Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

P1A0 POST PARTUS SPONTAN DENGAN RUPTUR PERINEUM

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF
Obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Umum Jayapura

Oleh:
Nama :Fatma Arif
Nim :0090840031

Pembimbing
1. dr. Alberthzon Kris. S. Rabrageri, Sp.OG (K)
2. dr. Jessica Octaviani

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
PAPUA
2015

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah di setujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul P1A0 Post
Partus Spontan dengan Ruptur Perineum sebagai syarat mengikuti ujian akhir
Kepanitraan Klinik Madya di bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Jayapura.

Pada:

Hari :

Tanggal :

Tempat : Ruang Pertemuan bagian obstetri dan ginekologi

Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Alberthzon Kris. S. Rabrageri, Sp.OG (K) dr. Jessica Octaviani

BAB I

2
PENDAHULUAN

Hampir 3 juta wanita melahirkan pervaginam setiap tahunnya di Amerika


Serikat, dan kebanyakan dari mereka mengalami trauma pada traktus genital
akibat episiotomy, laserasi obstetrik spontan, atau keduanya. Data lebih dari 25
tahun menunjukkan angka kejadian dilakukan episiotomi menurun, namun
laserasi obstetric secara gradual meningkat. Menurunkan trauma traktus genital
pada waktu melahirkan merupakan proriatas untuk seorang ibu. Trauma seperti itu
bisa menimbulkan masalah jangka pendek dan jangka panjang untuk ibu baru.
Masalah jangka pendek meliputi hilangnya darah, kebutuhan penjahitan, dan nyeri
perineum. Sedangkan masalah jangka panjang meliputi nyeri berkepanjangan dan
gangguan fungsional seperti masalah intestinal, urinarius dan seksual.1

Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang melebihi 500cc-600cc


dalam 24 jam pertama setelah anak pertama lahir yang diakibatkan karena atonia
uteri (50%-60%), retensio plasenta (16%-17%), sisa plasenta (23%-24%),
laserasi/robekan jalan lahir (4%-5%), kelainan darah (0,5%-0,8%). Persentase
robekan jalan lahir memiliki angka yang kecil tetapi masalah ini bisa menjadi
masalah yang serius dalam kematian maternal.2

Angka morbiditas meningkat ketika keparahan laserasi meningkat,


Venkatesh dkk, melaporkan insiden robek perineum derajat tiga dan derajat empat
adalah lima persen pada 20.500 pelahiran pervagina. Sekitar sepuluh persen dari
1.040 yang dikoreksi sebelumnya mengalami gangguan luka pasca-bedah dan dua
per tiganya memerlukan koreksi melalui pembedahan. Goldaber, dkk menemukan
bahwa 21 dari 390 atau 5,4 persen perempuan dengan laserasi derajat empat
mengalami morbiditas yang bermakna.Terdapat 1,8 persen robek jahitan, 2,8
persen infeksi dengan robekan jahitan, dan 0,8 persen dengan infeksi terisolasi.
Robekan perineum dapat terjadi pada setiap pelahiran pervagina, tetapi Combs
dkk mengidentifikasi factor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan resiko
laserasi derajat tiga dan derajat empat.3

3
Faktor resiko yang meningkatkan resiko ruptur derajat ketiga dan keempat
di kelahiran kedua meliputi, berat badan lahir besar, forceps dan adanya distosia
bahu. Selain itu kejadian ruptur lebih tinggi pada wanita yang lebih tua, wanita
tinggal di komunitas yang sangat jarang, dan wanita asia.4

Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai vulva, vagina dan
uterus. Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan ialah
perineum. Umumnya perlukaan perineum terjadi pada tempat dimana muka janin
menghadap dan tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam beberapa
tingkatan yaitu; a) tingkat 1: perlukaan pada mukosa vagina dan perineum, b)
tingkat 2: perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan
melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenitale, c) tingkat 3: perlukaan yang
lebih luas dan dalam yang menyebabkan musculus sfingter ani ekternus terputus
didepan.1

Untuk mencegah luka yang jelek dan pinggir luka yang tidak rata dan
kurang bersih, pada beberapa keadaan dilakukan episiotomi, dan pada keadaan
lain dengan pimpinan persalinan yang baik. Tujuan dari episiotomy adalah untuk
mempercepat kelahiran dalam kasus gawat janin, meningkatkan area jalan lahir
dalam kasus kelahiran dengan instrument atau distosia bahu, atau untuk
meminimalkan cedera spingter anal.5

Pada kasus ini akan di bahas robekan jalan lahir tanpa dilakukan
episiotomy.

