Anda di halaman 1dari 39

Akademi Keperawatan RS Husada

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK KOMUNITAS

DI PUSKESMAS SAWAH BESAR

Pembimbing Akademik :

Ns. Ressa Andriani Utami M. Kep., Sp. Kep. Kom

Ns. Puspita Hanggit Lestari, M. Kep

Pembimbing Ruangan :

DISUSUN OLEH KELOMPOK I :

- Adinda Cindy Laras Dayanti - Lisa Nur Pratiwi

- Andini Desra Amartya - Murtafiah

- Diana Rahmadani - Pika Piyani

- Erwin Meydiana Sularno - Puspa Kusuma Dewi

- Ivan Rustandi - Shavira Ramadhani

- Linda Komalasari

PROGAM DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN RS HUSADA

JAKARTA

2019
LEMBAR PEGESAHAN

Laporan kegiatan kelompok 1 Akademi keperwatan RS Husada Jakarta dengan “


PENYULUHAN KEPERAWATAN TENTANG SENAM KAKI DIABETES
KEMASYARAKAT YANG MENGUNJUNGI PUSKESMAS KECAMATAN
SAWAH BESAR” . Kami mengajukan tugas ini untuk memenuhi salah satu tugas
mata ajar praktik klinik komunitas di Puskesmas Kecamatan Sawah Besar,
Jakarta. Dari tanggal 11 Maret- 15 Maret 2019

Laporan ini di sahkan dan disetujui oleh

Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II

Ns. Ressa A.U M. Kep., Sp. Kep. Kom Ns. Puspita Hanggit L, M. Kep

Pembimbing Klinik I Pembimbing Klinik II

dr. Linda Yuliandari Ratnaning Dyah Astuti

Direktur Akper RS Husada Kepala Puskesmas

Ibu Elliyana,SE., MM dr. Siti Ainun Dwiyanti


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
senantiasa mencurahkan rahmat, berkat, dan hikmat-Nya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok dalam membuat laporan
yang berjudul “Laporan Kegiatan Praktik Komunitas di Puskesmas Sawah
Besar.”
Penulisan Laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Keperawatan
Komunitas. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa diskusi sampai pada penyusunan laporan keperawatan
komunitas ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:

1. Ibu Elliyana,SE., MM selaku direktur Akademi Keperawaran RS Husada.


2. Ibu Ns.Ressa Andriyani Utami M. Kep., Sp. Kep. Kom selaku koordinator
mata ajar Keperawatan Komunitas dan Pembimbing I praktik Keperawatan
Komunitas.
3. Ibu Ns. Puspita Hanggit Lestari selaku pembimbing II praktik Keperawatan
Komunitas.
4. dr. Siti Ainun Dwiyanti selaku kepala Puskesmas Kecamatan Sawah Besar.
5. Ibu Ratnaning Dyah Astuti selaku penanggung jawab praktikan mahasiswa
keperawatan Puskesmas Kecamatan Sawah Besar.
6. dr. Linda Yuliandari selaku dokter pelaksana penanggung jawab kegiatan
promosi kesehatan Puskesmas Kecamatan Sawah Besar dan pembimbing
kegiatan penyuluhan.
7. Hilda Oktaviani Amd. Kep selaku pembimbing klinik di Puskesmas Sawah
Besar
8. Anggota kelompok 1 praktek klinik keperawatan komunitas selaku tim dalam
penyusunan proposal ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan proposal


penyuluhan ini, maka penulis mengharapkan saran dan masukan yang
membangun.Akhir kata, penulis berharap kepada Tuhan YMK berkenan
membalas segala budi baik semua pihak yang telah membantu.Semoga proposal
penyuluhan Keperawatan Komunitas ini membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya dibidang keperawatan.

Jakarta, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara hidup
yang kurang sehat semakin menyebar keseluruh lapisan masyarakat, sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penyaki tdegeneratif yaitu
penyakit yang tidak menularakan tetapi dapat diturunkan. Salah satu penyakit
degeneratif yang memerlukan penanganan secara tepat dan serius adalah
diabetes mellitus (DM).
Diabetes Melitus adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan intoleren
glukosa. Penyakit inidapat dikelola dengan menyesuaikan perencanaan
makanan , kegiatan jasmani dan pengobatan yang sesuai dengan konsensus
pengelolaan diabetes di Indonesia dan perlunya diadakan pendekatan
individual bagi edukasi diabetes, yang dikenal dengan Pentalogi Terapi DM
meliputi :
1. Terapi Primer, yang terdiri dari :Penyuluhan Kesehatan, Diet Diabetes,
Latihan Fisik.
2. Terapi Sekunder, yang terdiri dari : Obat Hipoglikemi
Diabetes Militus berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa darah dan
bertambahnya risiko komplikasi gawat darurat bila tidak dikelola dengan baik
(Soegondo,1999). Komplikasi dapat timbul oleh karena ketidakpatuhan
pasien dalam menjalankan program terapi sebagai berikut : pengaturan diet,
olah raga dan penggunaanobat-obatan (Putra,1995). Berbagai penelitian telah
menunjukan ketidakpatuhan pasien DM terhadap perawatan diri sendiri
( Efendi Z,1991).
Jumlah penderita DM di dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat,
jumlah pasien DM di dunia dari tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih
150 juta, tahun 2000= 175,4 juta (1 ½ kali tahun 1994), tahun 2010=279,3 juta
( kurang lebih 2 kali 1994) dan tahun 2020 = 300 juta atau kurang lebih 3
kali tahun 1994. Di Indonesia atas dasar prevalensi kurang lebih 1,5 % dapat
lah diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, 1998=
3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 = 6,5 juta .
Disamping peningkatan prevalensi DM, penderita memerlukan perawatan
yang komplek dan perawatan yang lama. Kepatuhan berobat merupakan
harapan dari setiap penderita DM. Berarti setiap penderita DM sanggup
melaksanakan instruksi–instruksi ataupun anjuran dokternya agar penyakit
DM nya dapat dikontrol dengan baik(Haznam,1986). Pada umumnya
penderita DM patuh berobat kepada dokter selama ia masih menderita gejala /
yang subyektif dan mengganggu hidup rutinnya sehari-hari. Begitu ia bebas
dari keluhan – keluhan tersebut maka kepatuhannya untuk berobat berkurang.
Ketidakpatuhan ini sebagai masalah medis yang sangat berat, Taylor [ 1991].
La Greca&Stone [ 1985] menyatakan bahwa mentaati rekomendasi
pengobatan yang dianjurkan dokter merupakan masalah yang sangat penting.
Tingkat ketidakpatuhan terbukti cukup tinggi dalam populasi medis yang
kronis.
Walaupun pasien DM telah mendapatkan pengobatan OAD, masih banyak
pasien tersebut mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain :pengetahuan yang relatif minim tentang penyakit DM, tidak
menjalankan diet dengan baik dan tidak melakukan latihan fisik secara teratur
(Tjokroprawiro,A.,1991).
Dalam meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit DM diperlukan
suatu proses yang berkesinambungan dan sesuai dengan prinsip-prinsip
penatalaksanaan DM. Prinsip tersebut meliputi :
1. Dukungan yang positif untuk menghindari kecemasan.
2. Pemberian informasi secara bertahap.
3. Mulai dengan hal sederhana
4. Penggunaan alat bantu pandang (audio visual ).
5. Lakukan pendekatan dan stimulasi
Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah
kaki diabetik (diabetic foot), yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus,
infeksi dan gangren dan artropati Charcot (Reptuz, 2009; dikutip Andarwanti,
2009). Ada dua tindakan dalam prinsip dasar pengelolaan diabeticfoot yaitu
tindakan pencegahan dan tindakan rehabilitasi. Tindakan rehabilitasi meliputi
program terpadu yaitu evaluasi tukak, pengendalian kondisi metabolik,
debridemen luka, biakan kuman, antibiotika tepat guna, tindakan bedah
rehabilitatif dan rehabilitasi medik. Tindakan pencegaha nmeliputi edukasi
perawatan kaki, sepatu diabetes dan senam kaki (Yudhi, 2009).
Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi Penyandang DM atau
bukan Penyandang untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
melancarkan peredarandarah bagian kaki (Soebagio, 2011).
Perawat sebagai salah satu tim kesehatan, selain berperan dalam memberikan
edukasi kesehatan juga dapat berperan dalam membimbing Penyandang DM
untuk melakukan senam kaki sampai dengan Penyandang dapat melakukan
senam kaki secara mandiri (Anggriyana&Atikah, 2010).
Gerakan-gerakan senam kaki ini dapat memperlancar peredaran darah di kaki,
memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot kaki dan mempermudah
gerakan sendi kaki. Dengan demikian diharapkan kaki Penyandang diabetes
dapat terawat baik dan dapat meningkatkan kualitas hidup Penyandang
diabetes (Anneahira, 2011).
Berdasarkan data diatas materi penyuluhan ini ditekankan pada aktifitas fisik
secara teratur pada penderita Dm agar para penyandang diabetes dapat
mengaplikasian terapi non-farmakologis ini untuk mencegah komplikasi dari
DM tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan praktek di Puskesmas Sawah Besar
diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan
komunitas pada pasien dengan DM.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami komunitas dan kelompok khusussebagai unit
sasaran praktik leperawatan komunitas
b. Memahami berbagai faktor yang mempengaruhi status
kesehatan komunitas dan kelompok khusus
c. Mengintegrasian ilmu kesehatan masyarakat ke dalam
kesehatan praktik keperawatan komunitas dan kelompok
khusus
d. Memahami konsep, prinsip dan perspektif asuhan keperawatan
komunitas dan kelompok khusus
e. Membangun kerjasama lintas sektor dan kerja didalam tim
f. Melakukan pengkajian keperawatan komunitas dan kelompok
khusus
g. Melakukan diagnosa keperawatan komunitas dan kelompok
khusus
h. Melakukan perencanaan keperawatan komunitas dan
kelompok khusus
i. Melaksanakan berbagai intervensi keperawatan komunitas dan
kelompok khusus
j. Mengevaluasi askep komunitas dan kelompok khusus
k. Mendokumentasikan askep komunitas dan kelompok khusus
l. Mengaplikasikan strategi promkes kemitraan pemberdayaan
komunitas, pengorganisasian komunitas dalam praktek
keperawatan komunitas
m. Menerapkan konsep dan prinsip keselamatan dan kesehatan
kerja dalam melakukan praktek keperawatan pada kelompok
khusus pekerja.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Puskesmas

Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya


kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan
menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat
guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.
Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan
merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif
pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
2. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang
tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu.
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program
Puskesmas merupakan program kesehatan dasar, meliputi :
1. Promosi Kesehatan
2. Kesehatan Lingkungan
3. KIA & KB
4. Perbaikan gizi
5. Pemberantasan penyakit menular
6. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang
medik (laboratorium dan farmasi)
a. Pelayanan Puskesmas
Pelayanan puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat jalan
dan puskesmas rawat inap.

b. Pelayanan rawat jalan


Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang
melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam
pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada
waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari
pelayanan kesehatan di Puskesmas. Pertumbuhan yang cepat dari rawat
jalan ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
1) Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan
kesehatan dibandingkan dengan rawat inap,
2) Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur
di rawat jalan,
3) Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk
pelayanan rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan.
Tujuan pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan diagnosa
penyakit dengan tindakan pengobatan, untuk rawat inap atau untuk
tindakan rujukan. Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang
langsung berhubungan dengan pasien, yaitu:
1) Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan
penerimaan pendaftaran dan pembayaran,
2) Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam
memberikan pelayanan pemeriksaan / pengobatan.
3) Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik yang ada .
Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan
konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang
dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk
menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan
pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya.
Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman dan
menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena
dari rawat jalanlah pasien mendapatkan kesan pertama mengenai
puskesmas tersebut. Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya
cukup luas dan memiliki sirkulasi udara yang lancar, tempat duduk
yang nyaman perabotan yang menarik dan tidak terdapat suara-suara
yang mengganggu.
Diharapkan petugas yang berada di rawat jalan menunjukkan sikap
yang sopan dan suka menolong.

c. Pelayanan rawat inap


Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan
dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa
tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara
dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur.
Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani
pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau
dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan
tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari
puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit,
2) Puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor dari
puskesmas sekitarnya,
3) Puskesmas dipimpin oleh seorang dokter dan telah mempunyai
tenaga yang memadai,
4) Jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari,
5) Penduduk wilayah kerja puskesmas dan penduduk wilayah 3
puskesmas disekelilingnya minimal rata-rata 20.000
orang/Puskesmas,
6) Pemerintah daerah bersedia untuk menyediakan anggaran rutin
yang memadai (Depkes RI, 2009).
B. Teori Pelayanan
1. Teori Kebutuhan Pelayanan Kesehatan
Kebutuhan adalah perasaan kekurangan. Menurut Abraham Maslow,
kebutuhan memiliki lima tingkatan. Mulai dari yang terendah sampai
tertinggi, kebutuhan–kebutuhan tersebut adalah :
a. Kebutuhan fisiologis
b. Kebutuhan akan rasa aman
c. Kebutuhan sosial
d. Kebutuhan terhadap penghargaan atau kebanggaan
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan atau mengekspresikan diri
2. Teori Permintaan Pelayanan Kesehatan
Kebutuhan pelayanan kesehatan bersifat sesuai dengan keadaan riil
masyarakat. Sedangkan permintaan pelayanan kesehatan terkait unsur
preferensi yang dapat dipengaruhi oleh sosial budaya. Idealnya
kebutuhan dan permintaan adalah sama atau berupa suatu keadaan
yang identik.
Permintaan akan tampak kalau masyarakat sakit dan mencari
pengobatan atau informasi dan memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang tersedia. Permintaan dapat dilihat dari angka kunjungan pasien
ke tempat pelayanan kesehatan.

3. Teori Perilaku Kesehatan


Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan
kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita di mana manusia
melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
Faktor dari dalam individu mencakup pengetahuan, kecerdasan,
persepsi, sikap, emosi dan motivasi yang berfungsi untuk mengolah
rangsangan dari luar.
Faktor dari luar individu meliputi lingkungan sekitar baik fisik
maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, budaya dan
sebagainya.
4. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa
puas bagi seseorang pasien terhadap pelayanan yang diterima, dimana
mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit,
peningkatan derajat kesehatan, kecepatan pelayanan, lingkungan
perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan
prosedur,kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau.
Penentuan kualitas suatu jasa pelayanan dapat ditinjau dari lima
dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu :
a. Reliability (kehandalan),
yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
b. Responsiveness (daya tanggap),
yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu
pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap,
yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan
keluhan pelanggan/pasien.
c. Assurance (jaminan),
meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap
produk/jasa secara tepat, kualitas keramah tamahan, perhatian dan
kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam
memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan
keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan. Dimensi jaminan ini merupakan gabungan dari
dimensi :
1) Kompetensi, artinya ketrampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
2) Kesopanan, yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap
para karyawan
3) Kredibilitas, meliputi hal–hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi
dan sebagainya
d. Emphaty (Empati),
yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi
perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan
pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan
kebutuhan pelanggannya. Dimensi empati ini merupakan
penggabungan dari dimensi :
1) Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan.
2) Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi
untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan
3) Pemahaman kepada pelanggan, meliputi usaha perusahaan
untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan
e. Tangibles (Bukti Langsung),
meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan
front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan
penampilan karyawan.
C. Promosi Kesehatan
1. Pengertian Promosi Kesehatan
(Menurut WHO,) Promosi Kesehatan adalah proses yang
memungkinkan orang untuk meningkatkan kontrol atas faktor-faktor
penentu kesehatan dan dengan demikian meningkatkan kesehatan
mereka. Promosi kesehatan berarti : Membangun kebijakan publik
yang sehat menciptakan lingkungan yang mendukung, memperkuat
aksi komunitas, mengembangkan keterampilan pribadi, dan
mengorientasikan layanan kesehatan.
Program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit fokus pada
menjaga orang sehat. Promosi kesehatan melibatkan dan
memberdayakan individu dan masyarakat untuk terlibat dalam perilaku
sehat, dan membuat perubahan yang mengurangi risiko pengembangan
penyakit kronis dan morbiditas lainnya.
Promosi kesehatan dilakukan dalam konteks prinsip-prinsip kemitraan,
partisipasi dan perlindungan aktif untuk mencapai kesehatan optimal.
Promosi kesehatan adalah proses diarahkan memungkinkan orang
untuk mengambil tindakan. Dengan demikian , promosi kesehatan
bukanlah sesuatu yang dilakukan pada atau orang, hal itu dilakukan
oleh, dengan dan untuk orang-orang baik sebagai individu maupun
sebagai kelompok .
2. Tujuan Kegiatan Promosi Kesehatan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperkuat keterampilan dan
kemampuan individu untuk mengambil tindakan dan kapasitas
kelompok atau masyarakat untuk bertindak secara kolektif untuk
melakukan kontrol atas faktor-faktor penentu kesehatan dan mencapai
perubahan yang positif.
Promosi kesehatan tidak hanya mencakup tindakan diarahkan untuk
memperkuat keterampilan dan kemampuan individu tetapi juga
tindakan diarahkan perubahan kondisi sosial, lingkungan, politik dan
ekonomi untuk mengurangi dampaknya terhadap populasi dan
kesehatan individu.

D. Konsep Penyakit
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus adalah Keadaan hiperglikemia(kelebihan kadar gula
darah) kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan
hormonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah (Nugroho, 2011, p. 258).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan


hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan
sekresi insulin atau penurunan sensitifitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan
neuropati (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 188).

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik progresif yang ditandai


dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolism
karbohidrat, lemak dan protein, mengarah pada hiperglikemia(kadar
glukosa darah tinggi). Diabetes Mellitus (DM) kadang dirujuk sebgai
‘gula tinggi’, baik oleh pasien maupun penyedia layanan kesehatan
(Black, 2014, p. 631).

2. Etiologi
a. Diabetes Mellitus tipe 1

DM tipe 1, sebelumnya disebut IDDM, atau Diabetes Mellitus


onset anak – anak, ditandai dengan destruksi sel beta pancreas,
mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1 diturunkan
sebagai heterogen, sifat multigenik.Kembar identic memiliki
resiko 25-50% mewarisi penyakit, sementara saudara kandung
memiliki 6% resiko dan anak cucu memiliki 5% resiko. Meskipun
pengaruh keturunan kuat, 90% orang dengan DM tipe 1 tidak
memiliki tingkat relative tingkat pertama dengan DM (Black,
2014, p. 632).

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran


sel – sel beta penkreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe 1
2) Faktor imunologi (autoimun)
3) Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang menimbulakn estruksi sel beta(Nurarif
& Kusuma, 2015, p. 188).
b. Diabetes Mellitus tipe 2
DM tipe 2 sebelumnya disebut NIDDM atau Diabetes Mellitus
Onset Dewasa, adalah gangguan yang melibatkan, baik genetic
dan faktor lingkungan.DM tipe 2 adalah tipe DM paling umum
mengenai 90% orang yang memiliki penyakit. DM tipe 2
biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum
diantara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnic serta populasi ras
tertentu (Black, 2014, p. 631).
DM tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan
resistensi insulin. Faktor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe 2 : usia, obesitas, riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi
menjadi 3 yaitu :
1) <140 mg/dl = Normal
2) 140-<200 mg/dl = Toleransi glukosa terganggu
3) ≥200 mg/dl = diabetes(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 188).
c. Diabetes gestasional

DM gestasional merupakan diagnosis DM yang menerapkan


untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan
pertama kali selama kehamilan.DM gestasional terjadi pada 2-5%
perempuan hamil namun menghilang ketika hamilnya berakhir
(Black, 2014, p. 632).

3. Tanda dan Gejala


Manifestasi utama dari DM sebagai berikut :
a. Poliuria
Air tidak di serap kembali oleh tubulus ginjal sekunder untuk
aktifitas osmotik glukosa,mengarah kepada kehilangan
air,glukosa dan elektrolit.Kekurangan insulin untuk
mengangkut glukosa melalui membran dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat.
b. Polidipsi
Dehidrasi sekunder terhadap poliuria menyebabkan haus.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus
teraktifasi menyebabkan orang haus terus dan ingin selalu
minum
c. Polifagi
Kelaparan sekunder terhadap ketabolisme jaringan
menyebabkan rasa lapar. Karena glukosa tidak dapat masuk ke
sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi
menurun (Black, 2014, p. 639).

