PENDAHULUAN
Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal ini
disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis fraktur mandibula dapat
ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya
gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra
oral, gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan). Evaluasi
radiografis pada mandibula mencakup foto polos, bila perlu dilakukan foto waters, CT Scan
dan pemeriksaan panoreks.
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial)
mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi
(hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran
dan diagnosis fraktur mandibula. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi
menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang wajah
(maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan
perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages),
pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. B. I
Umur : 20 Tahun
Pekerjaan : Swasta
No. DM : 43 48 35
Pasien datang dengan keluhan sulit membuka mulut dan terasa keram pada bibir
bawah yang dirasakan sudah sejek 2 hari yang lalu, pasien mengaku 2 minggu yang
lalu pasien di pukuli polisi dengan menggunakan sepatu laras pada bagian wajah, pasien
sudah sempat mendapatkan penanganan di RS Abepura, awal masuk pasien mengatakan
tidak dapat berbicara karena adanya bengkak dan rasa nyeri pada daerah wajah, gigi
terasa sakit.
Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti ini.
Status Generalis
Tanda-tanda Vital:
Nadi : 98x/menit
Respirasi : 18X/menit
Suhu : 37,2oC
Status Lokalis
Gambar. Foto Pasien tampilan AP, Lateral kanan, dan Lateral kiri
2. Pemeriksaan Intra Oral
- mukosa pipi : tidak ditemukan kelainan
- mukosa palatum : tidak ditemukan kelainan
- mukosa dasar mulut : tidak ditemukan kelainan
- mukosa pharynx : tidak ditemukan kelainan
- gingiva atas : tidak ditemukan kelainan
- gingiva bawah : tampak benjolan di sebelah kiri bawah dengan
diameter 2 cm, bertangkai, batas tegas, ireguler, permukaan licin,
konsistensi kenyal, eritematous, tanda perdarahan (-), mobile.
- gigi :
inspeksi : terdapat stein hampir diseluruh gigi geligi.
palpasi : tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan PA : FNA
2.10. TERAPI
- Anastesi lokal
- Eksisi / Ekskoklease epulis.
- Kontrol bila ada perdarah atau kekambuhan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi geligi. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan
adanya temporomandibular joint dan disangga oleh otot otot mengunyah. Mandibula
terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Corpus mandibula bertemu
dengan ramus masing masing sisi pada angulus mandibulae (Gambar 1). Pada
permukaan luar digaris tengah corpus mandibulae terdapat sebuah rigi yang
menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama perkembangan, yaitu simfisis
mandibulae. Foramen mental dapat dilihat di bawah gigi premolar kedua. Dari lubang ini
keluar a., v., n. alveolaris inferior.
Fraktur mandibula sangat penting dihubungkan dengan adanya otot yang berorigo
atau berinsersio pada mandibula ini. Otot tersebut adalah otot elevator, otot depressor
dan otot protrusor.
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh
adanya kecelakaan yang timbul secara langsung.
3.3. ETIOLOGI
Setiap pukulan keras pada wajah dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur
pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar
dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur mandibula lebih
sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton wajah lainnya.
3.5. KLASIFIKASI
2) Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibula :
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak
berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa
eksponansi jaringan sekitar daerah fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan
lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan
processus alveolar.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang
mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility
antara proksimal dan fragmen distal.
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada
satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple
fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang
berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi.
Biasanya menunjukan kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan
saraf pada fraktur mandibula proximal ke foramen mentale atau distal ke
mandibula foramen.
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada
mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu
fragment lainnya.
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma.
Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik
kontak lokasi trauma.
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma
pada tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat
di lokasi fraktur. Contohnya kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang
mempertahankan relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi,
simple angulation pada processus condylus nyata pada relasi fragment
mandibular yang tersisa tanpa ada perkembangan dari jarak atau tumpang
tindih diantara dua segmen. Displacement, pergerakan fragment condylus
dengan relasi segmen mandibular pergerakan lpada lokasi fraktur.
k. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada
fossa glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan frakturpada
condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi
karena trauma tanpa meliabatkan fraktur pada condylusnya.
Gambar. Klasifikasi Fraktur Mandibula
3.6. GEJALA
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1) Perubahan oklusi.
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi
dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula
pada beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior
disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur
maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior
disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open
bite unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan
oleh fraktur kondilus dan midline simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan
fraktur angulus atau kondilus. Oklusi prognatik disebabkan oleh karena pergerakan
berlebih dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa kelainan oklusi karena fraktur
mandibula.
Parasymphyseal (bilateral)
Retruded chin Subkondilar (bilateral), sudut, korpus
Pemanjangan wajah menyebabkan posisi mandibula lebih ke
bawah
Tabel : Perubahan pada Wajah, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur
3.7. DIAGNOSIS
3.7.1. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat
trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat
menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada
maka kemungkian fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita
harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis
dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi menganai;
keadaan kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan
penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun
meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir
dengan penggunaan obat-obat anestesi.
3.7.2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak
atau kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus
diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi
Gustillo et. Al.
Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus
gentle dan bila perlu dapat ditiadakan.
Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di
sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal
fraktur yang berupa: pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit,
pengembalian darah ke kapiler
3.7.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah
tidak terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah
struktur tulang dasar tengkorak dan tulang servikal. Identitas penderita dan
tanggal pemeriksaan dengan sinar penting dikerjakan sesudah tindakan atau pada
tindak lanjut (folow up) penderita guna menentukan apakah sudah terlihat kalus,
posisi fragmen dan sebagainya. Jadi pemeriksaan dapat berfungsi memperkuat
diagnosis, menilai hasil dan tindak lanjut penderita.
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,
pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak
ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang
longgar dan krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan).
Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan
panoramiks. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta
luas fraktur adalah dengan CT Scan (Gambar 3). Pemeriksaan panoramix juga
dapat dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas
pemeriksaan yang memadai.
3.7.4. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informatif digunakan dalam
mendiagnosis fraktur mandibula adalah radiograf panoramik.
Panoramik menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula
dalam satu radiograf.
Panoramik membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan
melihat secara detail area TMJ, simfisis dan gigi / daerah proses alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal, dapat membantu.
Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angel, fraktur
pada corpus posterior. Bagian kondilus, bicuspid dan daerah simfisis
seringkali tidak jelas.
Tampilan oklusal mandibula menunjukkan perbedaan di posisi tengah dan
lateral fraktur body.
Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan
medial ataulateral ra mus, sudut, tubuh, atau fraktur simfisis.
CT scan juga dapat membantu :
CT scan juga memungkinkan dokter untuk survei fraktur wajah daerah
lain, termasuk tulang frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan
seluruh sistem horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera.
CT scan juga ideal untuk fraktur condylar, yang sulit untuk
memvisualisasikan (gambar 3).
3.8. PENATALAKSANAAN
A. Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi
fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula
yang baik
4. Deviasi mandibula minimal
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi
maupun istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang.
Prinsip Perawatan :
1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa
dilakukan dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan intermaxillary
fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan bone plate.
3. Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu
tertentu diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.
2. Perawatan Aktif
a. Reduksi Tertutup
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter melihat
frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan.
Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan
fiksasi yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona
fraktur memang diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi
yang dibutuhkan tidak dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang
sangat sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula
yang sederhana di area lengkung gigi, maka dokter biasanya akan
lebih memilih menggunakan splint sehingga bukaan rahang tidak
perlu ditutup rapat dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok tulang
atau pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang tertunda,
splint diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka panjang.
Gambar. Splint Akrilik
- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana
manajemen dengan IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus
mandibula terutama dapat diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa
harus mengekspos fragmen fraktur.
b. Reduksi Terbuka
- Indikasi
1. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi atau daerah
parasimfisis mandibula
2. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
3. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomi
4. Fraktur yang membutuhkan bone graft
5. Multiple fraktur
- Macam-macam reduksi terbuka
1. Reduksi tulang peroral
2. Reduksi tulang perkutan
3.9. KOMPLIKASI