4
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
No. RekamMedik :
NamaPenderita : Ny. IA
Umur : 18 Tahun
Alamat : Hamadi
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku bangsa : Makassar
Tanggal MRS : 8 Februari 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mules - mules 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Kehamilan Sekarang :
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT : Lupa. Pasien kontrol
kehamilan 1 kali di dr. Daniel Sp.OG. USG 1 kali , dikatakan janin
dalam keadaan baik. Taksiran kelahiran menurut USG 9- Februari 2017.
Pasien datang dengan keluhuhan mules - mules. Keluar air air
(+) sejak 1 jam SMRS keluar darah (-). Keputihan (-), gatal (-), bau (-).
Gerakan janin dirasakan aktif. Mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-).

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

5
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat Obstetri :
1. Riwayat Kehamilan
Jenis Jenis Umur Hidup
No Penolong BB
Persalinan Kelamin Sekarang /Mati
1 Hamil ini

2. Riwayat Pernikahan
Usia Pernikahan : Umur : 20 Tahun Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Umur : 18 tahun Pendidikan : SMP
Pekerjaan : swasta
Pernikahan ke : I Suami ke : I

3. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Siklus Haid : teratur (28 hari)
Gejala Penyerta : Dismenore
HPHT : Lupa

4. Pemeriksaan Antenatal (PAN/ANC)


Berapa Kali :1x
PAN pertama kali pada umur kehamilan : 28 minggu
Kapan : Dimana : dr. Daniel. Sp.OG
Imunisasi TT :1x

5. Riwayat Pengunaan Kontrasepsi sebelum hamil


Jenis kontrasepsi :-

6
Berapa lama :-
Sebab berhenti :-
Rencana KB setelah melahirkan: (-)

III. STATUS GENERALIS


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 154 cm
Berat Badan : 65 Kg

3.1 Tanda-tanda vital


Tekanan Darah :120/86 mmHg.
Nadi : 82 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit.
Suhu Badan : 36,2 C

III.2 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil
iskhor, secret (-)
Hidung : Pernapasan cuing hidung (-/-), secret
Mulut : oral candidiasis (-)
Telinga : Pendengaran normal, secret (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
III.3 Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas
Palpasi : Gerak paru kanan dan kiri sama. Vokal fremitus
(Dextra = Sinistra)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),


Wheezing (-/-),

7
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (+)
Palpasi : Ictus cordis (+), thrill (+)
Perkusi : Pekak
Auskultasi : BJ I BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung, striae (+)
Auskultasi : BU (+) Normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran hepar tidak teraba,
pembesaran limfa tidak ada
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT < 2
Reflex : Reflex patella (+)
Lain-lain : dalam batas normal

IV. STATUS OBSTETRI


Pemeriksaan Luar
TFU : 32 cm dibawah sympisis pubis
LP : 98 cm
BJA : 140 x/menit
His : 4 x /10/40
TBBA : 3100 gram

Pemeriksaan Dalam
P : teraba Lunak Tipis
: 6 cm
Ket : (+)
Pr : kepala ST +2, UUK kiri anterior
Pemeriksaan Panggul

8
CV : sukar dinilai
CD : sukar dinilai
Promontorium : sukar dinilai
linea inominata : sukar dinilai
Dinding samping : sukar dinilai
Sacrum : sukar dinilai
Spina Ischiadica : sukar dinilai
Arkus pubis : arkus pubis > 90o
Kesan panggul : baik

Hasil USG

BPD : 9,09 ( 36 minggu)


HC : 30,89 ( 36 minggu)
AC : 32,85 ( 37 minggu)
FL : 7,08 ( 37 minggu)
EFW : 3115 gr ( 37 minggu)
Kesan : Hamil 36-37 minggu

Hasil CTG :
Baseline : 145 x/menit
Variabilitas : 5-15 bpm
Akselerasi : >2x/10
Deselerasi : tidak ada
Gerak janin : >2x/10
Kontraksi : 4x/10
Kesan : CTG kategori I

V. DIAGNOSIS SEMENTARA
G1P0A0 Parturien Aterm kala I fase aktif JPKTH

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium

9
Hb : 11,1 gr/dl
Leukosit : 13,2 x 103 mm3
Ht : 31,7 %
Trombosit :160.000 /uL
DDR : (-)

VII. RESUME
Anamnesis
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT : Lupa. Pasien kontrol
kehamilan 1 kali di dr. Daniel Sp.OG. USG 1 kali , dikatakan janin
dalam keadaan baik. Taksiran kelahiran menurut USG 9- Februari 2017.
Pasien datang dengan keluhan sakit perut tembus belakang 1 Jam
hari SMRS. Keluar air air (+). Keputihan (-), gatal (-), bau (-).
Gerakan janin dirasakan aktif. Mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-).
Konjungtiva anemis (-), TFU : 32 cm dibawah sympisis pubis, LP: 98
cm, BJA : 140 x/menit, His: 4 x /10/40, TBBA: 3100 gram. Portio :
Lunak Tipis, : 6 cm, Ketuban : (+), Presentasi : kepala ST +2,
UUK kiri anterior

VIII. DIAGNOSIS KERJA


G1P0A0 Parturien Aterm kala I fase aktif Janin Presentasi Kepala
Tunggal Hidup.

