Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM INTEGUMEN : DERMATITIS ATOPIK

OLEH

DIAN MARTA LESTARI


NIM : 191440113
Untuk memenuhi tugas mata Kuliah KMB 2
Ns.Eny Erlinda Widyaastuti, M.Kep, Sp.Kep.MB

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMEKES PANGKALPINANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan medikal bedah II yang telah memberikan tugas
ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan
berpengetahuan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Toboali, 1 April 2020

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................
1.3 TUJUAN.....................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI...................................................................................................
2.2 ETIOLOGI.................................................................................................
2.3 MANIFESTASI KLINIS...........................................................................
2.4 PATOFIOLOGI........................................................................................
2.5 PATHWAYS.............................................................................................
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.............................................................
2.7 PENATALAKSANAAN..........................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
BAB 4 PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis berasal dari kata derm/o- (kulit) dan –itis (radang/inflmasi), sehingga
dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami inflamasi.
Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal tersebut diakibatkan oleh penentuan
etiologi dalam dermatitis belum cukup jelas. Berdasarkan sumber agen penyebab
dermatitis dibagi menjadi dua yaitu dermatitis eksogen dan dermatitis endogen. Namun
makalah ini akan menjelaskan beberapa jenis dermatitis diantaranya dermatitis kontak,
dermatitis seboroik dan dermatitis atopik. Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan
kulit kronis residif disertai gatal yang berhubungan dengan atopi. Kata atopi pertama kali
diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit
pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya misalnya asma
bronkial, rinitis alergika, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik.Di negara industri,
prevalensi dermatitis atopi pada anak mencapai 10 sampai 20 %, sedangkan pada dewasa
sekitar 1 sampai 3 %. Dinegara agraris prevalensi dermatitis atopi jauh lebih rendah.
Penderita wanita lebih banyak daripada pria dengan rasio1,3 :1. Daerah beriklim panas
dan lembab memudahkan timbulnya penyakit. Higiene yang kurang juga dapat
memperberat penyakit. Lingkungan yang mengganggu emosi lebih mudah menimbulkan
penyakit. Penyebab dermatitis atopik belum diketahui, gambaran klinis yang muncul
diakibatkan oleh kerja sama berbagai faktor kontitusional dan faktor pencetus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian dari dermatitis atopik?
2. Apakah penyebab terjadinya dermatitis atopik?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari dermatitis atopik?
4. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya dermatitis atopik?
5. Apa saja penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada dermatitis atopik?
6. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak, dermatitis seboroik,
dan dermatitis atopik?
7. Bagaimanakah konsep teori asuhan keperawatan pada pasien dengan dermatitis
atopik?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dermatitis atopik.
2. Menyebutkan penyebab terjadinya dermatitis atopik.
3. Menjelaskan manifestasi klinis dari dermatitis kontak, dermatitis seboroik, dan
dermatitis atopik.
4. Memahami patofisiologi penyakit dermatitis atopik.
5. Menyebutkan penatalaksanaan dermatitis atopik.
6. Menjelaskan komplikasi yang bisa terjadi pada dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik.
7. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan dermatitis atopik.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Dermatitis atopik (ekzema atopik atau infantil) merupakan respons inflamatorik
kronis atau rekuren yang umumnya berkaitan dengan penyakit atopik lain,
misalnya asma bronkial dan rinitis alergik. Dermatitis atopik adalah keadaan
peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang berhubungan dengan
atopi, yaitu sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
kepekaan dalam keluarganya, misal: asma bronkial, rinitis alergika, konjungtivitis
alergika. (Djuanda,2002). Dermatitis Atopik (DA) adalah inflamasi kulit dengan
etiologi yang belum diketahui, berhubungan dengan keadaan atopi, timbul pada
masa bayi atau anak serta dapat berlanjut pada usia dewasa dengan tanda khas
berupa rasa gatal dan predileksi lesi sesuai umur penderita. (Kariosentono, 2006).
Dermatitis ini biasanya menyerang bayi dan anak-anak usia 1 bulan sampai 1
tahun, umumnya yang memiliki riwayat kuat mengalami penyakit atopik di
keluarganya. Biasanya dermatitis ini akan menjadi parah dan mereda berulang-
ulang sebelum akhirnya sembuh saat masa remaja. Akan tetapi dermatitis ini bisa
bertahan sampai dengan pasien dewasa. Dermatitis atopik menyerang 9 dari 1000
orang.

