Anda di halaman 1dari 28

Psoriasis sebelumnya dianggap sebagai

penyakit kulit yang tidak istimewa, pada tahun

1841 didefinisikan oleh Ferdinand von Hebra

sebagai suatu penyakit kulit yang mempunyai

kekhususan sendiri. Bahkan saat ini psoriasis

dikenal sebagai penyakit sistemik berdasarkan

patogenesis autoimunologik dan genetik yang

bermanifestasi pada kulit, sendi serta terkait

sindrom metabolik. Perkembangan pengetahuan

tersebut mengarahkan pengobatan psoriasis

bersifat sistemik. Penyakit ini tidak fatal namun

berdampak negatif terhadap kehidupan di

masyarakat, misalnya pertimbangan pekerjaan

dan hubungan sosial, karena penampilan

kulitnya yang tidak menarik. Psoriasis tidak

menduduki kelas penyakit terbanyak di manapun

di dunia, namun angka kesakitannya dapat

diperkirakan tinggi disebabkan pola kesembuhan

dan kekambuhan yang beragam. Morbiditas

merupakan masalah yang sangat penting bagi

pasien psoriasis. Berbagai faktor psikologis dan

sosial sering dijumpai pasien, antara lain: malu

karena kulit yang mengelupas dan pecah-pecah,

tidak nyaman karena gatal atau harga obat yang

mahal dengan berbagai efek samping. Berbagai

alasan tersebut menyebabkan menurunnya


kualitas hidup seseorang bahkan depresi

berlebihan sampai keinginan bunuh diri.

Pengobatan psoriasis bertujuan menghambat

proses peradangan dan proliferasi epidermis,

karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik

maka diperlukan pula penanganan kegemukan,

diabetes melitus, ganguan pola lipid dan hipertensi.

Beragam jenis pengobatan tersedia saat ini mulai

dari topikal, sistemik sampai dengan terapi spesifik

bersasaran alur patogenesis psoriasis atau yang

dikenal dengan agen biologik. Penanganan holistik

harus diterapkan dalam penatalaksanaan psoriasis

meliputi gangguan kulit, internal dan psikologis.

DEFINISI

Psoriasis adalah penyakit peradangan

kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat

dengan karakteristik perubahan pertumbuhan

dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi

vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem

saraf. Patogenesis psoriasis digambarkan dengan

gangguan biokimiawi, dan imunologik yang

menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme

fisiologis kulit dan memengaruhi gambaran klinis.

Umumnya lesi berupa plak eritematosa berskuama

berlapis berwama putih keperakan dengan batas

yang tegas. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya

pada siku, lutut atau kulit kepala (skalp) atau


menyerang hampir 100% luas tubuhnya.

EPIDEMIOLOGI

Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi

prevalensi usia psoriasis bervariasi di setiap

wilayah. Prevalensi anak anak berkisar dari 0% di

Taiwan sampai dengan 2.1 % di ltali. Sedangkan

pada dewasa di Amerika Serikat 0.98% sampai

dengan 8% ditemukan di Norwegia. Di Indonesia

pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RS

besar dengan angka prevalensi pada tahun 1996,

1997, dan 1998 berturut-turut 0,62%; 0,59%, dan

0,92%. Psoriasis terus mengalami peningkatan

jumlah kunjungan ke layanan kesehatan di banyak

daerah di Indonesia. Remisi dialami oleh 17-55%

kasus, dengan beragam tenggang waktu.

ETIOPATOGENESIS

Hanseler dan Christopher pada tahun 1985

membagi psoriasis menjadi tipe 1 bila onset

kurang dari umur 40 tahun dan tipe 2 bila onset

terjadi pada umur lebih dari 40 tahun. Tipe 1

diketahui erat kaitannya dengan faktor genetik

dan berasosiasi dengan HLA-CW6, HLA-DR7,

HLA-813, dan HLA-BW57 dengan fenotip yang

lebih parah dibandingkan dengan psoriasis tipe

2 yang kaitan familialnya lebih rendah. Peranan

genetik tercatat pada kembar monozigot 65-


72% sedangkan pada kembar dizigot 15-30%.

Pasien dengan psoriasis artritis yang mengalami

psoriasis tipe1 mempunyai riwayat psoriasis

pada keluarganya 60% sedangkan pada

psoriasis tipe 2 hanya 30% (p=0.001 ).

Sampai saat ini tidak ada pengertian

yang kuat mengenai patogenesis psoriasis,

tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat

merupakan akar yang dipakai dalam prinsip terapi.

Mekanisme peradangan kulit psonas1s cukup

kompleks, yang melibatkan berbagai sitokin,

kemokin maupun faktor pertumbuhan yang

mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit, sel-

sel radang, dan pembuluh darah; sehingga lesi

tampak menebal dan beskuama tebal berlapis.

Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe

terjadi setelah sel makrofag penangkap

antigen (antigen persenting ce///APC) melalui

major histocompatibility complex (MHC) mem-

presentasikan antigen tersangka dan diikat oleh

ke sel T naif. Pengikatan sel T terhadap antigen

tersebut selain melalui reseptor sel T harus


dilakukan pula oleh ligan dan reseptor tambahan

yang dikenal dengan kostimulasi. Setelah sel T

teraktivasi sel ini berproliferasi menjadi sel T efektor

dan memori kemudian masuk dalam sirkulasi

sistemik dan bermigrasi ke kulit.

Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis

dijumpai: sel Th1 CD4+, sel T sitoksik 1/Tc1CD8•,

IFN-y, TNF-a, dan IL-12 adalah produk yang

ditemukan pada kelompok penyakit yang

diperantarai oleh sel Th-1 . Pada tahun 2003 dikenal

IL-17 yang dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah

sitokin dihasilkan sel dendrit bersifat heterodimer

terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan

bagian dari IL-12. Sitokin IL-17A. IL-17 F, IL-22, IL-

21 dan TNFa adalah mediatorturunan Th-17. Telah

dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan ekspresi

keratin 17 yang merupakan karakteristik psoriasis.

lnjeksi intradermal IL-23 dan IL-21 pada mencit

memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan

gambaran hiperplasia epidermis yang merupakan

ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A seperti juga

kemokin CCR6 dapat mestimulasi timbulnya reaksi

peradangan psoriasis.

Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut

retetan mediator menentukan gambaran klinis


antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage

colony stimulating factor), EGF, IL-1 , IL-6, IL-8,

IL-12, IL-17, IL-23, dan TNF-a. Akibat peristiwa

banjirnya efek mediator terjadi perubahan

fisiologis kulit normal menjadi Keratinosit akan

berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam

311 jam, menjadi 36 jam dan produksi harian

keratinosit 28 kali lebih banyak dari pada

epidermis normal. Pembuluh darah menjadi

berdilatasi, berkelok-kelok, angiogenesis dan

hipermeabilitas vakular diperankan oleh vascular

endothelial growth factor (VEGF) dan Vascular

permaebility factor (VPF) yang dikeluarkan oleh

keratinosit.

GAMBARAN KUNIS

Gambaran klasik berupa plak eritematosa

diliputi skuama putih disertai titik-titik perdarahan

bila skuama dilepas, berukuran dari seujung

jarum sampai dengan plakat menutupi sebagian

besar area tubuh, umumnya simetris. Penyakit ini

dapat menyerang kulit, kuku, mukosa dan sendi

tetapi tidak mengganggu rambut. Penampilan

berupa infiltrat eritematosa, eritema yang muncul

bervariasi dari yang sangat cerah ("hof' psoriasis)

biasanya diikuti gatal sampai merah pucat

("cold' psoriasis). Fenomena Koebner adalah

peristiwa munculnya lesi psoriasis setelah terjadi


trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien

psoriasis. Pada lidah dapat dijumpai plak putih

berkonfigurasi mirip peta yang disebut lidah

geografik. Fenotip psoriasis dapat berubah-ubah,

spektrum penyakit pada pasien yang sama dapat

menetap atau berubah, dari asimtomatik sampai

dengan generalisata (eritroderma). Stadium akut

sering dijumpai pada orang muda, tetapi dalam

waktu tidak terlalu lama dapat berjalan kronik

residif. Keparahan memiliki gambaran klinik dan

proses evolusi yang beragam, sehingga tidak ada

kesesuaian klasifikasi variasi klinis.

Psoriasis plakat

Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis

vulgaris, dan biasanya disebut psoriasis plakat

kronik. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula

eritematosa berukuran kurang dari satu sentimeter

atau papul yang melebar ke arah pinggir dan

bergabung beberapa lesi menjadi satu, berdiameter

satu sampai beberapa sentimeter. Lingkaran

putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yang

dikenal dengan Woronoffs ring. Dengan proses

pelebaran lesi yang berjalan bertahap maka bentuk

lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva

linier (psoriasis girata), lesi mirip cincin (psoriasis

anular), dan papul berskuama pada mulut folikel

pilosebaseus (psoriasis folikularis). Psorasis


hiperkeratotik tebal berdiameter 2-5 cm disebut

plak rupioid, sedangkan plak hiperkeratotik tebal

berbentuk cembung menyerupai kulit tiram

disebut plak ostraseus. Umumnya dijumpai di

skalp, siku, lutut, punggung, lumbal dan retroauri-

kuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa

terbakar atau nyeri, terutama bila kulit kepala

terserang. Uji Auspitz temyata tidak spesifik untuk

psoriasis, karena uji positif dapat dijumpai pada

dermatitis seboroik atau dermatitis kronis lainnya.