IX. LAPORAN PERSALINAN


Tanggal/jam : 8 Februari 2017/04.00 wit
- Ibu dipimpin meneran sesuai dengan datangnya his
- Kepala janin turun sesuai sumbu jalan lahir sehingga tampak di
vulva
- Perineum meregang dan sangat kaku sementara ibu tidak terlalu kuat
dan terampil untuk mengedan.

10
- Tampak suboksiput di bawah simfisis. Dengan suboksiput sebagai
hipomoklion, kepala mengadakan defleksi maksimal sehingga
berturut-turut lahir UUB, dahi, muka, dagu, dan seluruh kepala
- Hidung dan mulut dibersihkan dengan kassa
- Dengan pegangan biparietal, tarikan ke belakang dan ke depan,
dilahirkan bahu depan dan belakang, kemudian seluruh lengan
- Dengan pegangan samping badan, dilahirkan trokanter depan dan
belakang, kemudian seluruh tungkai
- Jam 04.15 Lahir bayi laki-laki, BB 3100 g, PB 49cm, AS 8/9
- Air ketuban jernih
- Bayi dikeringkan dan diselimuti
- Tali pusat dijepit dan dipotong
- Ibu disuntik oxytocin 10 IU IM
- Dilakukan peregangan tali pusat terkendali
- Jam 04.20 lahir spontan plasenta lengkap
- Dilakukan massase fundus uteri, kontraksi baik
- Perineum grade II, episiotomy, hecting jelujur dengan vicryl 3.
- Perdarahan kala III-IV 250 cc

X. DIAGNOSA SEMENTARA
P1A0 Partus Maturus Spontan, dengan rupture perineum grade II

Selanjutnya dilakukan masase fundus, kontraksi uterus baik. Pada


eksplorasi jalan lahir selanjutnya didapatkan perineum (ruptur grade II),
dilakukan jahitan hemostasis Perineum grade II, episiotomy, hecting
jelujur dengan PGA 2.0

XI. DIAGNOSIS AKHIR


P1A0 Partus Maturus Spontan, Perineoraphy atas indikasi rupture
perineum grade II

11
XII. LAPORAN KALA IV : (Post Partum 2 jam)

TD N SB Kontraksi
Jam
(mmHg) (x/m) (C) Uterus
05.15 120/70 78 36,0 Baik
05.30 110/70 76 36,2 Baik
05.00 110/70 80 36,1 Baik
06.15 110/70 82 36,3 Baik

XIII. RENCANA TERAPI


- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, perdarahan
- Amoxicilin 3x500
- Paracetamol 3x500 mg/po
- SF 1 x 1 tablet/po
- Edukasi hygiene vulva perineum
- Edukasi KB
- Edukasi ASI ekslusif

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?


Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan obstetri. Pada anamnesis, pasien datang mengaku hamil

12
9 bulan dengan hari pertama haid terakhir tanggal Lupa. Pasien kontrol
kehamilan 1 kali di dr. Daniel Sp.OG. USG 1 kali , dikatakan janin dalam
keadaan baik. Taksiran kelahiran menurut USG Tanggal 9 Februari tahun
2017.

Pasien datang dengan keluhan sakit perut tembus belakang 1 Jam hari
SMRS. Keluar air air (+). Keputihan (-), gatal (-), bau (-). Gerakan janin
dirasakan aktif. Mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal,
sedangkan pemeriksaan obstetric dilakukan infeksi (periksa pandang), palpasi
(periksa raba), auskultasi (periksa dengar), dan pemeriksaan dalam.
3.1.1 inspeksi
Pada inspeksi didapatkan perut ibu lebih cembung atau tampak
membesar. Dalam teori dikatakan bahwa Pembesaran dinding abdomen sering
dianggap sebagai tanda dari terjadinya kehamilan. Pembesaran tersebut
terkaitkan dengan terjadinya pembesaran uterus di rongga abdomen.6
Kemudian pada inspeksi terdapat linea alba yang warnanya lebih hitam
yang merupakan garis hitam yang terbentang dari shimpisis sampai pusat,
selain itu terdapat juga striae gravidarum.