2.2 Etiologi
1. Tidak diketahui.
Penyebab DA belum diketahui, terdapat 2 teori yang menjelaskan etiologi DA.
Teori pertama menyatakan DA merupakan akibat defisiensi imunologik yang
didasarkan pada kadar Imunoglobulin E (Ig E) yang meningkat dan indikasi
sel T yang berfungsi kurang baik. Sedangkan teori kedua menyatakan adanya
blokade reseptor beta adrenegik pada kulit. Namun, kedua teori tersebut tidak
adekuat untuk menjelaskan semua aspek penyakit DA (Mulyono,
1986).Selama beberapa dekade terakhir ini telah banyak upaya untuk mencari
penyebab dari kondisi tersebut namun belum ada penyebab absolut yang
diketahui. Hal ini disebabkan karena penyakit ini sangat kompleks dan
melibatkan berbagai mekanisme, meliputi genetik, lingkungan, dan imunologi.
Komponen genetik berpengaruh secara kuat pada dermatitis atopic, sebagai
contoh, apabila salah satu dari orang tua memiliki kondisi atopik,
kemungkinan anak memiliki kondisi atopik sebesar 60%, sedangkan apabila
dua orang tua memiliki kondisi atopik, kemungkinan anak memiliki kondisi
atopik sebesar 80%. Selain itu, diketahui juga bahwa riwayat atopik pada ayah
akan lebih berpengaruh. Kebanyakan pasien dengan dermatitis atopik
mengalami peningkatan kadar serum eosinofil dan IgE. Fakta tersebut
mendukung kenyataan bahwa besar kemungkinan anak dengan dermatitis
atopik dapat mengalami rhinitis alergi atau asma. Nampak bahwa hampir
setiap imunosit, termasuk sel langerhans, monosit, makrofag, limfosit, selmast,
dan keratinosit, menunjukkan abnormalitas pada dermatitis atopik. Penyebab
dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan oleh
berbagai factor yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa
predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi
imunologis, interaksi psikosomatik dan disregulasi/ ketidakseimbangan sistem
saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan
dan kontaktan, allergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan
temperatur, dan trauma.
2. Faktor yang memperparah: respon terhadap keringat, strespsikologis, suhu dan
kelembapan ekstrem.
3. Alergi makanan (telur, kacang, susu, dan gandum) pada sekitar 10% dari kasus
yang menyerang anak-anak.
4. Predisposisi genetik yang diperburuk dengan alergi makanan,infeksi, zat kimia
yang mengiritasi, suhu dan kelembapan, serta emosi.
5. Penyebab sekunder : iritasi yang terlihat mengubah struktur epidermal,
sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas imunoglobulin (Ig) E.

2.3 Manifestasi klinis


1 Area eritematosa di kulit yang sangat kering : lesi di dahi,
pipi, dan permukaan ekstensor di lengan dan kaki atas, lesi di titik fleksi
(antekubital fossa, area popliteal, dan leher).
2 Pruritus dan parut dengan edema, kerak, dan sisik.
3 Lesi atopik kronis yang menyebabkan kulit kering dan bersisik, disertai
dermatografia putih, pemucatan dan likenifikasi.
4 Kondisi sekunder : infeksi virus, fungus, atau bakteri dan gangguan okular.
5 Pembengkakan dan hiperpigmentasi di kelopak mata atas, disertai lipatan
ganda yang muncul di bawah kelopak mata bawah.
6 Katarak atopik (jarang terjadi, biasanya hanya pada orang yang berusia 20
sampai 40 tahun).
7 Pasien yang juga terpapar herpes zoster akan mengalami gejala erupsi
variseliform kaposi (ekzema herpetikum), yaitu infeksi virus kutaneus berat
yang berpotensi menyebar.

