Anda di halaman 1dari 7

ERITROPAPULOSKUAMOSA (EPS)

DEFINISI : adalah kelompok penyakit yang ditandai dengan adanya makula eritem,
papula eritem, plak eritem dan skuama
KLASIFIKASI :
EPS Sejati (True EPS)
1. Psoriasis
2. Dermatitis seboroik
3. Pitiriasis rosea
4. Eritroderma
5. Parapsoriasis
6. Pitiriasis rubra pilaris
7. Liken planus
8. Liken striatus
9. Liken nitidus
Menyerupai EPS (EPS like)
1. Dermatofitosis
2. Tinea versikolor
3. Drug eruption
4. Sifilis II
5. Lupus eritematosus
6. Morbus hansen
7. Mikosis fungoides

PSORIASIS
DEFINISI
Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit yang sering dijumpai, bersifat k
ronik residif, etiologi tidak diketahui. Karakteristik penyakit berupa makula er
item atau papula-papula eritem, berbatas tegas, dengan skuama yang kasar, berlap
is-lapis putih atau transparan seperti mika.
EPIDEMIOLOGI :
- Terdapat di seluruh dunia
- Insidens penyakit antara 1-3% penduduk
- Mengenai semua umur, onset terutama dewasa muda (15-30 tahun), insidens
pada laki-laki sama banyak dengan perempuan
PATOGENESIS
Etiologi dan pathogenesis psoriasis belum diketahui secara pasti, namun beberapa
peneliti sepakat bahwa faktor imunologik dan genetik sangat berperan dalam pato
genesis penyakit. Penyakit ini ditandai dengan hiperproliferasi epidermis karena
terjadi peningkatan 6-7 kali rata-rata turnover epidermis dan memendeknya waktu
pematangan keratinosit (dari 27 hari menjadi 3-4 hari) disertai proses peradang
an pada epidermis dan dermis.
Limfosit T dan sitokin yang dihasilkannya memegang peranan penting dalam imunopa
togenesis psoriasis. Terdapat overekspresi dari sitokin tipe 1 seperti IL-2, IL-
6, IL-8, IL-12, IFN-γ, dan TNF-α, juga IL-8. Suatu stimulus intrinsik maupun ekstrinsi
k akan mengaktifkan limfosit T dan sel dendritik, selanjutnya limfosit T yang te
lah teraktivasi akan menuju kulit dan mengeluarkan sitokin, kemokin, dan faktor
pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi keratinosit serta gangguan diferens
iasi dan respons angiogenetik jaringan.
GEJALA KLINIS:
- Penyakit dimulai dengan papul eritem yang kecil, kemudian meluas menjadi
sebesar gutata, numular, plakat atau lebih luas lagi, ditutupi skuama yang kasa
r, berlapis-lapis, putih atau transparan seperti mika.
- Rasa gatal umumnya ringan sampai sedang, keadaan umum biasanya tidak ter
ganggu.
- Psoriasis dapat mengenai mukosa, sendi maupun kuku. Pada mukosa berupa g
eographic tongue; pada sendi berupa keluhan nyeri, sendi membesar, bersifat poli
artikular terutama pada interfalang distal. Pada kuku penderita dapat ditemukan
kelainan berupa pitting nail, diskolorasi, leukonikia, onikodistrofi, onikolisis
, subungual hyperkeratosis, splinter hemorrhage.
- Pada psoriasis terdapat tanda yang khas yaitu fenomena tetesan lilin dan
tanda Auspitz, sedangkan fenomena Kobner hanya 47% yang positif dan terdapat pa
da penyakit lain, misalnya liken planus, vitiligo, dan veruka plana juvenilis.
- Fenomena tetesan lilin ialah bila pada lesi yang masih berskuama digores
akan tampak garis putih seperti lilin yang digores. Hal ini disebabkan terdapat
perbedaan indeks bias yang timbul setelah udara memasuki lapisan skuama.
- Tanda Auspitz yaitu bila skuama dilepas selapis demi selapis dengan meng
gunakan pinset, atau dikerok dengan pinggir gelas objek, pada suatu saat tampak
adanya titik-titik perdarahan yang disebabkan adanya papilomatosis.
- Fenomena Koebner/respons isomorfik adalah timbulnya lesi serupa dengan k
elainan psoriasis dalam 8-10 hari, bila pada kulit penderita digores (trauma). S
ecara klinis bila penderita sering menggaruk kelainan kulitnya, maka fenomena in
i akan ditemukan berupa beberapa lesi yang tersusun linier
