Anda di halaman 1dari 21

PEDOMAN PRAKTIK KLINIS FISIOTERAPI

“ATOPIC DERMATITIS:

ICD-10 : L20

A. KODE ICF

1. Body Functions

b2801 Pain in body part

b4350 Immune response

2. Activities And Participation

d770 Intimate relationships

3. Environmental Factors

e1101 Drugs

4. Body Structures

s810 Structure of areas of skin

B. DEFINISI

Atopy berasal dari kata Yunani "reaksi abnormal atau luar biasa."

Secara harfiah, penyakit ini disebabkan oleh berbagai alasan rumit dengan

mitigasi dan pengulangan yang berulang. Karena penyebabnya rumit dan

beragam, penyakit ini sulit diobati. Atopi adalah gejala alergi pada kulit,

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 1


saluran pernapasan, dan selaput lendir mata dan usus seseorang yang

memiliki kecenderungan atopik. Predisposisi atopik ini adalah turun

temurun. Dermatitis alergi yang disebabkan oleh kecenderungan atopik

adalah dermatitis alergi, rinitis alergi, asma, konjungtivitis alergi, dan

urtikaria atopik.

Penyakit dapat muncul sendiri atau dengan berbagai penyakit pada

saat yang bersamaan. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit khas yang

muncul pada seseorang dengan alergi atopik. Ini adalah dermatitis kronis

yang sering disebut demam bawaan yang gejala utamanya adalah

xeroderma dan gatal-gatal. Karena karakteristik imunologisnya, penyakit

ini disertai oleh penyakit alergi lain seperti gatal-gatal, alergi logam, asma,

dan rinitis alergi.

C. EPIDEMIOLOGI

Banyak orang menderita penyakit kulit atopik. 0,5 ~ 1% dari total

populasi dan 5 ~ 10% dari anak-anak menderita dermatitis atopik. Gejala

muncul dalam 2 ~ 6 bulan setelah lahir, terutama terjadi paling sering di

antara populasi yang berusia kurang dari 1 tahun, dan 85% terjadi pada

mereka yang berusia di bawah 5 tahun. Diketahui bahwa penyakit ini

muncul hanya pada masa kanak-kanak; Namun, meskipun menghilang

pada 50% pasien, 25% memperpanjang hingga remaja. Dan sisanya 25%

berlanjut hingga dewasa.

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 2


D. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya

sangat komplek, tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan

sebagai faktor pencetus kelainan ini misalnya faktor genetik, imunologik,

lingkungan dan gaya hidup, dan psikologi.

1. Faktor genetik

Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang

mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom

5q31-33 mengandung kumpulan familygen sitokin IL-3, IL-4,

IL-13, dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel TH2.

Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan penting dalam ekspresi

dermatitis atopik. Perbedaan genetik aktivitas transkripsi gen

IL-4 mempengaruhi presdiposisi dermatitis atopik.Ada

hubungan yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase

sel mas dengan dermatitis atopik, tetapi tidak dengan asma

bronkial atau rhinitis alergik.

Sejumlah bukti menunjukkan bahwa kelainan atopik lebih

banyak diturunkan dari garis keturunan ibu daripada garis

keturunan ayah. Sejumlah survey berbasis populasi

menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki atopik lebih

besar ketika ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah

tali pusat IgE cukup tinggi pada bayi yang ibunya atopik atau

memiliki IgE yang tinggi, sedangkan atopik paternal atau IgE

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 3


yang meningkat tidak berhubungan dengan kenaikan darah tali

pusat IgE

2. Faktor imunologi

Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui

reaksi imunologik, yang diperantai oleh sel-sel yang berasal

dari sumsum tulang. Beberapa parameter imunologi dapat

diketemukan pada dermatitis atopik, seperti kadar IgE dalam

serum penderita pada 60-80% kasus meningkat, adanya IgE

spesifik terhadap bermacam aerolergen dan eosinofilia darah

serta diketemukannya molekul IgE pada permukaan sel

langerhans epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara

sistemik antara dermatitis atopik dan alergi saluran napas,

karena 80% anak dengan dermatitis atopik mengalami asma

bronkial atau rhinitis alergik.