215

Psoriasis inversa ditandai dengan letak lesi

di daerah intertriginosa, tampak lembab dan

eritematosa. Bentuknya agak berbeda dengan

psoriasis plakat karena nyaris tidak berskuama

dan merah merona, mengkilap, berbatas tegas,

sering kali mirip dengan ruam intertrigo, misalnya

infeksi jamur. Lesi dijumpai di daerah aksila, fosa

antekubital, poplitea, lipat inguinal, inframamae,

dan perineum.

Psoriasis gutata

Jenis ini khas pada dewasa muda, bila terjadi

pada anak sering bersifat swasirna. Namun

pada suatu penelitian epidemiologis 33% kasus


dengan psoriasis gutata akut pada anak akan

berkembang menjadi psoriasis plakat. Bentuk

spesifik yang dijumpai adalah lesi papul eruptif

berukuran 1 -10 mm berwarna merah salmon,

menyebar diskret secara sentripetal terutama di

badan, dapat mengenai ekstremitas dan kepala.

lnfeksi Streptokokus beta hemolitikus dalam

bentuk faringitis, laringitis, atau tonsilitis sering

mengawali munculnya psoriasis gutata pada

pasien dengan predisposisi genetik.

Psoriasis pustulosa

Bentuk ini merupakan manifestasi psoriasis

tetapi dapat pula merupakan komplikasi lesi

klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid

sistemik, infeksi, ataupun pengobatan topikal

bersifat iritasi. Psoriasis pustulosa jenis von

Zumbusch terjadi bila pustul yang muncul sangat

parah dan menyerang seluruh tubuh, sering diikuti

dengan gejala konstitusi. Keadaan ini bersifat

sistemik dan mengancam jiwa. Tampak kulit yang

merah, nyeri, meradang dengan pustul milier

tersebar di atasnya. Pustul terletak nonfolikuler,

putih kekuningan, terasa nyeri, dengan dasar

eritematosa. Pustul dapat bergabung membentuk

lake of pustules, bila mengering dan krusta lepas

meninggalkan lapisan merah terang. Perempuan

lebih sering mengalami psoriasis pustulosa


9:1 , dekade 4-5 kehidupan dan sebagian besar

perokok (95%). Pustul tersebut bersifat steril

sehingga tidak tepat diobati dengan antibiotik.

Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmo-

plantar menyerang daerah hipotenar dan tenar,

sedangkan pada daerah plantar mengenai

sisi dalam telapak kaki atau dengan sisi tumit.

Perjalanan lesi kronis residif di mulai dengan

vesikel bening, vesikopustul, pustul yang

parah dan makulopapular kering cokelat.

Bentuk kronik disebut akrodermatitis kontinua

supurativa dari Hallopeau, ditandai dengan

pustul yang muncul pada ujung jari tangan dan

kaki, bila mengering menjadi skuama yang

meninggalkan lapisan merah kalau skuama

dilepas. Destruksi lempeng kuku dan osteolisis

falangs distal sering terjadi. Bentuk psoriasis

pustulosa palmoplantar mempunyai patogenesis

berbeda dengan psoriasis dan dianggap lebih

merupakan komorbiditas dibandingkan dengan

bentuk psoriasis.

Eritroderma

Keadaan ini dapat muncul secara bertahap

atau akut dalam perjalanan psoriasis plakat, dapat

pula merupakan serangan pertama, bahkan pada


anak. Lesi jenis ini harus dibedakan menjadi dua

bentuk; psoriasis universalis yaitu lesi psoriasis

plakat (vulgaris) yang luas hampir seluruh tubuh,

tidak diikuti dengan gejala demam atau menggigil,

dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasis

vulgaris. Bentuk kedua adalah bentuk yang lebih

akut sebagai peristiwa mendadak vasodilatasi

generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan

antara lain oleh infeksi, tar, obat atau putus obat

kortikosteroid sistemik. Kegawatdaruratan dapat

terjadi disebabkan terganggunya sistem panas

tubuh, payah jantung, kegagalan fungsi hati dan

ginjal. Kulit pasien tampak eritema difus biasanya

disertai dengan demam, mengigil dan malese.

Bentuk psoriasis pustulosa generalisata dapat

kembali ke bentuk psoriasis eritroderma. Keduanya

membutuhkan pengobatan segera menenangkan

keadaan akut serta nenurunkan peradangan

sistemik, sehingga tidak mengancam jiwa.

