Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya


kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan
benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi. faktor etiologi utama terjadinya fraktur mandibula bervariasi
berdasarkan lokasi geografis, namun kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab
paling umum. Beberapa penyebab lain berupa kelainan patologis seperti keganasan pada
mandibula, kecelakaan saat kerja dan kecelakaan akibat olahraga.

Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal ini
disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis fraktur mandibula dapat
ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya
gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra
oral, gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan). Evaluasi
radiografis pada mandibula mencakup foto polos, bila perlu dilakukan foto waters, CT Scan
dan pemeriksaan panoreks.

Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial)
mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi
(hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran
dan diagnosis fraktur mandibula. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi
menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang wajah
(maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan
perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages),
pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. B. I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 20 Tahun

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Kamp. Buton Perumnas II Waena

No. DM : 43 48 35

2.2. KELUHAN UTAMA

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 19 September 2017. Pasien datang ke


Poliklinik Gigi dan Mulut RSUD Dok II Jayapura dengan keluhan sulit membuka mulut
dan terasa keram pada bibir bawah sejak 2 hari yang lalu.

2.3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan sulit membuka mulut dan terasa keram pada bibir
bawah yang dirasakan sudah sejek 2 hari yang lalu, pasien mengaku 2 minggu yang
lalu pasien di pukuli polisi dengan menggunakan sepatu laras pada bagian wajah, pasien
sudah sempat mendapatkan penanganan di RS Abepura, awal masuk pasien mengatakan
tidak dapat berbicara karena adanya bengkak dan rasa nyeri pada daerah wajah, gigi
terasa sakit.

2.4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Gigi berlubang (+)

Hipertensi disangkal, Diabetes mellitus, penyakit jantung disangkal


2.5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti ini.

2.6. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 19 september 2017 di poliklinik Gigi


dan Mulut RSUD Dok 2 Jayapura.

Status Generalis

Tanda-tanda Vital:

Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 98x/menit

Respirasi : 18X/menit

Suhu : 37,2oC

Kepala/ Leher : Tampak udem pada regio facialis, konjungtiva anemis


(-/-) sklera ikterik (-). Pupil bulat, isokhor, ukuran 3
mm/3 mm, letak di tengah, pipi kanan/kiri simetris.

Status Lokalis

1. Pemeriksaan Ekstra Oral


a) Wajah
- Inspeksi : tampak wajah simetris, pembengkakan (+), trismus positif (+)
, eritema (-)
- Palpasi : asimetris (-)
b) Leher
- Inspeksi : simetris
- Palpasi : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Gambar. Foto Pasien tampilan AP, Lateral kanan, dan Lateral kiri
2. Pemeriksaan Intra Oral
- mukosa pipi : tidak ditemukan kelainan
- mukosa palatum : tidak ditemukan kelainan
- mukosa dasar mulut : tidak ditemukan kelainan
- mukosa pharynx : tidak ditemukan kelainan
- gingiva atas : tidak ditemukan kelainan
- gingiva bawah : tampak benjolan di sebelah kiri bawah dengan
diameter 2 cm, bertangkai, batas tegas, ireguler, permukaan licin,
konsistensi kenyal, eritematous, tanda perdarahan (-), mobile.
- gigi :
inspeksi : terdapat stein hampir diseluruh gigi geligi.
palpasi : tidak ditemukan kelainan

perkusi : tidak ditemukan kelainan


mobilitas : tidak ditemukan kelainan

Gambar. Intraoral pasien

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan radiologi : Foto panoramik pada tanggal 15September 2017.

Gambaran radiografik tdk ada kerusakan tulang alveolar

Pemeriksaan PA : FNA

2.8. DIAGNOSA KERJA

Suspek epulis granulomatosa regio 34

2.9. DIAGNOSA BANDING

Epulis fibromatosa, epulis gravidarum, Hemangioma.

2.10. TERAPI
- Anastesi lokal
- Eksisi / Ekskoklease epulis.
- Kontrol bila ada perdarah atau kekambuhan.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. ANATOMI MANDIBULA

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi geligi. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan
adanya temporomandibular joint dan disangga oleh otot otot mengunyah. Mandibula
terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Corpus mandibula bertemu
dengan ramus masing masing sisi pada angulus mandibulae (Gambar 1). Pada
permukaan luar digaris tengah corpus mandibulae terdapat sebuah rigi yang
menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama perkembangan, yaitu simfisis
mandibulae. Foramen mental dapat dilihat di bawah gigi premolar kedua. Dari lubang ini
keluar a., v., n. alveolaris inferior.
Fraktur mandibula sangat penting dihubungkan dengan adanya otot yang berorigo
atau berinsersio pada mandibula ini. Otot tersebut adalah otot elevator, otot depressor
dan otot protrusor.

Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental


inferior dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri
maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis.

3.2. DEFINISI FRAKTUR MANDIBULA

Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh
adanya kecelakaan yang timbul secara langsung.

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya


kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah
ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.

3.3. ETIOLOGI

Setiap pukulan keras pada wajah dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur
pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar
dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur mandibula lebih
sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton wajah lainnya.

Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.


1) Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis,
imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
3.4. INSIDENSI

Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga


tengah. Schuchordt et al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997
fraktur terjadi pada mandibula itu sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada
mandibula maupun pada bagian sepertiga tengah dari skeleton fasial, sehingga terdapat
2103 fraktur mandibula.
Fraktur mandibula meliputi 40% 62% dari seluruh fraktur wajah, perbandingan
pria dan wanita, yaitu 3 : 1 7 : 1 tergantung dari penelitian dan Negara. Fraktur
subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur angulus lebih sering
pada remaja dan dewasa muda.

3.5. KLASIFIKASI

Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan


pola frakturnya.

1) Lokasi Anatomi / Anatomi Located


Klasifikasi ini sudah dimodifi oleh Kelly dan Hariggan yang dipaparkan melalui
penelitian Epidemologinya. Kelly dan Hariggana membagi fraktur mandibula
bedasarkan lokasi anatomisnya.

Gambar 1. Persentase kejadian fraktur mandibula menurut lokasi anatomisnya.


Sumber : Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. Ed.
Ke-5.Mosby Elsevier. St. Louis. 2008.
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa
gangguan pada underlying osseus structure.
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus
alveolar ke batas inferior secara vertikal.
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua
dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body
dan ramus mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari
titik inferior body mandibula dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal
melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang
memanjang secara vertikal dari sigmoid notch ke batas inferior mandibula.
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus
mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan
condylus bisa diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular,
tergantung dari relasi fraktur dan capsular attachment.

2) Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibula :
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak
berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa
eksponansi jaringan sekitar daerah fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan
lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan
processus alveolar.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang
mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility
antara proksimal dan fragmen distal.
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada
satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple
fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang
berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi.
Biasanya menunjukan kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan
saraf pada fraktur mandibula proximal ke foramen mentale atau distal ke
mandibula foramen.
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada
mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu
fragment lainnya.
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma.
Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik
kontak lokasi trauma.
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma
pada tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat
di lokasi fraktur. Contohnya kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang
mempertahankan relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi,
simple angulation pada processus condylus nyata pada relasi fragment
mandibular yang tersisa tanpa ada perkembangan dari jarak atau tumpang
tindih diantara dua segmen. Displacement, pergerakan fragment condylus
dengan relasi segmen mandibular pergerakan lpada lokasi fraktur.
k. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada
fossa glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan frakturpada
condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi
karena trauma tanpa meliabatkan fraktur pada condylusnya.
Gambar. Klasifikasi Fraktur Mandibula

3.6. GEJALA
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1) Perubahan oklusi.
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi
dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula
pada beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior
disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur
maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior
disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open
bite unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan
oleh fraktur kondilus dan midline simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan
fraktur angulus atau kondilus. Oklusi prognatik disebabkan oleh karena pergerakan
berlebih dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa kelainan oklusi karena fraktur
mandibula.

Kelainan Oklusi Daerah yang diduga mengalami fraktur

Kontak prematur gigi post.


Kondilus atau sudut mandibula (bilateral)
Openbite anterior
Prosesus alveolar anterior atau daerah
Openbite posterior
parasymphyseal
Kondilus dan midline symphyseal
denganmiringnya segmen posterior dari
Posterior crossbite
mandibula

Retrognatik Kondilus dan sudut mandibula


Unilateral openbite Sudut ipsilateral dan parasymphyseal
Prognatik Efusi TMJ
Tabel : Kelainan Oklusi yang Terjadi, dibandingkan dengan Daerah yang Diduga
Mengalami Fraktur

2) Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah.


Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana
nervus ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja
terjadi fraktur pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya
perubahan sensasi pada bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan
anesthesi.

3) Pergerakan Abnormal Mandibula


Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang
terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu kondilaris
karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan
mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai
prosessus koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus
zygomatikus. Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh fraktur pada
prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak prematur gigi.

Daerah yang Kemungkinan


Kelainan Pergerakan Mandibula Mengalami
Fraktur
Ketidakmampuan membuka rahang Prosesus koroniod, ramus dan lengkung
zigomatikum

Prosesus alveolaris, ramus, sudut atau


Ketidak mampuan menutup rahang
symphysis

Kondilus (bilateral), ramus dengan


Pergerakan lateral
displacement tulang
Tabel : Kelainan Pergerakan Mandibula, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami
Fraktur

4) Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.


Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa
wajah dan mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian
lateral wajah mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus.
Tampilan memanjang pada muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada
subkondilar angulus atau corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi
kemungkinanadanya fraktur mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal
pada kurva mandibula, adanya fraktur harus dicurigai.

Perubahan pada wajah Daerah yang Kemungkinan Mengalami


Fraktur
Bagian lateral yang lebih datar Korpus, ramus, sudut mandibula

Parasymphyseal (bilateral)
Retruded chin Subkondilar (bilateral), sudut, korpus
Pemanjangan wajah menyebabkan posisi mandibula lebih ke
bawah
Tabel : Perubahan pada Wajah, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur

5) Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.


Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara
signifikan atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula.
Adanya luka harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe
fraktur dapat dilihat melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk
mendiagnosis. Adanya kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur
korpus mandibula atau fraktur simfiseal.

6) Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.


Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis
fraktur pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat
menyebabkan fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple
mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan
palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi
dan jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.

7) Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.


Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan
tanda-tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan
tanda-tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis
juga diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa
digunakan pada kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique,
posteroanterior, occlusal view,periaphical view, reverse townes, foto TMJ, dan CT
scan.

3.7. DIAGNOSIS
3.7.1. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat
trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat
menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada
maka kemungkian fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita
harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis
dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi menganai;
keadaan kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan
penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun
meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir
dengan penggunaan obat-obat anestesi.
3.7.2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak
atau kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus
diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi
Gustillo et. Al.
Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus
gentle dan bila perlu dapat ditiadakan.
Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di
sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal
fraktur yang berupa: pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit,
pengembalian darah ke kapiler
3.7.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah
tidak terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah
struktur tulang dasar tengkorak dan tulang servikal. Identitas penderita dan
tanggal pemeriksaan dengan sinar penting dikerjakan sesudah tindakan atau pada
tindak lanjut (folow up) penderita guna menentukan apakah sudah terlihat kalus,
posisi fragmen dan sebagainya. Jadi pemeriksaan dapat berfungsi memperkuat
diagnosis, menilai hasil dan tindak lanjut penderita.
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,
pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak
ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang
longgar dan krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan).
Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan
panoramiks. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta
luas fraktur adalah dengan CT Scan (Gambar 3). Pemeriksaan panoramix juga
dapat dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas
pemeriksaan yang memadai.
3.7.4. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informatif digunakan dalam
mendiagnosis fraktur mandibula adalah radiograf panoramik.
Panoramik menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula
dalam satu radiograf.
Panoramik membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan
melihat secara detail area TMJ, simfisis dan gigi / daerah proses alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal, dapat membantu.
Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angel, fraktur
pada corpus posterior. Bagian kondilus, bicuspid dan daerah simfisis
seringkali tidak jelas.
Tampilan oklusal mandibula menunjukkan perbedaan di posisi tengah dan
lateral fraktur body.
Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan
medial ataulateral ra mus, sudut, tubuh, atau fraktur simfisis.
CT scan juga dapat membantu :
CT scan juga memungkinkan dokter untuk survei fraktur wajah daerah
lain, termasuk tulang frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan
seluruh sistem horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera.
CT scan juga ideal untuk fraktur condylar, yang sulit untuk
memvisualisasikan (gambar 3).

3.8. PENATALAKSANAAN
A. Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi
fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula
yang baik
4. Deviasi mandibula minimal
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi
maupun istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang.

Prinsip Perawatan :
1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa
dilakukan dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan intermaxillary
fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan bone plate.
3. Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu
tertentu diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.

Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan :


1. Evaluasi dan monitor keadaan umum pasien, seperti jalan napas, kontrol
hemoragi, dan manajemen untuk mencegah kerusakan sistem organ lain.
2. Pemeriksaan klinis yang baik dan hasil radiografi.
3. Penanganan trauma dental bersamaan dengan fraktur mandibula. Operator harus
mampu menentukan gigi mana yang dapat dipertahankan atau harus diekstraksi.
4. Pencapaian oklusi.
5. Jika trauma fraktur juga meliputi area fasial, fraktur mandibula harus ditangani
lebih dulu.
6. Periode pelaksanaan terapi tergantung pada tipe fraktur, lokasi, jumlah dan
keparahan, kondisi kesehatan umum pasien, usia, dan metode terapi yang
digunakan.
B. Jenis Perawatan
Jenis Perawatan :
1. Perawatan Konservatif
Ketika terlihat garis fraktur pada tampilan radiografis tapi tidak terlihat
displacement.
a. Kontrol rasa sakit dengan obat analgesik yang cukup kuat seperti
pentazosin, karena pasien fraktur mandibula measakan derajat sakit yang
ekstrem, hingga bisa terjadi syok.
b. Kontrol infeksi untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu
diberikan.
c. Stabilisasi sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel.
d. Diet
e. Instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut
f. Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan
g. Follow up

2. Perawatan Aktif
a. Reduksi Tertutup
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter melihat
frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan.

Gambar. Raduksi Tertutup


Reduksi tertutup kemudian dibantu dengan :
- Intermaxillary Fixation (IMF)
Yaitu proses fiksasi yang dibantu dengan aplikasi kawat-kawat atau
karet elastik antara rahang atas dan rahang bawah. Metode utama fiksasi
ini adalah wiring, arch bars, dan splints.
Wiring
Sebenarnya ada beberapa macam teknik wiring yang dapat dilakukan
untuk proses fiksasi, tapi kedua jenis teknik wiring dibawah ini paling
sering digunakan.
Multiple loop wiring
Teknik wiring dimana 4 gigi posterior dikawat bersama.

Ivy loop wiring


Ivy loop hanya meliputi 2 gigi yang berlawanan. Ivy loop
dapat lebih mudah diaplikasikan dan lebih singkat waktu
pengerjaannya dibandingkan multiple loop, walaupun kadang
sejumlah ivy loop diperlukan di beberapa area lengkung gigi.

Gambar. Ivy Loop Wiring


Arch Bars
Penggunaan arch bars dianggap metode yang paling ideal untuk
perawatan IMF. Arch bars ada yang sudah tersedia dari pabrik dan
bisa juga dibuat sendiri.

Gambar. Arch Bars

Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan
fiksasi yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona
fraktur memang diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi
yang dibutuhkan tidak dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang
sangat sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula
yang sederhana di area lengkung gigi, maka dokter biasanya akan
lebih memilih menggunakan splint sehingga bukaan rahang tidak
perlu ditutup rapat dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok tulang
atau pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang tertunda,
splint diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka panjang.
Gambar. Splint Akrilik
- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana
manajemen dengan IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus
mandibula terutama dapat diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa
harus mengekspos fragmen fraktur.

Gambar. Skeletal Pin

Setelah dilakukan fiksasi, maka rahang diimobilisasi dalam jangka


waktu tertentu untuk memberikan fase penyembuhan. Lamanya waktu
imobilisasi tergantung pada lokasi fraktur, ada atau tidaknya gigi di
daerah fraktur, usia pasien, dan ada atau tidaknya infeksi.
Secara umum, perawatan fraktur mandibula mulai stabil pada
minggu ke-4. Dewasa 3-6 minggu. Anak-anak 2-3 minggu. Lanjut usia
6-8 minggu.
Ada panduan sederhana untuk mengukur waktu imobilisasi fraktur
pada area bergigi oleh Killey dan Kay. Yaitu :
Dewasa muda dengan fraktur pada angulus dan mendapatkan perawatan
dini dengan gigi pada garis fraktur diekstraksi 3 minggu.
Jika :
- Gigi pada garis fraktur dipertahankan tambah 1 minggu.
- Fraktur pada simfisis tambah 1 atau 2 minggu.
- Anak-anak dan orang lebih tua substract 1 minggu.
Berikan antibiotik dan kontrol nutrisi pasien.

b. Reduksi Terbuka
- Indikasi
1. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi atau daerah
parasimfisis mandibula
2. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
3. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomi
4. Fraktur yang membutuhkan bone graft
5. Multiple fraktur
- Macam-macam reduksi terbuka
1. Reduksi tulang peroral
2. Reduksi tulang perkutan

3.9. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya


jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah
infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan
komplikasi lainnya.

Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan


penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union, hal ini akan memberi
keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada
sendi rahang (Temporo mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan
ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan1. Hal ini tidak hanya berdampak pada
sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon
nyeri (myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan
mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak
dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan atau penangnanan
secara adekuat.
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union.
Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik,
kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak
menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan
mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-
kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat
untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula
DAFTAR PUSTAKA

1. Ajmal S, Khan M. A, Jadoon H, Malik S. A. (2007). Management protocol of


mandibular ractures at Pakistan Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J
Ayub Med Coll Abbottabad. Volume 19, issue 3. Available at
http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/19-3/13%20Samira%20Ajmal.pdf last
update 12 Desember 2010
2. Adams G. L, Boies L. R, Higler P. A, (1997) Boies Buku Ajar penyakit THT. Edisi 6.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
3. Snell R. S. (2006) Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta.
4. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview last update 12 Desember
2010
5. Soepardi E A, Iskandar N. (2006). Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. Bab VII, hal 132-156. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia. Jakarta
6. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007).
Management of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf. last update 12 Desember 2010.
7. Sjamsuhidajat, Jong W D. (2005). Buku Ajar ilmu bedah, Edisi 2, penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.
8. Barrera J. E, Batuello T. G. (2010). Mandibular Angle Fractures: Treatment.
Available at http://emedicine.medscape.com/article/868517-treatment. last update 21
Desember 2010
9. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-treatment. last update 21 Desember
2010

Anda mungkin juga menyukai