Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik

yangk kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel

epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.

Umumnya lesi berupa plak eritematosa berskuama berlapis berwarna putih

keperakan dengan batas yeng tegas. Saat skuama terlepas, titik perdarahan dapat

muncul (Auspitz Sign). Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku, lutut, atau

kulit kepala (skalp) atau menyerang hampir 100% luas tubuhnya dan biasanya

simetris.1,2

Psoriasis bersifat universal. Namun, prevalensinya pada populasi berbeda

dari 0,1% menjadi 11,8%, menurut laporan yang dipublikasikan ada satu insiden

paling tinggi di Eropa berada di Denmark (2,9%). Prevalensi mulai dari 2,2%

sampai 2,6% di Amerika Serikat, dengan sekitar 150.000 kasus yang baru

didiagnosis per tahun. Kejadian psoriasis rendah di Asia (0,4%) dan di Indonesia

pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka prevalensi pada

tahun 1996, 1997, dan 1998 berturut-turut 0,62%, 0,59%, dan 0,92%. Angka

kejadian psoriasis umumnya sama antara pria dan wanita.1,3

Psoriasis yang mempengaruhi 1,5 sampai 2% populasi di negara-negara

barat, adalah kelainan herediter kulit dengan beberapa gambaran klinis. Jenis yang

paling sering adalah psoriasis vulgaris, yang terjadi sebagai papul dengan plak

kronis, dan berulang.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar

genetik yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan

diferensiasi sel epidermis disertai perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel

epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem

saraf.1 Psoriasis merupakan penyakit kulit inflamatorik kronis dengan faktor

genetik kuat yang manifestasinya tidak terbatas pada lesi kulit, namun juga

pada berbagai organ, termasuk kuku, sendi, dan lidah.5


B. EPIDEMIOLOGI
Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis

bervariasi di setiap wilayah. Prevalensi anak-anak berkisar dari 0% di Taiwan

sampai dengan 2.1% di itali. Sedangkan pada dewasa di Amerika Serikat

0.98% sampai dengan 8% ditemukan di Norwegia. Di Indonesia pencatatan

pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka prevalensi pada tahun

1996,1997,dan 1998 berturut-turut 0.62%,0.59%, Dan 0.92%. Psoriasis terus

mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke layanan kesehatan di banyak

daerah di Indonesia.Resmi dialami oleh 17-55% kasus, dengan beragam

tegang waktu. Psoriasis plakat atau psoriasis vulgaris adalah yang paling

umum dimana kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris.1

C. ETIOLOGI
Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis inflamatorik dengan faktor

genetik yang kuat, dengan ciri gangguan perkembangan dan diferensiasi

epidermis, abnormalitas pembuluh darah, faktor imunologis dan biokimiawi,

2
serta fungsi neurologis. Penyebab dasarnya belum diketahui pasti. Dalam

peran genetik, bila kedua orang tua mengidap psoriasis, risiko seseorang

mendapat psoriasis adalah 41%, 14% bila hanya dialami oleh salah satunya,

4% bila 1 orang saudara kandung terkena, dan turun menjadi 2% bila tidak

ada riwayat keluarga. Psoriasis Susceptibility 1 atau PSORS1 (6p21.3) adalah

salah satu lokus genetik pada kromosom yang berkontribusi dalam

patogenesis psoriasis. Beberapa alel HLA yang berkaitan adalah HLA B13

dan HLA DQ9. HLA Cw6 merupakan alel yang terlibat dalam patogenesis

artritis psoriatika serta munculnya lesi kulit yang lebih dini. HLA Cw6 akan

mempresentasikan antigen ke sel T CD 8+.6,7,8


Faktor pencetus multifaktor diantaranya : trauma kulit: garukan atau

gesekan dan tekanan atau tahanan yang berulang-ulang pada saat gatal

digaruk terlalu berat atau penekanan anggota tubuh terlalu sering pada saat

beraktifitas. Bila psoriasis sudah muncul dan kemudian digaruk dikorek maka

akan menyebabkan kulit bertambah tebal; Infeksi saluran pernafasan atas,

yang kelihatannya dapat berupa, demam, nyeri menelan, batuk dan beberapa

infeksi lainnya, makanan berkalori sangat tinggi sehingga badan terasa panas

dan kulit menjadi merah, misalnya mengandung alkohol; Stres yang tidak

terkendali; Infeksi fokal; Obat anti hipertensi dan antibiotic; Mengoleskan

obat terlalu keras bagi kulit; Endokrin: cahaya, gangguan metabolik, alkohol,

merokok. 6,7,8

D. PATOGENESIS
Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat mengenai patogenesis

psoriasis, tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang

3
dipakai dalam prinsip terapi. Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup

kompleks, yang melibatkan bebagai sitokin, kemokin, maupun faktor

pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit, sel-sel

radang, dan pembuluh darah, sehingga lesi tampak menebal dan berskuama

tebal berlapis.1
Aktivitas sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag

penangkap antigen (antigen persenting cell/APC) melalui major

histocompatibility complex (MHC) mempresentasikan antigen tersangka dan

diikat oleh ke sel T naif. Peningkatan sel T terhadap antigen tersebut selain

melalui reseptor sel T harus dilakukan pula oleh ligan dan reseptor tambahan

yang dikenal dengan kostimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini

berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam

sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke kulit. 1


Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4 +, sel

T sitoksik 1/Tc1CD8+, IFN-, TNF-, dan IL-12 adalah produk yang

ditemukan pada kelompok penyakit yang ditemukan pada kelompok penyakit

yang diperantarai oleh sel Th-1. Pada tahun 2003 dikenal IL-17 yang

dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah sitokin dihasilkan sel dendrit bersifat

heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian dari IL-12.