Psoriasis kuku

Keterlibatan kuku hampir dijumpai pada

semua jenis psoriasis meliputi 40-50% kasus,

keterlibatan kuku meningkat seiring durasi dan

ekstensi penyakit. Kuku jari tangan berpeluang

lebih sering terkena dibandingkan dengan jari

kaki. Lesi beragam, terbanyak yaitu 65% kasus

merupakan sumur-sumur dangkal (pits). Bentuk


lainnya ialah kuku berwarna kekuning-kuningan

disebut yellowish dis-coloration atau oil spots,

kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis),

hiperkeratosis subungual merupakan penebelan

kuku dengan hiperkeratotik, abnormalitas lempeng

kuku berupa sumur-sumur kuku yang dalam dapat

membentuk jembatan-jambatan mengakibatkan

kuku hancur (crumbling) dan splinter haemorrhage.

Diagnosis psoriasis tidak sulit untuk bentuk

lesi spesifik, tetapi gambaran khas ini dapat

berubah setelah diobati. Perubahan lesi psoriasis

secara klinis maupun histopatologik membuat

diagnosis yang tepat sulit ditegakkan. Penentuan

diagnostik psoriasis sangat diperlukan karena

pengobatannya tidak sama dengan penyakit

inflamasi lain, misalnya eksema, akan tertolong

dengan pengobatan kortikosteroid tetapi psoriasis

dengan terapi ini akan berbahaya.

Psoriasis artritis

Psoriasis ini bermanifestasi pada sendi

sebanyak 30% kasus. Psoriasis tidak selalu

dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi seringkali

pasien datang pertama kali untuk keluhan sendi.

Keluhan pasien yang sering dijumpai adalah:

artritis perifer, entesitis, tenosinovitis, nyeri tulang

belakang, dan atralgia non spesifik, dengan gejala


kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi persisten,

atau nyeri sendi fluktuatif bila psoriasis kambuh.

Keluhan pada sendi kecil maupun besar, bila

mengenai distal interfalangeal maka umumnya

pasien juga mengalami psoriasis kuku. Bila

keluhan ini terjadi sebaiknya pasien segera dirujuk

untuk penanganan yang lebih komprehensif untuk

mengurangi komplikasi.

DIAGNOSIS BANDING

Psoriasis memiliki gambaran spesifik berupa

plak eritematosa dengan skuama yang memiliki

gambaran mirip dengan dermatosis, yang dapat

dilihat pada Tabel 26.1.

Tabel 26.1. Beberapa contoh diagnosis banding

psoriasis

Diagnosis Diagnosis banding

Plakat dermatitis numularis atau neuroder-

matitis, tinea korporis, liken planus,

LE, parapsoriasis, CTCL.

Fleksural dermatitis seboroik, dermatitis popok,

tinea kruris, kandidosis

Gutata Pitiriasis rosea, dermatits numularis,


erupsi obat, parapsoriasis, S11 , CTCL

Eritroderma Dermatitis atopik, dermatitis seboroik,

OKA, erupsi obat, PRP, Pitiriasis rosea,

fotosensitivitas, CTCL, limfoma kutis

Kuku Tinea ungium, kandidosis, traumatik

onikolisis, liken planus, 20 nail

distrophy, penyakit Darier

Skalp Dermatitis seboroik, tinea kapitis, PRP,

eritroderma, LE, karsinoma Bowen

Palmoplantar Dermatitis tangan, OKA, tinea, S11 ,

skabies, limfoma kuits

PPG Impetigo herpetiformis, pustular

dermatosis subkorneal, erupsi obat

pustulosa, akrodermatitis enteropatika

anak

LE= lupus eritematosa, CTCL=cell T cutaneous

lymphoma, OKA= dermatitis kontak alergik, PRP= pitiriasis

rubra pilaris.

HISTOPATOLOGIK

Pada pemeriksaan histopatologis psoriasis

plakat yang matur dijumpai tanda spesifik berupa:

penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam

dan penipisan epidermis di atas papila dermis. Masa

sel epidermis meningkat 3-5 kali dan masih banyak


dijumpai mitosis di atas lapisan basal. Ujung rete

ridge berbentuk gada yang sering bertaut dengan

rete ridge sekitarnya. Tampak hiperkeratosis

dan parakeratosis dengan pernp1san atau

menghilangnya stratum granulosum. Pembuluh

darah di papila dermis yang membengkak tampak

memanjang, melebar dan berkelok-kelok. Pada

lesi awal di dermis bagian atas tepat di bawah

epidermis tampak pembuluh darah dermis yang

jumlahnya lebih banyak daripada kulit normal.

lnfiltrat sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit

dan sel mast terdapat sekitar pembuluh darah.

