PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien
Nama : An. Q.K
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Papua
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Belakang Perhubungan baru, Kab. Teluk
bintuni
Pekerjaan :-
Tanggal MRS : 24/01/2019
Tanggal KRS : 29/01/2019
No. Rekam Medis : 006382
B. Anamnesa
Alloanamnesa diperoleh oleh ibu pasien
Keluhan utama
Kejang dan keterlambatan pertumbuhan
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang diantar oleh keluarga dengan keluhan kejang, terakhir
kejang pada bulan September sebanyak 1 kali, pada bulan oktober 1 kali,
kemudian kejang berulang pada saat di poli saraf. Pasien dengan riwayat
kejang, saat kejang terjadi hanya disebagian tubuh, pasien yaitu sebelah kiri
dan dalam keadaan tidak sadar, kelonjotan, tangan tertekuk, mata mendelik
ke atas, serta keluar banyak air liur (berbusa), kejang kurang lebih
berlangsung selama 10-15 menit ,sebelum kejang pasien seperti orang
1
bingung, diam dan setelah kejang pasien tidak sadar dan baru sadar setelah 2
menit setelah kejang, serta menurut ibunya, pasien merasa lemas dan ingin
tidur, kejang tidak disertai demam sebelumnya. Keluhan lainnya muntah (-).
Pasien terakhir kejang pada 5 bulan yang lalu dan sedang menjalani
rawat jalan serta hendak kontorl untuk pemeriksaan EEG. Pasien juga
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta kelumpuhan
pada sisi sebelah kiri.
Riwayat Gizi
Pasien biasa makan nasi tanpa sayur dan kadang-kadang tidak disertai
lauk. Nafsu makan rendah. Pasien tidak dapat makan sendiri.
2
Status Imunisasi
3
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), stomatitis (-),
mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)
Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar (vesikuler / vesikuler), suara tambahan
(-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan, hepar lien tidak teraba
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, udem (-), jejas (-)
D. Status Neurologis
Tingkat Kesadaran
Kualitatif : Compos Mentis
Kuantitatif GCS = 15 (E4V6M5)
4
Rangsang Meningeal:
Kaku Kuduk -
Kernig -/-
Laseque -/-
5 4
5 4
Refleks Fisiologis :
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patella ++ ++
Achiles ++ ++
Refleks Patologis :
5
Refleks Patologi Ekstremitas Dekstra Ekstremitas Sinistra
Babinski + +
Chaddock - -
Oppenheim - -
Sensorik
Sensibilitas : Baik
Otonom Vegetatif
BAB/BAK : baik/baik
Makan/minum : malas makan/baik
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Lengkap (Tanggal 24-01-2019)
6
GDS 95 <= 140 mg/dL
BUN 15,5 7-18 mg/dL
Creatinin - <= 0.95 mg/dL
7
8
F. Diagnosa Kerja :
Diagnosa Klinis : Hemiparese Sinistra + Epilepsi parsial Kompleks
Diagnosa Topis : Intrakranial
Diagnosa Etiologi : Cerebral Palsy ( meningoencephalitis )
G. Tatalaksana
Medikamentosa
Asam Valvroat 2 x 5 ml
Pro EEG
Pro Ct-Scan kepala dengan kontras
Non- medikamentosa
H. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi 1,3
Definisi fisiologi epilepsi masih belum berubah dari yang diberikan
oleh Hughlings Jackson pada abad ke-19 yaitu epilepsi adalah istilah untuk
cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu,
mendadak dan sangat cepat.
Secara klinis, epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan
berbagai macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal
yang berkala, akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara
eksesif.
2. Etiologi 1,4
Berikut ini adalah daftar penyebab/faktor resiko epilepsi:
a. Idiopatik: tidak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis.
Diperkirakan mempunyai predisposisi genetic dan umumnya
berhubungan dengan usia.
b. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui.
Termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan
epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
c. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural
pada otak, misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat),
metabolic, kelainan neurodegeneratif.
10
a. Serangan Parsial Sederhana dengan :
a) Manifestasi Motorik
Kejang ini menyebabkan perubahan pada aktivitas otot.
Sebagai contoh, seseorang mungkin mengalami gerakan abnormal
seperti jari tangan menghentak atau kekakuan pada sebagian
tubuh. Gerakan ini mungkin akan meluas atau tetap pada satu sisi
tubuh (berlawanan dengan area otak yang terganggu) atau meluas
pada kedua sisi. Contoh yang lain adalah kelemahan dimana dapat
berpengaruh pada saat berbicara. Penderita mungkin bisa atau
tidak menyadari gerakan ini.
b) Manifestasi Sensorik
Kejang ini menyebabkan perubahan perasaan. Orang dengan
kejang sensori mungkin mencium atau merasakan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada disitu, mendengar bunyi berdetak, bordering
atau suara seseorang ketika suara yang sebenarnya tidak ada, atau
merasakan sensasi seperti ditusuk jarum atau mati rasa (kebas).
Kejang mungkin terasa sangat menyakitkan pada beberapa pasien.
Mereka akan merasa seperti berputar. Mereka juga mungkin
mengalami ilusi. Untuk singkatnya mereka mungkin percaya
bahwa mobil yang sedang diparkir bergerak pergi atau suara
seseorang seperti teredam ketika seharusnya terdengar jelas.
c) Manifestasi Autonomic
Kejang ini menyebabkan perubahan pada bagian system saraf
yang secara otomatis mengendalikan fungsi tubuh. Kejang ini
biasanya meliputi perasaan asing atau tidak nyaman pada perut,
dada dan kepala, perubahan pada denyut jantung dan pernafasan,
berkeringat.
d) Manifestasi Psikis
Kejang ini merubah cara berpikir seseorang, perasaan dan
pengalaman akan sesuatu. Mereka mungkin bermasalah dengan
11
memori, kata yang terbalik saat berbicara, ketidakmampuan untuk
menemukan kata yang tepat atau bermasalah dalam memahami
percakapan atau tulisan. Mereka mungkin dengan tiba-tiba merasa
takut, depresi atau bahagia dengan alasan yang tidak jelas.
Beberapa pasien mungkin merasa seperti mereka berada diluar
tubuhnya atau merasa dejavu (pernah mengalami sebelumnya).
12
semua otot menjadi kaku. Udara secara paksa dikeluarkan dari pita
suara yang menyebabkan tangisan atau erangan. Orang tersebut akan
kehilangan kesadaran dan jatuh kelantai. Lidah dan pipi bagian dalam
mungkin tergigit. Jadi ludah yang bercampur darah mungkin keluar
dari mulut. Wajah orang tersebut mungkin akan berubah jadi kebiruan.
Setelah fase tonik akan terjadi fase klonik. Tangan dan kaki biasanya
akan mulai menghentak dengan cepat dan berirama, gerakan menekuk
dan relaksasi pada siku, pangkal paha dan lutut. Setelah beberapa
menit gerakan menghentak akan melambat dan berhenti. Isi kandung
kemih dan perut terkadang ikut keluar saat tubuh relaksasi. Kesadaran
kembali perlahan dan orang tersebut mungkin mengantuk, bingung,
atau depresi. Penderita yang mengalami kejang ini dapat anak-anak
maupun orang dewasa.
b. Abscense attacks = petit mal
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak
atau awal remaja. Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran
mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana
motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini biasanya
timbul pada anak-anak atau awal remaja. Penderita tiba-tiba melotot,
atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai kejadiannya
cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari Pada waktu
kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita
tidak jatuh. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya
lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG
akan menunjukan gambaran yang khas yakni “spike wave” yang
berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh.
c. Myoclonic seizure
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar
sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya
hanya berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat adalah
13
gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang
berulang dan terjadinya cepat.
d. Atonic seizure
Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot dan jatuh tiba-
tiba.
e. Klonik seizure
Kejang dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik
fokal berlangsung 1– 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini
dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi
besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
f. Tonik seizure
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum
dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
3) Serangan tidak tergolongkan
Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan
bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang,
menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara.
14
b) Lobus frontalis
c) Lobus parietalis
d) Lobus oksipitalis
e) Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(Kojenikow’s Syndrome)
f) Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
c. Kriptogenik
2) Epilepsi Umum
a. Idiopatik (primer)
a) Kejang neonatus familial benigna
b) Kejang neonatus benigna
c) Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
d) Epilepsi absans pada anak
e) Epilepsi absans pada remaja
f) Epilepsi mioklonik pada remaja
g) Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga
h) Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak
b. Kriptogenik atau simtomatik
a) Sindroma West (spasmus infantil dan hipsaritmia)
b) Sindroma Lennox Gastaut
c) Epilepsi mioklonik astatik
d) Epilepsi absans mioklonik
c. Simtomatik
a) Etiologi non spesifik
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantile dini dengan dengan burst suppression
Epilepsi simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di atas
b) Etiologi / sindrom spesifik
15
Malformasi serebral
Gangguan metabolisme
3) Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
a. Serangan umum dan fokal
a) Serangan neonatal
b) Epilepsi mioklonik berat pada bayi
c) Sindroma Taissinare
d) Sindroma Landau Kleffner
b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Patofisiologi 2,3,4
Ada dua mekanisme yang dapat menjelaskan suatu neuron
epileptogenik, yaitu eksitabilitas abnormal dari jaringan saraf sebagai akibat
dari gangguan depolarisasi dan repolarisasi serta sinkronisasi abnormal dari
jaringan saraf. Penjalaran impuls yang menyimpang dari biasanya akan
menyebabkan kekacauan sekelompok neuron sehingga dapat timbul serangan
epilepsi.
Eksitabilitas dari neuron dipengaruhi oleh :
a. Membran sel dan lingkungan mikro dari neuron.
16
Keduanya berperan dalam menjaga beda potensial elektris neuron
melalui permeabilitas selektif dan pompa ion. Kadar Kalium (K) adalah
lebih tinggi pada intraneuronal daripada ekstraneuronal. Sebaliknya kadar
Natrium (Na) adalah lebih tinggi pada ekstraneuronal daripada
intraneuronal. Dengan demikian maka bagian dalam dari sel itu
muatannya adalah negatif 5070mV bila dibandingkan dengan bagian luar.
Keadaan demikian hanyalah dapat dipertahankan selama pompa Na, K
dan ATPase bekerja dengan baik.
Pompa Na adalah suatu mekanisme, yang menggunakan ATP sebagai
sumber energi, untuk mengeluarkan ion Na keluar dari dalam sel setelah
proses depolarisasi. Maka dari itu apabila terjadi suatu keadaan
kekurangan ATP akan berakibat Pompa Na tidak mampu lagi untuk
mengeluarkan Na dari dalam sel setelah proses depolarisasi. Sehingga
kadar Na di dalam sel akan menjadi lebih tinggi dari semula. Dengan
demikian maka keadaan di dalam sel itu tidaklah pulih menjadi negatif
5070 mV tetapi menjadi misalnya hanya negatif 20 mV. Keadaan tersebut
akan mengakibatkan proses depolarisasi semakin mudah, sehingga suatu
rangsangan ringan yang dahulu tidak menimbulkan depolarisasi kini dapat
menimbulkan proses lepas muatan.
b. Proses-proses intraseluler.
Dikendalikan secara genetik. Proses-proses itu meliputi pembentukan
struktur sel, metabolisme energi, reseptor-reseptor, pelepasan transmiter,
dan saluran ion. Mekanisme sebenarnya berhubungan dengan komposisi
ionik terutama ion Ca2+. Ion Ca2+ berpengaruh dalam hal:
a) Sebagai mediator perubahan protein membran untuk memacu
pelepasan transmiter dan pembukaan saluran ion.
b) Aktivasi enzim yang mempengaruhi tempat-tempat reseptor sehingga
mempengaruhi sensitivitas neuron tersebut.
17
Perubahan–perubahan dalam eksitabilitas ini dapat dihasilkan dengan
mempengaruhi gen-gen yang bertanggung jawab terhadap influks ion
Ca2+.
c. Ciri struktural neuron
Dua regio utama pada otak yang berhubungan dengan epilepsi adalah
neokorteks dan hipokampus. Pada neokorteks, sinaps eksitatorik dibentuk
terutama pada duri dendrit (dendriric spines) dan tangkai dendrit (dendritic
shaft). Sedangkan sinaps inhibitorik lebih jelas terdapat pada soma atau
pangkal dendrit. Perubahan morfologi neuron, baik secara spontan
maupun sebagai respon terhadap trauma dapat meningkatkan eksitabilitas
dengan peningkatan jumlah sinaps eksitatorik yang bermakna atau
penurunan jumlah sinaps inhibitorik.
Lesi pada badan sel atau batang neuron akan menyebabkan degenerasi
dari ujung terminal akson, dan sebuah ujung terminal baru akan muncul
untuk berhubungan dengan membran postsinaptik yang kosong, yang
selanjutnya meningkatkan potensial eksitatorik dari neuron. Ion Kalsium
yang muncul terutama pada dendrit menyebabkan depolarisasi yang
diperpanjang, yang dapat memacu meningkatnya ion Na di dalam neuron.
Sehingga waktu hiperpolarisasi pun menjadi lebih panjang. Letupan ini
dipercaya berperan dalam periode depolarisasi paroksimal dan
hiperpolarisasi dalam eksperimental fokus epileptik.
d. Hubungan interneuron
Transmisi neurokimia di antara neuron dapat mempengaruhi
eksitabilitas neuron. Langkah ini menghasilkan pelepasan neurotransmiter
ke celah sinaps dan membran postsinaps, menghasilkan potensial
postsinaptik yang eksitatorik dan inhibitorik. Neurotransmiter eksitatorik
yang utama dalam sistem saraf pusat adalah asam amino glutamat dan
aspartat. Sedangkan neurotransmiter inhibitorik yang utama adalah gama
amino butiric acid (GABA) dan glisin. Neurotransmiter bekerja dengan
mempengaruhi reseptor spesifik yang ada di membran postsinaps.
18
Beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa neurotransmiter asetilkolin
merupakan hal yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal
terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu. Apabila sudah cukup
asetilkolin tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik
neuron-neuron kortikal dipermudah. Penimbunan asetilkolin setempat harus
mencapai suatu konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial
membran sehingga lepas muatan dapat terjadi. Mungkin karena harus
menunggu waktu hingga mencapai konsentrasi tersebutlah maka fenomena
lepas muatan listrik epileptik terjadi secara berkala. Inilah ciri manifestasi
epilepsi yaitu timbulnya serangan secara berkala tetapi tidak teratur.
Pada epilepsi tipe grand mal mekanisme hilangnya kesadaran dapat
dijelaskan sebagai adanya pelepasan muatan listrik pada nuclei intralaminares
talami, yang dikenal juga sebagai inti centercephalic. Inti tersebut merupakan
terminal dari lintasan asendens aspesifik atau lintasan asendens
ekstralemniskal. Input dari korteks serebri melalui lintasan tersebut
menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input, maka
timbulah koma. Pada grand mal terjadilah lepas muatan listrik dari inti
intralaminar talamik secara berlebihan. Perangsangan talamokortikal yang
berlebihan ini menghasilkan kejang otot seluruh tubuh (konvulsi umum)
sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina kesadaran menerima impuls
aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
5. Diagnosis 7,8,9,10
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis
dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara
kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis)
sudah dapat ditegakkan
19
1) Anamnesis
Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan
kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik,
malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu . Anamnesis (auto dan
aloanamnesis), meliputi:
a. Gejala sebelum, selama dan paska serangan
b. Faktor pencetus
c. Frekuensi serangan
d. Pola / bentuk serangan
e. Lama serangan
f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat serangan terjadinya pertama
h. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
i. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
j. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
k. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
20
pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi
petunjuk lokalisasi, seperti:
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi
dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan
untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada
EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal.
Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang
sama di kedua hemisfer otak.
Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih
lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.
Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak
normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-
ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang
timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu
mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi
petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3
siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai
gambaran EEG gelombang paku/ tajam/lambat dan paku
majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
21
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang
penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan
ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG
memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta
memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang
ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula
untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial
dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging
bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila
dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara
anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk
membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
d. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,
hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium,
kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi
hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam
menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE
Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi
efek samping OAE
Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor
efek samping OAE, atau bila timbul gejala klinis
akibat efek samping OAE.
22
b) Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma
saat bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis
terapi maksimal atau untuk memonitor kepatuhan pasien.
e. Gold standar :
a) EEG iktal dengan subdural atau depth EEG
b) Longterm video EEG monitoring
6. Diagnosis Banding3,4,8,9,10
a. Kejadian paroksismal
Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi
sinkrop, migren, TIA (TransientIschaemic Attack), paralisis periodik,
gangguan gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells.
Diagnosis ini bersifat mendasar.
b. Epilepsi parsial sederhana
Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan
spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang
dibedakan dengan epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal,
bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami
penderita lanjut usia.
c. Epilepsi parsial kompleks
Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran,
mulai dari drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit. secara
umum diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan
non epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient global
amnesia.
23
7. Penatalaksanaan5,6,8,9,10
a. Non Farmakologi
a) Amati faktor pemicu
b) Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, konsumsi kopi
atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
b. Farmakologi
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni OAE mulai diberikan bila
diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan
dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan
dan kemungkinan efek sampingnya. Terapi dimulai dengan monoterapi.
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat
mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah
mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-
lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan
tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE
pertama.
24
Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari
satu OAE yang bukan utama
Topiramate Tiagabine
Lamotrigine
Phenytoin Oxcarbazepine
Valproate Lamotrigine
Topiramate
25
Absance Sodium Clobazam Carbamazepine
Valproate
Topiramate Gabapentin
Lamotrigine
Oxcarbazepine
Lamotrigine
Piracetam
Karbamazepi Blok sodium channel konduktan pada neuro, bekerja juga pada
n reseptor NMDA, asetilkolin
Fenitoine Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida
26
Anti konvulsan utama :
a. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
b. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
c. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
d. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari
8. Komplikasi6,7,8,10
Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress
emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian
seperti:
1. Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah
27
2. Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya
gangguan pada hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk
mengulang kata atau nama benda)
3. Kepribadian keras : agresif dan defensive
Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:
a. Aspirasi atau muntah
b. Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
c. Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit
d. Status epileptikus (SE)
Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang terus
menerus, berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang selama
lebih dari 30 menit. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang
tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus
mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan
mungkin fatal. Dikenal dua tipe SE yaitu SE konvusif (terdapat bangkitan
motorik) dan SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).
1.Status Epileptikus Konvulsif
Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi
lebih dari 5 menit, atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa
pulihnya kesadaran diantara bangkitan.
2.Status Epileptikus Nonkonvulsif
Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat
aktivitas bangkitan elektrografik memanjang (EEG status) dan
memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku
atau “ awareness”.
9. Prognosis 6,7,9
Ketika pasien telah bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini
mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur
pasien dan tipe epilepsy yang diderita. Hampir seperempat pasien yang bebas
28
kejang selama tiga tahun akan tetap bebas kejang setelah menghentikan
pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih
dari setengah pasien anak-anak dengan epilepsy dapat menghentikan
pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.
CEREBRAL PALSY
1. A. Definisi
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan
sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan
epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari
cacat atau lesi otak yang sedang berkembang. ( Behrman : 1999, hal 67 – 70 )
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramida ( motor kortek, basal ganglia dan otak
kecil ) yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan
awal. ( Suriadi Skep : 2006, hal 23 – 27 ).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan ) serta merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama
hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai
kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan
sebelum juga kelainan mental. ( Ngastiyah : 2000, hal 54 – 56 ).
Jadi, Cerebral (otak) cpacry ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan
otak yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan
dalam bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh
lainnya akibat kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi /
anak dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir,
sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan,
kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan
gangguan fungsi saraf lainnya.
29
Derajat Keparahan Cerebral Palsy
B. Klasifikasi
Cerebral Palsy dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Tipe spastic atau pyramidal ( 50% dari semua kasus CP, otot-otot menjadi
kaku dan lemah. Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
2. Tipe disginetik ( koreatetoid, 20% dari semua kasus CP ), otot lengan,
tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak
terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang.
Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan
menghilang jika anak tidur.
30
3. Tipe ataksik, ( 10% dari semua kasus CP ), terdiri dari tremor, langkah
yang goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan
gerakan abnormal.
4. Tipe campuran ( 20% dari semua kasus CP ), merupakan gabungan dari 2
jenis diatas, yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastic dan
koreoatetoid. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :
C. Etiologi
A.1Pranatal
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan kelainan
pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan
penyakit infeksi sitomegalik, Radiasi sinar X, Malformasi
kongenital
A.2Perinatal
a. Anoreksia/Hipoksia
b. Perdarahan otak
c. Prematuritas
d. Ikterus
e. Meningitis purulenta
31
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir
5. Kehamilan ganda.
E. Manifestasi klinis
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki
dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya
terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas
tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/
monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis
adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih
32
hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan
keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan
dengan tungkai. Golongan spastitis ini meliputi 3 – ¾ penderita cerebral
palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan, yaitu:
b. Monoplegia/ Monoparesis
c. Hemiplegia/ Diparesis
d. Diplegia/ Diparesis
e. Tetraplegia/ Tetraparesis
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid
(lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti
kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah
terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan
berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila
dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis,
Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas
ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya
terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan
yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan
pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan
tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus
otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak
diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa
neonatus.
4. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini
biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat.
33
Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai
berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku.
Kerusakan terletak di serebelum.
5. Gangguan pendengaran, gangguan bicara, gangguan mata,
kejang,gangguan perkembangan mental
F. Patofisiologi
34
CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan ekstensor. Type ini
mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multiple yang terkait
dengan kurangnya pergerakan aktif. Secara umum cortical dan antropy
cerebral menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan retardasi mental dan
microcephaly.
G. Gejala
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus
yang berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
H. Diagnosis
35
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat
kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko
terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan
memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks
neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan
berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan
hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir
semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos
kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada
penderita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis,
hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi
kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.
I. Penatalaksanaan
36
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien
yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan.
Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
d. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan
tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan
pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot
yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas.
Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada
tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah
dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu
dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.
f. Obat-obatan
Pasien cereebral palsy (CP) yang dengan gejala motorik ringan
adalah baik, makin banyak gejala penyertaannya dan makin berat
gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju
ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk
menempung pasien ini.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki
gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol
serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang
memberikan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada
CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian
37
pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot
pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang
diberikan maintenanceanti kejang yang disesuaikan dengan
karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya.
Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan
benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat
dicoba. Pada keadaanchoreoathetosis diberikan artane. Tofranil
(imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang
hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi
hari dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.
38
BAB III
PEMBAHASAN
39
ini mendukung diagnosis epilepsi karena adanya riwayat kejang yang terjadi
yang berulang dalam jangka waktu satu tahun.
Pasien ini juga mengalami gangguan tumbuh kembang dan keterlambatan
bicara sejak lahir.
Menurut teori, Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang
kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan )
serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat
berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan
pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental. ( Ngastiyah :
2000, hal 54 – 56 ).
Jadi, Cerebral (otak) cpacry ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan
otak yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan
dalam bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh
lainnya akibat kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi /
anak dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir,
sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan,
kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan
gangguan fungsi saraf lainnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada rangsang meningeal,
peningkatan tekanan intrakranial maupun kelainan pada nervus kranialisnya.
Namun pada reflex patologis didapatkan babinski positif, ini merupakan salah
satu gejala klinis dari Cerebral Palsy.
Pada pasien direncanakan pemeriksaan EEG. Hal ini dilakukan sesuai
dengan teori bahwa pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi terutama dengan epilepsi berulang dan merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi. Pemeriksaan neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan
melengkapi data EEG.
40
Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah asal
valfroat 2 x 50 mg, untuk antikonvulsan yang efektif dalam mengatasi
epilepsi. Mekanisme kerja utamanya pada korteks motoris yaitu menghambat
penyebaran aktivitas kejang.
Edukasi juga diberikan kepada pasien dan keluarga sebagai suatu bentuk
penatalaksaanaan non farmakologis seperti hindari pasien dari benda-benda
tajam dan berbahaya, terutama pada saat terjadi serangan, bila terjadi kejang
longgarkan pakaian pasien seperti ikat pinggang, dan lain-lain, awasi jalan
nafas pasien pada saat serangan, dengan cara memiringkan pasien agar tidak
terjadi aspirasi. Selain itu pasien juga sebaiknya menghindari faktor pencetus
epilepsi seperti kebisingan, kurang tidur, stress, kelelahan, alkohol, dan lain-
lain.
41
DAFTAR PUSTAKA
42