Pada individu yang normal terdapat keseimbangan sel T

seperti Th1, Th 2, Th 17, sedangkan pada penderita dermatitis

atopik terjadi ketidakseimbangan sel T. Sitokin Th2 jumlahnya

lebih dominan dibandingkan Th1 yang menurun.Hal ini

menyebabkan produksi dari sitokin Th 2 seperti interleukin IL-

4, IL-5, dan IL-13 ditemukan lebih banyak diekspresikan oleh

sel-sel sehingga terjadi peningkatan IgE dari sel plasma dan

penurunan kadar interferon-gamma.Dermatitis atopik akut

berhubungan dengan produksi sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 4


13, yang membantu immunoglobulin tipe isq berubah menjadi

sintesa IgE, dan menambah ekspresi molekul adhesi pada sel-

sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan dalam perkembangan

dan ketahanan eosinofil, dan mendominasi dermatitis atopik

kronis.

3. Faktor lingkungan dan gaya hidup

 Polutan :

Asap rokok, peningkatan polusi udara, pemakaian

pemanas ruangan sehingga terjadi peningkatan suhu

dan penurunan kelembaban udara, penggunaan

pendingin ruangan.

 Alergen:

 Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu

rumah, serbuk sari buah, bulu binatang, jamur

kecoa

 Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang

laut dan gandum

 Mikroorganisme: Staphylococcus aureus,

Streptococcus sp, P.ovale, Candida

albicans,Trycophyton sp.

 Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel, peru

balsam.

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 5


4. Faktor Psikologi

Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik, egois,

frustasi, merasa tidak aman yang mengakibatkan timbulnya

rasa gatal. Namun demikian teori ini masih belum jelas

E. PATOFISIOLOGI

Dermatitis atopik memiliki patofisiologi yang bervariasi sesuai tingkat

lesinya dengan banyak perubahan yang diinduksi oleh garukan.Umumnya

memiliki gambaran hiperkeratosis, akantosis, dan eksoriasi. Koloni

Staphylococcusmungkin juga didapatkan pada histopatologi dermatitis

atopik. Dermis bersebukan sel radang , terutama makrofag dan eosinofil.

Pada penderita dermatitis atopik terdapat deposisi major basic protein

yang berat.

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis dan perjalanan dermatitis atopik sangat bervariasi,

membentuk sindrom manifestasi diatesis atopi. Gejala utama dermatitis

atopik ialah pruritus,dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya

lebih hebat pada malam hari.Akibatnya, penderita akan menggaruk

sehingga timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa papul,

likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta. Kulit penderita

dermatitis atopik umumnya kering, pucat atau redup, kadar lipid di

epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 6


Lesi akut pada dermatitis atopik berupa eritema dengan papul, vesikel,

edema yang luas dan luka akibat menggaruk.Sedangkan pada stadium

kronik berupa penebalan kulit atau yang disebut likenifikasi.Selain itu,

dapat terjadi fisura yang nyeri terutama pada fleksor,telapak tangan,jari

dan telapak kaki.Pada orang berkulit hitam atau coklat dapat ditemukan

likenifikasi folikular.

G. KLASIFIKASI

Secara klinis dermatitis atopik dibagi menjadi 3 fase yaitu :

a. Fase infatil (0-2 tahun)

Dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama

kehidupan,biasanya setelah usia 2 bulan.Lesi mulai di muka

(dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena

gatal digosok, pecah, eksudatif, akhirnya terbentuk krusta dan

dapat menjadi infeksi sekunder.

Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi.Pada sebagian

besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun,mungkin juga

sebelumnya, sebagian lagi akan berlanjut menjadi bentuk

anak.Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi,

bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan

kambuhnya penyakit itu.

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 7


b. Fase anak (usia 2 - 12 tahun)

Merupakan kelanjutan bentuk infatil atau timbul sendriri (de

novo). Lesi pada dermatitis atopik anak berjalan kronis akan

berlanjut sampai usia sekolah dan predileksi biasanya terdapat

pada lipat siku, lipat lutut, leher dan pergelangan tangan. Jari-

jari tangan sering terkena dengan lesi eksudatif dan kadang-

kadang terjadi kelainan kuku.Pada umumnya kelainan kulit

pada dermatitis atopik anak tampak kering, dibanding usia

bayi dan sering terjadi likenifikasi.Perubahan pigmen kulit bisa

terjadi dengan berlanjutnya lesi, menjadi hiperpigmentasi dan

kadang hipopigmentasi.