Sitokin IL-17A, IL-17 F, IL-22, IL-21 dan TNF adalah mediator turunan Th-

17. Telah dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan ekspresi keratin 17 yang

merupakan ciri khas psoriais. Injeksi intradermal IL-23 dan IL-21 pada

mencit memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran

hiperplasia epidermis yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A

4
seperti juga kemokin CCR6 dapat menstimulasi timbulnya reaksi peradangan

psoriasis. 1
Dalam interaksi imunologis tersebut retetan mediator menentukan

gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage colony

stimulating factor), EGF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23 dan TNF-.

Akibat peristiwa banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit

normal menjadi keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi

dalam 311 jam menjadi 36 jam dan produksi harian keratinosit 28 kali lebih

banyak daripada epidermis normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi,

berkelok-kelok, angiogenesis dan hipermeabilitas vaskular diperankan oleh

vascular endothelial growth factor (VEGF) dan Vascular permeability factor

(VPF) yang dikeluarkan oleh keratinosit. 1


E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai

titik-titik perdaraham bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum

sampai dengan plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya

simetris. Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa, dan sendi tetapi

tidak menganggu rambut. Penampilan barupa infiltrat eritematosa, eritema

yang muncul bervariasi dari yang sangat cerah (hot psorasis) biasanya

diikuti gatal sampai merah pucat (cold psoriasis). Fenomena kbner dalah

peristiwa munculnya lesi psoriasis setelah terjadi trauma maupun

mikrotrauma pada kulit pasien. Pada lidah dijumpai plak putih berkonfigurasi

mirip peta yang disebut lidah geografik. 1


Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris, dan biasanya disebut

psoriasis plakat. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula eritematosa

5
berukuran kurang dari satu sentimeter atau papul yang melebar ke arah

pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu, berdiameter satu sampai

beberapa sentimeter. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat

yang dikenal dengan woronoffs ring. Dengan proses pelebaran lesi yang

berjalan bertahap maka bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva

linier (psoriasis girata), lesi mirip cincin (psoriasis anular), dan papul

berskuama pada mulut folikel pilosebaseus (psoriasis folikularis). Psoriasis

hiperkeratotik tebal berdiameter 2-5 cm disebut plak rupioid, sedangkan plak

hiperkeratotik tebal berbentuk cembung menyerupai kulit tiram disebut plak

ostraseus. Umumnya dijumpai di skalp, lutut, punggung, lumbal, dan

retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar, atau nyeri,

terutama bila kulit kepala terserang. 1

Sumber : World Health Organization


F. DIAGNOSIS

a. Anamnesis9

Lesinya di daerah mana saja?

Bagaimana bentuk awal lesi?

Lesinya sudah berapa lama?

Apakah ada keluarga yang sama menderita hal seperti ini?

Apakah lesinya terasa gatal?

6
Apakah sekitar lesi terasa panas?

Apakah lesinya terasa nyeri?

Lesinya di daerah mana saja tersebar?

Bagaimana bentuk awal terjadinya lesi?

Apakah ada riwayat alergi obat dan makanan?

b. Pemeriksaan fisis9

Lesinya berbentuk plak eritematosa

Pada lesi primer dimulai dari macula eritematosa berukuran < 1 cm,

kemudian menjadi papul yang melebar kea rah pinggir atau

bergabung dengan beberapa lesi menjadi satu (diameter berukuran

lebih besar)

Pada lesi sekunder biasanya lesi menjadi hipopigmentasi

Terdapat wonoroffs sign (lingkaran putih pucat yang mengelilingi

lesi psoriasis plakat)

Terdapat auspitz sign (perdarahan yang terjadi setelah psoriasis

plakat terlepas

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan histopatologis psoriasi plakat yang matur dijumpai

tanda spesifik berupa:penebalan (akantosis) dengan elongasis seragan dan

penipisan epidermis diatas papilla dermis. Masa sel epidermis 3-5 kali dan

masihbanyak di jumpai mitosis di atas lapisan basal. Ujung rete ridge

berbentuk dada yang sering bertaut dengan rete ridge sekitarnya. Tampak

hyperkeratosis dan parakeratosis dengan penipisan atau menghilangkan

stratum granulosum. Pembuluh darah di papilla dermis yang membengkak

7
tampak memanjang, melebar dan berkelok-kelok. Pada lesi awal di dermis

bagian atas tetap dibawah epidermis tampak pembuluh darah dermis yang

jumlahnya lebih banyak dari kulit. Pada psoriasis yang matang dijumpai

limfosit tidak saja pada dermis tapi di epidermis. Gambaran spesifik psorosis

yang migrasisnya sel radang granulosit neutrofilit berasal dari ujung subset

kapiler dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu: lapsam para keratosis

stratu korneum yang disebut mikroabses Munro atau pada lapisan spinosum

yang disebut spongiofrom pustules of Kogoj.1

Sumber : World Health Organization


H. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Numularis
a. Definisi
Merupakan peradangan kulit yang bersifat kronis, ditandai dengan

lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas,

dengan efloresensi berupa papulovesikel yang biasanya mudah pecah

sehingga membasah (oozing).


b. Epidemiologi
Dermatitis numularis lebih sering ditemukan pada orang dewasa dan

lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding dengan perenpuan.Usia

puncak awitan pada kedua jenis kelamin berkisar antara 50-65 tahun.

8
Pada perempuan terdapat usia puncak kedua, yaitu terjadi pada usia

15-25 tahun. Dermatitis numularis jarang ditemukan pada bayi dan

anak. Kalaupun ditemukan, usia puncak awitan pada anak-anak

adalah 5 tahun.
c. Etiopatogenesis
Patogenesis dermatitis numularis belum diketahui.Sebagian besar

pasien dermatitis numularis tidak memiliki riwayat atopi, baik pada

diri maupun keluarga, walaupun plak numular dapat ditemukan pada

dermatitis atopik.Berbagai faktor diduga turut berperan dalam

keadaan ini.Pada pasien berusia lanjut dengan dermatitis numularis

didapatkan kelembapan kulit yang menurun. Suatu studi menemukan

fokus infeksi internal,meliputi infeksi gigi, saluran napas atas, dan

saluran napas bawah pads 68% pasien dermatitis numularis.

Dilaporkan titer antibodi antistreptolysin (ASTRO) meningkat pada

pasien dermatitis numularis dibandingkan kelompok kontrol.

Peranan alergen lingkungan, misalnya tungau debu rumah dan

Candida albicans, juga telah diteliti.


d. Gambaran Klinis
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal

yang berfariasi dari ringan sampai berat.Lesi akut berupa plak

eritematosa berbentuk koin dengan betas tegas yang terbentuk dari

papul dan papulovesikel yang berkonfluen. Lambat laun vesikel

pecah dan terjadi eksudasi berbentuk pinpoint. Selanjutnya eksudasi

mengering dan menjadi krusta kekuningan.Pada tepi plak dapat

muncul lesi papulovesikular kecil yang kemudian berkonfluen

9
dengan plak tersebut sehingga lesi meluas.Diameter plak biasanya

berukuran 1-3 cm, walaupun jarang, lesi dengan diameter 10 cm

pernah dilaporkan.Kulit disekitar lesi biasanya normal, namun bisa

juga kering.Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga menyerupai

lesi dermatomikosis.Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik

berupa plak dengan skuama dan likenifikasi.Jumlah lesi dapat hanya

satu atau multiple dan tersebar pada ektremitas bilateral atau

simetrik.Distribusi lesi yang klasik adalah pada aspek ekstensor

ekstremitas.Pada perempuan, ekstremitas atas termasuk punggung

tangan lebih sering terkena.Selain itu kelainan dapat pula ditemukan

di badan. Lesi dapat muncul setelah trauma (fenomena Koebner).1


2. Tinea Korporis
a. Definisi
Tinea korporis merupakan infeksidermatofit superfisial pada kulit

glabrosa yaitu telapak tangan, telapak kaki.


b. Etiologi
Penyebab tersering T. Rubrum. Penyebab lain M. Canis, T.

Tonsuran.
c. Gejala klinis
Kelainan kulit berupa lesi bulat atau lonjong, batas tegas, terdiri atas

eritema, skuama, dan kadang - kadang vesikel dan papul di

tepi.Kadang - kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.Daerah

tangan biasanya lebih tenang.Disertai gatal ringan.Lesi-lesi pada

umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan lainnya.

Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir

yang polikistik, Karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.1


3. Parapsoriasis
a. Definisi

10
Merupakan penyakit yang belum diketahui penyebanya pada

umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit terutama terdiri atas

eritema dan skuama, berkembang perlahan dan berjalan kronik.1


b. Epidemiologi
Diagnosis parapsoriasis jarang dibuat karena kriteria diagnosis

masih kontroversial.Di Eropa lebih banyak dibuat diagnosis

parapsoriasis dari pada di Amerika Serikat.


c. Gejala klinis berdasarkan klasifikasinya yaitu:
Parapsoriasis gutata : Kelainan kulit terdiri atas papul miliar

serta lentikular, eritema dan skuama, dapat hemoragik, kadang-

kadang berkonfluensi dan umumnya simetris. Predileksi:

badan,lengan atas, dan tungkai atas.


Parapsoriasis variageta : Kelainan kulit terdiri atas skuama dan

eritema yang bergaris-garis. Kelainan terdapat pada

badan,bahu,dan tungkai, bentuknya seperti kulit zebra.


Parapsoriasis en plaque: Kelainan kulit terdiri atas bercak

eritemarosa, permukaan datar,bulat atau lonjong, diameter +

2.5% cm dengan sedikit skuama, berwarna merah jambu, coklat

atau agak kuning. Kelainan ini terdapat pada badan &

ekstremitas.1

4. Liken planus
a. Definisi
Liken planus merupakan penyakit non infeksi yang terutama

menyerang kulit, selaput lendir rongga mulut, kerongkongan dan alat

kelamin. Penyakit ini pertama kali dijelaskan dan diamati oleh dr.

Eramus Wilson seorang yang berkebangsaan inggris pada tahun

11
1869. Penyakit ini juga dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh

seperti folikel rambut, kuku, laring dan mata.2


b. Epidemiologi
Rasio perempuan dan laki-laki sebesar 13:5. Dua pertiga kasus

timbul pada usia 30 dan 60 tahun. Perempuan timbul pada usia 50

dan 60 tahun. Sedangkan laki-laki biasanya lebih muda. Penyakit ini

jarang mengenai usia muda dan lansia. Lingkungan dan pergantian

musim berperan pada timbulnya penyakit ini.


c. Etiologi
Liken planus terjadi akibat mekanisme imunologik.
d. Gambaran klinis
Gambaran kulit yang klasik dari liken planus adalah gambaran papul

poligonal, datar, eritematosa sampai violaseus dan kadang

didapatkan ada umbilikasi disertai skuama lekat, tipis dan

transparan. Gambaran wickham striae berupa anyaman retikuler

yang halus.Gambaran itu dapat dilihat pada gambaran klinis yang

berkembang senpurna, mudah dilihat jika ditambahkan minyak dan

dilihat dengan kaca pembesar atau dermatoskop.