Pada psoriasis yang matang dijumpai limfosit tidak

saja pada dermis tetapi juga epidermis. Gambaran

spesifik psoriasis adalah bermigrasinya sel radang

granulosit-neutrofilik berasal dari ujung subset

kapiler dermal mencapai bagian atas epidermis

yaitu lapsan parakeratosis stratum korneum yang

disebut mikroabses Munro atau pada lapisan

spinosum yang disebut spongioform pustules of

Kogoj.

FAKTOR PENCETUS

Faktor lingkungan jelas berpengaruh pada

pasien dengan predisposisi genetik. Beberapa faktor

pencetus kimiawi, mekanik dan termal akan memicu

psoriasis melalui mekanisme Koebner, misalnya

garukan, aberasi superfisial, reaksi fototoksik,


atau pembedahan. Ketegangan emosional dapat

menjadi pencetus yang mungkin diperantarai

mekanisme neuroimunologis. Beberapa macam

obat misalnya beta-bloker, angiotensin-converting

enzyme inhibitors, antimalaria, litium, nonsteroid

antiinflamasi, gembfibrosil dan beberapa antibiotik.

Bakteri, virus, dan jamur juga merupakan faktor

pembangkit psoriasis. Endotoksin bakteri, berperan

sebagai superantigen dapat mengakibatkan efek

patologik dengan aktivasi sel limfosit T, makrofag,

sel langerhans dan keratinosit. Penelitian sekarang

menunjukkan bahwa superantigen streptokokus

dapat memicu ekspresi antigen limfosit kulit yang

berperan dalam migrasi sel limfosit T bermigrasi ke

kulit. Walaupun pada psoriasis plakat tidak dapat

dideteksi antigen streptokokus, beberapa antigen

217

asing dan auto-antigen dapat memicu interaksi APC

dan limfosit T. Peristiwa hipersensitivitas terhadap

obat, imunisasi juga akan membangkitkan aktivasi

sel T. Kegemukan, obesitas, diabetes melitus

maupun sindroma metabolik dapat memperparah

kondisi psoriasis.

KOMPLIKASI

Pasien dengan psoriasis memiliki angka

morbiditas dan mortalitas yang meningkat terhadap


gangguan kardiovaskuler terutama pada pasien

psoriasis berat dan lama. Risiko infark miokard

terutama sekali terjadi pada pasien psoriasis muda

usia yang menderita dalam jangka waktu panjang.

Pasien psoriasis juga mempunyai peningkatan

risiko limfoma malignum. Gangguan emosional

yang diikuti masalah depresi sehubungan dengan

manifestasi klinis berdampak terhadap menurunnya

harga diri, penolakan sosial, merasa malu, masalah

seksual, dan gangguan kemampuan profesional.

Semuanya diperberat dengan perasaan gatal dan

nyeri, dan keadaan ini menyebabkan penurunan

kualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat terjadi

pada pasien eritroderma adalah hipotermia dan

hipoalbuminemia sekunder terhadap pengelupasan

kulit yang berlebihan juga dapat terjadi gagal jantung

dan pneumonia. Sebanyak 10-17% pasien dengan

psoriasis pustulosa generalisata (PPG) menderita

artralgia, mialgia dan lesi mukosa.

PENGOBATAN

Jenis pengobatan psoriasis yang tersedia

bekerja menekan gejala dan memperbaiki

penyakit. Tujuan pengobatan adalah menurunkan

keparahan penyakit sehingga pasien dapat

beraktivitas dalam pekerjaan, kehidupan sosial

dan sejahtera untuk tetap dalam kondisi kualitas

hidup yang baik, tidak memperpendek masa


hidupnya karena efek samping obat. Kebanyakan

pasien tidak dapat lepas dari terapi untuk

mempertahankan keadaan remisi.

Prinsip pengobatan yang harus dipegang

adalah:

• Sebelum memilih pengobatan harus dipikirkan

evaluasi dampak penyakit terhadap kulitas

hidup pasien. Dikategorikan penatalaksanaan

yang berhasil bila ada perbaikan penyakit,

mengurangi ketidaknyamanan dan efek

samping.

Mengajari pasien agar lebih kritis menilai

pengobatan sehingga ia mendapat informasi

sesuai dengan perkembangan penyakit

terakhir. Diharapkan pasien tidak tergantung

dokter, dapat mengerti dan mengenal obat

dengan baik termasuk efek sampingnya.

Menjelaskan bahwa pengobatan lebih

berbahaya dari penyakitnya sendiri.

Penetapan keparahan psoriasis penting

dilakukan untuk menentukan pengobatan,

diperkirakan 40 cara dipakai untuk penilaian

tersebut. Pengukuran keparahan psoriasis

yang biasa dilakukan dilapangan antara lain:

luas permukaan badan (LPB), Psoriasis Area

severity Index (PASI), dermatology life quality


Apakah psoriasis ringan (<3%)?

Apakah pasien menjadi tak berdaya karena psoriasis?

index (DLQI). Dinyatakan psoriasis dengan

keparahan ringan bila BSA kurang dari 3%

sedangkan bila BSA lebih dari 10% dinyatakan

psoriasis berat. Selain pengobatan topikal yang

diberikan secara runtun ataupun berpola rotasi

dan sekuensial, tersedia pula pengobatan

sistemik konvensional bahkan terapi biologik

yang menawarkan penanganan lebih mengarah

ke sasaran patofisiologik psoriasis.

Namun pemilihan pengobatan tidak semudah

yang tersebut di atas karena ada faktor lain

yang memengaruhi: lokasi lesi, umur, aktivitas,

waktu dan kesehatan pasien secara umum juga

menentukan Terapi psoriasis mengikuti algoritma

sebagai berikut :

Topikal kortikosteroid

Topikal kortikosteroid bekerja sebagai

antiinflamasi, antiproliferasi, dan vasokonstriktor

masih tetap banyak dipakai dalam pengobatan

psoriasis secara tunggal atau kombinasi. Terapi

jenis ini masih diminati oleh banyak dokter maupun

pasien karena efektif, relatif cepat, ditoleransi dengan

baik, mudah digunakan, dan tidak terlalu mahal

dibandingkan terapi altematif lainnya. Berdasarkan


keparahan dan letak lesi, dapat digunakan berbagai

kelas kekuatan kortikosteroid topikal (menurut

Stoughton-Cornell) yang merespons mekanisme

vasokonstriktor pembuluh darah kulit. Obat tersedia

dalam vehikulum beragam, misalnya krim, salap,

solusio, bahkan bedak, gel, spray, dan foam.

Resistensi adalah gejala yang sering terlihat

dalam pengobatan keadaan ini disebabkan oleh

proses takifilaksis. Bila dalam 4-6 minggu lesi tidak

membaik, pengobatan sebaiknya dihentikan, diganti

dengan terapi jenis lain, sedangkan kortikosteroid

superpoten hanya diperbolehkan 2 minggu.

Pemakaian secara oklusi hanya diperkenankan

untuk daerah telapak tangan dan kaki. Harus

diingat psoriasis sensitif terhadap kortikosteroid,

tetapi juga resisten dengan obat yang sama, hal ini

terjadi karena takifilaksis. Psoriasis di daerah siku

lutut, telapak tangan tampaknya berespons lambat

dengan kortikosteorid, sebaliknya lesi pada daerah

fleksural atau daerah dengan kulit yang relatif tipis,

misalnya kelopak mata dan genital, berefek baik

terhadap kortikosteroid.

Efek samping yang mengancam cukup banyak,

seperti penipisan kulit, atrofik, striae, telangiekrasis,

erupsi akneiformis, rosasea, dermatitis kontak,

perioral dematitis, absorbsi sistemik yang dapat

menimbulkan supresi aksis hipothalamus pituitari.


Kalsipotriol/Kalsipotrien

Kalsipotriol adalah analog vitamin D yang

mampu mengobati psoriasis ringan sampai

sedang. Mekanisme kerja dari sediaan ini

adalah antiproliferasi keratinosit, menghambat

proliferasi sel, dan meningkatkan diferensiasi juga

menghambat produksi sitokin yang berasal dari

keratinosit maupun limfosit. Kalsipotriol merupakan

pilihan utama atau kedua pengobatan topikal.

Walaupun tidak seefektif kortikosteroid superpoten,

namun obat ini tidak memiliki efek samping yang

219

mengancam seperti kortikosteroid. Dermatitis

kontak iritan merupakan efek samping terbanyak

yang dijumpai, pemakaian 100 g seminggu dapat

meningkatkan kadar kalsium darah.

Kalsipotrien tersedia dalam bentuk krim

salap atau solusio yang dipakai dua kali sehari:

sedangkan bentuk salap cukup dioles sekali

sehari. Respons terapi terlihat lambat bahkan

awalnya terlihat lesi menjadi merah. Penyembuhan

baru tampak setelah pemakaian obat 53,5 hari

(berkisar 14-78 hari). Reaksi iritasi berupa gatal

dan rasa terbakar dapat mengawali keberhasilan

terapi, tetapi adapula yang tetap teriritasi dalam

pemakaian ulangan. Lesi dapat menghilang


sempuma, eritema dapat pula bertahan.

Vitamin D lebih efektif dibandingkan dengan

emolien ataupun tar untuk meredakan gejala

psoriasis, namun setara dengan kortikosteroid

poten. Kortikosteroid poten lebih efektif sedikit

dibandingkan dengan vitamin D untuk pengobatan

psoriasis kulit kepala. Obat topikal paling efektif

adalah kortikosteroid superpoten yang mempunyai

efek samping yang harus menjadi perhatian ketat.

Vitamin D dan kortikosteroid poten mempunyai

efektivitas terhadap psoriasis yang sangat baik

bila dibandingkan dengan vitamin D tunggal atau

kortikosteroid.

Retinoid topikal

Acetylenic retinoid adalah asam vitamin

A dan sintetik analog dengan reseptor f3 dan

y. Retinoid meregulasi transkripsi gen dengan

berikatan RAR-RXR heterodimer, berikatan

langsung elemen respons asam retinoat pada sisi

promoter gen aktivasi. Tazaroten menormalkan

proliferasi dan diferensiasi kerinosit serta

menurunkan jumlah sel radang. Tazaroten telah

disetujui FDA sebagai pengobatan psoriasis.

Reaksi iritasi (dermatitis tazaroten), juga dapat

mengakibatkan reaksi fototoksik. Tazarotene

0.1% lebih efektif dibandingkan dengan 0.05%,

pada pemakaian 12 minggu sediaan ini


lebih efektif dibandingkan vehikulum dalam

meredakan skuama dan infiltrat psoriasis.

Ter dan Antralin

Ter berasal dari destilasi destruktif bahan

organik, misalnya kayu, batubara, dan fosil ikan

(antara lain iktiol). Conteh ter kayu, ialah minyak

cemara, birch, beech (nothofagus) dan cade

Guniperus oxycedarus) tidak bersifat fotosensitasi

namun lebih alergenik dari ter batu bara. Ter batu

bara (coal tar) dihasilkan dari produk sampingan

destilasi destruksi batu bara yang mengandung

benzen, toluen, xylene, kresol, antrasen, dan pitch.

Pada percobaan mencit, coal tar menghambat

sintesis DNA. Pada kulit normal, salap coal tar 5%

mengakibatkan hiperplasia sementara, yang diikuti

dengan reduksi sebesar 20% ketebalan epidermis

dalam 40 hari. Bila tar dilarutkan dalam alkohol,

disebut likuor karbonis deterjen yang berbentuk

lebih estetis namun efektivitas lebih rendah

dibandingkan dengan ter batubara kasar (crude

coal tar). Tar dapat dikombinasi dengan ultraviolet B

(UVB) yang dikenal dengan rejimen Goeckerman,

yang meningkatkan khasiatnya. Ter merupakan

senyawa aman untuk pemakaian psoriasis

ringan sampai sedang, namun pemakaiannya

mengakibatkan kulit lengket, mengotori pakaian,

berbau, kontak iritan, terasa terbakar dan dapat


terjadi fotosenstifitas.

Antralin disebut juga ditranol mempunyai efek

antimitotik dan menghambat enzim proliferasi.

Sediaan ini juga dapat dipakai sebagai kombinasi

dengan fototerapi yang dikenal dengan formulasi

Ingram. Biasanya dimulai dengan antralin

konsentrasi terendah 0.05% sekali sehari kemudian

ditingkatkan sampai menjadi 1 % dengan kontak

singkat (15-30 menit) setiap hari. Obat ini mampu

membersihkan lesi psoriasis. Efek samping yang

dijumpai adalah iritasi dan memberikan noda pada

bahan-bahan tenun.

Fototerapi

Fototerapi yang dikenal ultraviolet A

(UVA) dan ultraviolet B(UVB). Fototerapi

memiliki kemampuan menginduksi apoptosis,

imunosupresan, mengubah profil sitokin dan

mekanisme lainnya. Diketahui efek biologik UVB

terbesar pada kisaran 311-313 nm oleh karena

itu sekarang tersedia lampu UVB (TL-01) yang

dapat memancarkan sinar monokromatik dan

disebut spektrum sempit (narrowband). Dalam

berbagai uji coba penyinaran 3-5 kali seminggu

dengan dosis eritemogenik memiliki hasil yang

efektif. Bila dibandingkan dengan UVB spektrum

luas, UVB spektrum sempit dosis suberitemogenik

nampaknya lebih efektif. Psoriasis sedang sampai


berat dapat diobati dengan UVB, kombinasi dengan

ter meningkatkan efektivitas terapi. Efek samping

cepat berupa sunburn, eritema, vesikulasi dan kulit

kering. Efek jangka panjang berupa penuaan kulit

dan keganasan kulit yang masih sulit dibuktikan.