2.4 Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui
kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan
ini akan merusak sel epidermis. Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan
iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama
pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil
pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat
menimbulkan rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu,
dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan gangguan citra tubuh yang
timbul karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik.

2.5 Pathways
(terlampir)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Riwayat gangguan atopik dalam keluarga berguna untuk mendiagnosis
dermatitis atopik.
2. Pengujian petak dan penyelidikan distribusi lesi kulit membantu menunjukkan
alergen pemicu.
3. Kadar IgE serum umumnya naik, namun tidak menentukan diagnosa.
2.7 Penatalaksanaan
1. Eliminasi alergen.
2. Hindari iritan (sabun, pembersih, dan zat kimia lainnya), perubahan suhu
ekstrem dan faktor lain yang mempercepat.
3. Pengolesan salep kortikosteroid topikal, terutama setelah mandi, biasanya
meringankan inflamasi.
4. Pengolesan krim pelembab membantu kulit tetap lembab.
5. Terapi kortikosteroid sistemik bisa dibutuhkan selama masa pemburukan yang
ekstrem.
6. Terapi terlemah dan sinar ultraviolet B digunakan untuk menambah ketebalan
stratum korneum.
7. Antibiotik tepat untuk mengatasi lesi yang berkerak dan basah.

Pathway

Eksogen (bahan iritan Endogen (stress


kimiawi dan fisik) emosional, makanan)

Dikonsumsi atau kontak langsung Ditangkap oleh APC


Kerusakan sel

Iritan kontak dengan Ag


Kerusakan kulit Berikatan dg protein
tubuh (fase induksi)
Oleh sel plasma dan basofil
Lapisan tanduk
membentuk Ab IgE
0

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Menurut Tucker (2007) pengkajian sistem integumen adalah sebagai berikut:
1. Data Subjektif
Mengkaji kulit meliputi Gatal, nyeri, ruam, kasar, kering, bengkak,
perubahan warna kulit.
2. Data Objektif
Mengkaji keutuhan, elastisitas, ruam, kelembaban, kebersihan, eksudat,
pigmentasi.Lesi likenifikasi (epidermis tebal dan kasar), erosi adanya
lembab, ekskoriasi (abrasi) kehilangan lapisan epidermis.
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat psikososial
5. Riwayat Penyakit penyerta Alergia atau sensitif terhadap alergen internal
atau eksternal.
6. Medikasi yang digunakan
Obat-obat yang digunakan; krim, losion, salep.
7. Riwayat Praktik Higiene
8. Pemeriksaan diagnostik
Pewarnaan gram untuk mendeteksi organisme, kultur darah, dan skin
scrapping.

3.2 DiagnosaKeperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan imunologi :
hipersensitivitas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : proses peradangan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan

3.3 Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan imunologi :
hipersensitivitas
1

1 NOC : Tissue intergrity: skin and mucous membranes


)
2 Tujuan : pasien mampu mencapai integritas kulit dan mukosa
) membran secara adekuat
3) Outcomes
(1) Meningkatkan kenyamanan pada verbalisasi kulit
(2) Berkurangnya kulit yang terkelupas dan pembersihan kerak
(3) Berkurangnya kemerah-merahan
(4) Berkurangnya nyeri pada kulit yang tergores
(5) Penyembuhan pada bagian yang rusak
(6) Kulit utuh
4) NIC
(1) Skin care : topical treatments
(2) Skin surveillance
5) INTERVENSI
(1) Sekurang-kurangnya mandi satu kali dalam sehari selama 15
sampai 20 menit. Setelah itu memakai pelembab yang tepat atau
sesuai dengan yang dianjurkan.
Rasional : Merendam secara penuh sel kulit mati. Pemakaian
pelembab 2 sampai 4 menit setelah mandi
merupakan hal penting dalam mencegah hidrasi pada
lapisan kulit terluar
(2) Gunakan air hangat –tidak panas.
Rasional : Air panas menyebabkan vasodilatasi yang dapat
meningkatkan pruritus.
(3) Gunakan sabun yang cair (Dove atau Basis) atau sabun untuk kulit
yang sensitif (Neutrogena, Moisturel, Aveeno, Oilatum, Purpose)
hindari gelembung busa.
Rasional : Penggunaan sabun batangan dapat mengatasi
masalah pada kulit. Sabun cair kurang mengandung
unsur basa dan kurang mengeringkan kulit.
(4) Oleskan pelembab atau sesuai yang ditentukan dua sampai tiga kali
dalam sehari.
Rasional : Salep dan krim yang mengandung air dapat
2

