16
Epidemiologi
Diagnosis parapsoriasis jarang dibuat dikarenakan kriteria diagnosis masih
Klasifikasi
Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu :1
Parapsoriasis gutata
Parapsoriasis variegata
Parapsoriasis en plaque
2.2.4
Gambaran klinis
Parapsoriasis Gutata
Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relative paling sering
ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular, ertema dan skuama dapat
hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi, dan umumnya simetrik. Penyakit ini sembuh
spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan atas dan paha,
tidak tedapat pada kulit kepala, muka dan tangan.1
Bentuk ini biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut parapsoriasis gutata akut
( penyakit Mucha-Habermann). Gambaran klinisnya mirip varisela, kecuali ruam yang telah
disebutkan dapat ditemukan vesikel, papulonekrotik dan krusta. Jika sembuh meninggalkan
sikatriks seperti variola, karena itu dinamakan pula psoriasis varioliformis akuta atau
wanita. Tempat predileksi pada badan dan ektremitas. Kelainan kulit berupa bercak
eritematosa, permukaan datar, bukat atau lonjong dengan diameter 2,5 cm dengan sedikit
skuama yang berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning. Bentuk ini sering berkembang
menjadi mikosis fungoides.3
Histopatologi
Parapsoriasis gutata
Terdapat sedikit infiltrat limfohistiositik di sekitar pembuluh darah superficial, hyperplasia
epidermal yang ringan dan sedikit spongiosis setempat.1
Parapsoriasis variegata
Epidermis tampak meinipis disertai keratosis setempat-setempat. Pada dermis terdapat
infiltrat menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit.1
Parapsoriasis en plaque
Gambarannya tak khas, mirip dermatitis kronik.
2.2.6
Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding adalah ptiriasis rosea dan psoriasis. Psoriasis berbeda
2.2.7
Penatalaksanaan
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering
mendatangkan banyak manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap, atau
bahkan hanya meninggalkan scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik dengan
pemberian kortikosteroid topikal seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis.
Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Obat yang digunakan
diantaranya : kalsiferol, preparat ter, obat antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan
vitamin E.1
Adapun pengobatan parapsoriasis gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg berat
badan) dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek menghambat
kemotaksis neutrofil.
2.2.8
Prognosis
Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama,
kecuali parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mikosis fungoides, yang
berpotensi lebih fatal.
3. PITIRIASIS ROSEA
2.3.1. Definisi
Pitiriasis rosea ialah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai dengan sebuah
lesi inisial berbentu eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi lesi yang lebih
kecil di badan, lengan dan tungkai atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan
biasanya sembuh dalam waktu 3 8 minggu.
2.3.2. Epidemiologi
Pitiriasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15 40 tahun, jarang pada
usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun. Ratio perempuan dan laki laki adalah 1,5 :
1.
2.3.3. Etiologi
19
Tinea Korporis
Terdapat
Pitiriasis Rosea
dan gatal tidak seberat
eritema
skuama
di
tepi
berbentuk anular.
skuama halus
gatal berat
skuama kasar
sediaan KOH positif
Riwayat chancre dan tidak
Sifilis Sekunder
- Plak oval
Psoriasis Glutata
Pityriasis
Chronica
lama,
lesi
lebih
kecil,
Erupsi
Obat
Dermatitis Rosasea
Menyerupai
dan berminyak
menyerupai
pitiriasis
tetapi
rosasea
sering
gambaran
klasik,
memberi
gambaran atipikal.
Lesi lebih besar
21
Hiperpigmentasi
dan
3. ERITRODERMA
Eritroderma dianggap sinonim dengan Dermatitis Eksfoliativa, meskipun sebenarnya
mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kedua istilah tersebut (keduanya boleh
digunakan) dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana sebagian besar kulit berwarna
merah, meradang dan berskuama.
2.3.1
Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritem universalis (90-
100%), biasanya disertai skuama. Bila ertiemanya antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma.
Pada definisi tersebut mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu
terdapat, misalnya pada eritroderma karena aleri obat sistemik, pada mulanya tidak disertai
skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada eritroderma yang
kronik, eritema tidak begitu jela karena bercampur dengan hiperpigmentasi.1
22
2.3.2
Patofisiologi
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit yang
paling luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler, hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas,
sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliativa memberikan efek yang nyata
pada keseluruh tubuh.1,6
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kulit sel-sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel-sel yang
baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/plak
jaringan epidermis.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non-imunologik dan
imunologik(alergi). Tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanisme
imunoligik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi
dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai
antigen yang tidak lengkap (hapten). Obat/metaboliknya yang berupa hapten ini harus
berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan, serum/protein dari membrane sel untuk
membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi daoat berfungsi langsung sebagai
antigen lengkap.1,6
2.3.3 Manifestasi klinik
Eritroderma akibat alergi obat, biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut dalam
waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh, sedangkan skuama baru muncul saat
penyembuhan.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering adalah psoriasis dan dermatitis
sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.
Penyakit Leiner (eritroderma deskuamativum)Usia pasien antara 4-20 minggu keadaan umum
baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama
kasar.
Eritroderma akibat penyakit sistemik, termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya penyakit
pada alat dalam, infeksi dalam dan infeksi fokal.
23
Pengobatan
1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya penyakit ini.
2. Rawat pasien di ruangan yang hangat.
3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi, gagal
jantung, dan infeksi).
4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
5. Berikan steroid sistemik jangka pendek (bila pada permulaan sudah dapat didiagnosis adanya
psoriasis, maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti-psoriasis.
6. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatarbelakanginya.
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg.
Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari beberapa minggu.
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis
mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak
perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.
Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut
harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak
secepat seperti golongan I.6
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik. Dosis
24
prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas kortikosteroid
dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya
skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%. 6
2.3.5
Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan
yang lain.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid
hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.1
4. DERMATITIS SEBOROIK
2.4.1. Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di
daerah kaya kelenjar sebasea , scalp, wajah dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan
malasesia terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan cuaca,
ataupun trauma dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai
dengan bentuk eritroderma.
2.4.2. Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi umum. Lesi
ditemui pada kelompok remaja, dengan ketombe sebagai bentuk yang lebih sering dijumpai.
Pada kelompok HIV, angka kejadian dermatitis seboroik lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi umum. Sebanyak 36% pasien HIV mengalami dermatitis seboroik. Umumnya
diawali sejak usia pubertas dan memuncak pada umur 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat
dijumpai bentuk yang ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit
kepala. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
2.4.3. Etiopatogenesis
Peranan kelenjar sebasea dalam pathogenesis dermatitis seboroik masih diperdebatkan, sebab
pada remaja dengan kulit berminyak yang mengalami dermatitis seboroik, menunjukkan
sekresi sebum yang normal pada laki-laki dan menurun pada perempuan. Dengan demikian
25
penyakit ini lebih tepat disebut sebagai dermatitis di daerah sebasea. Namun demikian,
pathogenesis dermatitis seboroik dapat diuraikan sebagai berikut : dermatitis seboroik dapat
merupakan tanda awal infeksi HIV. Dermatitis seboroik sering ditemukan pada pasien
HIV/AIDS, transplantasi organ, malignansi, pankreatitis alkoholik kronik, hepatitis C juga
pasien Parkinson. Terapi levodopa kadang kala memperbaiki dermatitis ini. Kelainan ini
sering juga dijumpai pada pasien dengan gangguan paralisis saraf.
Meningkatnnya lapisan sebum pada kulit, kualitas sebum, respons imunologis terhadap
pityrosporum, degradasi sebum dapat mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme eksema.
Jumlah ragi genus malassezia meningkat di dalam epidermis yang terkelupas pada ketombe
ataupun dermatitis seboroik. Diduga hal ini terjadi akibat lingkungan yang mendukung. Telah
banyak bukti yang mengaitkan dermatitis seboroik dengan malassezia. Pasien dengan
ketombe menunjukkan peningkatan titer antibody terhadap malassezia serta mengalami
perubahan imunitas selular. Kelenjar sbasea aktif pada saat bayi dilahirkan, namun dengan
menurunnya androgen ibu, kelenjar ini menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun.
2.4.4. Gejala Klinis
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut : wajah, alis, lipat
nasolabial, side bum, telinga dan liang telinga, bagian atas tengah dada dan punggung, lipat
gluteus, inguinal, genital, ketiak. Sangat jarang menjadi luas. Dapat ditemukan skuama
kuning berminyak, eksematoa ringan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. Dapat dijumpai kemerahan
perifolikular yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa berkonfluensi, bahkan dapat
membentuk rangkaian plak di sepanjang batas rambut frontal dan disebut sebagai korona
seboroika.
Pada fase kronis dapat dijumpai kerontokan rambut. Lesi dapat juga dijumpai pada daerah
retroaurikular. Bila terjadi di liang telinga, lesi berupa otitis eksterna atau di kelopak mata
sebagai blefaritis. Bentuk varian di tubuh yang dapat dijumpai pitiriasiform atau anular. Pada
keadaan parah dermatitis seboroik dapat berkembang menjadi eritroderma. Obat-obatan yang
memicu dermatitis seboroik antara lain : buspiron, klorpromazin, simetidine, etionamid,
fluorourasil, gold, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, litium, metoksalen, metildopa,
fenotiazine, psoralen.
2.4.5. Diagnosis
26
Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning
berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu pemeriksaan histopatologi.
2.4.6. Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.
Psoriasis
Dermatitis atopic dewasa
Dermatitis kontak iritan
Dermatofitosis
Rosasea
2.4.7. Tatalaksana
1. Sampo yang mengandung obat anti malassezia, misalnya : selenium sulfide, zinc
pirithione, ketokonazol, berbagai sampo yang mengandung ter dan solusio
terbinafine 1%
2. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi sebum pada kulit dapat
3.
4.
5.
6.
7.
2.3.8. Prognosis
Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak
sukar disembuhkan.
BAB III
KESIMPULAN
27
Dermatitis eritroskuamosa ialah penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya
eritema dan skuama, yaitu psoriasis, para psoriasis, pitiriasis rosea, eritroderma, dermatitis
seboroik, lupus eritemstous dan dermatofitosis.
Penyebab dermatitis eritroskuamosa dapat berasal dari dalam (endogen) genetik
maupun imunologik, yang dadpat menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi eritema
dan skuama, kadang disertai dengan keluhan gatal.
Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan di
dalamnya, antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan
eritroderma.
Pada umumnya terapi dermatitis yang adekuat harus dibantu dengan menghindari
faktor pencetus dan etiologi penyakit tersebut sehingga gejala kekambuhan juga dapat
menurun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran FKUI. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.4. Media
Aesculapius:Jakarta.
2. Fakultas Kedokteran FKUI. 2015.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed.7. Media
Aesculapius:Jakarta.
3. Flugman,etal.StasisDermatitis.Diaksespadawww.emedicine.medscape.com
4. Fitzpatrick, T. B.,Jonhson,R. A., Polano, M.K., Suurmond, D.,Wolff, K. 1992.
ColorAtlasandSynopsisofClinicalDermatology:CommonandSeriousDisease
SecondEdition.UnitedStatesofAmerica:Mc.GrawHill.
5. Daili,EmmyS.S.,Menaldi,SriL.,Wisnu,Made.2005.PenyakitKulitYangUmum
diIndonesia:SebuahPanduanBergambar.JakartaPusat:PTMedicalMultimedia
Indonesia.
6. Rudikoff D, Steven RC, Scheinfeld N, 2014, Atopic Dermatitis and Eczematous
Disorders,UnitedStatesofAmerica:CRCPress.
7. LyonsF,OusleyLisa,2015, DermatologyfortheAdvancedPracticeNurse,New
York:LLC
28
8. CraftN,LindyP,Fox,LowellA,Goldsmith,etall.,2013,VisualDx:EssentialAdult
Dermatology(VisualDx:TheModernLibraryofVisualMedicine),VisualDx
9. JeanL.JosephL,RonaldP,2003,Dermatology,UnitedStatesofAmerica:Elseviers
HealthServicePhiladelphia.
10. DaveyP.,2003,AtaGlanceMedicine,Jakarta:Gramedia
29