Bila dilakukan di klinik, kombinasi UVB dengan ter

dan antralin, memiliki masa remisi berlangsung

lama pada 55% pasien.

Pemakaian UVB spektrum sempit lebih

banyak dipilih karena lebih aman dibandingkan

dengan PUVA (psoralen dan UVA) yang

dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa,

karsinoma sel basal dan melanoma malignan

pada kulit. Peningkatan keganasan kulit karena

UVB spektrum sempit sampai saat ini belum bisa

ditetapkan dan masih dalam penyelidikan.

Sistemik

Untuk menentukan pengobatan sistemik

sebaiknya mengikuti algoritma yang membutuhkan

penanganan semacam ini biasanya dipakai pada

psoriasis berat termasuk psoriasis plakat luas,

eritroderma atau psoriasis pustulosa generalisata

atau psoriasis artritis.

Metotreksat merupakan pengobatan yang

sudah lama dikenal dan masih sangat efektif untuk

psoriasis maupun psoriasis artritis. Mekanisme


kerjanya melalui kompetisi antagonis dari enzim

dehidrofolat reduktase. Metotreksat memiliki

struktur mirip dengan asam folat yang merupakan

substrat dasar enzim tersebut. Enzim dehidrofolat

reduktase mampu mengkatalisis asam folat

menjadi berbagai kofaktor yang diperlukan oleh

beragam reaksi biokimia termasuk sintesis DNA.

Metotreksat mampu menekan proliferasi limfosit

dan produksi sitokin, oleh karena itu bersifat

imunosupresif. Penggunaannya terbukti sangat

berkhasiat untuk psoriasis tipe plakat berat

rekalsitran, dan juga merupakan indikasi untuk

penanganan jangka panjang pada psoriasis

berat seperti psoriasis pustulosa dan psoriasis

eritroderma. Metabolit obat ini dieksresikan oleh

ginjal, karena bersifat teratogenik. Oleh karena

itu, metotreksat tidak boleh diberikan pada ibu

hamil. Metotreksat berinteraksi dengan sejumlah

obat, mengganggu fungsi hati dan dan sistem

hematopoetik. Dosis pemakaian untuk dewasa

dimulai dengan dosis rendah 7.5-15mg setiap

minggu, dengan pemantauan ketat pemeriksaan

fisik dan penunjang.

Asitretin merupakan derivat vitamin A yang

sangat teratogenik, efek terhadap peningkatan

trigliserida dan mengganggu fungsi hati. Oasis

yang dipakai berkisar 0.5-1 mg per kilogram berat


badan perhari. Siklosporin adalah penghambat

enzim kalsineurin sehingga tidak terbentuk gen

interleukin-2 dan inflamasi lainnya. Dosis rendah:

2,Smg/kgBB/hari dipakai sebagai terapi awal,

dengan dosis maksimum 4mg/kgBB/hari. Respons

makin baik bila dosis lebih tinggi. Hipertensi

dan toksik ginjal adalah efek samping yang

harus diperhatikan, dan beberapa peneliti juga

mengkhawatirkan keganasan. Obat ini memiliki

interaksi dengan beberapa macam obat, dapat

berkompetisi menghambat sitokrom P-450.

Agen biologik

Obat ini bekerja dengan menghambat

biomolekuler yang berperan dalam tahapan

patogenesis psoriasis. Terdapat tiga tipe obat yang

beredar di pasaran, yaitu recombinant human

cytokine, fusi protein, dan monoklonal antibodi.

Perkembangan agen biologik ini sangat pesat

dan yang dikenal adalah alefacept, efalizumab,

infliximab, dan ustekinumab. Pemakaian terbatas

pada kasus yang berat atau yang tidak berhasil

dengan pengobatan sistemik klasik. Efek samping

yang harus diperhatikan adalah infeksi karena

agen ini bersfat imunosupresif, reaksi infus dan

pembentukan antibodi serta pemakaian jangka

panjang masih harus evaluasi.

PENUTUP
Sampai saat ini pengobatan psoriasis tetap

hanya bersifat remitif, kekambuhan yang boleh

dikatakan hampir selalu ada mengakibatkan

pemakaian obat dapat berlangsung seumur

hidup. Menjaga kualitas hidup pasien dengan efek

samping yang rendah menjadi seni pengobatan

psoriasis yang akan terus berkembang.

Anda mungkin juga menyukai