memberikan kelembaban pada kulit. Pelembab


khusus yang dipilih disesuaikan dengan selera pasien
dan apakah bahannya dapat menyebabkan iritasi
pada kulit.
(5) Jelaskan gejala gatal-gatal yang berkaitan dengan penyebabnya
(Contohnya kekeringan pada kulit) dan prinsip dari terapi pilihan
(hidrasi) dan siklus gatal-goresan-gatal.
Rasional : Memahami proses psikologis prinsip-prinsip gatal dan
meningkatkan kerjasama dalam pengobatan
(6) Kerja dan tidur di lingkungan dengan suhu yang konstan.
Pengaturan suhu udara di dalam rumah, secara khusus di dalam
kamar tidur mungkin dapat bermanfaat.
Rasional : Suhu yang ekstrim mengakibatkan tambahan frekuensi
pruritus untuk vasolidasi dan meningkatkan aliran darah
pada kulit. Selain memberikan lingkungan yang sejuk,
AC dapat menurunkan paparan aeroallergen.
(7) Perhatikan jari kuku agar tetap pendek, halus dan bersih
Rasional : Kuku yang selalu dipotong mencegah kerusakan dan
infeksi pada kulit.
(8) Penggunaan antihistamin dapat mengurangi rasa gatal sampai
tingkat tertentu
Rasional : Histamine adalah perantara gatal yang paling umum
diketahui. antihistamin dapat membantu
menenangkan.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : proses peradangan


1 NOC : Pain control
)
2 Tujuan : pasien mampu mengontrol nyeri secara adekuat
)
3) Outcomes
(1) Berkurangnya pengamatan dan laporan terhadap goresan pada kulit
(2) Berkurangnya rasa nyeri pada kulit akibat goresan
(3) Berkurangnya kegelisahan selama tidur
(4) Meningkatnya verbalisasi kenyamanan kulit.
3

4) NIC :
(1) Pain management
(2) Simple relaxation therapy
(3) Distraction
5) INTERVENSI
(1) Kaji tipe, lokasi, kualitas, dan berat nyeri atau ketidaknyamanan
yang dirasa pasien.
Rasional : Pengalaman nyeri bervariasi dengan luasnya lesi.
sebagai penyembuhan luka dimulai, pasien dapat
mengeluh gatal. menyembuhkan rasa ini penting
karena menggaruk dapat mengganggu kulit baru
rapuh.
(2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri
(contohnya adanya kecemasan)
Rasional : Mengetahui faktor-faktor etiologi yang berbeda
dapat membimbing terapi yang efektif
(3) Monitor TD, HR, RR, pola tidur dan kemampuan berfokus.
Rasional : Peningkatan rasa nyeri dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, frekuensi pola nafas dan
denyut jantung yang bersifat sementara. Memberikan
perhatian lebih terhadap peningkatan tanda-tanda
vital tersebut dapat membantu perawat melakukan
evaluasi terhadap nyeri.
(4) Evaluasi dan dokumentasikan kefektifan dan metode kontrol nyeri
yang digunakan.
Rasional : Mengubah efektivitas pengobatan nyeri diharapkan.
luka bakar parsial-ketebalan yang sangat
menyakitkan, nyeri akan berkurang dari waktu ke
waktu dan dengan penyembuhan. luka bakar
ketebalan penuh tidak menimbulkan rasa sakit
karena kerusakan saraf, tetapi sebagai saraf
regenerasi, nyeri akan meningkat
4