Berdasarkan teori bahwa pada banyak perempuan kulit di garis


penengahan perutnya (linea alba) akan berubah menjadi hitam kecokelatan
yang disebut dengan linea nigra. Pada kulit dinding perut akan terjadi
perubahan warna menjadi kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan
mengenai daerah pusat dan dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama
stiae gravidarum.6
Setelah melakukan inspeksi selanjutnya dilakukan palpasi dengan
tujuan memperkirakan adanya kehamilan, memperkirakan usia kehamilan,
presentasi-posisi dan taksiran berat badan janin, mengikuti proses penurunan
kepala pada persalinan, dan mencari penyulit kehamilan atau persalinan.7

3.1.2 Palpasi

Cara melakukan palpasi yaitu pemeriksaan Leopold yang terdiri dari:


1. Leopold I

13
Kaki penderita dibengkokkan pada lutut dan lipat paha.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita sambil melihat kearah
wajah penderita. Rahim dibawah ke tengah.7
Kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak
fundus uteri. Rasakan bagian janin yang berada pada bagian fundus
(bokong, atau kepala, atau kosong). Selanjutnya tentukan tinggi
fundus uteri untuk menetukan usia kehamilan.7
Pada kasus bagian teratas janin atau fundus uteri dirasakan
bagian yang lunak dan kurang melenting, kurang bundar sehingga
dapat dikatakan bagian teratas janin adalah bokong. Tinggi Fundus
Uteri diukur dari fundus uteri sampai simfisis pubis didapatkan TFU
32 cm. Sehingga dapat diperkirakan umur kehamilan 9 bulan. Hal ini
sesuai dengan teori yang tercantum pada tabel berikut ini.

Tinggi Fundus Uteri (dalam Umur Kehamilan (dalam Bulan)


cm)

20 5
23 6
26 7
30 8
32 9

Tabel : Umur kehamilan menurut tinggi fundus uteri (dalam cm)7


Rumus Jhonson Tausack ( Kepala sudah masuk PAP) :
I. (TFU 12 ) x 155 gram
II. (TFU 13)x 155 gram jika masih diatas panggul
III. (TFU-11) x 155gr jika sudah di atas panggul.
2. Leopold II
Kedua tangan pindah kesamping. Tentukan posisi punggung anak.
Punggung anak terdapat di sisi yang memberikan rintangan terbesar, Carilah
bagian-bagian kecil yang biasanya terletak berlawanan dengan sisi yang
member rintangan terbesar tadi. Kadang-kadang kepala atau bokong terdapat
di samping yang menjadi penentu. 7
Untuk menetukan letak punggung janin dan bagian-bagian terkecil. Pada
kasus dirasakan pada bagian sebelah kanan dirassakan punggung janin
sedangkan sebelah kiri merupakan bagian- bagian terkecil.

3. Leopold III

14
Hanya menggunakan satu tangan saja. Bagian bawah ditentukan antara
ibu jari dan jari lainnya. Tentukan apakah bagian bawah masih dapat
digoyangkan. Leopold III berfungsi untuk menentukan apa yang terdapat
dibagian bawah anak dan apakah bagian bawah anak ini sudah atau belum
terpegang oleh pintu atas panggul.7
Pada kasus diatas bagian terbawah janin adalah kepala dan bagian bawah
tidak dapat digoyangkan sehingga dapat dikatakan kepala janin sudah masuk
pintu atas panggul.

4. Leopold IV
Pemeriksa mengubah posisi tubuhnya dan melihat kearah kaki
sipenderita. Dengan menggunakan kedua tangan, tentukan apa yang menjadi
bagian bawah. Tentukan apakah bagian bawah sudah masuk kedalam pintu
atas panggul, dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul.
Jika kita rapatkan kedua tangan pada permukaan bagian terbawah kepala yang
masih teraba dari luar dan:7
1) Kedua tangan itu konvergen, berarti hanya bagian kecil dari kepala yang
turun ke dalam rongga.
2) Jika kedua tangan itu sejajar, berarti separuh dari kepala telah masuk ke
dalam rongga panggul.
3) Jika kedua tangan divergen, berarti bagian terbesar dari kepala telah
masuk kedalam rongga panggul dan ukuran terbesar kepala sudah
melewati pintu atas panggul.
Jika kita masukkan tangan kedalam rongga panggul dengan kepala yang
telah masuk kedalam pintu atas panggul, satu tangan akan masuk lebih jauh,
sedangkan tangan satunya tertekan oleh tonjolan kepala. Tonjolan kepala yang
teraba pada letak fleksi adalah daerah dahi, sedangkan pada letak defleksi
adalah belakang kepala. Jika tonjolan kepala bertentangan dengan bagian
kecil, anak dalam letak defleksi. Jika tonjolan kepala sesisi dengan bagian
kecil, anak dalam letak fleksi.7

Pada kasus di atas dirasakan kepala janin telah masuk ke dalam rongga
panggul dan ukuran terbesar dari kepala telah masuk kedalam rongga panggul
dan ukuran terbesar kepala sudah melewati pintu atas pintu panggul.

15
Dengan mengetahui Tinggi Fundus uteri dan posisi kepala bayi maka
berat badan janin dapat di ukur dengan mempergunakan rumus Johnson
Thousack, yaitu dengan mengukur jarak dari bagian atas simfisis pubis ke
fundus uteri dalam centimeter dikurangi 11, 12 dan 13, hasilnya dikali 155
didapatkan berat bayi dalam gram. Pengurangan 11 atau 12 dan 13 tergantung
dari posisi kepala bayi. Jika kepala masih floating atau belum memasuki pintu
atas panggul dikurang 13 sudah memasuki pintu atas panggul maka dikurang
12, jika kepala sudah memasuki spina ischiadika maka dikurangi 11 dikalikan
dengan 155.8
Pada kasus di atas didapatkan tinggi fundus uteri 30 cm dan kepala janin
telah masuk ke dalam rongga panggul dan ukuran terbesar dari kepala telah
masuk kedalam rongga panggul dan ukuran terbesar kepala sudah melewati
pintu atas pintu panggul sehingga taksiran berat janin dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Johnson Thousack .
(32 cm 11 cm) x 155 = 3255 gram

3.1.3 Auskultasi
Bunyi jantung terdengar disebelah kiri, sedikit di bawah pusat. Pada
kasus untuk mendengar bunyi jantung janin digunakan dopler dan didapatkan
denyut jantung janin 140 kali per menit.7

3.1.4 Pemeriksaan Dalam


Setelah dilakukan pemeriksaan luar dan anmnesis, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan dalam, yang merupakan pemeriksaan penting dalam persalinan.
Ada baiknya jika semua pasien yang baru masuk diperiksa dalam dengan
maksud:7
1) Untuk menentukan apakah pasien sudah sungguh-sungguh in partu atau
belum.
2) Untuk menentukan keadaan yang menjadi pangkal tolak dari rencana
pimpinan persalinan. Misalnya, jika seorang primigravida masuk dengan
pembukaan 6 cm, pembukaan lengkap dapat diharapkan sesudah 4 jam.

16
Jika ketuban sudah pecah pada pembukaan yang masih kecil, rencana
pimpinan persalinan berbeda dengan jika ketuban belum pecah.
3) Untuk lebih tepat menentukan ramalan persalinan.

Hal-hal yang harus diperiksa sewaktu pemeriksaan dalam.7


1) Keadaan serviks, yaitu dengan memasukkan jari pemeriksa sampai
meraba serviks. Dari serviks ditentukan kaku atau lunaknya serviks,
serviks yang kaku adalah yang kerasnya seperti ujung hidung dan dapat
memperlambat pembukaan, sedangkan cervix yang lunak seperti ujung
bawah daun telinga. Apakah serviks sudah mendatar atau belum? Jika
belum, apakah masih panjang atau sudah pendek? Apakah bibir serviks
masih tebal atau tipis? Dan berapa besar pembukaan.7
Pada kasus diatas, dirasakan portio tipis dan lunak dan pembukaan
sudah 6 cm yang menandakan persalinan kala 1 fase aktif, Hal ini sesuai
pada teori yang menyatakan Kala I fase aktif dimulai pada pembukaan
serviks 4 hingga lengkap (10 cm).

Pada persalian normal, terdapat beberapa fase:9


1. Kala I dibagi menjadi 2:
- Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam.
- Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar 6
jam.
2. Kala II: pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada
primigravida, 2 jam pada multigravida.
3. Kala III: segera setelah bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap, sekitar
30 menit.
4. Kala IV: segera setelah lahirnya plasenta hingga 2 jam post-partum.

2) Keadaan ketuban
1. Apakah ketuban ada atau tidak?

17
Ketuban terbentuk oleh selaput yang tipis, sehingga sukar untuk
merabanya. Untuk menentukan adanya ketuban, baiknya ditunggu
sampai ada his. Jika masih ada, ketuban akan menonjol sewaktu his
dan gelembung yang menonjol ini mudah teraba, jika ketuban sudah
pecah, tidak ada gelembung yang menonjol sewaktu his.7
2. Bagaimana keadaan ketuban?
Untuk dapat menunaikan faalnya mendilatasi serviks, ketuban
harus menonjol sewaktu his. Jika tidak menonjol, ketuban biasanya
rapat pada bagian depan, misalnya kepala. Ketuban yang tidak
menonjol itu mungkin disebakan karena selaput masih melekat pada
segmen bawah rahim. Untuk memperlancar persalinan, selaput ini
harus dilepaskan dari dasarnya dengan jari-jari. Jika hal ini pun tidak
berhasil, ketuban lebih baik dipecahkan. Ketuban yang lembek dan
keluar dari ostium sebagai belalai juga lebih baik dipecahkan. Pada
solution plasenta, ketuban terus-menerus menonjol, juga diluar his.
Hal ini disebabkan penambahan isi rahim.7
Pada pemeriksaan dalam pada kasus tersebut masih teraba
selaput ketuban dan ketuban masih utuh.
Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
obstetric maka diagnosa sementara pada pasien ini adalah Persalinan
Kala 1 aktif G1P0A0 hamil 37-38 minggu janin presentasi belakang
kepala tunggal hidup,
Selanjutnya pada pukul 04.10 ketuban pecah warna jernih.
Setelah dilakukan vaginal toucher (VT) ulang didapatkan pembukaan
lengkap, presentasi kepala hodge IV. Jam 04.20 pasien melahirkan
bayi laki-laki secara spontan dengan berat badan 3100 gram, panjang
badan 49 cm, dan apgar scor 8/9. Lahir plasenta kesan lengkap.
Tampak perdarahan dan setelah di inspeksi terdapat luka robekan
pada otot perineum.
Dalam menegakkan diagnosis, pengetahuan anatomi mutlak
harus dikuasai setiap operator. Langkah langkah yang dilakukan
antara lain:10

18
1. Meminta informed consent, untuk melakukan pemeriksaan rectal
dan vagina,
2. Lapangan operasi harus terlihat jelas. Sebaiknya penderita
berbaring dalam posisi litotomi,
3. Pencahayaan harus baik,
4. Bila mengeluh sakit, penderita diberi analgesi kuat sebelum
pemeriksaan
5. Inspeksi cermat daerah vulva, vagiinal dan rectal.
6. Menentukan luka di apeks vagina
7. Melakukan pemeriksaan rectal untuk mengetahui trauma mukosa
rectal dan spingter ani,
8. Menyibak labia dengan jari telunjuk dan tengah tangan kiri lalu
memasukkan jari telunjuk tangan kanan dengan hati-hati. Amati
kulit perineum dan otot spingter ani dengan sedikit menggerakkan
jari ke atas,
9. Untuk melakukan obstetric anal spingter injuries (OASIS),
lakukan pemeriksaan lebih seksama, setelah jari telunjuk masuk
ke rectum, otot spingter ani lalu diraba, akan teraba sensasi seperti
meraba pil (pil-rolling motion). Bila sensasi ini tidak teraba,
pasien diminta mengerutkan anusnya, maka akan jelas terlihat
perbedaan otot yang berkontraksi dan semakin menjauh.
10. Kemudian pemeriksaan dilakukan terhadap otot spingter ani
interna, yang tampak seperti daging tipis berwwarna putih. Ini
berbeda dengan otot spingter ani eksterna yang berwarna merah.

Setelah dilakukan pemeriksaan maka tampak robekan pada mukosa


vagina dan otot-otot perineum. Berdasarkan teori bahwa apabila robekan
perineum mengenai mukosa vagina dan otot perineum maka termasuk
ruptur perineum grade II. Berikut merupakan klasifikasi Ruptur perineum.

1. Ruptur perineum Spontan

19
Ruptur perineum spontan yaitu luka pada perineum yang terjadi
karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau
disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.11

Type Definisi

Intak Tidak ada pemisahan jaringan di situs manapun

Tingkat 1 Laserasi hanya pada kulit (yaitu melibatkan fourchette, kulit


perineum dan membrane mukosa vagina)

Tingkat 2 Kerusakan pada otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan


kerusakan spingter ani

Tingkat 3 Kerusakan perineum yang melibatkan kompleks spingter ani:


3a: robekan kurang dari 50% sfingter ani eksterna
3b: robekan lebih dari 50% sfingter ani ekterna
3c: robekan juga meliputi sfingter ani interna dan spingter ani
eksterna

Tingkat 4 Kerusakan perineum yang melibatkan kompleks spingter ani


(spingter ani external dan internal) dan epithelium anus (yaitu
melibatkan epitel anus/mukosa dubur.

Tabel 3.1: klasifikasi rupture perineum.12

2. Ruptur perineum yang disengaja (episiotomy)

20
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena dilakukan
pengguntingan atau perobekan pada perineum. Episiotomi adalah torehan
yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.11
Di masa lalu, di anjurkan untuk melakukan episiotomy secara rutin
yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada
perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan,
mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut
ternyata tidak di dukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup, tetapi
sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomy tidak boleh
dilakukan karenaada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomy
(misalnya persalinan dengan ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas
perineum, dsb). Para penolong persalinan harus cermat membaca kata
rutin pada episiotomy karena hal itulah yang tidak di anjurkan, bukan
episiotominya.8

Jadi dapat disimpulkan diagnosa pada pasien ini adalah P1A0 post
partus maturus spontan dengan ruptur perineum grade II.

3.2 Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

Penatalaksanaan pada pasien ini sebaiknya dilakukan episiotomy karena


perineum sudah tampak kaku, hal ini bertujuan untuk menghindari robekan
perineum yang tidak teratur, juga untuk mencegah adanya gawat janin akibat
aspirasi mekoneal. Hal ini berdasarkan teori indikasi dilakukan episiotomy.

Indikasi untuk melakukan episiotomy dapat timbul dari pihak ibu


maupun pihak janin

1. Indikasi janin
1) Sewaktu melahirkan janin aterm. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
2) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan
cunam, ekstraksi vakum, dan janin, besar.13

2. Indikasi ibu

21
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga
ditakuti akan terjadi robekan perineum, misal pada primi para, persalinan
sungsang, persalinan dengan cunam ekstraksi vakum dan anak besar.13

Namun indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan


episiotomy telah banyak berubah, Indikasi untuk melakukan episiotomi
untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan:

1) Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan .


2) Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ektraksi cunam
(forsep) atau ekstraksi vakum.
3) Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.9

Apabila telah terjadi rupture maka penalaksanaan selanjutnya adalah


penjahitan. Tujuan menjahit laserasi adalah untuk menyatukan kembali
jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak
perlu (memastikan hemostatis).11

Mempersiapkan Penjahitan

1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi


tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta
anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada
dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum dapat
dilihat dengan jelas.
4. Gunakan teknik aseptic pada memeriksa robekan atau episiotomy,
memberikan anastesi local dan menjahit luka.
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
7. Dengan teknik aseptic, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfektan
tingkat ringgi untuuk penjahitan.
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.

22
9. Gunakan kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk
menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah
atau bekuan darah yang yang ada sambil menilaidalam dan luasnya luka.
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika
laserasinya dalam atau episiotomy telah meluas, periksa lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan
jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari
tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan spingter ani. Raba
tonus atau ketegangan sfingter. Jika spingter terluka, ibu mengalami
laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk
jika mengalami laserasi serviks.
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril yang baru setelah melakukan rectum.
12. Berikan anastesi local.
13. Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2.0 atau 3.0. Benang
kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama, dan paling sedikit menimbulkan
reaksi jaringan.
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan
jepit jarum tersebut.9

Gambar. Pemeriksaan Vagina.

23
Memberikan anastesi local

Berikan anastesi kepada setiap kepada ibu yang memerlukan penjahitan


laserasi atau episiotomy. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan
anastesi local merupakan asuhan saying ibu. Jika ibu dilakukan episiotomy
dengan anastesi local, lakukan pengujian pada luka untuk mengetahui bahwa
bahan anastesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau cubit
dengan forcep/cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, ulangi pemberian anastesi
local.9

Gunakan tabung suntik steril sekali pakkai dengan jarum ukuran 22


panjang 4 cm.Jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar bias
digunakan, tapi jarum harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat
yang memerlukan anesthesia. Obat standar untuk anastesia local adalah 1%
lidokain tanpa epinefrin (silokain). Jika lidookain 1 % tidak tersedia, gunakan
lidokain 2% yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin dengan
perbandingan 1:19

1. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu merasa santai.
2. Hisap 10 ml larutan lidokain 1% kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10
ml (tabung suntik yang lebih besar boleh digunakan jika diperlukan). Jika
lidokain 1% tidak tersedia, larutkan satu bagian 2% dengan 1 bagian normal
salin atau air steril yang sudah disuling.
3. Tempelkan jarumukuran 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut.
4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laseraasi atau sayatan atau tarik jarum
sepanjang tepi luka (kea rah bawah ke arah mukosa dan kulit perineum).
5. Aspirasi (tarik pendorong jarum suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak
berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk kedalam ke dalam tabung
suntik, jangan masukkan lidokain dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan
posisi jarum dan suntikkan kembali.
6. Suntikkan anastesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik di
tarik perlahan-lahan.
7. Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut
disuntikkan.

24
8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4,
dan sekali lagi ulangi langkah ke-4 sehingga tiga garis di satu sisi luka
mendapatkan anastesi local. Ulangi proses ini disisi lain dari luka tersebut.9

Pada kasus saat perineum meregang hingga perineum menjadi kaku, akan
tetapi dalam penatalaksaan pada kasus ini tidak dilakukan episiotomy sehingga
terjadi robekan perineum. Jadi pada kasus ini sebaiknya dilakukan episiotomy
untuk menghindari rupture perineum yang tidak teratur dan mencegah terjadinya
gawat janin. Dengan dilakukannya episiotomy maka bayi dapat segera dilahirkan
sehingga dapat menghindari aspirasi mekoneal atau ketuban yang warnanya hijau
kental.
Kemudian pada kasus ini penjahitan perineum atau perineoraphi dilakukan
dengan penyuntikan lidocain sehingga saat dilakukan penjahitan pasien dalam
keadaan tenang.
Untuk mencegah infeksi pada luka jahitan perineum maka pasien diberikan
antibiotic berupa coamoxciclav 3 kali 625 miligram, untuk mencegah nyeri
diberikan asam mefenamat 3 kali 500 mg, untuk mencegah anemia diberikan sulfa
ferosus 1 kali 1 tablet.
Selanjutnya pasien di edukasi mengkonsumsi makanan yang tinggi protein
agar luka perineum cepat membaik serta edukasi menyusui selama enam bulan
karena penting untuk perkembangan bayi juga sebagai kontrasepsi alami pada ibu,
selain itu dapat diedukasi untuk menggunakan kontrasepsi buatan.

25
BAB V

PENUTUP

Diagnosa kehamilan dan persalinan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan obstetrik yang terdiri dari inspeksi, palpasi, auskultasi dan
pemeriksaan dalam. Pada kasus ini pasien di diagnosa P1A0 post partus maturus
spontan dengan rupture perineum grade II.

Penatalaksanaan pada kasus ini sebaiknya dilakukan episiotomy agar ruptur


perineum teratur atau lukanya rata dan bersih serta bayi dapat segera dilahirkan
untuk mencegah adanya gawat janin. Selanjutnya rupture perineum pada pasien
ini dilakukan penjahitan hemostatis dan sebaiknya sebelum penjahitan perineum
diberikan anasstesi local berupa lidocain dengan aquades injeksi dengan
perbandingan 1:1 untuk menghindari rasa nyeri yang berlebihan saat dilakukan
penjahitan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Udiyana. Robekan jalan lahir. Download pada tanggal 20 Februari 2017 di


https://www.scribd.com/doc/53389151/Robekan-jalan-lahir
2. Nasution , Nuraisyah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
rupture perineum pada ibu bersalin.. Fakultas Kedokteran USU.2008: Hal 1-2
3. Cunningham, F Gary, et all. Laserasi Jalan Lahir:Obstetri Williams edisi
23.Jakarta:EGC.2013. hal 418
4. Edozien LC, Gurol-Urganci I, Cromwell DA, Adams EJ, Richmond DH,
Mahmood TA, van der Meulen JH. Impact of third- and fourth-degree
perineal tears at first birth on subsequent pregnancy outcomes: a cohort
study. BJOG 2014; DOI: 10.1111/1471-0528.12886
5. Stedenfeldt M, Pirhonen J, Blix E, Wilsgaard, Vonen B, Oian P. Episiotomy
Characteristics and risk for Obstetric Anal Sphinter Injuries: a Case-Control
Study.BJOG;2012;DOI:10.1111/j.1471-0528.2012.03293.x
6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2010:Hal 175-179
7. Wirakusumah Firman, et all. editor. Pemeriksaan kehamilan dan persalinan:
Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Edisi 2. Jakarta: EGC.2012: hal 88-92,163
8. Martini Ira, dkk.. Pemeriksaan Obstetri. 2014. Download pada tanggal 10
februari 2016 di https://www.scribd.com/doc/197718977/Anamnesa-
Pemeriksaan-Obstetri-Dasar
9. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Download di http://www.edukia.org/web/wp-
content/uploads/2013/10/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Ibu.Pdf

27
10. Martaadisoebrata, Djamhoer, et all. editor. Kerusakan jalan lahir karena
persalinan: Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 3 Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Jakarta: EGC. 2015: hal 191-192
11. Septivianti, Cyntia dan Feidriwan. Laserasi perineum. Download pada tanggal
15 Februari 2016 di https://www.scribd.com/doc/129554796/Ruptur-Perineum
12. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program Perineal
Care.Quennsland.2015 download pada tanggal 11 februari 2016 di
https://www.health.qld.gov.au/qcg/documents/g_pericare.pdf
13. Wiknjosastro, Hanifa, et all editor..Perawatan Luka Jalan Lahir: Ilmu bedah
kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2000:hal
171-176

28

Anda mungkin juga menyukai