Anda di halaman 1dari 45

Presentasi Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE


PADA PASIEN ANAK DI RUMAH SAKIT
DR. MOEWARDI

Oleh :

RESCHITA ADITYANTI G9911112121 (G-21-2012)

SOFINA KUSNADI G9911112132 (G-22-2012)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang


disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Virus ini ditransmisikan
melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Pada saat ini
jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk. Umur
terbanyak yang terkena penyakit ini adalah kelompok umur 4-10 tahun.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang
tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi virus dengue
sudah melanda seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu, semua praktisi
kesehatan harus dapat mendiagnosis dan menangani penyakit ini dengan benar.
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. S
Tanggal lahir : 24 Januari 1996
Umur : 16 tahun
Berat badan : 44 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Wonosaren RT 1 RW 8 Jagalan Jebres Surakarta
Tanggal masuk : 13 April 2012 jam 20.58
Tanggal pemeriksaan : 13 April 2012
No. CM : 01122858

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak dua hari SMRS pasien panas tinggi mendadak, sudah berobat
dan mendapatkan obat penurun panas. Panas turun kemudian naik lagi.
Batuk (-), pilek (-), sesak (-), pusing (-), muntah (-), mimisan (-), nyeri
sendi (-), udem (-), nyeri perut (-), mencret (-), petekie (-). SMRS pasien
masih panas, mual (+), muntah (+) satu kali sebanyak gelas aqua isi
makanan dan cairan, batuk (-), pilek (-), mimisan (-),mencret (-). Karena
tidak ada perbaikan, pasien dibawa ke IGD RSDM oleh keluarga. Saat di
IGD pasien panas (+), mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-), mencret (-),
mimisan (-). BAK terakhir 5 jam SMRS tidak sakit, banyak, dan berwarna
kuning jernih. BAB normal warna coklat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
-Riwayat rawat inap di RS : (-)
-Riwayat DBD sebelumnya : (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
- Riwayat keluarga sakit serupa : (-)
- Riwayat lingkungan DBD : (-)
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
-Ayah : baik
-Ibu : baik
-Kakak : baik
F. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)
- Bronkitis : (-) - Pneumonia : (-)
- Morbili : (-) - Pertusis : (-)
- Cacing : (-) - Gegar Otak : (-)
- Difteri : (-) - Operasi : (-)
- Varicella : (-) - Fraktur : (-)
G. Pemeliharaan Kehamilan dan Kelahiran
- Pemeriksaan selama kehamilan di Bidan
- Frekuensi : trimester I : 1 x / bulan
trimester II : 1 x / bulan
trimester III : 2 x / bulan
- Penyakit selama kehamilan : (-)
- Penderita lahir di Rumah Bersalin.
Penderita adalah anak pertama dari 4 anak. Penderita lahir dengan
berat badan 3200 gram dan panjang badan 47 cm, lahir normal,
menangis kuat, umur kehamilan 36 minggu, ditolong oleh bidan. Anak
meninggal tidak ada, riwayat keguguran tidak ada, anak lahir meninggal
tidak ada. Ayah dan ibu menikah satu kali.
H. Riwayat Postnatal
Penderita rutin dibawa ke bidan untuk ditimbang berat badannya dan
imunisasi.
I. Pohon Keluarga

An. S; perempuan; 15 tahun ; 44 kg


J. Riwayat Makan Minum Anak
a. ASI diberikan sejak lahir sampai umur 3 bulan, frekuensi pemberian
tiap kali anak menangis (> 5 kali sehari), lamanya menyusui 20 menit,
bergantian payudara kanan dan kiri. Sesudah menyusui anak tidak
menangis. Setelah umur 3 bulan, diberikan susu buatan merek SGM.
b. Makanan padat dan bubur :
1. Bubur sumsum, diberikan sejak umur 6 bulan dengan frekuensi 2
kali sehari.
2. Bubur susu, diberikan sejak umur 7 bulan dengan frekuensi 2 kali
sehari.
3. Bubur tim, diberikan sejak umur 8 bulan dengan frekuensi 3 kali
sehari.
4. Nasi, diberikan sejak umur 9 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari.
5. Lauk pauk jenis tahu dan tempe diberikan sejak umur 12 bulan
dengan frekuensi 2 kali sehari.
c. Buah dan sayuran: Jenis bervariasi, diberikan sejak umur 1 tahun
dengan frekuensi 2 kali seminggu.
Kesan: Kualitas dan kuantitas cukup
K. Riwayat Imunisasi
Lengkap sesuai dengan jadwal IDAI.
L. Perkembangan Anak
Senyum, merangkak, duduk, berdiri, berjalan sesuai umur.
Kesan: Perkembangan baik.
M. Keluarga berencana
Ibu mengikuti program keluarga berencana (KB) jenis spiral.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
- Sikap/keadaan umum : Lemah
- Derajat kesadaran : kompos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan baik
B. Tanda vital
- Laju Jantung : 132x/menit
- Laju Nadi :132x/menit, regular, isi tegangan cukup, simetris
- Laju Pernafasan :20 x/ menit, kedalaman cukup, tipe
abdominotorakal
- Suhu : 37.80C per axiller
C. Status Gizi
- Umur : 16 tahun
- Berat badan : 44 kg
- Tinggi badan : 150 cm
Perhitungan antropometri:
BB44
=U 55
x100 % = 82 %
TB150
=U 163
x 100 % = 92 %
BB 44
TB
= x41100 % = 107 %
Kriteria antropometri sesuai grafik CDC 2000:
- Persentil 3 <BB/U < Persentil 10
- TB/U <Persentil 3
- Persentil 50 < BB/TB < Persentil 75
Interpretasi : gizi baik menurut antropometri
D. Kulit
Kulit sawo matang, kelembaban cukup, turgor kembali cepat, ujud kelainan
kulit (-)
E. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, sukar dicabut, ubun-ubun besar
sudah menutup. Lingkar kepala 52 cm.
F. Wajah
Udem (-), moon face (-).
G. Mata
Udem periorbita (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), mata
cekung (-/-), air mata (+/+), reflek cahaya (+/+).
H. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-).
I. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), papil atrofi (-).
J. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-).
K. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 - T1,
pseudomembran (-), detritus (-).
L. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-).
M. Thoraks
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC IV 2 jari medial
LMCS tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC IV 2 jari medial LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I dan BJ II intensitas normal, reguler, bising (-),
gallop (-).
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler normal (+/+), Suara
tambahan (-/-)
N. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+), bising usus normal.
Perkusi : Timpani, undulasi (-), pekak beralih (-),
Palpasi : supel, turgor kembali lambat, hepar dan lien tidak
teraba.
O. Ekstremitas
Akral dingin Udem

Uji Rumple Leed positif pada tangan kiri


Capillary refill time <2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah tanggal 13 April 2012 (dilakukan di RS dr. Oen)


Nilai Satuan Rujukan
Hct 35, 3 % 33-45
Leukosit 1, 88 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 75 ribu/ul 150-450

Laboratorium darah tanggal 13 April 2012 (IGD)


Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 11, 6 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 35 % 33-45
leukosit 1, 8 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 84 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 28 juta/ul 3, 80-5, 80

Indeks Eritrosit
MCV 82, 6 /um 80-96
MCH 27, 1 pg 28-33
MCHC 32, 8 g/dl 33-36
RDW 15, 1 % 11, 6-14, 6
MPV 9, 1 fl 7, 2-11, 1
PDW 17 % 25-65

Hitung Jenis
Granulosit 72, 8 % 52-67
Limfosit 20, 3 % 33-48
Monosit 17 % 0-6

Laboratorium darah tanggal 14 April 2012 pukul 06.00


Nilai Satuan Rujukan
Hb 10, 9 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 33 % 33-45
leukosit 1, 6 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 60 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 6 juta/ul 3, 80-5, 80

Laboratorium darah tanggal 14 April 2012 pukul 14.00


Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 11, 3 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 33 % 33-45
leukosit 1, 6 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 44 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 27 juta/ul 3, 80-5, 80

Indeks Eritrosit
MCV 77, 1 /um 80-96
MCH 26, 6 pg 28-33
MCHC 34, 5 g/dl 33-36
RDW 15, 4 % 11, 6-14, 6
HDW 3, 0 g/dl 2,2-3,2
MPV 7, 8 fl 7,2-11,1
PDW 69 % 25-65

Hitung Jenis
Eosinofil 0,20 % 1,00-2,00
Basofil 0, 80 % 0,00-1,00
Netrofil 59, 30 % 29,00-72,00
Limfosit 31,50 % 33-48
Monosit 8,20 % 0-6
LUC/AMC 6,30 % -

Serologi
Lain-lain
Dengue IgG Negatif Negatif
Dengue IgM Negatif Negatif
IgM Salmonella Negatif Negatif

Laboratorium darah tanggal 15 April 2012 pukul 06.00


Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 12, 5 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 38 % 33-45
leukosit 1, 8 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 38 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 60 juta/ul 3, 80-5, 80

Laboratorium darah tanggal 15 April 2012 pukul 14.00


Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 13, 4 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 40 % 33-45
leukosit 2, 6 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 37 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 93 juta/ul 3, 80-5, 80
Laboratorium darah tanggal 16 April 2012 pukul 14.00
Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 12, 1 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 37 % 33-45
leukosit 4, 4 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 46 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 54 juta/ul 3, 80-5, 80

Laboratorium darah tanggal 16 April 2012 pukul 06.00


Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 11, 3 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 33 % 33-45
leukosit 3, 5 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 32 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 12 juta/ul 3, 80-5, 80

Laboratorium darah tanggal 16 April 2012 pukul 14.00


Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 11, 7 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 36 % 33-45
leukosit 4, 8 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 44 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 33 juta/ul 3, 80-5, 80

Urinalisis urine tanggal 17 April 2012


Nilai
Kimia Urin
berat jenis 1, 010
Ph 6, 5
Leukosit 25
Nitrit positif
Protein negatif
Glukosa normal
Keton negatif
urobilinogen normal
Bilirubin negatif
Eritrosit 10

Mikroskopis
Epitel
epitel squamous 1-2
epitel transisional -
epitel bulat -
Silinder
Hyaline 0
Granulated -
Leukosit -

Lain-lain
Eritrosit 25-35/LPB
Leukosit 3-5
bakteri penuh

Laboratorium darah tanggal 18 April 2012 pukul 14.00


Nilai Satuan Rujukan
Rutin
Hb 10, 4 g/dl 12, 3-15, 3
Hct 31 % 33-45
leukosit 8, 9 ribu/ul 4, 5-14, 5
Trombosit 55 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4, 04 juta/ul 3, 80-5, 80

Laboratorium darah tanggal 18 April 2012


Nilai
Kimia Klinik
Besi 21
TIBC 268
Saturasi Transferin 8

Nilai
Serologi
Serum Ferritin 506, 2
V. RESUME
Pasien dating dengan keluhan panas. Sejak dua hari SMRS pasien panas
tinggi mendadak, sudah berobat dan mendapatkan obat penurun panas. Panas
turun kemudian naik lagi. Batuk (-), pilek (-), sesak (-), pusing (-), muntah (-),
mimisan (-), nyeri sendi (-), udem (-), nyeri perut (-), mencret (-), petekie (-).
SMRS pasien masih panas, mual (+), muntah (+) satu kali sebanyak gelas
aqua isi makanan dan cairan, batuk (-), pilek (-), mimisan (-),mencret (-).
Karena tidak ada perbaikan, pasien dibawa ke IGD RSDM oleh keluarga. Saat
di IGD pasien panas (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-),
mencret (-), mimisan (-), nyeri sendi (+). BAK terakhir 5 jam SMRS tidak sakit,
banyak, dan berwarna kuning jernih. BAB normal warna coklat.
Pemeriksaan fisik didapatkan: Kesadaran compos mentis, tampak lemah,
gizi kesan baik; VS: Laju Jantung : 132x/menit; Laju Nadi = 132x/ menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, simetris; Laju pernafasan= 20 x/menit tipe
abdominothorakal, kedalaman cukup ; S = 37,8 C. Thorax, pulmo, cor, dan
abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
trombositopenia (+), leukopenia (+).

VI. DAFTAR MASALAH


A. Anamnesis
1. Demam
2. Mual
3. Muntah
4. Pusing
5. Nyeri sendi
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum lemah
2. Uji Rumple Leed positif
C. Laboratorium
1. Trombositopenia
2. Leukopenia
3. Hemoglobin rendah
4. Leukosituria, nitrit urin (+), mikrohematuria
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Demam dengue
2. Demam berdarah dengue
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1. Demam berdarah dengue dengan manifestasi
perdarahan
2. Anemia mikrositik hipokromik e/c DD defisiensi Fe,
infeksi
IX. PENATALAKSANAAN
1. Diet nasi lauk 2200 kkal/ hari
2. IVFD D S 20 tpm makro
3. Paracetamol 3 x 500 mg per oral
X. PLANNING
1. Lab Darah DL3 setiap 6 jam
2. Gambaran darah tepi
3. IgG dan IgM anti dengue
4. SI, TIBC, Ferritin, Saturasi transferin
5. Urinalisis ulang
6. Kultur urin
XI. MONITORING
1. KUVS dan tensi setiap 4 jam
2. BCD setiap 8 jam ketat
3. Awasi tanda-tanda perdarahan
4. Awasi tanda-tanda syok
XII. EDUKASI
1. Keluarga mengenai kondisi pasien
2. Minum banyak
3. Kompres hangat bila panas
XIII. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik

FOLLOW UP PASIEN

DPH Tanggal Keluhan/KU/VS Pemeriksaan / Diagnosis Terapi

I 14/04/12 Kel: demam (+), Kepala : mesocephal Diet nasi lauk 2200 kkal/hari
nyeri sendi (-), Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem IVFD DS 20 tpm makro
sakit perut ulu palpebra (-/-) Paracetamol 3 x 500 mg ( per
hati (+), mual (-), Telinga : sekret (-) oral )
muntah (-), sakit Hidung : NCH (-), sekret (-)
menelan (-), BAK Mulut : MB (+), lidah berselaput pukul 10.00
(+), BAB (+) (+), tremor halus(-), tonsil T1-T1, RL 60 tpm
tonsil dan faring hiperemis (-)
KU : baik, cm, Leher : KGB membesar Px : -DL3 jam 06.00
gizi kesan baik. Thorax : retraksi (-) -Urin/feses rutin
VS : Cor : BJ I-II int N regular -Cek IgG dan IgM anti
HR=96x/menit, Pulmo : SDV (+/+), ST (-/-) Dengue, GDT, SI,
RR=32x/menit, Abdomen : supel, NT (-), ascites (-), TIBC, saturasi transferin
T=110/70, H/L teraba -Monitor DL3
t=390C
Petekie
BC: 75 cc / 24 + + Mx : KU VS / 4 jam
jam TD / 4 jam
D: 1, 11 + + BCD / 8 jam ketat
cc/kgBB/jam Awasi tanda-tanda
PF jam 10.00 syok
KUVS jam 10.00 oedem palpebra (-) Awasi perdarahan
HR=90x/menit, lingkar perut : 68 cm
RR=18x/menit, Dx: Dengue fever dengan Ex : Keluarga mengenai
t=38, 10C manifestasi perdarahan DD kondisi pasien
DHF, ISK Minum banyak
Anemia mikrositik hipokromik Kompres hangat bila
e/c defisiensi Fe panas

II 15/04/12 Kel: demam (+), Kepala : mesocephal Diet nasi lauk 2200 kkal/hari
Bintik merah (+), Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem IVFD RL 7 cc/kgBB/jam~60
nyeri sendi (-), palpebra (-/-) tpm makro
sakit perut ulu Telinga : sekret (-) Paracetamol 3 x 500 mg ( per
hati (-), mual (-), Hidung : NCH (-), sekret (-) oral )
muntah (-), sakit Mulut : MB (+), lidah berselaput
menelan (-), batuk (+), tremor halus(-), tonsil T1-T1,
(-), mimisan (-), tonsil dan faring hiperemis (-) Px : -DL3 / 8 jam
gusi berdarah (-), Leher : KGB membesar
BAK (+), BAB Thorax : retraksi (-) Mx : KU VS / jam
(-) Cor : BJ I-II int N regular, bisisng TD / jam
(-) BCD / 8 jam ketat
KU : baik, cm, Pulmo : SDV (+/+), ST (-/-) Awasi tanda-tanda
gizi kesan baik. Abdomen : supel, NT (-), ascites (-), syok
VS : H/L teraba Awasi perdarahan
HR=80x/menit, Petekie
RR=26x/menit, + + Ex : Keluarga mengenai
T=110/70, kondisi pasien
t=36, 50C + + Minum banyak
Kompres hangat bila
panas
Dx: Dengue fever dengan
manifestasi perdarahan DD pukul 14.00
DHF, ISK Tx: IVFD RL dinaikkan
Anemia mikrositik hipokromik menjadi 10cc/kgBB/jam~ 100
e/c defisiensi Fe tpm makro

Px: DL3 / 8 jam pukul 22.00


Mx: Awasi tanda perdarahan
Awasi tanda syok

pukul 22.00
Tx: lanjut
Px: DL3 / 8 jam pukul 06.00
Mx: Awasi tanda perdarahan
Awasi tanda syok

III 16/04/12 Kel: demam (-), Kepala : mesocephal Diet nasi lauk 2200 kkal/hari
nyeri sendi (-), Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem IVFD RL 7cc/kgBB/jam~ 80
sakit perut ulu palpebra (-/-) tpm makro
hati (-), mual (+), Telinga : sekret (-) IVFD D S 40
muntah (-), sakit Hidung : NCH (-), sekret (-) tpm makro
menelan (-), batuk Mulut : MB (+), tidak berselaput Paracetamol 3 x 500 mg ( per
(-),mimisan (-), (+), tremor halus(-), tonsil T1-T1, oral )
gusi berdarah (-), tonsil dan faring hiperemis (-)
BAK (-), BAB (-) Leher : KGB membesar Px : -DL3 besok pagi / 24
Thorax : retraksi (-) jam
KU : baik, cm, Cor : BJ I-II int N regular -Urinalisis
gizi kesan baik. Pulmo : SDV (+/+), ST (-/-) -Rontgen thorax RLD
VS : Abdomen : supel, NT (-), ascites (-),
HR=80x/menit, H/L teraba
RR=3x20/menit, Petekie
T=110/70, + + Mx : KU VS / jam
0
t=36, 5 C + + TD / jam
BCD / 8 jam ketat
Dx: Dengue fever dengan Awasi tanda-tanda
manifestasi perdarahan DD syok
DHF, ISK Awasi perdarahan
Observasi febris hari ke IV-V
Anemia mikrositik hipokromik Ex : Keluarga mengenai
e/c defisiensi Fe kondisi pasien
Minum banyak
Kompres hangat bila
panas

IV 17/04/12 Kel: demam (-) Kepala : mesocephal Diet nasi lauk 2200 kkal/hari
bebas demam 2 Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem IVFD DS 20 tpm makro
hari, nyeri sendi palpebra (-/-) Paracetamol 3 x 500 mg ( per
(+), sakit perut Telinga : sekret (-) oral )
ulu hati (+), Hidung : NCH (-), sekret (-)
batuk Mulut : MB (+), tidak berselaput Px : -DL3 / 24 jam
(+),mimisan (-), (+), tremor halus(-), tonsil T1-T1, -DL2, SI, TIBC, saturasi
gusi berdarah (-), tonsil dan faring hiperemis (-) transferin, ferritin
mual (-), muntah Leher : KGB membesar -kultur urine
(-), sakit menelan Thorax : retraksi (-) Hasil RO thoraks: efusi
(-), BAK (+), Cor : BJ I-II int N regular pleura dextra
BAB (+) Pulmo : SDV (+/+), redup di paru
inferior dextra Mx : KU VS / 8 jam
KU : baik, cm, Abdomen : supel, NT (-), ascites (-), BCD / 8 jam
gizi kesan baik. H/L teraba Awasi tanda-tanda
VS : syok
HR=80x/menit, Dx: Dengue hemorrhagic fever Awasi perdarahan
RR=20x/menit, Tersangka ISK
t=36, 50C Anemia mikrositik hipokromik Ex : Minum banyak
e/c defisiensi Fe Kompres hangat bila
panas

V 18 April Kel: demam (+), Kepala : mesocephal Diet nasi lauk 2200 kkal/hari
2012 nyeri sendi (-), Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem IVFD RL 7cc/kgBB/jam~ 80
sakit perut ulu palpebra (-/-) tpm makro
hati (-), mual (-), Telinga : sekret (-) IVFD DS 40 tpm makro
muntah (-), sakit Hidung : NCH (-), sekret (-) Paracetamol 3 x 500 mg ( per
menelan (-), batuk Mulut : MB (+), tidak berselaput oral )
(-),mimisan (-), (+), tremor halus(-), tonsil T1-T1,
gusi berdarah (-), tonsil dan faring hiperemis (-) Px : -DL3 besok pagi / 24
BAK (+), BAB Leher : KGB membesar jam
(+) Thorax : retraksi (-) -Urinalisis
Cor : BJ I-II int N regular -RO thoraks
KU : baik, cm, Pulmo : SDV (+/+), redup di paru
gizi kesan baik. inferior dextra Mx : KU VS / jam
VS : Abdomen : supel, NT (-), ascites (-), TD / jam
HR=88x/menit, H/L teraba BCD / 8 jam ketat
RR=20/menit, Petekie Awasi tanda-tanda
t=38, 90C syok
+ + Awasi perdarahan

+ + Ex : Keluarga mengenai
kondisi pasien
Minum banyak
Kompres hangat bila
Dx: Dengue hemorrhagic fever panas
tersangka ISK
Anemia mikrositik hipokromik
e/c defisiensi Fe

MONITORING PASIEN
Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS Tanggal Jam Pemeriksaan BCD
14-04-12 14.0 HR = 100 x/1 14-04-12 14.00 Input
0 RR = 20 x/1 Infus = 480 cc
S = 38,3oC (peraxiler) Oral = 1000 cc
TD = 110/80 mmHg
Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 600 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = + 715 cc
D = 1, 67 cc/kgBB/jam
20.0 HR = 84 x/1 22.00 Input
0 RR = 24 x/1 Infus = 480 cc
S = 37,5oC (peraxiler) Oral = 700 cc
TD = 110/70 mmHg
Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 400 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = + 615 cc
D = 1, 11 cc/kgBB/jam
02.0 HR = 80 x/1 06.00 Input
0 RR = 20 x/1 Infus = 480 cc
S = 36,3oC (peraxiler) Oral = 500 cc
TD = 110/80 mmHg
Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 450 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = + 365 cc
D = 1, 25 cc/kgBB/jam
06.0 HR = 80 x/1
0 RR = 20 x/1
S = 36,5oC (peraxiler)
TD = 110/70 mmHg
15-04-12 10.0 HR = 120 x/1 14.00 Input
0 RR = 18 x/1 Infus = 300 cc
S = 36,7oC (peraxiler) Oral = 500 cc
TD = 110/80 mmHg
Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 500 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = + 35 cc
D = 1, 1 cc/kgBB/jam
14.0 HR = 128 x/1 22.00 Input
0 RR = 20 x/1 Infus = -
S = 36,5oC (peraxiler) Oral = 1300 cc
TD = 110/80 mmHg
Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 1000 cc
Tinja = 130
IWL = 300 cc

BC = + 5 cc
D = 2, 78 cc/kgBB/jam
18.0 HR = 128 x/1 06.00 Input
0 RR = 21 x/1 Infus = -
S = 36,6oC (peraxiler) Oral = 1100 cc
TD = 110/70 mmHg
Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 800 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = + 135 cc
D = 2, 2 cc/kgBB/jam
22.0 HR = 78 x/1
0 RR = 20 x/1
S = 36,7oC (peraxiler)
TD = 110/100 mmHg
02.0 HR = 81 x/1
0 RR = 16 x/1
S = 37,4oC (peraxiler)
TD = 90/60 mmHg
06.0 HR = 64 x/1
0 RR = 18 x/1
S = 36,1oC (peraxiler)
TD = 90/60 mmHg
16 April 14.0 HR = 64 x/1 14.00 Input
2012 0 RR = 18 x/1 Infus = 200 cc
S = 36,5oC (peraxiler) Oral = 100 cc
Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 450 cc
Tinja = 130
IWL = 300 cc

BC = -450 cc
D = 1,27 cc/kgBB/jam
22.0 HR = 60 x/1 22.00 Input
0 RR = 18 x/1 Infus = 500 cc
S = 37oC (peraxiler) Oral = 200 cc

Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 300 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = 300 cc
D = 0, 83cc/kgBB/jam
06.0 HR = 72 x/1 06.00 Input
0 RR = 20 x/1 Infus = 500 cc
S = 35,8oC (peraxiler) Oral = 600 cc

Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 750 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = 50 cc
D = 2, 08 cc/kgBB/jam
17 April 14.0 HR = 72 x/1 14.00 Input
2012 0 RR = 24 x/1 Infus = 160 cc
S = 36,6oC (peraxiler) Oral = 500 cc

Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 600 cc
Tinja = 50
IWL = 300 cc

BC = -250 cc
D = 1,67 cc/kgBB/jam
22.0 HR = 98 x/1 22.00 Input
0 RR = 48 x/1 Infus = 160 cc
S = 36,7oC (peraxiler) Oral = 500 cc

Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine =400 cc
Tinja = -
IWL = 300 cc

BC = 640 cc
D = 1,11 cc/kgBB/jam
06.0 HR = 88 x/1 06.00 Input
0 RR = 46 x/1 Infus = 160 cc
S = 38,9oC (peraxiler) Oral = 500 cc

Output
Sal Gaster = -
Muntah = -
Urine = 400 cc
Tinja = 50
IWL = 300 cc

BC = -90 cc
D = 1,11 cc/kgBB/jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI VIRUS DENGUE


A. ETIOLOGI
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan
antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut (Depkes,
2010).
B. EPIDEMIOLOGI
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala
(Depkes, 2010). Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi
berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis
setempat. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang
tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di
Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka
pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun
(Depkes, 2010).
C. PATOGENESIS
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel
manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila
daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes, 2010).
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa
pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue
yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi
yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok
(Depkes, 2010).
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan
adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang
dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna
mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti
juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan
mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis
tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratories (Depkes, 2010).
Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD Sumber : Suvatte, 1977

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi


selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada
DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di
phosphat), sehingga trombosit reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan (Depkes,
2010).
Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD Suumber: Suvatte, 1977

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,


sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.
Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi (Depkes, 2010).
D. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Manifestasi klinis dapat bersifat asimptomatik, demam yang tidak khas,
demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue. Pada
umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu ini pasien tidak mengalami demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadinya renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat (Suhendro, et al., 2006).
Awal penyakit biasanya terjadi mendadak, disertai gejala prodroma
seperti nyeri kepala, nyeri di berbagai bagian tubuh, anoreksia, menggigil,
malaise. Terdapat pula sindrom trias, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan, dan timbulnya ruam yang bersifat makulopapular. Ruam muncul pada
6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari ke 3-5 berlangsung
3-4 hari. Ruam terdapat di dada, tubuh, serta abdomen, menyebar ke anggota
gerak dan muka (Soedarmo, et al., 2002).
2. Pemeriksaan Fisik
Diawali dengan demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri
kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dan faring hiperemis, nyeri di
bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada
Demam Dengue (DD) dibanding Demam Berdarah Dengue
(DBD).Hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada
DBD. Pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia, dan syok. Perembesan
plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga
peritoneal selama 24-48 jam. Perdarahan dapat berupa peteckie, epitaksis,
melena, ataupun hematuria (Pudjiadi, et al., 2010).

Tanda- tanda syok


Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
Akral dingin, capillary refill time menurun
Diuresis menurun sampai anuria
(Pudjiadi, et al., 2010)

3. Kriteria diagnosis WHO


Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit> 20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis klamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia
(Suhendro, et al., 2006)

Kriteria Diagnosis Menurut WHO 1999


Sindrom Gejala Klinis Tanda Perdarahan Laboratorium
Demam demam, gejala uji torniquet +/-, trombosit
gangguan pernafasan tanda perdarahan +/- dalam jumlah
ringan, gangguan normal
pencernaan
Hct normal
Demam Dengue demam, sakit kepala, mialgia uji torniquet +/-, trombositopenia
, ruam tanda perdarahan +/- Hct normal
Demam Berdarah
Dengue
I demam, gejala gangguan uji torniquet +, trombositopenia
pernafasan dan tanda perdarahan - Hct meningkat
pencernaan
II demam, gejala gangguan uji torniquet +, trombositopenia
pernafasan dan tanda perdarahan + Hct meningkat
pencernaan
Sindrom Syok
Dengue
III gejala derajat I atau II uji torniquet +/-, trombositopenia
, akral dingin, kulit lembab, tanda perdarahan +/- Hct meningkat
hepatomegali, hipotensi,
tekanan nadi 20 mmHg
IV gejala grade derajat III, tekanan uji torniquet -, trombositopenia
darah tidak terukur tanda perdarahan +/- Hct meningkat
(WHO, 1999)

4. Diangnosis Banding
Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia/artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (uji bendung DBD positif atau petekie)
- Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama (Suhendro, et
al., 2006).

5. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit: dapat normal atau menurun.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke- 3-8
Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan peningkatan hematokrit
20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
Protein/abumin: dapat terjadi hipoproteinemia
SGOT/SGPT: dapat meningkat
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit: parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi atau
komponen darah
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue. IgM
terdeteksi mulai hari ke- 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari. Sedangkan IgG, pada infeksi primer mulai terdeteksi
pada hari ke-14, pada infeksi sekunder mulai terdeteksi hari ke-2.
Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatken efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, dapat dijumpai pada kedua
hemithoraks. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral
dekubitus kanan.
USG: dapat digunakan untuk melihat adanya asites dan efusi pleura
(Suhendro, et al., 2006)
6. Penatalaksanaan
a. Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien
dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk
menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase
konvalesen. Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan
tandapenyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi
terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun.
Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan
antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat
suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada
DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi
perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena
itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang
air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti
mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal
tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa
segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi
setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi (Depkes, 2010).
(Depkes, 2010)
(Depkes, 2010)

b. DBD tanpa syok (derajat I dan II)


Medikamentosa
Antipiretik dapat dianjurkan, penggunaan paracetamol lebih disarankan
dibanding dengan aspirin.
Diusahakan untuk tidak memberikan obat-obatan yang tidak diperlukan
untuk mengurangi detoksifiksasi obat dalam hati.
Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat
perdarahan salurah cerna, kortikosteroid tidak boleh diberikan.
Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

Suportif
Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan perdarahan.
Kunci keberhasilan adalah kemampuan untuk mengatasi masa peralihan
dari fase demam ke fase syok.
Cairan itravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah,tidak mau
minum, demam tinggi, dehidrasi yang memperberat terjadinya syok,
nilai hematokrit cernderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
(Pudjiadi, 2010)

c. DBD disertai syok (derajat III dan IV)


Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer
laktat 1-20 ml/kgBB secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit.
Apabila syok belum teratasi tetap berikan ringer laktat 20 mg/kgBB
ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam, maksimal 1500/hari.
Pemberian cairan 10 mg/kgBB/jam diberikan 1-4 jam pasca syok.
Volume cairan diturunkan menjadi 7ml/kgBB/jam, selanjutnya 5ml, dan
3 ml apabila tanda vital dan diuresis baik.
Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi
membaik.
Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok
teratasi.
Oksigen 2-4 L/menit pada DBD syok.
Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada DBD syok.
Indikasi pemberian darah:
Terdapat perdarahan secara klinis
Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,
hematokrit turun diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah
segar 10 ml/kgBB.
Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol% maka berikan darah
dalam volume kecil.
Plasma segar dan beku dan suspensi trombosit berguna untuk
koreksi koagulopati atau koagulasi intravaskular diseminata (KID)
pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
Pemberian transfuse suspense pada KID harus selalu disertai
plasma segar (berisi factor koagulasi yang diperlukan), untuk
mencegah perdarahan lebih hebat.
(Pudjiadi, 2010)
(Depkes, 2010)
(Depkes, 2010)

7. Pemantauan
Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal- hal yang harus diperhatikan pada monitoring
adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperature harus dicatat setiap 15-30
menit atau lebih sering, sampai syok teratasi.
Kadar hematokrit dipantau setiap 4-6 jam sekali sampai klinis pasien stabil
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis
cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum 1
mg/kgBB sedang jumlah cairan sudah melebuhi kebutuhan, dan ditandai
dengan tanda overload (edema, pernafasan meningkat,) maka furosemid 1
mg/kgBB dapat diberikan. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi,
maka pemberian dopamin dapat dipertimbangkan. Pemantauan kadar
ureum dan kreatinin juga perlu dilakukan.
(Depkes, 2010)

Adakah pembesaran hati, tanda perdarahan saluan cerna, tanda ensefalopati


Kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit setiap 6-12 jam
Pada DBD syok, lakukan cross match untuk persiapan transfusi darah bila
diperlukan.
(Pudjiadi, 2010)

(Depkes, 2010)
(Depkes, 2010)

8. Komplikasi
Ensefalopati dengue
Dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Kelainan ginjal
Akibat syok berkepanjangan apat terjadi gagal ginjal akut.
Edema paru
Akibat overloading cairan.
(Pudjiadi, 2010)
9. Kriteria memulangkan pasien
a. Tampak perbaikan secara klinis
b. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
c. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
d. asidosis)
e. Hematokrit stabil
f. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
g. Tiga hari setelah syok teratasi
h. Nafsu makan membaik
(Depkes, 2010)

INFEKSI SALURAN KEMIH

Ialah adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di


parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih. Infeksi saluran kemih merupakan
penyebab demam kedua tersering setelah ISPA.
A. Anamnesis
Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan tidak khas, dari asimptomatik
sampai gejala sepsis yang berat. Pada anak besar, gejalanya lebih khas, seperti
sakit waktu miksi, frekuensi meningkat, nyeri perut atau pinggang, polakisuria,
urin yang berbau menyengat.
B. Pemeriksaan Fisik
Demam, nyeri ketok sudut kosto vertebra, nyeri tekan supra simpisis.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan proteinuria, leukosituria (>
5/LPB), hematuria (>5/LPB). Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria
bermakna pada kultur urin (Pudjiadi, 2010).

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin dan
merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan menyebabkan
masalah kesehatan yang paling besar terutama di negara berkembang.
A. Anamnesis
1. Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi
perdarahan. Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya
tahan tubuh terhadap infeksi menurun, serta ganggua perilaku dan prestasi
belajar.
2. Gemar memakan makanan tidak biasa (PICA)
3. Memakan bahan makana yang kurang mengandung zat
besi, bahan makanan yang menghambat penyerapan besi
4. Infeksi malaria, infestasi parasit
B. Pemeriksaan Fisik
1. Gejala klinis ADB sering terjadi
perlahan dan tidak begitu diperhatikan keluarga. Bila kadar Hb <5g/dl
ditemukan gejala iritabel dan anoreksia
2. Pucat ditemukan bila kadar Hb
<7 gr/dl
3. Tanpa organomegali
4. Dapat ditemukan koilonikia,
glositis, stomatitis angularis, takikardi, gagal jantung, protein-loosing
enteropathy.
5. Rentan terhadap infeksi,
gangguan pertumbuhan, penurunak aktivitas fisik.
C. Pemeriksaan Penunjang
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrai Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35%).
3. Kadar Fe serum kurang dari 50 g/ dl (N: 80-180 g/ dl)
4. Saturasi transferin < 15% (N: 20-50%)
Kriteria ini harus dipenuhi paling sedikit kriteria nomor 1, 3, dan 4. Tes yang
paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh adalah feritin serum. Bila sarana
terbatas, diagnosis ditegakan berdasarkan:
1. Anemia tanpa perdarahan
2. Anemia tanpa organomegali
3. Gambaran darah tepi: Mikrositik,
hipokromik, anisositosis, sel target.
4. Respon terhadap pemberian terapi
besi
(Pudjiadi, 2010).

BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus demam berdarah dengue yang ditangani oleh bagian infeksi anak
RSDM, pasien An. S, perempuan (16 tahun) datang dengan keluhan utama demam.
Pada saat pasien masuk rumah sakit (13 April 2012), demam yang dialami pasien
berada pada hari ke-2. Kurang lebih dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengalami demam tinggi yang dirasakan pertama kali pada hari Rabu, 11 April 2012
kurang lebih pukul 17.00 WIB. Demam dirasakan terus-menerus. Saat itu pasien
sudah berobat dan mendapatkan obat penurun panas. Setelah meminum obat, demam
turun tetapi kemudian meningkat kembali. Riwayat batuk (-), pilek (-), BAK normal,
banyak warna kuning jernih, BAB normal berwarna coklat, mencret (-), mual (-),
muntah (-), kejang (-). Pasien mengeluhkan nyeri sendi (+) dan sakit kepala (+). Pada
hari Jumat 13 April 2012 sebelum masuk rumah sakit, pasien masih demam disertai
dengan mual (+), muntah (+) satu kali sebanyak gelas aqua berisi makanan dan
cairan. Riwayat mencret (-), epistaksis (-), batuk (-), pilek (-). Oleh karena tidak ada
perbaikan, pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Daerah Dr.
Muwardi oleh keluarga. Saat di IGD RSDM, pasien demam (+), mual (+), muntah (-),
mencret (-), batuk (-), pilek (-), epistaksis (-). BAK terakhir 5 jam sebelum masuk
rumah sakit, tidak nyeri ketika BAK, jumlah urin banyak, dan warna urin kuning.
BAB normal nerwarna coklat.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit pada pasien tersebut, dilakukan
anamnesis secara menyeluruh yang meliputi keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan,
kelahiran, serta pertumbuhan dan perkembangan pasien. Dari anamnesis lebih lanjut
setelah anamnesis keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang, diketahui bahwa
pasien tidak memiliki riwayat mondok sebelumnya dan riwayat menderita demam
berdarah dengue (DBD). Di dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit
yang sama, begitu pula dengan tetangga di sekitar rumah pasien. Untuk riwayat
kehamilan, ibu pasien mengandung selama 36 minggu. Selama kehamilan tidak
didapatkan penyakit dan riwayat konsumsi obat kecuali tablet Fe. Riwayat
pemeliharaan prenatal baik dimana pada trimester 1 dilakukan 1 kali pemeriksaan,
pada trimester 2 dilakukan 1 kali pemeriksaan, dan pada trimester 3 dilakukan 2 kali
pemeriksaan. Pada riwayat kelahiran, pasien memiliki riwayat lahir spontan dan
langsung menangis kuat dengan berat badan lahir normal yaitu 3200 gram dan
panjang badan normal yaitu 47 cm. Riwaya pemeliharaan postnatal pada pasien pun
baik. Ibu pasien menggunakan alat keluarga berencana jenis spiral. Riwayat nutrisi
kuantitas dan kualitas kesan baik. Pada pemerikasaan fisik diperoleh keadaan umum
composmentis, lemah, tidak kesakitan, dan gizi kesan baik. Status gizi secara
antropometri adalah baik.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang
dilakukan pertama adalah pemeriksaan tanda vital dengan hasil tekanan darah 110/70
mmHg, suhu 39,4oC per aksilar, nadi 132 kali per menit, frekuensi nafas 20 kali per
menit. Tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi nafas berada dalam batas normal.
Suhu tubuh yang meningkat menunjukkan demam. Pemeriksaan fisik pada kepala
didapatkan mesocephal, pada mata didapatkan konjungtiva anemis (-) sklera ikterik
(-), udem palpebra (-), pada hidung didapatkan nafas cuping hidung (-), discharge (-),
pada mulut didapatkan mukosa basah (+), sianosis (-) faring dan tonsil tidak
hiperemis, pembesaran tonsil (-), pada leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar
getah bening, pada thoraks didapatkan retraksi (-), pada jantung didapatkan bunyi
jantung I-II intensitas normal, regular, dan bising (-), pada pulmo didapatkan suara
dasar vesikuler (+), suara tambahan (-), pada abdomen didapatkan dinding abdomen
dan dinding abdomen sejajar, bising usus (+) normal, suara perkusi timpani,
konsistensi saat palpasi supel, serta tidak teraba hepar dan lien. Pada ekstremitas
pasien tidak didapatkan akral dingin, udem, dan anemis tetapi didapatkan uji
tourniquet positif paada tangan kiri. Capillary refill time (CRT) kembali kurang dari
dua detik dan arteri dorsalis pedis teraba kuat.
Untuk lebih mengarahkan diagnosis pada pasien ini, kemudian dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk lab darah. Hasil lab darah hematologi rutin pada
tanggal 13 April pukul 22.33 WIB di Laboratorium Patologi Klinik RSDM
menunjukkan penurunan kadar Hb (11,6 g/ dl), penurunan kadar leukosit (1,8 ribu/
l), penurunan kadar trombosit (84 ribu/ l). Karena kadar Hb menurun, maka
pemeriksaan indeks eritrosit yaitu MCH (27,1 pg) dan MCHC (32, 8 g/ dl) juga
nilainya di bawah normal. Selain itu juga terjadi penurunan RDW (15,1%) dan PDW
(17%). Pada hitung jenis leukosit didapatkan peningkatan kadar granulosit (72, 8%),
penurunan kadar limfosit (20, 30%), dan peningkatan kadar monosit (6, 90%).
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan pada pasien mengarahkan diagnosis banding bahwa pasien mengalami
Dengue fever dengan manifestasi perdarahan dan dengan diagnosis diferensial DHF
dan ISK. Selain itu pasien juga diduga mengalami anemia mikrositik hipokromik
dengan diagnosis diferensial defisiensi besi dan infeksi. Pasien An. S didiagnosis
mengalami demam dengue karena mengalami demam akut selama dua sampai tujuh
hari dengan dua atau lebih manifestasi kinis antara lain nyeri kepala, nyeri retro-
orbital, mialgia/ artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji
bending positif, leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif. Pada pasien ini
terjadi demam, uji bendung positif, nyeri kepala, dan artralgia. Perbedaan utama DD
dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma yang ditandai
dengan peningkatan hematokrit >20% atau penurunan hematokrit >20% setelah diberi
terapi cairan dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya. Pada pasien ini meskipun
terjadi penurunan trombosit, tidak terjadi peningkatan hematokrit selama beberapa
kali pemeriksaan lab darah mulai dari tanggal 13 April 2012 hingga hari-hari
berikutnya.
Terapi awal yang diberikan pada tanggal 13 April 2012 sesuai hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium adalah diet nasi lauk
2200 kkal/ hari, IVFD D S 20 tpm makro, dan Paracetamol 3x500 mg (per oral).
Cairan parenteral berupa D S diberikan atas indikasi kebutuhan nutrisi pasien dan
mual muntah sehingga asupan nutrisi oral kurang adekuat. Paracetamol diberikan
untuk menurunkan demam pasien. Selain terapi, dilakukan juga pemeriksaan
laboratorium secara rutin meliputi lab darah DL3 setiap 6 jam untuk memantau
respon psien terhadap terapi yang diberikan.
Pada tangggal 14 April 2012 pukul 06.00 nilai trombosit pasien adalah 60
ribu/ul. Nilai ini menurun dibanding nilai trombosit hari sebelumnya yaitu 84 ribu/ ul.
Pemerikasaan nilai trombosit 6 jam kemudian pada pukul 14.00 tanggal 14 April
2012 menunjukkan nilai yang semakin menurun yaitu 44 ribu/ul. Nilai hematokrit
tidak berubah dan berada dalam batas normal. Didasari nilai trombosit yang makin
menurun, dilakukan perubahan terapi cairan parenteral dari IVFD D S menjadi
IVFD Ringer Laktat 7cc/kgBB/jam pada jam 10.00 tanggal 14 April 2012. Tujuan
pemberian IVFD Ringer Laktat ini adalah penggantian volume plasma. Pada tanggal
15 April 2011, trombosit pasien makin menurun menjadi 38 ribu/ul dan terjadi
peningkatan hematokrit menjadi 40% dari sebelumnya 38% (jam 06.00) dan 33% (14
April 2012 jam 14.00). Vital sign pasien dalam batas normal diaman tidak terjadi
penurunan takanan darah, nadi kuat, tidak gelisah, dan suhu tubuh dalam batas
normal. Pada pukul 14.00 tanggal 15 April, cairan ditingkatkan yaitu IVFD RL 10
cc/kgBB/jam. Hari berikutnya jumlah cairan dikurangi kembali menjadi IVFD RL
7cc/kgBB/jam. Jika terjadi perbaikan klinis dan laboratorik, jumlah cairan dikurangi
secara berkala menjadi 5cc/kgBB/jam, lalu 3cc/kgBB/jam, di stop, lalu diganti
dengan IVFD D S kembali.
Pada tanggal 17 April 2012 pasien mengeluhkan sakit perut di region
hipochondriaca dextra dan ditemukkan batuk. Meskipun pemeriksaan laboratorik
tidak membuktikan adanya peningkatan hematokrit yang menunjukkan kebocoran
plasma, tetapi secara klinis ditemukan tanda kebocoran plasma. Perembesan cairan
plasma dapat terjadi ke jaringan interstisial, salah satunya pleura sehingga didapatkan
suara redup pada perkusi di paru regio inferior dextra. Konfirmasi melalui
pemeriksaan rontgen thorax pun menunjukkan adanya efusi pleura dextra. Efusi
pleura ini dapat menimbulkan batuk pada pasien. Hal ini menunjukkan bahwa demam
dengue yang terjadi pada pasien telah disertai dengan kebocoran plasma yang
bermanifestasi pada efusi pleura meskipun nilai hematokrit dalam batas normal.
Diagnosis pada tanggal 17 April 2012 pun menjadi demam berdarah dengue derajat I.
Pada demam berdarah dengue derajat I dapat terjadi kebocoran plasma tetapi tidak
ada perdarahan spontan seperti epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, maupu
melena.
Pada tanggal 17 April 2012 juga dilaksanakan urinalisis yang menunjukkan
terdapatnya leukosit, nitrit, dan bakteri pada urin pasien. Hal ini menegakkan
diagnosis infeksi saluran kemih pada pasien. Pada demam berdarah dengue, dapat
terjadi infeksi sekunder, salah satunya adalah infeksi saluran kencing. Pengobatan
yang sesuai adalah antibiotika oral yang diberikan secara empiric selama 7-10 hari.
Pada tanggal 18 April 2012, dilakukukan pemeriksaan kimia klinik darah yang
meliputi Besi, TIBC, saturasi transferin, dan serum feritin. Hasil tersebut
menunjukkan anemia defisiensi besi pada pasien. Tatalaksana berupa pemberian
preparat besi ditunda sampai infeksi saluran kencing sembuh. Hal ini dikarenakan
bakteri dalam saluran kencing juga membutuhkan besi untuk nutrisinya. Apabila
pasien diberikan preparat besi, akan memperparah ISK nya.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2010. Tata Laksana DBD.


www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf. Diakses
tanggal 15 April 2012.

Hassan R., Alatas H., 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal: 614-615.

Pudjiadi A. H., Hegar B., Handryastuti S., Idris N. S., Gandaputra E. P., Harmoniati
E. D., 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 141-145.

Soedarmo S. S. P., Garn, H., Hadinegoro S. R. S., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi & Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hal: 183-184, 367

Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H. T., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 1710-1711

WHO, 1999. Guidelines For Treatment of Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic


Fever In Small Hospitals. New Delhi

Widodo, Djoko, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. Hal: 1752-1753

Anda mungkin juga menyukai