HISTOPATOLOGI :
Pada sebagian besar kasus, diagnosis kerja dapat ditegakkan dari gambaran klinis
. Gambaran histopatologis yang khas pada psoriasis adalah pada epidermis terdapa
t hiperkeratosis (penebalan stratum korneum, parakeratosis (terdapatnya inti pad
a stratum korneum, akantosis (penebalan stratum spinosum) dengan pemanjangan ret
e ridges, dan terdapat mikroabses Munro berupa kumpulan netrofil pada stratum sp
inosum. Pada dermis terdapat papilomatosis, yaitu papila dermis yang memanjang,
bercabang dan berkelok-kelok sampai ke stratum korneum dan hipervaskularisasi di
subepidermis
MANIFESTASI KLINIS PSORIASIS :
1. Psoriasis vulgaris, psoriasis tipe plak, chronis stationary psoriasis.
Merupakan bentuk yang paling sering, sekitar 90% kasus. Predileksi : bagian ekst
ensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala berambut, umbilikus, dae
rah lumbosakral, intragluteal, bokong dan genital. Lesi-lesi kecil dapat konflue
ns membentuk plak yang tepinya menyerupai peta (psoriasis geografika).
2. Psoriasis gutata.
Lesi umumnya berukuran gutata (2-5 mm), timbul tiba-tiba dengan didahulu
i infeksi streptokokus beberapa minggu sebelumnya, seperti faringitis. Terutama
mengenai anak-anak dan dewasa muda (dibawah 30 tahun). Lesi biasanya mengenai ba
dan dan ekstremitas bagian proksimal, skuama tidak terlalu tebal, pada pemeriksa
an lab titer ASTO (+).
3. Psoriasis inversa:
Distribusi lesi pada daerah fleksural, daerah lipatan seperti aksila, in
framammae, inguinal, intergluteal, perianal. Disebut juga psoriasis fleksural.
4. Psoriasis pustulosa
Lesi berupa pustul yang steril. Pada penderita psoriasis, mula-mula terdapat pem
bentukan lake of pus yang terjadi tiba-tiba, pada tepi lesi, telapak tangan maup
un periungual; kemudian timbul generalisata. Adanya rasa gatal dan panas, pasien
tampak sakit disertai demam. Episode ini terjadi pada psoriasis vulgaris yang w
ithdrawal pemberian kortikosteroid sistemik. Terdapat dua varian klinis psoriasi
s pustulosa, yaitu psoriasis pustulosa generalisata (tipe von Zumbusch); serta b
entuk lokalisata yaitu psoriasis pustulosa palmaris et plantaris (tipe Barber).
5. Eritroderma psoriatika
Bila mengenai hampir atau seluruh permukaan kulit. Bentuk ini dapat merupakan ps
oriasis vulgaris yang meluas/ memburuk atau karena pengobatan yang tidak diharap
kan/pengobatan topikal yang terlalu kuat (misalnya UVB, antralin), disebabkan ka
rena reaksi fenomena Koebner yang generalisata.
6. Sebopsoriasis/ seboriasis
Beberapa kasus psoriasis menyerupai dermatitis seboroik, yaitu skuama ta
mpak lebih berminyak, berwarna kekuningan. Selain berlokasi pada tempat yang laz
im, ditemukan pula plak eritem dengan skuama tebal pada scalp, wajah, aksila, in
framammae, yang merupakan daerah seborea.
DIAGNOSIS BANDING:
- Dermatitis seboroik
- Dermatofitosis
- Sifilis sekunder
PENGOBATAN
- Hindari/ atasi faktor pencetus
- Topikal :
o Kortikosteroid potensi sedang sampai sangat kuat
o Preparat tar : liliquor carbonas detergent 3-5% (antimitotik), dapat pul
a dikombinasikan dengan asam salisilat 3-5% (keratolitik). Untuk kulit kepala di
berikan dalam bentuk tingtura, sedangkan untuk kulit dalam bentuk salep
o Antralin
o Vit D3 dan analog : kalsipotriol
o Makrolaktam (calcineurin inhibitor) : tacrolimus, pimecrolimus
o Pengobatan dengan fototerapi antara lain: UVA, PUVA, kombinasi preparat
tar dengan UV seperti cara Goeckerman atau cara Ingram, narrow band UVB.
- Sistemik : metotreksat, siklosporin, etretinat, kortikosteroid diberikan
atas indikasi pada kasus-kasus tertentu.
PROGNOSIS :
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad functionam ad bonam
Quo ad sanationam dubia

DERMATITIS SEBOROIK
DEFINISI
Penyakit eritropapuloskuamosa yang paling sering, berhubungan dengan peningkatan
produksi sebum pada daerah seboroe/ daerah seboroik, bersifat kronis residif.
Penyakit ini bervariasi dari ringan sampai berat, termasuk bentuk skuama psorias
iformis, pitiriasiformis atau eritroderma. Dermatitis seboroik merupakan salah s
atu kelainan kulit yang sering ditemukan pada penderita HIV/AIDS, yaitu lebih da
ri 85%.
EPIDEMIOLOGI
- Kejadian penyakit berhubungan dengan aktivitas kelenjar sebasea, yang ak
tif pada bayi baru lahir akibat pengaruh hormon androgen ibu, dan kemudian aktif
kembali pada usia 18-40 tahun. Dapat pula terjadi pada orang yang lebih tua
- Insidensi 3-5 % dari populasi, laki-laki lebih sering dibandingkan perem
puan.
- Faktor presipitasi : kelelahan, stres emosional, infeksi.
ETIOLOGI :
Belum diketahui pasti, diduga berhubungan dengan adanya infeksi Pityrosporum ova
le. Pada lesi ditemukan jumlah Pityrosporum ovale meningkat dan berkurang setela
h diberikan pengobatan. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa
status seboroik yang diturunkan.
GAMBARAN KLINIS :
- Lesi berupa makula atau papula eritem dengan skuama kekuningan, tampak b
erminyak. Keadaan umum penderita umumnya tidak terganggu. Rasa gatal bervariasi
dari ringan sampai berat.
- Predileksi : daerah seborea, yaitu scalp, dahi, glabela, alis mata, kelo
pak mata, bibir, lipatan nasolabial, belakang telinga, lubang telinga, aksila, i
nterskapuler, sterna, areola mammae, inframammae pada wanita, umbilikus, inguina
l, lipat paha, lipat gluteal, dan anogenital.
- Manifestasi klinis lain dari dermatitis seboroik :
o Pitiriasis sika, merupakan bentuk dermatitis seboroik yang kering berupa
skuama-skuama halus pada kulit kepala berambut (ketombe).
o Pitiriasis steatoides/ pitiriasis oleosa merupakan tipe yang berminyak,
kelainan kulit berupa eritem, papel, dengan skuama yang berminyak, kekuningan, d
an rambut cenderung rontok. Pada tipe berminyak yang berat, disertai eksudasi da
n krusta yang tebal, berbau.
o Bila terjadi pada bayi, skuama kuning kecoklatan dengan debris yang mele
kat pada kulit kepala disebut cradle cap.
o Pada bayi dapat meluas ke seluruh tubuh disebut penyakit Leiner, biasany
a disertai diare dan gangguan pertumbuhan.
o Pada dewasa sering mengenai daerah wajah, badan, daerah lipatan, bila me
ngenai hampir seluruh tubuh dapat menyebabkan eritroderma.
Pemeriksaan penunjang :
Pada tipe yang berminyak dapat dilakukan tes dengan kertas rokok ï € kertas tampak ber
minyak (tes kertas sigaret)
HISTOPATOLOGIS
Diagnosis kerja umumnya dapat ditegakkan dari gambaran klinis. Pemeriksaan histo
patologis hampir sama dengan psoriasis vulgaris.
DIAGNOSIS BANDING
- Psoriasis
- Dermatofitosis
- Kandidiasis intertriginosa
- Otomikosis
PENGOBATAN
- Dianjurkan untuk mengurangi makanan berlemak
- Topikal:
o Kortikosteroid
o Sampo selenium sulfide/ selsun dipakai 2-3x/minggu, atau sampo ketokonaz
ol digunakan 2x / minggu
o Tingtura liquor carbonas detergent 3-5%
PROGNOSIS:
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad funtionam ad bonam
Quo ad sanationam dubia ad malam

PITIRIASIS ROSEA
DEFINISI:
Penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebuah lesi inisial berupa bercak
eritem dengan skuama halus pada bagian tepi, diikuti timbulnya lesi-lesi yang le
bih kecil di badan, lengan dan paha dan tersusun sesuai dengan lipatan kulit. Pe
nyakit ini merupakan self limiting disease.
EPIDEMIOLOGI :
- Terdapat di seluruh dunia
- Perempuan sedikit lebih sering dibandingkan laki-laki.
- Umumnya mengenai dewasa muda (15-40 tahun)
ETIOLOGI : tidak diketahui pasti, diduga disebabkan oleh virus.
GAMBARAN KLINIS :
â ¢ Pada umumnya tidak terdapat gejala konstitusi, bila ada biasanya ringan berupa f
lu-like symptom. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan sampai sedang.
â ¢ Penyakit dimulai dengan timbulnya lesi kulit berupa makula eritem dengan skuama
halus (pitiriasiformis) yang melekat pada tepi lesi (skuama kolaret). Lesi serin
g soliter berbentuk lonjong atau anular dengan diameter kira-kira 2-4 cm, terlet
ak di badan. Lesi pertama ini disebut sebagai herald patch. Empat sampai sepuluh
hari kemudian timbul lesi-lesi sama yang lebih kecil secara serentak, garis pan
jang lesi tersusun mengikuti garis kulit. Pada punggung lesi sejajar costa sehin
gga memberikan gambaran seperti pohon cemara. Setelah 3-8 minggu kelainan kulit
akan menghilang secara spontan dan hampir tidak pernah diderita untuk kedua kali
nya.
â ¢ Predileksi: badan, lengan atas, paha atas (daerah yang tertutup).
HISTOPATOLOGIS : diagnosis kerja umumnya dapat ditegakkan dari anamnesis dan ga
mbaran klinis. Pemeriksaan histopatologis dilakukan bila diagnosis pitiriasis ro
sea meragukan.
DIAGNOSIS BANDING :
- Dermatitis seboroik
- Tinea versikolor
- Tinea korporis
- Sifilis sekunder
- Drug eruption
- Psoriasis gutata
PENGOBATAN :
Topikal : - simtomatik
- kortikosteroid potensi sedang
Sistemik : antihistamin
PROGNOSIS :
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad funstionam ad bonam
Quo ad sanationam ad bonam

