Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

MILIARIA

Disusun oleh:
Ivan Laurentius
NIM: 112014309

Pembimbing:
Dr.Endang, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 21 DESEMBER 2015 - 23 JANUARI 2016
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah diberikan
kepada saya untuk membuat referat ini. Saya juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung. Salah satunya adalah dr.
Endang, Sp.KK sebagai pembimbing saya dan sebagai pemberi informasi, kritikan, dan saran
yang membangun saya untuk lebih baik lagi.
Saya sadar bahwa referat ini masih banyak kekurangannya. Tetapi saya telah berusaha
untuk membuat referat yang berguna bagi para pembaca. Karena itu, saya mengharapkan
adanya kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca demi perkembangan saya
ke depan.
Saya mengharapkan referat ini dapat digunakan untuk kepentingan para pembaca,
serta dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya dan selamat membaca.

Jakarta, 27 Desember 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
Bab II Tinjauan Pustaka 5
2.1 Definisi 5
2.2 Epidemiologi 5
2.3 Etiologi 5
2.4 Patogenesis 6
2.5 Manifestasi klinis 7
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding 9
2.7 Penatalaksanaan 11
2.8 Komplikasi 11
2.9 Prognosis 11
Bab III Kesimpulan 12
Daftar Pustaka 13

BAB I

3
PENDAHULUAN

Miliaria atau yang lazim dikenal biang keringat adalah masalah pada kulit berupa
kelainan pada duktus kelenjar ekrin. Miliaria merupakan masalah yang umum ditemukan
pada kondisi udara panas dan lembab, seperti pada iklim tropis atau musim panas. Walaupun
dapat mengenai individu berbagai usia, miliaria paling sering ditemukan pada anak-anak dan
bayi akibat belum sempurnanya perkembangan kelenjar keringat mereka. Miliaria
diakibatkan adanya obstruksi pada salurang kelenjar keringat, sehingga terjadi kebocoran
hasil keringat ekrin ke dalam epidermis atau dermis.
Berdasarkan tingkat obstruksi duktus kelenjar sebasea, miliaria dibagi menjadi tiga
subtipe utama: miliaria kristalina, miliaria rubra, dan miliaria profunda.
Stimulus utama terbentuknya miliaria adalah suasana udara yang panas dan lembab
sehingga memicu peningkatan produksi keringat. Tertutupnya kulit oleh pakaian, verban,
transdermal patches, atau lembaran plastik (dalam kondisi eksperimen) dapat berkontribusi
dalam penimbunan keringat di permukaan kulit dan overhidrasi stratum korneum.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Definisi
Miliaria adalah kelainan kulit berupa erupsi papulovesikular multiple nonfolikular 1-3
mm yang disebabkan oleh keluarnya keringat ekrin ke epidermis atau dermis akibat pecahnya
duktus kelenjar keringat ekrin yang tersumbat.1-3

2.2 Epidemiologi
Data tentang kejadian miliaria pada bayi baru lahir dalam sebuah survei Jepang lebih
dari 5000 bayi terkena miliaria. Survei ini mengungkapkan bahwa terdapat 225 (4,5%)
neonatus dengan usia rata-rata 1 minggu terkena miliaria kristalina, 200 (4%) neonatus,
dengan usia rata-rata 11-14 hari terkena miliaria rubra. Sebuah studi 2006 survei dari Iran
menemukan kejadian miliaria 1,3% pada bayi baru lahir serta sebuah survei pasien anak-anak
di Timur Laut India menunjukkan kejadian miliaria sebesar 1,6%
Fakta menyebutkan, hampir 90 % bayi di Indonesia pernah mengalami masalah kulit.
Salah satu masalah kulit yang sering dialami oleh bayi adalah miliaria atau biang keringat.
Salah satu penyebabnya ialah terbatasnya pengetahuan dan informasi mengenai kurang
tepatnya perawatan kulit bayi. Fungsi pada kulit bayi belum sempurna. Kulit bayi lebih
lembut dibandingkan kulit dewasa. Perbedaan lainnya, kulit bayi lebih tipis, ikatan antar sel
lebih longgar, produksi kelenjar keringat dan kelenjar minyak relative lebih sedikit.4

2.3 Etiologi
Miliaria disebakan oleh adanya sumbatan pada kelenjar keringat ekrin. Tiga bentuk
miliaria (miliaria kristalina/sudamina, miliaria rubra/prickly heat, dan miliaria profunda)
terjadi akibat baik oleh adanya obliterasi ataupun oleh adanya gangguan pada saluran kelenjar
keringat. Tipe miliaria ini berbeda dalam bentuk gejala klinis akibat adanya perbedaan level
dimana letak obliterasi ini terjadi, meskipun beberapa penulis meyakini bahwa adanya
gangguan pada duktus kelenjar keringat ini lebih memegang peranan penting dibandingkan
dengan tingkat obliterasinya. Pada miliaria kristalina, obstruksi yang terjadi sangat superficial
pada stratum corneum dan vesikel terletak pada subcorneum. Pada miliaria rubra, perubahan
lebih lanjut yang terjadi termasuk keratinisasi dari bagian intraepidermal dari saluran kelenjar
keringat, dengan adanya kebocoran dan pembentukan vesikel di sekitar saluran. Sedangkan
pada miliari profunda, terdapat ruptur pada saluran kelenjar keringat pada tingkat atau
dibawah dermal-epidermal junction.5

5
Gambar 1. Patogenesis Miliaria
(Sumber: Shimizus Textbook of Dermatology)

Staphylococcus diduga juga mempunyai peranan. Staphylococcus epidermidis


menginduksi terjadinya miliaria dalam situasi eksperimen dengan memproduksi senyawa
polisakarida ekstraselular. Senyawa polisakarida ini dapat mengobstruksi aliran keringat ke
permukaan kulit. Oklusi ini mengganggu sekresi kelenjar keringat secara normal, sehingga
terjadi peningkatan tekanan dan pada akhirnya menyebabkan rupturnya kelenjar maupun
duktus keringat. Keringat yang masuk ke dalam jaringan sekitar ini menyebabkan miliaria.6

2.4 Patogenesis
Telah diakui oleh banyak peneliti bahwa blok mekanik oleh keratotik-plug dari
maserasi stratum korneum akibat keringat yang berlebihan, sebagai patofisiologi primer.
Materi keratotik-plug yang merupakan penyebab primer di dalam akrosiringium kelenjar
ekrin tersebut menunjukkan periodic acid-Shiff (PAS) yang positif dan diastase residen yang
berasal dari coil secretory kelenjar ekrin. Berdasarkan hasil peneliti lain, dibuat hipotesis
yang mengatakan bahwa miliaria adalah infeksius, karena adanya peran bakeri kulit sebagai
agen penyebab. Dalam sebuah studi lainnya, ditunjukkan bahwa individu dengan miliaria
atau hidrasi berlebihan pada stratum korneumnya mempunyai densitas organisme residen tiga
kali lebih banyak, terutama stafilokokus koagulase negatif.2
Dengan adanya temuan-temuan tersebut, dibuat postulasi bahwa stafilokokus
epidermidis menghasilkan material PAS-positive extracellular polysaccharide substances
(EPS) bersifat lengket dan lekat yang memblok duktus atau stafilokokus epidermidis
mengeluarkan toksin yang merusak duktus kelenjar ekrin dan epitel kelenjar ekrin yang
mengeluarkantoksin yang merusak duktus kelenjar ekrin dan epitel kelenjar ekrin

6
mengeluarkan materi gliko-protein yang PAS-positive dan memblok duktus. Bila kondisi
lembab dan panas atau aktivitas berlebihan, akan merangsang kelenjar terus menghasilkan
keringat yang berlebihan. Akan tetapi, adanya ductal blockage menyebabkan keringat keluar
dari duktus ke epidermis atau dermis, dan menyebabkan proses inflamasi.

2.5 Manifestasi klinis


Berdasarkan letak sumbatannya di dalam saluran kelenjar ekrin, gambaran klinis
miliaria dibagi menjadi 3 grup:
Miliaria kristalina (sudamina)
Lesi superficial berupa vesikel subkorneal yang jernih, mudah pecah dan asimtomatik
karena letak kebocorannya di stratum korneum. Dapat berkoalesensi dan tidak terjadi proses
inflamasi. Biasanya, terjadi pada neonates (usia 4 minggu) walaupun pernah dilaporkan 3
kasus dengan congenital miliaria kristalina. Cairan vesikel yang menjadi turbid disebut
miliaria pustulosa.
Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat vesikel intra atau subkorneal yang
berhubunga dengan duktus kelenjar ekrin tanpa ada sel inflamasi di sekitarnya.2

Gambar 2. Miliaria Kristallina6

Miliaria rubra
Miliaria jenis ini sumbatannya terjadi di lapisan dalam epidermis, keringatnya
bermigrasi ke lapisan epidermis atau dermis sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Lesi
ditandai dengan macula atau papul eritematosa (1-4 mm) dengan vesikel punktata di atasnya,
dan ekstrafolikuler. Pada kasus yang lebih luas dan kronis, lesi dapat menjadi pustule.
Miliaria rubra disertai keluhan rasa panas atau perih dan gatal.

7
Paa pemeriksaan histopatologi, terlihat adanya spongiosis dan vesikel spongiotik
dalam stratum malpigi yang berhbungan dengan duktus kelenjar ekrin. Ditemukan inflamasi
periduktal.2

Gambar 3. Miliaria Rubra6

Miliaria profunda
Sumbatan terletak dalam sehingga kebocoran keringat terjadi di papilla dermis.
Akibatnya, timbul lesi papul yang flesh-colored mirip goose-flesh (kulit belibis). Lesi
terdapat di daerah badan, leher, dan di daerah lipatan. Biasanya, terjadi pada bayi usia 1
tahun, walaupun juga dapat terjadi pada orang dewasa setelah mengalami keringat berlebihan
di lingkungan yang panas dan lembab. Erupsi dapat menghilang atau berkurang setelah
penderita berada kembali di lingkungan yang sejuk. Erupsi miliaria profunda lebih transien
daripada miliaria rubra. Biasanya, bertahan kurang dari 1 jam setelah keadaan panas yang
berlebihan berakhir. Miliaria profunda cenderung terbatas di anggota badan, ekstremitas dan
berhubungan dengan local hipohidrosis atau anhidrosis. Seringkali, ada kompensasi
hiperhidrosis di fasial dan aksila yang relative tidak disadari oleh penderita. Keringat yang
tidak keluar dapat menyebabkan hiperpireksia dan gejala heat-exhaustion berupa kelemahan,
kelelahan, pusing dan sampai kolaps. Gejala ini sering terjadi pada tentara yang bertugas di
iklim tropis sehingga dikenal dengan tropical anhidrotic asthenia. Miliaria profunda lebih
sering terjadi pada usia dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pemeriksaan histopatologi dari
lesi awal, ditemukan infiltrate limfosit periduktal dalam papiladermis dan epidermis bagian
bawah. Terlihat adanya PAS + diastase eosinophilic cast dalam lumen duktus. Pada lesi
lanjut, terjadi spongiosis sekitar epidermis dan parakeratotik hyperkeratosis akrosyringium.
Sel inflamasi ditemukan di dermis bagian bawah dan terdapat limfosit di dalam duktus ekrin.2

8
Gambar 4. Miliaria Profunda
(Sumber: http://pathologyoutlines.com/topic/skinnontumormiliaria.html)

2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis miliaria ditegakkan berdasarkan cukup dengan manifestasi atau gambaran
klinis.
Diagnosis banding miliaria kristalina adalah impetigo vesikobulosa. Pada impetigo
vesikobulosa, keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat prefileksi di aksila, dada, punggung.
Sering bersama-sama miliaria dan terdapat pada anak dan otrang dewasa. Kelainan kulit
berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat,
vesikel / bula telah pecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasanya masih
eritematosa.2

Gambar 5. Impetigo Vesikobulosa6

Diagnosis banding miliaria rubra adalah eritema toksikum neonatorum. Lesi


mengenai dada, punggung, wajah, ekstremitas proksimal, serta telapak tangan dan kaki.
Kelainan ini timbul pada jari ketiga atau empat sampai hari ke-14 kehidupan, tidak
memerlukan terapi karena dalam usia 2 minggu akan mengalami resolusi spontan. Juga
didiagnosis banding dengan folikulitis dan akne infantile.

9
Gambar 6. Eritema Toksikum Neonatorum6 Gambar 7. Folikulitis
(Sumber: http://qsota.com/folliculitis-and-sycosis/)

Gambar 8. Infantile Acne6

Diagnosis banding miliaria profunda adalah papular musinosis yang berupa papul
berbentuk kubah, diskret, sewarna kulit, dan dengan diameter 2-4 mm. Umumnya, kelainan
ini mengenai orang dewasa pada usia 30-70 tahun. Kelainan ini lebih sering terdapat di dorsal
tangan dan jari-jari, tungkai bawah, lipat aksila, dan bahu.2

Gambar 9. Acral Persistent Papular Mucinosis6

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada miliaria adalah menghilangkan gejala dan mencegah
terjadinya hiperpireksia dan gejala heat exhaustion. Dengan demikian, harus menghindari
hal-hal yang menyebabkan tersumbatnya muara kelenjar keringat ekrin. Misalnya,

10
mengontrol panas dan kelembaban serta pembatasan aktivitas terutama pada udara panas
sehingga tidak merangsang keluarnya keringat, regular showering, memakai pakaian yang
longgar atau pakaian tipis yang menyerap keringat, berada di lingkungan yang dingin agar
tidak timbul keringat yang berlebihan, dan hindari pemakaian obat topical dengan heavy
cream atau powder. Dapat diberi losio yang mengandung kalamin, asam borat, atau mentol.
Pada neonates, dianjurkan memakai superabsorbent disposable diaper yang mengandung gel
absorben.
Untuk miliaria kristalina, tidak perlu diberikan pengobatan. Hal ini disebabkan
kondisi ini asimptomatik dan dapat sembuh sendiri.
Untuk miliaria rubra, dapat diberikan krim atau losio klorheksidin dengan atau tanpa
asidum salisikum 1% 3x sehari. Untuk kasus dengan gatal berat, diberikan topical
kortikosteroid (betametason 0,1% 2 x sehari selama 3 hari), cold packs, dan antihistamin.
Kasus dengan infeksi dapat diberikan antibiotic topical atau sistemik untuk stafilokokus.
Untuk miliaria profunda, dapat diberikan anhydrous lanolin dan isotrenitoin.2

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada miliaria adalah infeksi sekunder dan heat
intolerance. Infeksi sekunder seperti impetigo atau abses multiple yang diskret. Umumnya,
heat intolerance berkembang pada pasien dengan miliaria profunda dan dalam bentuk berat
yang dikenal sebagai tropical anhydrotic asthenia.2

2.9 Prognosis
Kebanyakan pasien dengan miliaria membaik dalam beberapa minggu setelah berada
dalam lingkungan yang sejuk.2

BAB III

KESIMPULAN

11
Miliaria adalah kelainan kulit akibat aliran keringat ke permukaan kulit terhambat dan
keringat dipertahankan dalam kulit yang sering terjadi pada peningkatan kondisi panas dan
lembab. Hambatan sekresi normal dari kelenjar keringat menyebabkan peningkatan tekanan
dan pecahnya kelenjar keringat pada tingkat yang berbeda-beda. Keluarnya keringat ke dalam
jaringan yang berdekatan menyebabkan perubahan anatomi yang menghasilkan miliaria.
Miliaria ditandai dengan adanya papul, vesikel atau pustul yang bersifat miler. Berdasarkan
tingkat obstruksi duktus kelenjar sebasea, miliaria dibagi menjadi tiga subtipe utama: miliaria
kristalina, miliaria rubra, dan miliaria profunda.

DAFTAR PUSTAKA

12
1. Al-Hilo MM, Al-Saedy SJ, Alwan AI. Atypical Presentation of Miliaria in Iraqi
Patients Attending Al -Kindy Teaching Hospital in Baghdad: A Clinical Descriptive
Study. American Journal of Dermatology and Venereology; 2012,1(3):41-6.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.59-60,272-7.
3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editor.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. Singapore: The McGraw-
Hill Companies; 2008.h.730.
4. Ningrum NW, Mauliyah I. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Kulit
Dengan Kejadian Miliaria Pada Bayi Usia 1-12 Bulan Di Desa Sumuragung
Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro. Surya; 2012,3(13):16-22.
5. Burns T, Breathnach S, Griffiths C, editor. Rooks Textbook of Dermatology. Edisi ke-
8. Singapore: Willey-Blackwell; 2010.h.44.15-44.16.
6. James WD, Berger TG, Elston DW, editor. Andrews Diseases of The Skin Clinical
Dermatology. Edisi ke-10. Singapore: Elsevier Inc; 2011.h.19-20.

13

Anda mungkin juga menyukai