c. Fase Dewasa ( > 12 tahun)

Pada dermatitis atopik bentuk dewasa mirip dengan lesi anak

usia lanjut (8-12 tahun),didapatkan likenifikasi terutama pada

daerah lipatan-lipatan tangan. Lesi kering, agak menimbul,

papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi

dengan sedikit skuama, sering terjadi eksoriasi dan eksudasi

karena garukan, lambat laun terjadi hiperpigmentasi.Selain

gejala utama yang telah diterangkan, juga ada gejala lain yang

tidak selalu terdapat.Pada fase dewasa, distribusi lesi kurang

karakteristik , sering mengenai tangan dan pergelangan tangan,

dapat pula ditemukan setempat, misalnya bibir, vulva, puting

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 8


susu,atau skalp.Kadang erupsi meluas, dan paling parah di

lipatan,mengalami likenifikasi.

H. DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis atopik berdasarkan keluhan dan gambaran klinis.

Pada awalnya diagnosis dermatitis atopik didasarkan atas berbagai

fenomena klinis yang tampak, terutama gejala gatal.George Rajka

menyatakan bahwa diagnosis dermatitis atopik tidak dapat dibuat tanpa

adanya riwayat gatal.

Hanifin Rajka telah membuat kriteria diagnosis untuk dermatitis

atopik yang didasarkan pada kriteria mayor dan minor yang sampai

sekarang masih banyak digunakan

 Kriteria Mayor (Minimal harus ada 3 dari 4 tanda) :

1) Pruritus (eksoriasi kadang terlihat)

2) Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak

3) Dermatitis fleksura pada dewasa

 Kriteria Minor (Ditambah 3 atau lebih kriteria minor)

1) Xerosis (kulit kering)

2) Infeksi kulit ( khususnya oleh S.aureus dan virus herpes

simpleks)

3) Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 9


I. GEJALA DAN KOMPLIKASI

 Gejala

Di antara gejala termasuk gatal parah, kulit kering, ruam, gangren,

keropeng, dan mengupas kulit (sisik), gatal parah adalah fitur yang

paling terlihat. Ruam kulit terjadi karena menggaruk daripada gatal

karena ruam kulit. Tingkat gatal sangat parah sehingga seseorang

menggaruk hingga berdarah, dan dalam kasus ini, lingkaran setan

gatal dan garukan berlanjut. Bermasalah bahwa lecet dan keropeng

yang dibentuk oleh luka luar saat menggaruk menyebabkan infeksi

bakteri sekunder. Juga, rasa gatal yang tak tertahankan dapat

menyebabkan gangguan dan prestasi akademik yang buruk.

Kerusakan psikologis atau luka emosional mungkin terjadi karena

intimidasi atau ejekan dari anak-anak lain. Karena tidur yang

dangkal, sulit untuk menjadi anak yang sehat secara fisik dan

mental. Status kulit atau lesi kulit dapat menyebabkan perubahan

mental. Seseorang dengan mudah menjadi depresi karena

perubahan emosional yang parah dan terlalu sensitif bahkan

dengan sedikit stres dan mungkin merasa tidak aman secara kronis.

Selain itu, pasien tampaknya gelisah karena mereka sensitif dan

tidak sabar (Ahn et al. 2009).

 Komplikasi

Dermatitis atopik dapat disertai dengan sejumlah komplikasi. Luka

eksternal yang dibentuk oleh garukan karena gatal parah dapat

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 10


menyebabkan infeksi bakteri sekunder seperti infeksi stafilokokus

(superantigen), dan kutil air, sejenis moluskum kontagiosum,

terbentuk karena infeksi virus. Juga, lesi eksim herpiticum yang

luas terjadi dan umumnya frekuensi pityriasis meningkat.

Meskipun jarang terjadi pada pasien dermatitis atopik yang parah,

katarak tipe khusus juga terjadi.

J. DIAGNOSA FISIOTERAPI

1. Impairement

 Abnormalitas cairan interstitial

 Saraf mengalami iritasi

 Penurunan reabsorbsi cairan

 Nyeri di sekitar area

2. Activity Limitation

 Mandi

 Bekerja

 Sekolah

3. Participation Restriction

 Hambatan dalam aktivitas sosisl

K. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN

Tidak ada pengobatan yang ideal yang dapat menyembuhkan

dermatitis sepenuhnya. Metode terapi untuk setiap pasien harus dipilih

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 11


mengingat usia, jenis kelamin, status ekonomi, dan lokasi serta tingkat

peradangannya. Selain itu, menghindari paparan unsur-unsur berbahaya

termasuk gaya hidup yang tidak sehat dan kebiasaan diet, mengingat

bahwa kehidupan sehari-hari adalah proses perawatan, dan terus berlatih

metode terapi memungkinkan pasien untuk melarikan diri dari dermatitis

atopik. Angka kejadian alergi makanan pada pediatri sangat tinggi. Jika

periode pengobatan berlangsung selama berbulan-bulan bahkan pasien

merespon pengobatan, dan jika gejalanya memburuk dan penyakit kambuh

segera setelah menghentikan obat, alergi makanan dicurigai. Dalam hal

ini, pasien harus makan sesuai dengan resep dokter. Setelah asupan

makanan, kondisi kulit, urin, dan feses harus diperiksa. Pasien dermatitis

atopik harus mencuci muka atau mandi dengan air hangat dan

menggunakan sabun netral atau sedikit asam tanpa warna dan aroma jika

sabun harus digunakan. Juga, setelah mandi, usap dengan lembut dengan

handuk daripada menggosok kulit dan oleskan pelembab sebelum tubuh

menjadi kering dalam waktu 3 menit. Pelembab meningkatkan pelembab

lapisan terangsang keratin dan membuat kulit lunak dan fleksibel

mengkompensasi efek perlindungan yang tidak memadai dari lipid kulit.

(Moon 2009).

Oleh karena itu, adalah mungkin untuk mengurangi penggunaan

steroid eksternal. Menerapkan pelembab tidak hanya melindungi kulit

yang dilemahkan oleh dermatitis atopik, tetapi juga mencegah kulit

menjadi kering yang mencegah kerusakan atopi lebih lanjut sebagai

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 12


pencegahan jangka panjang. Pakaian dengan permukaan kasar membuat

kulit sensitif bahkan kulit orang normal. Jika gejalanya muncul, produk

kapas, yang tidak mengiritasi kulit tetapi menyerap keringat dan memberi

ventilasi pada kulit, harus digunakan. Khususnya, pakaian dengan ketiak,

leher, atau pinggang yang ketat tidak bisa melepaskan keringat dan

menyebabkan inflasi dan gatal-gatal, jadi disarankan untuk mengenakan

pakaian longgar. Juga, mengenakan piyama dan pakaian panjang saat tidur

direkomendasikan karena gatal menjadi parah di malam hari. Deterjen sisa

yang tersisa saat mencuci pakaian harus dihindari, dan pakaian disimpan

dalam lemari untuk waktu yang lama dan pakaian baru harus dicuci

sebelum dipakai. Menghapus tungau debu rumah tidak selalu

meningkatkan gejala semua pasien dermatitis atopik, tetapi itu

menunjukkan efek luar biasa pada beberapa pasien.

L. INTERVENSI

Salah satu metode latihan yang ditekankan untuk pasien dermatitis

atopik adalah latihan aerobik intensitas rendah. Menghindari olahraga

berat, itu akan membuat otot-otot berkontraksi atau sedang untuk

mendapatkan manfaat maksimal. Dianjurkan untuk berolahraga di kisaran

40 ~ 85% dari kapasitas latihan maksimum untuk pemula. Terutama,

berjalan di udara bersih meningkatkan fungsi tubuh dan mengurangi stres.

Juga, latihan aerobik intensitas rendah di fasilitas perumahan yang

dibangun dengan bahan ramah lingkungan meningkatkan fungsi fisik dan

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 13


mengurangi gejala (www.apta.org). Dalam beberapa tahun terakhir,

pendekatan pengobatan psikologis dan perilaku muncul.

Khususnya, penelitian tentang terapi perilaku kognitif, CBT, aktif.