ERITRODERMA
DEFINISI
Suatu sindrom yang ditandai adanya kelainan kulit berupa eritem yang mengenai se
luruh tubuh atau hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama. Terdapat gejala
konstitusi berupa demam dan badan menggigil.
Nama lain : dermatitis eksfoliativa, pitiriasis rubra
EPIDEMIOLOGI :
- Umumnya mengenai orang tua (> 50 tahun).
- Laki-laki lebih banyak dari perempuan
ETIOLOGI :
1. Alergi obat-obatan secara sistemik.
2. Perluasan penyakit kulit sebelumnya, misalnya psoriasis, dermatitis atop
ik, dermatitis seboroik, pemfigus foliaseus, dermatosa fotosensitif, dermatitis
kontak, pitiriasis rubra pilaris.
3. Penyakit sistemik, termasuk keganasan misalnya sindroma Sézary.
4. Idiopatik sekitar 20%
PATOFISIOLOGI
- Karena terdapat vasodilatasi seluruh tubuh menyebabkan aliran darah ke k
ulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Penderita merasa dingin, men
ggigil dan hipotermia, penguapan cairan yang meningkat dapat menyebabkan dehidra
si.
- Adanya kehilangan skuama > 9 gram /m2 menyebabkan kehilangan protein, da
pat menyebabkan edema.

GEJALA KLINIS
- Adanya lesi kulit yang universalis, berupa makula eritem disertai skuama
. Pada eritroderma yang kronik umumnya penderita datang dalam keadaan kulit yang
berskuama, hiperpigmentasi, eritemnya sendiri tidak begtu jelas. Pada alergi ob
at, kulit akan eritem pada stadium awal, baru kemudian timbul skuama.
- Pada yang kronik, terdapat edema, likenifikasi dan indurasi. Ektropion d
an epifora dapat timbul sekunder karena kelainan periorbital kronik. Dapat ditem
ukan keratoderma palmoplantar lebih dari 80% kasus.
- Dapat disertai kelainan kuku seperti onikolisis, subungual hyperkeratosi
s, splinter hemorrhages, paronikia, Beau's lines, dan kadang-kadang onikomadesis
- Gejala konstitusi berupa demam dan menggigil. Penderita dapat merasa san
gat gatal.
- Umumnya penyakit berjalan kronis berbulan-bulan, kecuali bila disebabkan
oleh alergi obat.
- Komplikasi : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, high output ca
rdiac failure, infeksi sekunder, sepsis, adult respiratory distress syndrome, hi
polbumin, mortalitas 7%
Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik.
Histopatologis :
Diagnosis kerja umumnya dapat ditegakkan dari gambaran klinis. Pada gambaran his
topatologis tidak terdapat perbedaan yang berarti untuk menentukan etiologi.
PENGOBATAN
- Sesuai etiologi, simtomatik, dan mengatasi komplikasi
- Topikal: diberikan emolien
- Suportif: pemberian cairan, elektrolit, protein bila diperlukan.
- Steroid sistemik bila penyebabnya adalah alergi obat-obatan. Bila penyeb
abnya tidak dapat ditemukan, steroid dapat mengurangi gejala penyakit, tetapi pa
da penderita kemudian dapat mengalami ketergantungan steroid
PROGNOSIS: tergantung penyebab, bila disebabkan alergi obat, prognosis baik

DAFTAR PUSTAKA
1. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrickâ s dermatology in g
eneral medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill Incorporation; 2008. h. 170-9
3.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrewsâ diseases of the skin clinical derma
tology. Edisi ke-10. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006.
3. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Color atlas & synopsis
of clinical dermatology common & serious diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw
Hill Incorporation; 2001.
4. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 1999. h. 173-85.
5. Blauvelt A. Pityriasis rosea. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, G
ilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrickâ s dermatology in general
medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill Incorporation; 2008. h. 362-6.
6. Plewig G, Jansen T. Seborrheic dermatitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith L
A, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrickâ s dermatolo
gy in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill Incorporation; 2008. h
. 219-25.
7. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative dermatitis. Dalam:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting.
Fitzpatrickâ s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill In
corporation; 2008. h. 225-32.

Anda mungkin juga menyukai