Liken plans diawali dengan bentuk makula eritematosa, beberapa

minggu kemudian berubah menjadi papul keungguan, dan sepertiga

kasus perubahan ini berlangsung dalam waktu pendek. Pada bentuk

yang generalisata, erupsi sering menyebar dalam 1 sampai 4 bulan

dari awitan.Lesi inisial hampir selalu timbul ekstremitas terutama

pada ekstremitas bawah.


Lesi biasanya bilateral simetris pada ekstremitas, cenderung

mengenai bagian flexor pergelangan tangan, lengan dan tungkai.

12
Liken planus cenderung gatal meskipun beberapa pasien tidak

memberikan keluhan.1
5. Neurodermatitis
a. Definisi
Neurodermatitis sirkumskripta atau juga dikenal sebagai lichen

simplekschronic adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskripta,

dan khas ditandaidengan likenifikasi. Likenifikasi merupakan pola

yang terbentuk dari responkutaneus akibat garukan dan gosokan

yang berulang dalam waktu cukup lama.Likenifikasi timbul secara

sekunder dan secara histologi memiliki karakteristikberupa akantosis

dan hiperkeratosis, dan secara klinis tampak berupa penebalankulit,

dengan peningkatan garis permukaan kulit yang terkena sehingga

tampakseperti kulit batang kayu. Keluhan dan gejala dapat muncul

dalam hitunganminggu bahkan hingga bertahun-tahun.3


b. Etiopatogenesis
Pruritus memainkan peranan sentral dalam timbulnya pola reaksi

kulit berupa likenifikasi dan prurigo nodularis. Hipotesis mengenai

pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang mendasari,

misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, linfoma

Hodgkin, Hipertiroida, penyakit kulit seperti dermatitis atopik,

dermatitis kontak alergik, gigitan serangga, dan aspek psikologi

dengan tekanan. 1
c. Gejala klinis
Penderita mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari dapat

menggagu tidur.Rasa gatal memang tidak terus menerus, biasanya

pada waktu tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak

digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk, setelah luka, baru

13
hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti dengan rasa

nyeri).
Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit

edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian

tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi,

sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak

jelas.Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lamanya lesi.


NS tidak bisa terjadi pada anak, tetapi pada usia dewasa-manula,

puncak insiden pada usia antara 30 hingga 50 tahun. Perempuan

lebih sering menderita dari pada laki - laki. Letak lesi dapat timbul

dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan ialah di skalp, tengkuk,

samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum,

perianal, medial tungkai atas, lutut, lateral tungkai bawah,

pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis

di daerah tengkuk umunya hanya pada perempuan, berupa plak kecil

ditengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke scalp. Biasanya

skuama menyerupai psoriasis.1


6. PENATALAKSANAAN
A. Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, menurut

pengalaman penulis dosisnya kira-kira ekuivalen dengan prednison 30

mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan,

kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara

mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis

pustulosa generalisata.1
2. Obat sitostatik

14
Obat sitostatik yang biasanya digunakan ialah metroitreksat.

Indikasinya ialah untuk psoriasis, psorisis pustulosa, psoriasis artritis

dengan lesi kulit, dan eritroderma karena psoriasis, yang sukar

terkontrol dengan obat standar.1


Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem

hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya

tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis.1


Dosisnya 3 x 2,5 mg, dengan interval 12 jam dalam seminggu

dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis

dinaikkan 2,5 mg 5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara

lain ialah diberikan i.m 7,5 mg 25 mg dosis tunggal setiap minggu.

Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek samping daripada cara

pertama. Jika penyakitnya telah terkontrol, dosis diturunkan atatu

masa interval diperpanjang kemudian dihentikan dan kembali ke

terapi topikal.1
Setiap 2 minggu diperiksa: Hb, jumlah leukosit, hitung jenis,

jumlah trombosit, dan urin lengkap. Setiap bulan diperiksa: fungsi

ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang daripada 3.500,

metrotreksat agar dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar

dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 g. Kalau fungsi hepar

abnormal, biopsi tersebut dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 g.1


Efek sampingnya diantaranya ialah nyeri kepala, alopesia, juga

terhadap saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada

saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung stomatitis ulserosa, dan

diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi

15
intestinal. Depresi sumsum tulang berakbit timbulnya leukopenia,

trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi

fibrosis dan sirosis.1


3. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson.

Diantara penderita Parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis,

ada yang membaik psoriasisnya dengan pengobatan levodopa.

Menurut uji coba yang dilakukan, obat ini berhasil menyembuhkan

kira-kira sejumlah 40% kasus psoriasis. Dosisnya antara 2 x 250 mg

3 x 500 mg, efek sampingnya berupa: mual, muntah, anoreksia,

hipotensi, gangguan psikis, dan pada jantung.1


4. DDS
DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan

psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek

sampingnya ialah: anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan

agranulositosis.1
5. Etretinat (tegison, tigason) dan asitretin (neotigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, digunakan bagi psoriasis

yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek

sampingnya. Dapat pula digunakan untuk eritroderma psoriatika. Cara

kerjanya belum diketahui pasti. Pada psoriasis, obat tersebut

mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit

normal.1
Dosisnya bervariasi; pada bulan pertama diberikan 1 mg/kgBB,

jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1

mg/kgBB.1

16
Efek sampingnya snagat banyak diantaranya pada kulit

(menipis); selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering;

peninggian lipid darah : gangguan fungsi hepar, hiperostosis; dan

teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun

setelah obat dihentikan. Menurut pengalaman kami tidak seluruh

penderita dapat disembuhkan dengan obat ini.1


Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek

samping dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya,

waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat

yang lebih dari 100 hari.1


6. Siklosporin
Efeknya ialah sebagai imunosupresif. Dosisnya 6mg/kgBB sehari.

Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk

psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi

kekambuhan.1
7. Terapi biologik
Terapi biologis ini terdiri dari 2 kelompok utama, yaitu bahan

dengan sasaran sitokin TNF- dan sel T atau antigen presenting cell

(APC). Bahan biologis sebagai inhibitor bekerja untuk mencegah

aktivitas sel T dan mengatur aktivitas sinyal yang dihantarkan melalui

reseptor sel T dengan cara menghambat interaksi adhesi dan

kostimulator antara Dendritic Cell (DC) dan sel T, menghambat

diferensiasi sinyal yang dihantarkan oleh reseptor sel permukaan,

mengurangi migrasi sel T ke lesi kulit dengan mengganggu proses

adhesi dan menetralisir sitokin dan kemokin yang mengatur inflamasi

pada jaringan. Penggunaan obat-obat imunobiologis ini adalah secara

17
parenteral, yaitu intramuskular dan intravena, oleh karena sebagian

besar obat-obat ini merupakan molekul protein yang besar, di mana

sirkulasi dan volume distribusi dalam plasma terbatas.10


Secara keseluruhan, obat-obat ini tidak boleh diberikan pada

wanita hamil dan anak-anak, karena antibodi dan fusi protein dapat

melewati transplasenta sehingga dapat menimbulkan efek terhadap

perkembangan sistem imun fetal. Semua obat dengan dasar protein

bersifat imunogenik, sehingga dapat menimbulkan reaksi

hipersensitivitas cepat (IgE) atau lambat (sel T). Selain itu beberapa

sel T yang berikatan dengan antibodi atau fusi protein dapat

menimbulkan first dose reaction yaitu: gejala konstitusional berupa

demam, kedinginan, mual, dan nyeri kepala. Efek lain yang juga

mungkin bisa terjadi adalah muncul rash pada tempat injeksi dan

reaksi anaphilaksis. Berikut akan dijelaskan masing-masing jenis obat

berdasarkan sasaran serta efek samping yang timbul dan cara

pemakaiannya.10
Alefacept merupakan suatu fusi protein manusia seluruhnya yang

terdiri dari domain ekstraseluler pertama human LFA-3 yang

bergabung dengan susunan rantai CH2 dan CH3 IgG1 atau Fc portion

human IgG1. LFA-3 diekspresikan pada permukaan antigen

presenting cells (APCs), sebagai suatu ligand untuk CD2, yaitu suatu

protein permukaan sel T yang matur dan sel-sel Natural Killer (NK).

Ikatan LFA-3 dengan CD2 berperan sebagai sinyal kostimulator yang

membantu aktivitas sel T. Selama antigen dipresentasikan, Alefacept

18
menghambat interaksi LFA-3 dan CD2 sehingga mencegah

kostimulasi antara APC dan sel T. Selain itu Fc domain IgG1 merusak

ikatan reseptor FcRIII pada sel NK dan makrofag yang menyebabkan

terjadi apoptosis sel T. CD2 lebih tinggi pada permukaan sel T memori

dari pada sel T naive, sehingga alefacept akan mengikat sel T memori

(CD4+CD45RO+ dan CD8+CD45RO+) lebih banyak, dan jumlahnya

akan berkurang di dalam darah. Dengan demikian diharapkan dapat

terjadi perbaikan klinik pada lesi psoriasis.10


Alefacept dapat diberikan intra muskuler (IM) dan intravena (IV)

sekali seminggu selama 12 minggu. Dosis yang direkomendasikan 7,5

mg IV sekali seminggu atau 15 mg IM sekali seminggu. Satu kali

pemberian alefacept dalam serum dapat terdeteksi dalam waktu 6 jam,

level puncak terjadi antara 24192 jam. Setelah diabsorpsi, waktu

paruh rata-rata adalah 12 hari. Perbaikan psoriasis dengan alefacept

relatif lambat, respons pengobatan baru tampak setelah minggu ke

empat.10
Efalizumab merupakan suatu antibodi monoklonal rekombinan

yang berikatan dengan CD11a. Dengan berikatan pada CD11a, obat

tersebut menghambat interaksi antara LFA-1 dan ICAM-1, yaitu

molekul adhesi pada permukaan sel yang mengatur sel-sel keratinosit

dan sel-sel endotel pada plak psoriasis. LFA-1 juga terdapat pada

permukaan sel APC. Hambatan interaksi antara LFA-1 dan ICAM-1

oleh efalizumab menyebabkan terjadinya 3 hal pada proses inflamasi

yaitu: penurunan efisiensi aktivitas sel T pada limfonodi,

19
terganggunya perjalanan sel T dari vaskuler ke jaringan dan

menurunkan reaktivasi sel T efektor memori pada tempat inflamasi.10


Pemberian efalizumab secara subkutan dimulai dengan dosis 0,7

2 mg/kgBB/minggu. Pemberian dosis efalizumab single atau multiple

secara subkutan menyebabkan perubahan cepat pada permukaan sel

CD11a yang mengikat sel T dan mengatur ekspresi CD11a pada

limfosit T dermis, epidermis dan sirkulasi darah. Efek ini reversible

dan dengan satu kali penyuntikan, efalizumab langsung keluar dari

sirkulasi, CD11a yang terikat kembali ke level pretreatment dalam

waktu 10 hari. Hasil beberapa studi klinik menunjukkan bahwa

respons terapi dapat dilihat dalam jangka pendek (12 minggu),

menengah (24 minggu) dan jangka panjang (36 minggu).10


Etanercept merupakan reseptor fusi protein manusia sepenuhnya

yang menghambat ikatan TNF-a dengan reseptor permukaan sel,

terdiri dari dua ligand extraseluler dari reseptor p75 TNF-a bergabung

dengan Fc portion human IgG1. Ikatan etanercept dengan TNF-a,

akan mencegah aktivitas TNF-a pada reseptornya di sel T dan sel

lainnya. Ikatan TNF-a secara biologis menjadi tidak aktif, oleh karena

banyak jalur proinflamasi yang bertanggung jawab terhadap lesi

psoriasis dihambat.19 Etanercept terbukti dapat mengurangi tanda dan

gejala rhematoid arthritis (RA), polyarticular course juvenille

rhematoid arthritis, ancylosing spondylitis, psoriasis dan psoriasis

arthritis. Etanercept juga dapat menghambat kerusakan struktur dan

perbaikan fungsi fisik pada pasien RA dan psoriasis.17,18,24

20
Etanercept diberikan secara subkutan dengan dosis 50 mg dua kali

seminggu selama 3 bulan, kemudian 50 mg satu kali perminggu atau

25 mg dua kali perminggu dengan jarak pemberian 7296 jam.10


Infliximab merupakan suatu antibodi monoklonal yang tersusun

dari imunoglobulin manusia dengan dua tempat ikatan. Infliximab

mempunyai chimeric binding sites, di mana sejumlah protein dikenali

sebagai protein asing oleh sistem imun manusia, sehingga

meningkatkan potensi antibodi dan menetralisir efeknya. Infliximab

diberikan secara intravena melalui infus 5 mg/kg yang diberikan

selama 23 jam dimasukkan ke dalam 3 infus pada minggu pertama, 2

minggu sesudahnya dan pada minggu keenam, selama 6 minggu

pertama pengobatan. Terapi rumatan dilakukan setiap 8 minggu.

Sebelum dilakukan terapi sebaiknya dilakukan test PPD untuk

skrining infeksi tuberkulosis laten.25 Hasil laporan sebelumnya

menunjukkan bahwa infliximab efektif untuk pengobatan psoriasis

dengan hasil signifikan tampak pada minggu kedua sesudah terapi.10


Adalimumab adalah antibodi monoklonal manusia yang tersusun

oleh beberapa variabel imunoglobulin manusia dengan dua binding

sites. Adalimumab mempunyai ekstrak protein asing dan diganti

dengan protein manusia, jadi semuanya berasal dari manusia.

Mekanisme kerjanya selain berikatan dengan TNF-a, adalimumab

juga menetralisir aktivitas biologis sitokin dengan menghambat

interaksi reseptor TNF-a pada permukaan sel p55 dan p75.26

Adalimumab membantu menurunkan jumlah TNF-a sehingga dapat

21
memengaruhi siklus inflamasi pada psoriasis dan psoriasis

arthritis.18,23 Adalimumab diberikan secara subkutan dengan dosis 40

mg setiap 2 minggu untuk pasien psoriasis dan psoriasis arthritis. Obat

ini dapat digunakan secara terus-menerus untuk rumatan. Adalimumab

dapat digunakan sebagai monoterapi dan dapat juga dikombinasikan

dengan terapi sistemik lainnya seperti MTX atau dapat juga diberikan

bersama Non-Steroidal anti-inflammatory Drugs (NSAID).10


Beberapa monitoring yang harus dilakukan sebelum terapi

biologis pada psoriasis yaitu: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,

fungsi liver, hitung sel darah lengkap, thrombosit, dan test

tuberkulosis. Selain hal di atas, beberapa vaksinasi dapat dilakukan

untuk mencegah atau mengurangi keparahan infeksi, namun sampai

sekarang masih kontroversi.10


B. Pengobatan Topikal
1. Preparat ter
Obat topikal yang biasa digunakan ialah preparat ter, efeknya

ialah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3,

yakni berasal dari:1


Fosil, misalnya iktiol1
Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski1
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.1
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk

psoriasis, yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan

kayu, oleh karena itu hanya kedua ter tersebuy yang akan dibahas. Ter

dari batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya

kemungkinan memberikan iritasi juga lebih besar.1


Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang

berasal dari batubara, karena ter tersebut lebih efektif daripada ter

22
yang ebrasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun

kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut

dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batubara

dikhawatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma.1


Konsentrasi yang biasa digunakan 2 5 %, dimulai dengan

konsentrasi rendah, jika tak ada perbaikan, konstentrasi dinaikkan.

Supaya lebih efektif, maka daya penetrasinya harus dipertinggi

dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 -5 %.

Sebagai vehikulum harus digunakan salep, karena salep mempunyai

daya penetrasi terbaik.1


2. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yang baik. Potensi dan

vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka, dan daerah

lipatan digunakan krim, ditempat lain digunakan salep. Pada daerah

muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Pada

batang tubuh dan ekstremitas digunakan salep dengan potensi

kuat/sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi

perbaikan potensi dan frekuensinya dikurangi.1


3. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif, kekurangannya ialah mewarnai kulit

dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2 0,8% dalam

pasta, salep, atau krim. Lama pemakaian hanya - jam sehari

sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.1


4. Pengobatan dengan penyinaran
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga

dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Sinar ultraviolet artifisial

yang digunakan diantaranya sinar A dikenal sebagai UVA. Sinar

23
tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau dikombinasi dengan

psoralen (8 metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau

bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan

cara Goeckerman.1
Sinar UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psorias tipe

plak, gutata, pustular, dan eritroderma. Tipe plak dan gutata

dikombinasi dengan salep likuor karbonis 5 7 % yang dioleskan

sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12

-23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan verangsur-angsur.

Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan

seminggu tiga kali.1


5. Calcipotriol
Calcipotriol (MC 903) ialah sintetik vitamin D, berupa salep atau

krim 50 mg/g, efeknya antiproliferasi. Perbaikan setelah satu minggu.

Efek sampingnya pada 4 20% penderita berupa iritasi yankni rasa

terbakar dan tersengat, dapat pula terlihat eritema dan skuamasi. Rasa

tersebut akan menghilang setelah beberapa hari sesudah obat

dihentikan.1
6. Tazaroten
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topikalm efeknya

menghambat proliferasi dab normalisasi petanda diferensiasi

keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang

yang menginfiltrasi kulit. Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dan


konsentrasi
krim dengan 0,05% dan 0,1%. Bila dikombinasikan dengan

steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat

penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi

24
berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30% kasus, juga bersifat

fotosensitif.1
7. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang

tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan

salep dengan bahan dasar vaselin, fungsinya juga sebagai emolien

dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien yang

lain ialah lanolin dan minyak mineral. Jadi, emolien sendiri tidak

memiliki efek anti psoriasis.1


C. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi

efek sinergik. Mula-mula 10 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam

kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan,

diantaranya 4 x seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah

pengobatan 3 4 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan

seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga

dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.1


D. Pengobatan cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi

ter berasal dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak

modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah

crude coal tar yang bersifat fotossensitif. Lama pengobatan 4 - 6 minggu,

penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif

daripada UVA.1
7. KOMPLIKASI

a. Infark Miokard Akut

25
Diketahui terdapat paling tidak dua faktor yang mungkin berperan

dalam komorbiditas kardiovaskuler, yakni proses inflamasi sistemik pada

psoriasis dan adanya hubungan antara psoriasis dengan faktor risiko

kardiometabolik.3

Patogenesis hubungan antara psoriasis dengan komorbiditas

kardiovaskuler dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama proses

inflamasi pada psoriasis berawal dari sebuah antigen-presenting cell

(APC) yang mengenali dan menangkap antigen dari kulit penderita.

Proses inimeliputi pengikatan antigen pada Major Histocompatibility

Complex/ MHC tipe II yang terdapat di permukaan APC, kemudian APC

bermigrasi ke dalam nodus limfe. Di tempat tersebut APC berikatan

secara reversibel dan singkat dengan naive T-cells atau sel T istirahat

melalui interaksi molekul adhesi pada permukaan kedua sel tersebut.

Kemudian, MHC akan mempresentasikan antigen pada reseptor limfosit

T untuk memulai aktivasi sel limfosit T. Interaksi limfosit T dan antigen

presenting cell (APC) membutuhkan molekul adhesi leucocyte function

associated antigen-1 (LFA-1) pada permukaan sel T dengan intercellular

adhesion molecule-1 (ICAM-1) pada APC serta antara leucocyte function

associated antigen-3 (LFA-3) dan CD2.11

Sel T yang teraktivasi akan berinteraksi dengan sel dendritik

(ditambah makrofag dan keratinosit pada proses psoriasis, di sisi lain

dapat terjadi pengikatan sel otot polos pada patogenesis aterosklerosis).

Sel limfosit T masuk ke dalam sistem sirkulasi melalui interaksi sel

26
dengan endotel pembuluh darah, kemudian bermigrasi ke kulit yang

mengalami infl amasi. Interleukin-12 yang diproduksi oleh DC cell dan

makrofag akan menginduksi diferensiasi dari naive T cell menjadi sel

Th1 dan mengaktivasi sel natural killer. Sel Th1 dan aktivasi natural

killer memproduksi interferon (IFN)- dan tipe sitokin lain, seperti IL-1,

IL-6, dan TNF-. Proliferasi keratinosit, migrasi neutrofi l, potensiasi

respons Th-1, angiogenesis, peningkatan molekul adhesi serta hiperplasia

epidermal merupakan sejumlah efek akibat produksi sitokin ini. Di sisi

lain, sel-sel infl amasi ini aktif jika dalam plak aterosklerosis lebih lanjut

akan mensekresi protease matriks yang memicu kerusakan matriks

ekstraseluler, kegagalan selubung fibrosa pada plak aterosklerosis,

menyebabkan ruptur da terbentuknya trombus akibat rupturnya plak

aterosklerosis yang tidak stabil. Dengan kata lain, aktifnya proses

inflamasi dan peningkatan kaskade sitokin oleh Th-1 (IFN-, TNF-, IL-

1, dan IL-6) adalah penyebab psoriasis, namun di sisi lain juga

menyebabkan sindrom koroner akut. Perlu diketahui bahwa selain

didasari oleh proses inflamasi, risiko genetik juga mungkin berperan,

beberapa lokus gen telah diketahui bertanggu jawab terhadap

peningkatan risiko diabetes dan penyakit jantung koroner penderita

psoriasis.11

b. Dislipidemia

Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara

psoriasis dengan dislipidemia. Sebuah penelitian di India (2011) pada 50

27
pasien psoriasis dengan 50 kontrol sehat menunjukkan bahwa pasien

psoriasis memiliki kadar kolesterol total, trigliserida, VLDL, dan LDL

lebih tinggi, serta HDL lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok

kontrol sehat (p<0,001). Banyak hal yang dianggap berperan untuk

timbulnya dislipidemia pada pasien psoriasis, seperti gaya hidup tidak

sehat, peran aktivasi sel T, adanya autoantibodi pada LDL yang

teroksidasi, juga beberapa pengobatan psoriasis seperti retinoid oral dan

siklosporin yang diketahui dapat merangsang dislipidemia. Dislipidemia

pada pasien psoriasis tidak hanya menjadi faktor predisposisi penting

timbulnya penyakit kardiovaskuler pada pasien, tetapi di sisilain juga

memperparah inflamasi psoriasis. Hal ini karena makrofag yang

teraktivasi setelah memfagosit LDL akan mensekresi kan sitokin-sitokin

seperti TNF- and IL-1 yang dapat memperparah proses infl amasi pada

psoriasis.11

c. Diabetes Mellitus

Risiko diabetes melitus pada penderita psoriasis meningkat 62%

dibandingkan bukan penderita. Hal ini karena konsentrasi TNF- yang

tinggi pada penderita psoriasis dapat menstimulasi resistensi insulin dan

menyebabkan sel endotel memproduksi molekul adhesi yang

bertanggung jawab untuk proses melekatnya monosit. TNF- juga dapat

mengamplifi kasi produksi asam lemak bebas, mengurangi produksi

adiponektin dan mengganggu proses insulin signalling.11

d. Hipertensi

28
Sebuah penelitian melaporkan peningkatan risiko hipertensi lebih

dari 3 kali lipat pada penderita psoriasis (OR: 3,3; 95% CI: 2,4 s/d 4,4).

Hubungan antara psoriasis dengan hipertensi dapat dikaitkan dengan

kadar angiotensin converting enzyme, endotelin-1, dan renin yang

meningkat pada pasien psoriasis.11

e. Limfoma malignum

Selain gangguan kardiovaskuler, pasien psoriasis juga

mempunyai peningkatan resiko limfoma malignum.1

f. Gangguan emosional

Gangguan emosional yang diikuti masalah depresi sehubungan

dengan manifestasi klinis berdampak terhadap menurunnya harga diri,

penolakan sosial, merasa malu, masalah seksual, dan gangguan

kemampuan profesional. Semuanya diperberat dengan perasaan gatal dan

nyeri, keadaan ini menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien.1

8. PENCEGAHAN
Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis,

infeksi fokal, endokrin, seta pola hidup lain yang dapat meningkatkan resiko

penurunan sistem imun seperti seks bebas sehingga bisa tertular penyakit

AIDS.12
9. PROGNOSIS
Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi bersifat kronik dan

residif. Penyakit psoriasi tidak sembuh sama sekali sehingga seolah-olah

penyakit ini dapat timbul kembali sepanjang hidup. Memperhatikan tanda dan

gejala biasanya membutuhkan terapi seumur hidup. Penyakit psoriasis

29
biasanya menjadi lebih berat dari waktu ke waktu tetapi tidak mungkin untuk

muncul dan menghilang.12

30
BAB III
PENUTUP

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik

yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel

epidermis disertai perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai

manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Psoriasis

merupakan penyakit kulit inflamatorik kronis dengan faktor genetik kuat yang

manifestasinya tidak terbatas pada lesi kulit, namun juga pada berbagai organ,

termasuk kuku, sendi, dan lidah.

Psoriasis vulgaris atau biasa disebut psoriasis plakat adalah bentuk klinis

tersering (90%) pada psoriasis. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula

eritematosa berukuran kurang dari satu sentimeter atau papul yang melebar ke

arah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu, berdiameter satu sampai

beberapa sentimeter. Psoriasi vulgaris mempunyai lesi khas berupa plak

kemerahan, tertutup skuama tebal, distribusi lesi simetris, terutama pada bagian

ekstensor dari ektremitas, khususnya siku dan lutut, sepanjang garis perbatasan

kulit kepala, lumbosakral bagian bawah, bokong, dan area genital.

Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi bersifat kronik dan residif.

Penyakit psoriasi tidak sembuh sama sekali sehingga seolah-olah penyakit ini

dapat timbul kembali sepanjang hidup. Dengan memperhatikan tanda dan gejala

biasanya membutuhkan terapi seumur hidup.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi, Sri Linuwih SW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi.7. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015

2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of The Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. China: Elsevier, 2011. 239-240

3. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermstology in General


Medicine. 7th ed. New York: The McGraw Hill, 2008

4. Wolf K, Johnson RA, Suurmond D. The Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 5th ed. Austria: McGraw-Hill Publication, 2007

5. Ashwin B. Kuchekar, Rohini R. Pujari, dkk. Psoriasis. IJLPS. 2011. vol 2.

6. Audrey Blanger, Catiscia Padilha de Oliveira1, Maxim Maheux, Roxane


Pouliot. Plaque Psoriasis: Understanding Risk Factors of This Inflammatory
Skin Patholoy. Journal of Cosmetics, Dermatological Sciences and
Applications, 2016, 6, 67-80

7. WHO 2016. Global Report On Psoriasis

8. Dwinidya Yuliastuti. Psoriasis. RS Meilia, Cibubur, Depok, Indonesia. 2015


CDK-235/ vol. 42 no. 12,

9. Changlie XC, Lu C. Evidence Based Clinical Chinese Medicine; Psoriasis


Vulgaris, Volume 2. London;2016.p 1-8

10. Maulida M, Marfianti S, Rofiq A. Terapi Biologis pada Psoriasis. Jurnal


Unair. Desember 2010;(22)

11. Thamtono Y. Hubungan Psoriasis dengan Komorbiditas Kardiovaskuler. CDK


Jurnal.2016;(43)

12. Sinaga D. Pengaruh Stress Psikologis terhadap Pasien Psoriasis. Jurnal Ilmiah
Widya. Juli-Agustus 2013;(1)

32

Anda mungkin juga menyukai