3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan terhadap patogen


akibat adanya lesi kulit
1 NOC : Infection status
)
2 Tujuan : pasien mampu terhindar dari infeksi
)
3) Outcomes
(1) Tidak adanya bisul atau jerawat, eksudat, atau pengerasan
(2) Bebas dari infeksi sekunder yang ditunjukkan dengan kulit utuh,
tanpa kemerahan atau lesi
(3) Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
4) NIC :
(1) Infection protection
(2) Wound care
5) INTERVENSI
(1) Kaji kondisi luka
Rasional : Untuk menentukan terapi yang tepat.
(2) Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional : Untuk memberikan tindak lanjut perawatan dan
pengobatan.
(3) Kaji temperatur.
Rasional : Demam mengindikasikan adanya infeksi. Kecuali
pada pasien dengan penurunan imunitas dan
diabetes.
(4) Menjelaskan kepada pasien tentang tanda infeksi dan memastikan
bahwa tanda-tanda tersebut membutuhkan intervensi medis.
Rasional : Secara potensial, komplikasi penularan sangat serius
dari gangguan kulit yang terbuka.
(5) Memastikan bahwa pasien mengerti akan pentingnya pasien tidak
mengobati diri sendiri dengan sisa obat-obatan di rumah.
Rasional : Sisa obat mungkin sudah kadaluarsa dan tidak pantas
digunakan untuk pengobatan. Obat dapat
terkontaminasi dan menyebabkan infeksi atau
kehilangan daya tahan tubuh.
(6) Melaksanakan pemberian terapi antibiotik topikal sesuai instruksi.
5

Rasional : Memberi pengobatan terhadap infeksi.

BAB 4
PENUTUP
6

4.1 KESIMPULAN
Dermatitis atopik (ekzema atopik atau infantil) merupakan respons
inflamatorik kronis atau rekuren yang umumnya berkaitan dengan penyakit
atopik lain, misalnya asma bronkial dan rinitis alergik. Dermatitis atopik
adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang
berhubungan dengan atopi, yaitu sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misal: asma bronkial,
rinitis alergika, konjungtivitis alergika. (Djuanda,2002). Dermatitis Atopik
(DA) adalah inflamasi kulit dengan etiologi yang belum diketahui,
berhubungan dengan keadaan atopi, timbul pada masa bayi atau anak serta
dapat berlanjut pada usia dewasa dengan tanda khas berupa rasa gatal dan
predileksi lesi sesuai umur penderita. (Kariosentono, 2006).

4.2 SARAN
Dalam hal ini kami selaku kelompok menyarankan dalam penanganan pasien
dengan dermatitis ini perlu perawatan yang sesuai. Bukan hanya pengobatan
namun juga perlu pencegahannya.
7

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2009.Patofisiologi : buku saku. Alih bahasa, Nike Budhi


Subekti; editor edisi bahasa Indonesia, Egi Komara
Yudha.Ed.3.Jakarta:EGC

Djuanda, A. danSularsito, S. A., 2002, Dermatitis dalamDjuanda, A., Hamzah, M.


danAisah, S., (eds), IlmuPenyakitKulitdanKelamin 3rd ed., FKUI,
Jakarta : 131-135.)

Herdman,T.H., 2012.NANDA I Nursing Diagnosis : Difinition and Clasification


2012-2014. St Louis: Mosby Elsevier.

Johnson, Marion, et al., 2006. NANDA, NOC and NIC Linnkages. 2nd Edition. St.
Louis : Mosby Elsevier.

Kariosentono, H., 2006, Dermatitis Atopik( Ekzema ) LPP U. N .S., Jawa Tengah :
1-15.
8

Williams & Wilkins, 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.


Penerjemah Paramita. Jakarta Barat : PT Indeks.

Panduan Diagnosa Keperaewatan Nanda 2005-2006 Definisi dan


Klasifikasi.Jakarta: Prima Medika, 2009.

Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Doenges, Marlynn E dkk.2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai