Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DERMATITIS ATOPIK

POLI MATA RUMAH SAKIT HUSADA


TINGKAT 2C
ADINDA SINDY LARAS DAYANTI (161083)
AHMAD HAIDIR FADILLAH (161084)
ALDI AGUS PILDARANTA (161085)
ANDINI DESRA AMARTYA (161086)

AKADEMI KEPERAWATAN RS HUSADA


JAKARTA
2017
A. Pengertian
Dermatitis atopik merupakan kelainan hipersensitivitas segera (immediate
hypersensitivity) tipe 1.
Dermatitis atopik merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan karena faktor
alergen dengan ditandai adanya erupsi pada kulit makulo papuler dengan
kemerahan, gatal, lesi, kulit kering, dan adanya eksudasi.
Dermatitis atopik adalah dermatosis dengan gambaran klinis seperti eczema,
dengan perasaan gatal yang sangat mengganggu penderita dan disertai stigmata
atopi pada penderita sendiri atau dalam keluarganya.
Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang berhubungan dengan atopi. Kata “atopi” pertama diperkenalkan oleh
Coca (1928), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu
yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronchial,
rinitis alergik, konjungtivitis alergik dan dermatitis atopik.
Istilah dermatitis atopik masih ada silang pendapat. Banyak istilah lain yang
digunakan, misalnya : ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermatitis
diseminata, prurigo besnier. Tetapi, hingga sekarang yang banyak diterima ialah
dermatitis atopik.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya pneumonia adalah infeksi virus atau bakteri, yaitu :
1. Faktor Genetik, terdapat riwayat stigmata atopi berupa asma bronchial,
rinitis alergik, konjungtivitis alergik, dan dermatitis atopic dalam
keluarganya.
2. Faktor Imunologik, pada penderita ditemukan peningkatan jumlah IgE dalam
serum.
3. Faktor Psikologik, seperti stress emosional dapat memperburuk dermatitis
atopik.
4. Faktor pencetus yang dapat memperburuk dermatitis atopik (makanan,
inhalan, dan alergen lain, kelembaban rendah, keringat berlebih, penggunaan
bahan iritasi).
C. Patofisiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti. Gambaran klinis yang muncul diakibatkan
oleh kerja sama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus.
Sekitar 70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (herediter) berupa asma
bronchial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik dan dermatitis atopik dalam
keluarganya. Keadaan atopi ini diturunkan, mungkin tidak di ekspresikan oleh gen
tunggal, tetapi oleh banyak gen (polygenic). Pada penderita dermatitis atopik,
ditemukan peningkatan jumlah IgE di dalam serum. Antigen akan ditangkap oleh
fagosit kemudian akan dipresentasikan ke sel T2Helper (Sel Th2) . Sel Th2 akan
memproduksi Sitokin kemudian mengaktifkan seL-sel B untuk tumbuh dan
berdiferensiasi sehingga menghasilkan Antibodi IgE. IgE menempel di sel mast, lalu
melepaskan mediator kimia berupa Histamin. Histamin dianggap sebagai zat penting
yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis
dan menekan produksi sel T sehingga terjadi peningkatan IgE yang akan
menyebabkan pruritus (rasa gatal) pada penderita. Sel mast akan meningkat pada
lesi dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin.
Histamin sendiri tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat
tersebut menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin karena garukan akibat gatal
menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk
menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.
Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat juga
akan menurun pada 80% penderita dermatitis atopik, akibat menurunnya jumlah
limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD8+) terhadap
limfosit T helper (CD4+) meningkat sehingga berakibat meningkatnya kerawanan
(suseptibilitas) terhadap infeksi virus, bakteri dan jamur, lalu menimbulkan
sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1)
Rasa gatal (pruritus) dan reaktivitas kulit yang kuat merupakan tanda penting
pada dermatitis atopik. Pruritus dapat timbul karena faktor intrinsik kulit, yaitu
ambang gatal yang rendah. Eksaserbasi pruritus timbul disebabkan oleh berbagai
macam faktor pencetus yang akan memperburuk dermatitis atopik, antara lain :
- Makanan, inhalan berbagai alergen lain (seperti debu, kapuk, bulu binatang,
serbuk sari, karpet, boneka berbulu). Anak dengan bawaan atopi lebih mudah
bereaksi terhadap alergen tsb dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi
hipersensitivitas tipe 1
- Kelembaban rendah sehingga menyebabkan kulit menjadi kering karena ada
penurunan kapasitas pengikatan air, kehilangan air yang tinggi di
transepidermal, dan penurunan isi air. Pada bagian kehilangan air mengalami
kekeringan yang lebih lanjut dan peretakan dari kulit, menjadi lebih gatal.
- Keringat berlebih, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan
kelembaban tinggi atau rendah, sinar matahari.
- Penggunaan bahan iritan, seperti wol, sabun, deterjen, dll akan memicu
terjadinya pruritus pada kulit.