Menurut perlakuan kognitif-perilaku, pikiran negatif mengurangi harapan

keberhasilan dan efisiensi kinerja dan menekan motivasi. Secara teoritis,

pasien dapat memecahkan masalah dan mempromosikan perubahan dalam

kehidupan nyata jika mereka dapat mengubah pikiran negatif menjadi

pikiran positif. Efek positif dari perubahan oleh terapi kognitif-perilaku

untuk pasien atopik adalah manajemen nyeri, keyakinan untuk mengatasi

kecacatan, kurang ketergantungan pada orang lain, dan peningkatan

aktivitas fisik. Oleh karena itu, terapi perilaku kognitif dan latihan aerobik

menginspirasi pasien untuk memiliki keinginan hidup dan

mempertahankan keadaan psikologis positif yang mengarah hasil positif

dalam peradangan kulit, nyeri, kelelahan, dan fungsi fisik (Marilyn 2006).

a) Ultrasonic Electrophoresis

Elektroforesis ultrasonik adalah metode yang menggunakan

gelombang ultrasonik untuk penetrasi obat ke dalam jaringan

kulit. Jika 3 W / cm 2 ultrasound diterapkan, permeabilitas ke

dalam sel meningkat 200%. Frekuensi dan intensitas USG

yang digunakan dalam elektroforesis ultrasound bervariasi

tergantung pada obat yang digunakan, tetapi secara

konvensional 1 ~ 3 frekuensi MHZ telah banyak digunakan.

Bahkan jika obat yang sama digunakan, kekuatan pengobatan

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 14


yang digunakan dalam elektroforesis ultrasound sedikit

berbeda tergantung pada derajat penyakit. Tapi, intensitas dan

frekuensi tipikal ultrasound dapat digunakan. Namun, 3 MHZ

digunakan jika penetrasi obat terbatas pada jaringan

permukaan seperti epitel atau dermis tergantung pada

kedalaman jaringan perawatan. Jika penetrasi mendalam dari

obat diperlukan, menerapkan 1 MHZ lebih baik. Secara umum,

untuk mendapatkan efek termal dan iontophoresis pada saat

yang sama dari elektroforesis USG, USG kontinyu dianjurkan.

Jika hanya efek iontophoresis yang diinginkan, maka

ultrasonografi berdenyut dianjurkan.

Intensitas USG tergantung pada obat, intensitas minimum

1W / cm 3 atau lebih tinggi diterapkan, dan konsentrasi obat

harus sekitar 10%. Dan obat-obatan yang digunakan dalam

elektroforesis ultrasonik dilarutkan ke dalam air, gliserol, atau

parafin berair. Obat-obatan yang digunakan untuk meredakan

infeksi adalah obat antiinflamasi nonsteroid, hidrokortison,

deksametason, kortison, dan kortisol. Salisilat dan fenilbutazon

digunakan untuk analgesik antipiretik. Dan obat-obatan

berbasis steroid termasuk lidocaine atau Decadron sering

digunakan dalam kombinasi dengan anestesi lokal untuk

mengurangi rasa sakit.

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 15


Gambar 1.Phonophoresis

b) Anodal Galvanism

Jika arus searah terus menerus diterapkan ke tubuh, sirkulasi

darah lokal meningkat oleh stimulasi pembuluh darah kulit.

Sirkulasi yang meningkat mendorong redisolusi produk

inflatoriasi. Karena efek dari arus searah, arus searah terus

menerus secara luas digunakan dalam penyakit inflamasi

kronis dan persisten. Oleh karena itu, jika terdapat infeksi kulit

yang tidak menular, kontusio, atau edema, galvanisme anodal

menggunakan arus searah banyak digunakan. Untuk

mendapatkan manfaat maksimum dari galvanisme anodal, arus

intensitas rendah diterapkan untuk jangka waktu yang lama.

Kekuatan saat ini 0,15 ~ 0,25 mA / cm 2 digunakan mulai dari

15 menit dan secara bertahap meningkat 5 menit pada saat

mencapai 30 menit. Namun, direkomendasikan bahwa

kekuatan saat ini dan waktu perawatan disesuaikan dengan

kondisi pasien, dan direkomendasikan bahwa pasien menerima

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 16


perawatan setiap hari jika memungkinkan sampai kondisi

membaik.

Ukuran elektroda yang sama dengan luas permukaan tubuh

digunakan dalam perawatan. Untuk mengurangi resistensi

kulit, elektroda dibasahi dalam larutan hangat. Jika pasien

mengeluh rasa panas yang tidak menyenangkan selama

perawatan, elektroda dengan kelembaban yang tidak cukup

harus dipertimbangkan terlebih dahulu daripada kelebihan arus

yang mungkin telah diterapkan. Isolasi harus dipertimbangkan

ketika menggunakan penangas galvanik, dan 91,9 ~ 100,04 (8

F) (33,3 ~ 37,88 C) suhu penangas air sesuai; terutama pasien

harus sadar akan luka bakar elektrolit.

Gambar 2.

Galvanic current therapy ( a ). Anodal galvanic current therapy

( b ). Galvanic bath

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 17


c) Iontophoresis

Iontophoresis efektif dalam mengurangi inflmasi jaringan

lunak dan area topikal kulit. Hidrokortison, obat khas yang

digunakan untuk iontophoresis, mengurangi atau

menghentikan respons inflamasi dalam jaringan lunak dengan

menstabilkan membran sel. Juga, trolamin salisilat

menghambat prostaglandin dan zat-zat kimia yang penting

dalam memproses infl amasi. Semua hidrokortison atau

trolamin salisilat dapat dioleskan dalam bentuk salep. Sebelum

perawatan, pasien mengambil posisi nyaman dan mencuci

bagian kulit dengan lembut menggunakan air garam atau

alkohol. Ketika hidrokortison digunakan untuk iontophoresis,

elektroda aktif harus dihubungkan ke elektroda positif, dan

ketika trolamin salisilat digunakan, itu harus dihubungkan ke

elektroda negatif. Dan elektroda inert yang dibasahi dengan air

atau air garam harus ditempatkan di bagian kulit yang lebih

jauh daripada elektroda aktif. Kekuatan saat ini awalnya

dimulai dari 0 mA dan secara bertahap meningkat sampai

pasien merasakan sensasi terbakar ringan. Waktu perawatan

keseluruhan adalah 15-20 menit.

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 18


Gambar 3. Ionthophoresis

d) Fototerapi dan Terapi Lain

Fototerapi yang digunakan pada dermatitis atopik diterapkan

pada pasien yang enggan menggunakan aplikasi kortikosteroid

oral dan topikal. Efek yang diperpanjang dapat diharapkan

sebagai keuntungan. Fototerapi yang biasanya digunakan pada

dermatitis atopik adalah UV berkapasitas tinggi (UVA1).

Secara khusus, ini efektif pada lesi yang memburuk akut.

Biasanya, efisiensi broadband ultraviolet B [(BBUVB); 270 ~

350 nm] dapat diharapkan, tetapi beberapa sensasi terbakar

atau penurunan dermatitis diketahui sering terjadi. Selain itu,

fototerapi menggunakan narrowband ultraviolet B, NBUVB,

juga telah dilaporkan efektif dalam dermatitis atopik dalam

beberapa derajat. Iradiasi UV dikenal efektif dalam dermatitis

kontak atau dermatitis alergi. Selain itu, perawatan semprotan

oksigen, menyemprotkan oksigen ke kulit, adalah metode yang

membersihkan kulit dengan menggunakan oksigen dan

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 19


kemudian memijat kulit. Metode terapi yang lebih klasik dan

populer adalah menambahkan obat ke dalam bak pusaran air

(Jacuzzi) yang mensterilkan jamur atau bakteri yang

menyebabkan dermatitis.

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 20


DAFTAR PUSTAKA

Ahn SG, et al. Common skin disease of Koreans. Seoul: Doctor’s Book 13. 2009.

Bong KJ, Myoung OK, Seok DP. Three case reports: irritant contact dermatitis

due to buttercup (Ranunculus sceleratus). Korean J Dermatol.

2006;30(6):886–91.

Cheol HL. Review: skin tests for irritant contact dermatitis. Korean J Dermatol.

1997;35(1):1-10.

Dahl MV. Flare factors and atopic dermatitis; the role of allergy. J Dermatol Sci.

1990;1(5):311-8.

Jekler J. Phototherapy of atopic dermatitis with ultraviolet radiation. Acta Derm

Venereol Suppl. 1992;171:1–37.

Kim HM, et al. Dermatology. 1st ed. Seoul: Koonja Publishing Inc.; 2006.

Marilyn M, Katherine BH. Integumentary Essentials: Applying the Preferred

Physical Therapist Practice Patterns. SLACK Incorporated; 2006;1–

17.

Program Profesi Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta | 21

Anda mungkin juga menyukai