Disusun Oleh:
3. Sumiati (2020080058P)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli memanfaatkan kata ekzema untuk
menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari
semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema
dari penduduk.
Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang
mana kulit tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja
namun yang paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling
sering dijumpai adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan
mulai muncul pada masa anak anak terutama saat mereka berumur diatas 2 tahun.
namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya. Dengan
pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga
adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan
pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan
Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng.
Pada orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu
berubah menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap,
eksim akan mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak lebih
B. RUMUSAN MASALAH
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
kulit yang sifatnya menahun residif disertai rasa gatal hebat, eksaserbasi
1. Faktor Genetik
Hal ini dicirikan dari onset DA yang lebih banyak pada usia dini, prevalensi
penyakit pada keluarga, dan angka kejadian yang tinggi pada saudara kembar
(pada monozigot sebesar 77%, pada dizigot sebesar 15%). Gen yang terlibat
famili gen sitokin Th2 yaitu IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF. b. Gen lainnya
yaitu pada kromosom 16p11.2-12 merupakan lokasi IL-4 reseptor gen alfa (IL-
4Rα). Polimorfisme pada minimal empat asam amino yang berbeda pada
meningkatkan sekresi IgE. c. Gen pada 12q21-1q24.1, yaitu gen IFN-γ dan
faktor sel punca (KIT ligand/mast-cell growth factor) berlokasi berhubungan
dengan kadar IgE total yang tinggi. d. Lokus gen 11q13 sebagai daerah untuk
rantai β reseptor IgE terkait dengan fenotip dermatitis atopik. e. Dan varian
dari area pengkode IL-13, mutasi pada promotor proksimal gen RANTES dan
McPherson, 2016).
dengan mutasi gen filagrin pada kromosom 1. Gen filagrin merupakan risiko
mutasi pada gen ini. Mutasi gen filagrin menyebabkan gangguan fungsional
pada protein filagrin dan menganggu fungsi sawar kulit. Manifestasi klinis
gangguan ini adalah kulit kering dengan fisura dan berisiko tinggi menjadi
2. Faktor Lingkungan
Hanya sedikit faktor risiko dari aspek lingkungan yang diterima sebagai
penyebab potensial DA. Salah satu contoh faktor ini adalah gaya hidup barat
tidak dapat ditentukan (Benedetto dkk., 2012; Thomsen, 2014). Terdapat suatu
terhadap infeksi protipikal seperti hepatitis A dan tuberkulosis pada masa awal
susu sapi yang belum terpasteurisasi, dan hewan ternak) pada umumnya
utama DA adalah pruritus atau rasa gatal yang hilang timbul sepanjang hari,
tetapi biasanya lebih hebat pada malam hari. Akibat gejala ini penderita akan
biasanya kering, pucat atau redup, kadar lipid dalam epidermis berkurang, dan
terjadi peningkatan kehilangan air lewat epidermis (Eichenfield dkk., 2014). Lesi
akut pada DA dapat berupa eritema dengan papul, vesikel, edema yang luas dan
luka akibat menggaruk. Sedangkan lesi pada stadium kronik berupa penebalan
kulit atau likenifikasi. Selain itu dapat terjadi fisura yang nyeri terutama pada
fleksor, telapak tangan, jari dan telapak kaki. Pada individu yang berkulit hitam
2.1.4 Klasifikasi
DA secara klinis terbagi menjadi 3 fase yaitu (Leung dkk., 2012; Karagiannidou
dkk., 2014): 1. Fase infantil (usia 0-2 tahun) DA paling sering muncul pada tahun
pertama kehidupan, umumnya setelah usia 2 bulan. Lesi diawali di kulit muka
(dahi, pipi) dalam bentuk eritema, papulovesikel halus, karena keluhan gatal
kemudian digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya membentuk krusta dan dapat
terjadi infeksi sekunder. Pada usia sekitar 18 bulan mulai timbul likenifikasi.
Sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun dan sebagian lagi
berlanjut ke bentuk atau fase anak. 2. Fase anak (usia 2 - 12 tahun) Fase anak
dapat sebagai kelanjutan dari bentuk infantil atau dapat timbul sendiri (de
novo). Lesi DA anak berjalan menahun akan berlanjut hingga usia sekolah.
Predileksi biasanya pada lipatan siku, lipatan lutut, leher dan pergelangan
tangan. Jari-jari tangan sering terkena berupa lesi eksudatif dan terkadang
disertai kelainan kuku. Umumnya kelainan kulit pada DA anak tampak lebih
kering bila dibandingkan pada bayi dan sering terjadi likenifikasi. Perubahan
pigmen kulit dapat terjadi sejalan dengan berlanjutnya lesi, dapat menjadi
DA pada fase dewasa gambarannya mirip dengan lesi pada anak usia lanjut (8-12
tahun) dimana didapatkan likenifikasi terutama pada daerah lipatan tangan. Lesi
sifatnya kering, agak timbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak
likenifikasi dengan sedikit skuama, sering terjadi eksoriasi dan eksudasi karena
garukan yang lambat laun dapat menjadi hiperpigmentasi. Pada fase dewasa,
distribusi lesi bersifat tidak terlalu khas, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat juga bersifat lokal, misalnya bibir, vulva, puting susu,
atau kulit kepala. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami
likenifikasi.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis DA didasarkan pada keluhan dan gambaran klinis. Pada
dapat dibuat tanpa disertai adanya riwayat gatal (McPherson, 2016). Hanifin dan
Rajka pada tahun 1980 telah membuat kriteria diagnosis DA berdasarkan pada
kriteria mayor dan minor. Hingga saat ini kriteria ini masih sering digunakan.
Diagnosis DA harus mempunyai mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria
minor.
1. Pruritus
5. Pitiriasis alba,
8. Keilitis,
11. Keratokonus,
19. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi,
Kriteria mayor dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka
didasarkan pengalaman klinis yang cocok untuk diagnosis berbasis rumah sakit
dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis populasi
itu belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan
(Thomsen, 2014; Leung dkk., 2012). The European Task Force on Atopic
Dermatitis pada tahun 1993 membuat suatu indeks untuk menilai derajat
menilai (A) luas lesi, (B) tanda- tanda inflamasi, dan (C) keluhan gatal dan
gangguan tidur. Tanda inflamasi yaitu eritema, indurasi, ekskoriasi, papul, dan
penilaian 0-100. Tanda inflamasi (B) pada SCORAD terdiri dari 6 kriteria: eritema,
masing dinilai dari skala 0-3, dimana 0 = tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 =
berat, jumlah skor tertinggi kategori B ini adalah 18. Gejala subjektif (C) terdiri
dari pruritus dan gangguan tidur yang dinilai dengan visual analogue scale dari
skala 0-10 sehingga skor maksimum untuk bagian ini adalah 20. Formula
SCORAD yaitu A/5 + 7B/2 +C. Pada formula ini A adalah luas lesi (0-100), B
adalah intensitas (0-18), dan C adalah gejala subjektif (0-20). Skor maksimal
atopik ringan dengan skor SCORAD 50 (Oranje dkk., 2007; Lipozen dkk.., 2007).
1. Dermatitis atopik ringan (skor SCORAD < 15) perubahan warna kulit
menjadi kemerahan, kulit kering yang ringan, gatal ringan, tidak ada
infeksi sekunder.
dan likenifikasi.
2.1.6 Etiologi
mengandung kumpulan familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang
diekspresikan oleh sel TH2. Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan penting
antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan dermatitis atopik,
tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis alergik1,12 . Sejumlah bukti
populasi menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki atopik lebih besar
ketika ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah tali pusat IgE cukup
tinggi pada bayi yang ibunya atopik atau memiliki IgE yang tinggi, sedangkan
2. Faktor imunologi
imunologik, yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.
seperti kadar IgE dalam serum penderita pada 60-80% kasus meningkat,
mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik. Pada individu yang normal
menyebabkan produksi dari sitokin Th 2 seperti interleukin IL-4, IL-5, dan IL-
Th2, IL-4 dan IL-13, yang membantu immunoglobulin tipe isq berubah
menjadi sintesa IgE, dan menambah ekspresi molekul adhesi pada sel-sel
atau alergen dari luar yang mencapai kulit. Pada paparan pertama terjadi
dan disajikan kepada sel limfosit T dengan bantuan molekul MHC kelas II.
Hal ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenai alergen tersebut
subpopulasi sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang
aktivitas sel B untuk menjadi sel plasma dan memproduksi IgE. Setelah ada
di sirkulasi IgE segera berikatan dengan sel mast dan basofil.Pada paparan
alergen berikutnya IgE telah bersedia pada permukaan sel mast, sehingga
baik yang telah tersedia seperti histamine yang akan menyebabkan reaksi
atopik dikendalikan oleh ekspresi lokal dari sitokin dan kemokin pro-
(IL-1) dari sel-sel residen seperti keratinosit, sel mast, sel dendritik mengikat
endotel vaskular yang diikuti oleh ekstravasasi sel yang meradang ke atas
kulit. Sekali sel- sel yang inflamasi telah infiltrasi ke kulit, sel-sel tersebut
atopik cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan jamur, karena
ditemukan lebih dari 90% pada kulit penderita dermatitis atopik, sedangkan
orang normal hanya 5%. Bakteri ini membentuk koloni pada kulit penderita
menembus sawar kulit yang terganggu akan menginduksi IgE spesifik, dan
degranulasi sel mas, kejadian ini memicu siklus gatal garuk yang akan
atopic.
meningkat, pendidikan ibu makin tinggi, migrasi dari desa ke kota dan
mungkin memicu reaksi atopik pada individu yang rentan. Paparan polutan
2) Alergen:
b) Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum -
sepanjang hari dan memberat ketika malam hari yang dapat menyebabkan
insomnia dan penurunan kualitas hidup. Rasa gatal yang hebat menyebabkan
(scratch mark) yang akan diikuti oleh kelainan-kelainan sekunder berupa papula,
erosi atau ekskoriasi dan selanjutnya akan terjadi likenifikasi bila proses menjadi
kronis. Gambaran lesi eksematous dapat timbul secara akut (plak eritematosa,
kronik (likenifikasi). Lesi eksematous dapat menjadi erosif bila terkena garukan
dan terjadi eksudasi yang berakhir dengan lesi berkrustae. Lesi kulit yang sangat
basah (weeping) dan berkrusta sering didapatkan pada kelainan yang lanjut.
1. Dermatitis Atopik Infantil (0-1 tahun) Dermatitis atopi sering muncul pada
tahun pertama kehidupan dan dimulai sekitar usia 2 bulan. Jenis ini disebut juga
milk scale karena lesinya menyerupai bekas susu. Lesi berupa plak eritematosa,
papulo-vesikel yang halus, dan menjadi krusta akibat garukan pada pipi dan
dahi. Rasa gatal yang timbul menyebabkan anak menjadi gelisah, sulit tidur, dan
sering menangis. Lesi eksudatif, erosi, dan krusta dapat menyebabkan infeksi
sekunder dan meluas generalisata dan menjadi lesi kronis dan residif.
2. Dermatitis Atopik pada Anak (1- 4 tahun) Dapat merupakan kelanjutan bentuk
infantile atau timbul sendiri. Pada umumnya lesi berupa papul eritematosa
simetris dengan ekskoriasi, krusta kecil, dan likenifikasi. Lesi dapat ditemukan di
bagian fleksura dan ekstensor ekstremitas, sekitar mulut, kelopak mata, tangan
dan leher.
3. Dermatitis Atopik pada Anak (4- 16 tahun) Pada usia 4-16 tahun dapat
dijumpai dermatitis pada tubuh bagian atas dan wajah. Umumnya muncul
4. Dermatitis Atopik pada Dewasa (4-16 tahun) Pada orang dewasa, lesi
dermatitis kurang karakteristik, dapat di wajah, tubuh bagian atas, fleksura, bibir
dan tangan Lesi kering, papul datar, plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan
saat stres nilai ambang rasa gatal menurun. Dermatitis atopik dapat disertai
ptiriasis alba, keratosis pilaris, tanda Hertoghe, keilitis, liken spinulosus, dan
keratoconus.
berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta. Kulit
penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat atau redup, kadar lipid di
edema yang luas dan luka akibat menggaruk.Sedangkan pada stadium kronik
berupa penebalan kulit atau yang disebut likenifikasi.Selain itu, dapat terjadi
kaki.Pada orang berkulit hitam atau coklat dapat ditemukan likenifikasi folikular
deterjen, bahan kimiawi, rokok, pakaian kasar, suhu yang ekstrem dan
terhadap lemak dan dengan PH netral. Hindari sabun atau pembersih kulit
gatal, lebih baik menggunakan katun.Pemakaian tabir surya juga perlu untuk
3. Pengobatan Topikal
inflamasi.Selain itu dapat berguna pada saat ekserbasi akut, anti pruritus
dan sebagai anti mitotik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hoare
steroid topikal dipilih potensi yang paling lemah yang masih efektif,
3) Preparat tar
sebaiknya dipakai pada lesi kronik tidak digunakan pada lesi akutkarena
yang terlibat seperti sel langerhans, sel T, sel mas dan keratinosit.
2-15 tahun dan untuk dewasa 0.03% dan 0.1%. Sedangkan pimekrolimus
2.1.10 Komplikasi
Barier kulit yang rusak, respon imun yang abnormal, penurunan produksi
dermatitis atopik terkena infeksi sekunder. Infeksi kutan ini dapat menimbulkan
lebih resiko yang serius pada bayi dan pada waktu mendatang akan berpotensi
untuk infeksi sistemik. Penderita dermatitis atopik juga sangat rentan dengan
infeksi virus, yang paling berbahaya adalah herpes simplex dengan penyebaran
luas dapat mengakibatkan ekzema hepetikum yang dapat terjadi pada semua
mata dan blepharitis kronis yang umumnya terkait dengan dermatitis atopik dan
seperti rasa gatal dan terbakar pada mata, mata berair dan mengeluarkan
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
4. Riwayat Kesehatan.
5. Riwayat penyakit sekarang
6. Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
7. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
8. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
9. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
10. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada
kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
11. POLA FUNGSIONAL
a) Pola persepsi dan penanganan Kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
Leuksosit darah :
5000-10.000/mm3
BAB IV
TINJAUAN KASUS
4.1. Pengkajian
a. Data Pasien
Nama : An. D
MR : 191818
Masuk ke RS : 13-08-2021
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin :P
Agama : Islam
disekujur tubuh, tampak kemerahan dikulit sejak 3 hari yang lalu setelah
c. Riwayat psikososial
Anak tampak rewel, selalu minta digendong
d. Riwayat pemakaian obat
Saat muncul kemerahan hanya diberi baby cream
POLA FUNGSIONAL
e. Pola persepsi dan penanganan Kesehatan
Saat muncul awal kemerahan ibu pasien hanya memberi baby cream, saat
sudah semakin merah ibu pasien baru membawa pasien berobat ke RS.
f. Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien alergi susu sapi pada usia 6 bulan, lalu oleh ibu pasien diganti dengan
susu soya hingga usia 3 tahun. 1 minggu yang lalu ibu pasien mencoba untuk
mengganti ke susu sapi.
g. Pola eliminasi
Pasien BAB 1x perhari, warna kuning kecoklatan. BAK dalam batas normal
h. Pola aktivitas/olahraga
Pasien tampak rewel, tidak mau bermain, minta selalu digendong
i. Pola istirahat/tidur
Pasien tidak bisa tidur, bila tertidur sering terbangun karena gatal.
j. Higiene
k. Pemeriksaan fisik
S: 38 C, N: 124x/m, rr 28x/m
l. Pemeriksaan Penunjang
DO: Pasien tampak rewel, sering menggaruk tubuhnya, kulit tampak merah-
merah.
Leuksosit darah :
5000-10.000/mm3
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama,
dan keluhan gatal)
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (contoh : detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu),
mikroorganisme (contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen),
misalnya dermatitis atopik.
Pencegahan merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan
dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal
dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan
sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan deterjen.
B. Saran
Jika memilki kulit yang sensitif, ada baiknya menggunakan sarung tangan
berbahan plastik saat mencuci pakaian menggunakan tangan untuk
menghindari terjadinya demratitis.
Dermatitis pun ada yang basah dan ada juga yang kering tergantung dari
reaksi yang ditimbulkan alergen pada tubuh. Pengobatannya pun menjadi
berbeda sehingga perlu dibedakan masing-masing dari klasifikasi dermatitis itu
sendiri agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat.