Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Liken simpleks kronikus atau dikenal juga dengan neurodermatitis


sirkumskripta adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai
dengan likenifikasi. Likenifikasi pada kasus ini terjadi akibat garukan atau gosokan
yang berulang-ulang, karena berbagai rangsangan pruritogenik. Keluhan dan gejala
dapat muncul dalam waktu hitungan minggu hingga bertahun-tahun.1,2
Liken simplek kronik merupakan penyakit yang sering ditemui pada
masyarakat umum terutama pada usia dewasa, dan puncak insidennya antara 30-50
tahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal yang bersifat
paroksismal. Gatal biasanya dikatakan lebih parah pada saat periode dimana pasien
tidak ada aktivitas, seperti pada waktu tidur dan pada saat malam sehingga
mempengaruhi kualitas tidur pasien.1
Liken simpleks kronik memiliki gambaran yang khas dibanding penyakit lain.
Lesi pada liken simpleks kronis dapat terinfeksi secara sekunder akibat ekskoriasi
yang terjadi akibat garukan.2,3 Lesi yang timbul dapat muncul hanya pada satu
tempat, tetapi dapat juga dijumpai pada beberapa tempat.1,2
Liken simpleks kronik merupakan penyakit yang sering berulang. Patogenesis
terjadinya liken simpleks kronik belum dapat dijelaskan secara pasti. Liken simpleks
kronik dapat juga terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain, namun kebanyakan
terjadi akibat adanya faktor pencetus stres.2
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai bagaimana cara menegakkan
diagnosis liken simpleks kronik. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi sumber
informasi mengenai liken simpleks kronik dan dijadikan bahan pembelajaran
selanjutnya.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Liken simplek kronik dikenal juga dengan neurodermatitis sirkumskripta, atau
Liken Vidal. Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal,
sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi
pada kasus ini terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang, karena
berbagai rangsangan pruritogenik.1 Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu
hitungan minggu hingga bertahun-tahun. Liken simplek kronik merupakan penyakit
yang sering ditemui pada masyarakat umum terutama pada usia dewasa, dan puncak
insidennya antara 30-50 tahun.1 Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa
gatal yang bersifat paroksismal, dan dirasakan pasien terutama jika tidak beraktivitas.
Lesi yang timbul dapat muncul hanya pada satu tempat, tetapi dapat juga dijumpai
pada beberapa tempat.1,2,3

Epidemiologi
Dikatakan bahwa 12% dari populasi orang dewasa dengan keluhan kulit gatal
menderita liken simplek kronik. Tidak ada kematian akibat liken simplek kronik.
Liken simplek kronik tidak memandang ras dalam penyebarannya. Diketahui bahwa
insiden terjadi lebih sering pada wanita daripada pria.4 Penyakit ini sering muncul
pada usia dewasa, terutama usia 30 hingga 50 tahun. Pasien dengan koeksistensi
dermatitis atopi cenderung memiliki onset umur yang lebih muda (rata-rata 19 tahun)
dibandingkan dengan pasien tanpa atopi (rata-rata 48 tahun).5

2
Etiopatogenesis
Etiologi pasti liken simplek kronik belum diketahui, namun pruritus
memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan
prurigo nodularis. Pruritus sendiri dapat muncul sebagai gejala dari penyakit lainnya
yang mendasari seperti gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma
Hodgkin, hipertiroidisme, hipotiroidisme, AIDS, hepaitis B dan C, dermatitis atopik,
dermatitis kontak, serta gigitan serangga.1 Faktor psikologi diasosiasikan dengan
liken simpleks kronis, namun belum jelas apakah faktor emosional timbul sekunder
terhadap penyakit ini atau primer dan kausatif.2 Faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi gatal antara lain panas, keringat, dan iritasi. Gatal sendiri timbul
akibat adanya pelepasan mediator inflamasi dan aktivitas enzim proteolitik. Keadaan
ini menimbulkan adanya proses inflamasi pada kulit, yang menyebabkan penderita
sering menggaruk lesi yang terbentuk.4 Proses inflamasi yang berkepanjangan akan
menyebabkan penebalan kulit, dimana penebalan kulit ini sendiri menimbulkan rasa
gatal, sehingga merangsang penggarukkan yang akan semakin mempertebal kulit.
Beberapa jenis kulit lebih rentan mengalami likenifikasi.5