Faktor psikologik juga berpengaruh pada dermatitis atopik. Factor psikologik ini
juga merupakan factor pencetus yang dapat memperburuk dermatitis atopik.
Misalnya saja seseorang yang stress emosional, dapat menimbulkan respons gatal
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Karena stress, tubuh penderita
akan terpajan oleh alergen yang sama. Kemudian timbul sensitisasi terhadap reaksi
hipersensitivitas tipe 1, sehingga terjadi peningkatan IgE dalam jumlah yang lebih
besar. Maka dari itulah akan timbul infeksi sekunder yang dapat memperburuk
dermatitis atopik.

D. Manifestasi Klinis
Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus). Akibat garukan akan terjadi
kelainan kulit yang bermacam-macam, misalnya papul, likenifikasi dan lesi
ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, ekskoriasi, dan krusta. Dermatitis
atopic paling sering pada usia 2-6 bulan. Lesi mulai di muka (pipi, dahi) dan scalp,
tetapi dapat pula mengenai tempat lain (badan, leher, lengan dan tungkai). Bila anak
mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi beruoa eritema dan papulovesikel
miliar yang sangat gatal; karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi, dan eksudasi atau
krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Garukan dimulai setelah usia 2 bulan. Rasa
gatal ini sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur dan menangis. Lesi
menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan, mulai tampak likenifikasi di
bagian fleksor. Pada usia 2 tahun sebagian besar penderita sembuh, sebagian
berlanjut menjadi bentuk anak.
E. Komplikasi
- Pada anak penderita Dermatitis atopik, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita Dermatitis atopik mempunyai kecenderungan untuk
mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia.Molluscum contagiosum dan herpes).
- Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan
disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum
- Penderita Dermatitis atopik, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah
koloni Staphylococcus aureus.
-
F. Penatalaksanaan
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering dan sangat peka terhadap
berbagai rangsangan. Penderita merasa sangat gatal, sehingga terpaksa menggaruk.
Perjalanan dermatitis berlangsung kronis dan cenderung berulang (kambuh). Banyak
faktor yang menyebabkan kambuhnya penyakit ini, misalnya infeksi kulit, iritasi,
berkeringat atau kedinginan, stress, endokrin (contoh: kehamilan, penyakit tiroid,
haid). Oleh karena itu, penatalaksanaannya pada dasarnya berupaya menghindari
atau menyingkirkan faktor-faktor tersebut.
Kulit yang sehat boleh disabun dengan sabun khusus untuk kulit kering, tetapi
jangan terlalu sering agar lipid di kulit tidak banyak berkurang sehingga kulit tidak
semakin kering. Kulit diolesi dengan krim emolien, maksudnya membuat kulit tidak
kaku dan tidak terlalu kering. Pakaian jangan yang terbuat dari wol atau nilon
karena dapat merangsang, pakailah katun karena selain tidak merangsang juga dapat
menyerap keringat. Keringat akan menambah rasa gatal, oleh karena itu pakaian
jangan ketat; ventilasi yang baik akan mengurangi keringat.
Hindarkan dari perubahan suhu dan kelembaban mendadak. Sebaiknya mandi
dengan air yang suhunya sama dengan suhu tubuh, karena air panas maupun air
dingin menambah rasa gatal.
Upayakan tidak terjadi kontak dengan debu rumah dan bulu binatang karena
dapat menyebabkan rasa gatal bertambah dan menyebabkan penyakit kambuh.
Makanan dapat mempengaruhi terjadinya kekambuhan atau menambah rasa
gatal. Sebagian kecil para penderita alergi terhadap makanan, yang sering ialah susu
sapi, terigu, telur, dan kacang-kacangan. Dengan meningkatnya usia, kemungkinan
mendapat alergi tersebut semakin berkurang.
Stress emosional akan memudahkan penyakitnya kambuh, oleh karena itu
hendaknya dihindari atau dikurangi.
Imunitas selular penderita dermatitis atopik menurun, sehingga mudah
mengalami infeksi oleh virus, bakteri dan jamur. Bila mendapat infeksi virus,
misalnya vaksinia atau herpes simpleks, akan menimbulkan gejala akut berupa
timbulnya banyak vesikel dan pustule yang akan menyebar, disertai demam yang
tinggi, dan dapat menyebabkan kematian; disebut erupsi variseloformis atopik
Kaposi. Oleh karena itu penderita dermatitis atopik tidak boleh berdekatan dengan
pendekatan varisela, herpes zoster, atau herpes simpleks.
Kuku dipotong pendek agar bila menggaruk tidak sampai timbul luka, sehingga
tidak mudah terjadi infeksi sekunder.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
b) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c) Riwayat Kesehatan.
2. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
5. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
6. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d) Pola Fungsional
1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolism
- Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang
dan malam )
- Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
- Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
- Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-
sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3. Pola eliminasi
- Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
- Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
- Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat
bantu untuk miksi dan defekasi.
4. Pola aktivitas/olahraga
- Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.
- Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya
karena yang terganggu adalah kulitnya.
- Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5. Pola istirahat/tidur
- Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
- Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan gangguan pada kulit
- Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau
tidak?.

3. Diagnosa Keperawatan
I. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
II. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
III. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
IV. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
bagus.
V. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan
kurangnya informasi

4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan
1. Lakukan inspeksi lesi
berhubungan dengan keperawatan selama setiap hari
kekeringan pada kulit …x24 jam, kulit klien
2. Pantau adanya tanda-
dapat kembali normal tanda infeksi
dengan kriteria hasil: 3. Ubah posisi pasien tiap
· Kenyamanan pada 2-4 jam
kulit meningkat 4. Bantu mobilitas pasien
· Derajat pengelupasan sesuai kebutuhan
kulit berkurang 5. Pergunakan sarung
· Kemerahan berkurang tangan jika merawat lesi
· Lecet karena garukan
6. Jaga agar alat tenun
berkurang selau dalam keadaan
· Penyembuhan area bersih dan kering
kulit yang telah rusak 7. Libatkan keluarga
dalam memberikan
bantuan pada pasien
8. Gunakan sabun yang
mengandung pelembab
atau sabun untuk kulit
sensitive
9. Oleskan/berikan salep
atau krim yang telah
diresepkan 2 atau tiga
kali per hari

.
Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan
1. Lakukan tekni aseptic
berhubungan dengan keperawatan selama dan antiseptic dalam
penurunan imunitas. …x24 jam diharapkan melakukan tindakan pada
tidak terjadi infeksi pasien
dengan kriteria hasil: 2. Ukur tanda vital tiap 4-
· Hasil pengukuran 6 jam
tanda vital dalam batas 3. Observasi adanya
normal. tanda-tanda infeksi
- RR :16-20 x/menit 4. Batasi jumlah
- N : 70-82 x/menit pengunjung
- T : 37,5 C 5. Kolaborasi dengan ahli
- TD : 120/85 mmHg gizi untuk pemberian diet
· Tidak ditemukan tanda- TKTP
tanda infeksi 6. Libatkan peran serta
(kalor,dolor, rubor, keluarga dalam
tumor, infusiolesa) memberikan bantuan
· Hasil pemeriksaan pada klien
laborat dalam batas 7. Kolaborasi dengan
normal Leuksosit darah : dokter dalam terapi obat
5000-10.000/mm3
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan
1. Menjaga kulit agar
berhungan dengan pruritus keperawatan selama selalu lembab
…x24 jam diharapkan
2. Determinasi efek-efek
klien bisa istirahat tanpa medikasi terhadap pola
danya pruritus dengan tidur
kriteria hasil: 3. Jelaskan pentingnya
· Mencapai tidur yang tidur yang adekuat
nyenyak 4. Fasilitasi untuk
· Melaporkan gatal mempertahankan aktifitas
mereda sebelum tidur
· Mengenali ttindakan
5. Ciptakan lingkungan
untuk meningkatkan tidur yang nyaman
· Mempertahankan 6. Kolaborasi dengan
kondisi lingkungan yang dokter dalam pemberian
tepat obat tidur.
Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan asuhan
1. Kaji adanya gangguan
berhubungan dengan keperawatan selama citra diri (menghindari
penampakan kulit yang …x24 jam diharapkan kontak mata,ucapan
tidak bagus. Pengembangan merendahkan diri
peningkatan penerimaan sendiri).
diri pada klien tercapai
2. Identifikasi stadium
dengan kriteria hasil: psikososial terhadap
· Mengembangkan perkembangan.
peningkatan kemauan
3. Berikan kesempatan
untuk menerima keadaan pengungkapan perasaan.
diri. 4. Nilai rasa keprihatinan
· Mengikuti dan turut dan ketakutan klien,
berpartisipasi dalam bantu klien yang cemas
tindakan perawatan diri. mengembangkan
· Melaporkan perasaan kemampuan untuk
dalam pengendalian menilai diri dan
situasi. mengenali masalahnya.
· Menguatkan kembali
5. Dukung upaya klien
dukungan positif dari diri untuk memperbaiki citra
sendiri. diri , spt merias,
merapikan.
6. Mendorong sosialisasi
dengan orang lain.
Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan
1. Kaji apakah klien
tentang program terapi keperawatan selama memahami dan mengerti
berhubungan dengan …x24 jam diharapkan tentang penyakitnya.
kurangnya informasi terapi dapat dipahami
2. Jaga agar klien
dan dijalankan dengan mendapatkan informasi
kriteria hasil: yang benar, memperbaiki
· Memiliki pemahaman kesalahan
terhadap perawatan kulit. konsepsi/informasi.
· Mengikuti terapi dan
3. Peragakan penerapan
dapat menjelaskan alasan terapi seperti, mandi dan
terapi. penggunaan obat-obatan
· Melaksanakan mandi, lainnya.
pembersihan dan balutan
4. Nasihati klien agar
basah sesuai program selalu menjaga hygiene
· .Menggunakan obat pribadi juga lingkungan.
topikal dengan tepat.
· Memahami pentingnya
nutrisi untuk kesehatan
kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilynn, E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Anda mungkin juga menyukai