Gejala Klinis
Penderita penyakit ini akan mengeluh rasa gatal yang sangat mengganggu
aktivitas, dan dirasakan terutama ketika penderita tidak sedang beraktivitas. Rasa
gatal akan berkurang bila digaruk, dan penderita akan berhenti menggaruk bila sudah
timbul luka, akibat tergantikannya rasa gatal dengan rasa nyeri.1
Lesi yang muncul biasanya tunggal, bermula sebagai plak eritematosa, sedikit
edematosa. Lambat laun edema dan eritema akan menghilang, lalu muncul skuama
pada bagian tengah dan menebal.1 Likenifikasi, ekskoriasi, dengan sekeliling yang
hiperpigmentasi, muncul seiring dengan menebalnya kulit, dan batas menjadi tidak
tegas. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh lokasi dan lamanya lesi. Lesi dapat
timbul dimana saja, namun tempat yang sering adalah di tengkuk, leher, dengan
bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, peri-anal, paha bagian medial, lutut, tungkai
bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki.1 Skuama pada

3
penyakit ini dapat menyerupai skuama pada psoriasis.4 Variasi klinis dari liken
simplek kronik dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan
penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk
kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, yang lambat laun
akan menjadi keras dan berwarna lebih gelak. Lesi biasanya multiple, dan tempat
predileksi di ekstrimitas, dengan ukuran lesi beberapa millimeter hingga 2 cm.6

Pemeriksaan Penunjang
Gambaran histopatologik liken simplek kronik berupa ortokeratosis,
hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Bersebukan sel
radang limfosit dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas, fibroblast
bertambah, kolagen menebal. Pada prurigo nodularis, akantosis pada bagian tengah
lebih tebal, menonjol lebih tinggi dari permukaan, sel Schwann berproliferasi, dan
terlihat hiperplasi neural. Kadang terlihat krusta yang menutup sebagian epidermis.1

Diagnosis Banding
Dermatitis numularis
Dermatitis numularis adalah dermatitis yang berupa lesi berbentuk mata uang
atau agak lonjong yang berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel dan
biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing). Nama lainnya adalah ekzem
numular, ekzem diskoid, dan neurodermatitis numular.1
Keluhan pada penderita adalah rasa gatal yang hebat. Lesi akutnya berupa
vesikel dan papulovesikel yang membesar dan meluas dengan cara berkonfluensi
atau meluas ke samping membentuk satu lesi karaktersitik seperti uang logam,
eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Vesikel pecah dapat terjadi
eksudasi dan mengering sampai muncul krusta kekuningan.Penyembuhan dimulai
dari tengah sehingga terkesan menyerupai lesi dermatomikosis. Pada lesi yang lama
berupa likenifikasi dan skuama.1,4,7

4
Jumlah lesi bervariasi dari satu sampai banyak tersebar, bilateral, dan
simetris.Ukuran juga bervariasi mulai miliar dan numular bahkan sampai
plakat.Tempat predileksi di tungkai bawah, badan, lengan, dan punggung.
Psoriasis
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik
yang kuat dengan karakteristis perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel
epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.
Umumnya lesi berupa plak eritematosa berskuama berlapis berarna putih
keperakan dengan batas yang tegas dengan predileksinya adalah pada siku, lutut,
lumbosakral, intergluteal, serta glans penis. Penyebabnya dapat berupa faktor
lingkungan (trauma, infeksi yang di sebabkan oleh streptokokus, alkohol, obat-
obatan), faktor genetik, serta faktor imunologik.7
Pada psoriasis dan liken simpleks kronik kedua – duanya sama mempunyai
rasa gatal dan lesi berupa plakat. Lokasi lesi pada psoriasis lipat siku dan lipat lutut
(fleksor) punggung belakang, sedangkan pada liken simpleks kronis di siku dan
punggung kaki (ekstensor); ada pula tempat predileksi yang sama yaitu di tengkuk. 4
Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang
berhubungan dengan atopi.1
Gambaran klinis :
Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus). Akibat garukan akan
terjadi kelainan kulit yang bermacam-macam, misalnya papul, likenifikasi dan lesi
ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, ekskoriasi dan krusta. Dermatitis
atopik dapat terjadi pada bayi (infantile), anak, maupun remaja dan dewasa.1
Pada bentuk anak dan dewasa dibedakan dengan neurodermatitis
sirkumskripta atau yang lazim disebut liken simpleks kronis.1
Kedua-duanya gatal dan terdapat likenifikasi. Lokasi lesi pada dermatitis
atopik di lipat siku dan lipat lutut (fleksor), sedangkan pada liken simpleks kronis di
siku dan punggung kaki (ekstensor); ada pula tempat predileksi yang sama yaitu di
tengkuk. 4

5
Dermatitis atopik biasanya sembuh setelah usia 30 tahun, sedangkan
neurodermatitis sirkumskripta dapat berlanjut sampai tua. Pemeriksaan pembantu
yang menyokong dermatitis atopik memberikan hasil negative pada
neurodermatitis.7,8
Tinea korporis
Diagnosis
Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta didasarkan gambaran klinis.
Diagnosis banding yang dapat timbul adalah penyakit kulit lain yang memberikan
gejala pruritus, misalnya liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan dermatitis
atopik.1,2

Penatalaksanaan
Perlu dijelaskan kepada pasien untuk sebisa mungkin menghindari menggaruk
1,5
lesi larena garukan akan memperburuk penyakitnya. Untuk mengurangi rasa gatal
dapat diberikan:
a. Antihistamin dengan efek sedatif, contohnya hidroksizin, difenhidramin,
prometazin. Antihistamin topikal yang dapat diberikan yaitu krim doxepin 5%
jangka pendek (maksimal 8 hari)1,4
b. Kortikosteroid potensi kuat, bila perlu dengan oklusi. Kortikosteroid memiliki
efek anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotik, serta
vasokonstriktor. Contoh kortikosteroid topikal super poten (golongan I) yaitu
betamethasone dipropionate 0.05% serta clobetasol propionate 0.05%. Contoh
kortikosteroid potensi tinggi (golongan II) yaitu mometasone furoate 0.01%,
desoximetasone 0.05%. Kortikosteroid topikal dipakai 2-3 kali sehari, tidak
lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat. Apabila tidak berhasil, diberikan
secara suntikan intralesi 1 mg, contohnya triamsinolon asetonid.1,5
c. UVB (Ultraviolet B) atau PUVA (Psoralen Ultraviolet A)1

6
Prognosis
Penyakit ini bersifat kronik dengan persistensi dan rekurensi lesi. Eksaserbasi
dapat terjadi sebagai respon stres emosional. Prognosis bergantung pada penyebab
pruritus (penyakit yang mendasari) dan status psikologik penderita.1

LAPORAN KASUS
1.1 Identitas
Nama : Tn. M.R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 64 tahun
Alamat : Dok IX
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Status pernikahan : Sudah Menikah
Np. DM : 25 87 44
Tanggal Pemeriksaan : 03 Juli 2018

1.2 Anamnesis :
Anamnesis dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelaminn RSUD Jayapura
pada tanggal 0 Juli 2018 pukul 11.15 WIT secara autonamnesis.

7
1. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan gatal yang semakin memberat sejak satu bulan
yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik RSUD Dok II Jayapura degan keluhan gatal pada
tungkai pergelangan kaki kanan dan kiri, pada scrotum dan pada punggung
sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya muncul kemerahan tidak disertai dengan
bintik merah atau lenting pada pergelangan kaki kanan yang kemudian
menjalar ke kaki kiri dan kemaluan pasien. Pada tiga bulan terakhir pasien
merasakan kulit yang kemerahan dan semakin menebal. Kemudian keluhan
semakin luas dan semakin gatal terutama satu bulan terakhir ini. Pasien sering
menggaruk kakinya yang gatal terutama pada saat tidak beraktivitas dan pada
saat berbaring. Pasien memberikan minyak kayu putih di kakinya dan
merasakan keluhan gatal berkurang tetapi gatal kemudian timbul kembali.
Pasien mengatakan sudah sering berobat kepuskesmas namun tidak ada
perubahan.
3. Riwayat penyakit dahulu
- Sebelumnya pasien sudah pernah sakit seperti ini ± sejak 6 tahun dan
hilang timbul
- Riwayat alergi obat disangkal pasien
- Riwayat Hipertensi (+), Diabetes Mellitus (+), asma disangkal

4. Riwayat Keluarga
Pasien mengaku tidak ada yang sakit seperti ini pada keluarga

5. Riwayan sosial ekonomi


Pasien menggunakan jaminan kesehatan BPJS. Pasien adalah seoranng
pekerja Swasta

1.3 Pemeriksaan Fisik :

8
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Jantung : kesan tampak normal
Paru : kesan tampak normal
Abdomen : kesan tampak normal
Ekstremitas : tidak ada edema, tidak ada deformitas, akral hangat

1.4 Status Dermatologis

Lokasi I : Pada dorsum pedis kanan sampai maleolus lateralis dextra


dan sinistra
Efloresensi : Terdapat makula plak eritematosa soliter berukuran plakat
Berbentu ireguler berbatas tegas dengan likenifikasi dan
skuama putih kasar di atasnya, dan erosi .
Lokasi II : Pada daerah Scrotum
Efloresensi : terdapat plak eritematous berukuran miliar
Lokasi III : Punggung
Efloresensi : papul eritema soliter berukuran milliard

1.5 Foto Klinis (3-7-2018)


Lokasi

9
1.6 Diagnosis Banding
- Liken Simpleks Kronik
- Dermatitis Numularis
- Dermatitis Atopi
- Dermatitis Kontak iritan

1.7 Diagnosis Kerja


- Liken Simpleks Kronis

1.8 Pemeriksaan Penunjang


-
1.9 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa

Edukasi Pasien :

- Mencuci dan membersihkan daerah kemaluan, menjaga agar tetap kering.


- Menjaga Kebersihan diri

10
- Jelaskan kepada pasien bahwa garukan akan memperburuk keadaan
penyakitnya, oleh karena itu harus dihindari

Medikamentosa
1. Sistemik
Loratadine 1x10 mg untuk mengurangi rasa gatal
2. Topikal
- Krim Asam Fusidat 2x1 pada daerah luka selama sampai luka
mengering
- Salep betametason diproprionat 0,05% pada daerah scrotum dan
punggung
- Inerson salep dioleskan pagi dan malam untuk daerah punggung kaki
dan pergelangan kaki

1.10 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

11
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pada kasus ini diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis.
Pada anamnesa didapati pasien 64 tahun datang dengan keluhan utama adalah gatal
pada pergelangan kaki kanan dan kiri, pada skrotum dan bagian punggung yang
semakin memberat 1 bulan yang lalu. Pada awalnya muncul bercak kemerahan yang
gatal sejak 1 tahun lalu pada pergelangan kaki kanan dan berpindah ke kaki kiri,
daerah scrotum dan punggung. Pasien menggaruk sehingga terjadi penebalan kulit
hingga adanya luka dan keluhan kulit yang semakin menebal sangat dirasakan mulai
3 bulan yang lalu. Gatal dirasakan ketika pasien tidak melakukan aktivitas dan pada
saat berbaring.
Pada status dermatologikus dinyatakan bahwa Pada dorsum pedis kanan dan
kiri sampai maleolus lateralis dextra dan sinistra terdapat makula plak eritematosa
berukuran plakat berbentuk ireguler berbatas tegas dengan likenifikasi dan skuama
putih kasar di atasnya serta adanya erosi .

12
Berdasarkan teori Liken simplek kronik atau yang dikenal juga dengan
neurodermatitis sirkumskripta, merupakan peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal,
sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi
pada kasus ini terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang, karena
berbagai rangsangan pruritogenik. Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu
hitungan minggu hingga bertahun-tahun. Lesi yang muncul biasanya tunggal,
bermula sebagai plak eritematosa, sedikit edematosa. Lambat laun edema dan eritema
akan menghilang, lalu muncul skuama pada bagian tengah dan menebal. Likenifikasi,
ekskoriasi, dengan sekeliling yang hiperpigmentasi, muncul seiring dengan
menebalnya kulit, dan batas menjadi tidak tegas. Gambaran klinis juga dipengaruhi
oleh lokasi dan lamanya lesi. Lesi dapat timbul dimana saja, namun tempat yang
sering adalah di tengkuk, leher, dengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, peri-
anal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian
depan, dan punggung kaki. Skuama pada penyakit ini dapat menyerupai skuama pada
psoriasis. Variasi klinis dari liken simplek kronik dapat berupa prurigo nodularis,
akibat garukan atau korekan tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat.
Lesi berupa nodus berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan
skuama, yang lambat laun akan menjadi keras dan berwarna lebih gelap. Lesi
biasanya multiple, dan tempat predileksi di ekstrimitas, dengan ukuran lesi beberapa
millimeter hingga 2 cm.1,2,5
Berdasarkan data tersebut kita dapat memperkirakan diagnosis kerja liken
simpleks kronis Diagnosis liken simpleks kronis ditegakkan atas dasar pada
anamnesis terdapat peradangan kulit kronis sejak satu tahun yang gatal berulang dan
saat ini lesi mengalami likenifikasi dan erosi. Lesi pada pasien ditemukan pada
punggung kaki dan pergelangan kaki yang merupakan predileksi liken simpleks
kronis. Lesi pada liken simpleks kronis biasanya tunggal berupa plak eritematosa
sedikit edematosa yang lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah
berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi dimana disekitasnya
hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Letak lesi dapat timbul
dimana saja, tetapi biasa ditemukan ialah ditengkuk, samping leher, lengan bagian

13
ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, medial tungkai atas, lutut, lateral tungkai
bawah, pergelangan kaki bagian depan dan punggung kaki.1,2,5
Penderita biasanya mengeluhkan gatal sekali, bila timbul malam hari dapat
mengganggu tidur. Rasa gatal memang tidak terus – menerus, biasanya pada waktu
tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk digaruk. Penderita merasa enak bila
digaruk setelah luka baru hilang rasa gatalnya untuk sementara karena diganti dengan
rasa nyeri.1
Liken simpleks kronis ini tidak biasa terjadi pada anak, tetapi pada usia
dewasa-manula dimana puncak insidensi pada usia antara 30-50 tahun.1
Diagnosis bandingnya yaitu dermatitis numularis kronik, dermatitis atopi
kronik, dermatitis kontak iritan, diamana diagnosis dermatitis atopi kronik dapat
disingkirkan karena berdasarkan 5 kriteria mayor yang disusun oleh Hanifin dan
Rajka hanya memenuhi 2 kriteria, yaitu pruritus dan dermatitis kronis atau residif,
sedangkan tidak ada riwayat sebelumnya saat bayi atau anak, tidak di bagian fleksura,
dan tidak ada riwayat atopi pada pasien atau keluarganya.1,5
Diagnosis dermatitis kontak iritan disingkirkan karena sebelumnya pasien
tidak memiliki riwayat terpapar bahan kimia atau benda lainnya. Pemberian minyak
kayu putih setelah muncul keluhan pasien perlu dievaluasi kembali apakah minyak
kayu putih ternyata dapat menyebabkan lesi yang semakin berat meskipun
berdasarkan anamnesis pasien merasa gatalnya berkurang setelah pemberian minyak
kayu putih.1,4,5
Dermatitis numularis kronik dapat dimasukkan menjadi diagnosis banding
karena bentuk lesi yang sedikit lonjong dan daerah di punggung kaki dan meliputi
sedikit bagian tungkai bawah yang menjadi predileksi dermatitis numularis.
Gambaran dermatitis numularis yang kronik akan menampilkan likenifikasi dan
skuama, tetapi gambaran awal lesi pasien tidak sesuai dengan dermatitis numularis,
yaitu bercak kemerahan tanpa ada bintik merah atau lenting.1,5
Tata laksana yang diberikan pada pasien ini yaitu :
Non medikamentosa, perlu dijelaskan kepada pasien untuk sebisa mungkin
menghindari menggaruk lesi karena garukan akan memperburuk penyakitnya dan

14
untuk menghindari adanya trauma pada kulit yang menjadi predisposes terjadinya
infeksi sekunder.1
Terapi medikamentosa yang diberikan kepada pasien ialah
1. Loratadine 1x10 mg untuk mengurangi rasa gatalnya
Sediaan Larotadin : 10 mg dan 5 mg/ 5 ml, bentuk sediaan tablet dan sirup
Dosis dewasa : 1x 10 mg/hari
Berdasarkan teori salah satu pengobatan dari Liken Simplek Kronik ialah
antihistamin, Antihistamin dengan efek sedatif, contohnya hidroksizin,
difenhidramin, prometazin. Antihistamin topikal yang dapat diberikan yaitu krim
doxepin 5% jangka pendek (maksimal 8 hari)1
Histamin merupakan mediator utama timbulnya peradangan dan gejala alergi.
Mekanisme kerja obat antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala alergi
berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat histamine yang berikatan
dengan reseptor H1 atau H2 di organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan
memunculkan lebih banyak reseptor H1 . Reseptor yang baru tersebut akan diisi
oleh antihistamin. Peristiwa molekular ini akan mencegah untuk sementara
timbulnya reaksi alergi. Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, medula
adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit, otot polos saluran nafas,
saluran cerna, saluran genitourinarius dan jaringan vaskular. Reseptor H2 terdapat
di saluran cerna dan dalam jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks
serebri dan otot polos bronkus. Di kulit juga terdapat reseptor H3 yang
merupakan autoreseptor, mengatur pelepasan dan sintesis histamin. Namun,
peranan dalam menimbulkan gatal dan inflamasi masih belum jelas.9,10
Loratadin (Claritin) merupakan antihistamin generasi ketiga, obat ini mula-
mula mengalami metabolisme menjadi metabolit aktif deskarboetoksi loratadin
(DCL) dan selanjutnya mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi
dengan baik, tanpa efek sedasi, serta tidak mempunyai efek terhadap susunan
saraf pusat.10
2. Salep betametason diproprionat 0,05% pada daerah scrotum dan punggung
oleskan tipis – tipis 2x sehari selama 7 hari kemudian kembali kontrol

15
Berdasarkan teori, betametasone dipropenat merupakan kortikosteroid
golongan super poten yang memiliki efek anti inflamasi, anti alergi, anti
pruritus serta vasokonstriksi.1,9
Kortikosteroid berdifusi melalui barrier stratum korneum dan melalui
membran sel untuk mencapai sitoplasma keratinosit dan sel-sel lain yang
terdapat epidermis dan dermis. Pada waktu memasuki jaringan, kortikosteroid
berdifusi menembus sel membran dan terikat pada kompleks reseptor steroid.
Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus
dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan
sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek
fisiologis steroid.9
Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan nonspesifik yang
berhubungan dengan mekanisme kerja yang berbeda, antara lain adalah efek
anti-inflamsi, imunosupresif, antiproliferasi, dan vasokonstriksi. Efek
kortikosteroid pada sel kebanyakan dimediasi oleh ikatan kortikosteroid pada
reseptor di sitosol, diikuti dengan translokasi kompleks obat-reseptor ke
daerah nukleus DNA yang dikenal dengan corticosteroid responsive element,
dimana bisa menstimulasi atau menghambat transkripsi gen yang
berdampingan, dengan demikian meregulasi proses inflamasi.9
Efek samping dari kortikosteroid sendiri ialah strie atrofise,
telengestasis, purpura, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis
perioral, menghambat penyembuhan ulkus, infeksi mudah terjadi dan meluas.1
3. Inerson salep dioleskan pagi dan malam untuk daerah punggung kaki dan
pergelangan kaki oleskan secara tipis 2x sehari selama 7 hari kemudian
kembali kontrol
Sediaan desoximethasone 0,25%  krim 5 gr
Berdasarkan teori dexocimetasone merupakan kortikosteroid golongan potensi
kuat yang memiliki efek anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus serta
vasokonstriksi.

16
Kortikosteroid berdifusi melalui barrier stratum korneum dan melalui
membran sel untuk mencapai sitoplasma keratinosit dan sel-sel lain yang
terdapat epidermis dan dermis. Pada waktu memasuki jaringan, kortikosteroid
berdifusi menembus sel membran dan terikat pada kompleks reseptor steroid.
Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus
dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan
sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek
fisiologis steroid.9
Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan nonspesifik yang
berhubungan dengan mekanisme kerja yang berbeda, antara lain adalah efek
anti-inflamsi, imunosupresif, antiproliferasi, dan vasokonstriksi. Efek
kortikosteroid pada sel kebanyakan dimediasi oleh ikatan kortikosteroid pada
reseptor di sitosol, diikuti dengan translokasi kompleks obat-reseptor ke
daerah nukleus DNA yang dikenal dengan corticosteroid responsive element,
dimana bisa menstimulasi atau menghambat transkripsi gen yang
berdampingan, dengan demikian meregulasi proses inflamasi.9
Efek samping dari kortikosteroid sendiri ialah strie atrofise,
telengestasis, purpura, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis
perioral, menghambat penyembuhan ulkus, infeksi mudah terjadi dan meluas.1
4. Krim Asam Fusidat 2x1 pada daerah luka selama sampai luka mongering
Berdasarkan teori asam fucidat memiliki struktur seperti steroid,
secara in vitro sensitive terhadap S.aureus, Sreptococcus sp, dan
Corynebacterium minutissimum. Asam fucidat tidak efektif terhadap kuman
gram negative namun terbukti efektif secara in vitro terhadap Neisseria,
Moraxella, Legionella, dan Bacteroides. Asam fucidat terutama bersifat
bakteriostatik, tetapi dapat menjadi bakterisidal pada konsentrasi tinggi.9
Asam fucidat bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri
dengan mempengaruhi factor elongasi G (EF-G) yang berfungsi untuk
translokasi ribososm setelah pembentukan ikatan peptide. Antibiotic ini
memiliki aktivitas penetrasi perkutan lebih baik daripada pemberian melalui

17
sistemik. Asam fucidat secara umum bersifat bakteriostatik, namun dalam
konsentrasi tinggi bersifat bakterisidal. Penetrasi kulit baik walaupun terdapat
pus maupun eksudat, serta tidak menimbulkan sensitisasi maupun resistensi
silang dengan antibiotic topical lainnya.9
Sediaan krim mengandung potassium sorbate, butylated
hydroxyanisole, polysorbate 60, dan white soft paraffin. Sedangkan sediaan
salep mengandung lanolin dan white soft paraffin.9
Sediaan asam fucidat salep kulit 2% atau krim 5 gr
Efek samping asam fucidat, gatal, reaksi sensifitas pada kulit.

Prognosis pada penyakit ini adalah penyakit ini bersifat kronik dengan
persistensi dan rekurensi lesi. Eksaserbasi dapat terjadi sebagai respon stres
emosional. Prognosis bergantung pada penyebab pruritus (penyakit yang mendasari)
dan status psikologik penderita.
Prognosis pada pasien ini ialah ad vitam pada pasien ini bonam dimana
penyakit ini tidak mempengaruhi proses kehidupan, kemudian quo ad fungtionam
bonam karena penyakit ini baik, tidak mempengaruhi fungsi organ pasien untuk
melakukan tugasnya, quo at sanationam adalah dubia ad bonam karena ragu – ragu/
tidak tentu untuk kesembuhan total pada penyakit ini.

18
Daftar Pustaka

1. Sularsito, Sri Adi. Suria Djuanda. Dermatitis in Djuanda A, et al. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013.
2. Harahap, M. Liken Simplek Kronik in Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. 2000.
Jakarta. (16-17)
3. Siregar RS. Neurodermatitis Sirkumskripta in Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit. EGC. 2005. Jakarta. (129-131)
4. Hogan DJ. Lichen Simplex Chronicus. diunduh dari
emedicine.medscape.com/article/1123423-overview#a0199
5. Wolff, Klaus. Lichen Simplek Chronic / Prurigo Nodularis in Fitspatricks’s
Dermatology In General Medicine. Edisi ke-7. Mc Graw Hill Medical. New
York.
6. Mansjoer, Arief. dkk. Neurodermatitis Sirkumskripta in Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius. 2000. Jakarta. (3) (89)
7. Richards RN. Update on intralesional steroid: focus on dermatoses. J Cutan
Med Surg 2010 Jan-Feb; 14(1):19-23.

19
8. BAD. Dermatitis Atopik overview. London: British Association of
Dermatologists; 2012 [cited 10 Juli 2018 22:20 WIB]. Available from:
http://www.bad.org.uk/site/864/default.aspx
9. Katzung et all, 2010. Farmakologi Dasar & Klinik. EGC. Jakarta.
10. Galenika, 2016. Journal of Pharmacy. Vol. 2 (1) : 38 - 42 ISSN : 2442-8744.
Diakses :http:// Downloads/5304-17376-2-PB.pdf. 08-07-2018.

20

Anda mungkin juga menyukai