Manifestasi lain dari DM sebagai berikut :

a. Penurunan berat badan


Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan
air,glukosadan trigliserid,kehilangan kronis sekunder terhadap
penurunan massa otot karena asam amino di alihkan untuk
membentuk glukosa dan keton.
b. Pandangan kabur berulang
Sekunder terhadap paparan kronis retina dan lensa mata
terhadap cairan hiperosmolar.
c. Pruritus, inveksi kulit, vaginitis
Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih umum,hasil
penelitian masa bertentangan.
d. Ketonuria
Ketika glukosa tidak dapat di gunakan untuk energi oleh sel
tergantung insulin, asam lemak di gunakan untuk energi,asam
lemak di pecahkan menjadi keton dalam darah dan di
ekskresikan oleh ginjal. Pada DM tipe 2,insulin cukup untuk
menekan berlebihan penggunaan asam lemak tapi tidak cukup
untuk penggunaan glukosa.
e. Lemah dan letih
Penurunan isi plasma mengarah kepada postural
hipertensi,kehilangan kalium dan katabolisme protein
berkontribusi terhadap kelemahan.
f. Sering asimtomatik
Tubuh dapat beradaptasi terhadap peningkatan pelan-pelan
kadar glukosa darah sampai tingkat lebih besar di bandingkan
peningkatan yang cepat (Black, 2014, p. 639).

4. Patofisiologi
a. Diabetes Mellitus tipe 1

DM tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang


mempunyai predis posisi genetic.Kadang mereka yang
memiliki indikasi resiko penanda gen (DR3 dan DR4 HLA),
DM terjadi <1%.Lingkungan telah lama dicurigai sebagai
pemicu DM tipe 1 insiden meningkat, baik pada musim semi
maupun gugur, dan onset sering bersamaan dengan epidemic
berbagai penyakit virus.Autoimun aktif langsung menyerang
sel beta pancreas dan prosuknya. ICA dan antibody insulin
secara progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi
insulin (Black, 2014).

Hal ini secara pelan – pelan terus menyerang sel beta dan
molekul insulin endogen sehingga menimbulkan onset
mendadak. Hiperglikemia dapat timbul akibat dari penyakit
akut atau stress dimana meningkatkan kebutuhan insulin
melebihi cadangan dari kerusakan massa sel beta. Ketika
penyakit akut atau stress terobati klien dapat kembali pada
status terkompensasi dengan durasi yang berbeda – beda
dimana pancreas kembali mengatur produksi sejumlah insulin
secara adekuat. Status kompensasi ini disebut sebagai periode
honeymoon, secara khas bertahan untuk tiga sampai 12 bulan
proses berakhir ketika massa sel beta yang berkurang tidak
dapat memproduksi cukup insulin untuk meneruskan
kehidupan. Klien menjadi bergantung kepada pemberian
insulin eksogem (diproduksi di luar tubuh) untuk bertahan
hidup (Black, 2014).

b. Diabetes Mellitus tipe 2


Pathogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM tipe 1
.Respon terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak
menjadi faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta
terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi
menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespon
peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai
desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar
glukosa. Rasio proisulin(prekurso insulin) terhadap insuli
tersekresi juga meningkat (Black, 2014, p. 634).
Proses patofisiologi ke 2 dalam DM tipe 2 adalah resistensi
terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun
jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi insulin.
Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas
insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi
glukosa hepatic berlanjut, bahkan sampai dengan kadar
glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan
ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan
ambilan glukosa.Mekanisme penyebab resistansi insulin
perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin
berikatan terhadap reseptor pada permukaan sel (Black, 2014).

Insulin adalah hormon pembangun (anabolic). Tanpa insulin,


tiga masalah metabolic mayor terjadi :

1) penurunan pemanfaatan glukosa,

2) peningkatan mobilisasi lemak, dan

3) peningkatan pemanfaatan protein (Black, 2014).

5. Klasifikasi
Diabetes Mellitus di klasifikasikan sebagai salah satu dari empat
status klinis berbeda meliputi: tipe 1, tipe 2,gestasionalatau tipe
DM spesifik lainnya.
a. DM tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel
beta,mengarah kepada defisiensi insulin absolut.
b. DM tipe 2 adalah akibat dari efek sekresi insulin,umumnya
berhubungan dengan obesitas.
c. DM gastional adalah DM yang di diagnosis selama hamil.
d. DM tipe lain mungkin sebagai akibat dari efek genetik fungsi
sel beta, penyakit pankreas (misal kistik fibrosis) atau penyakit
yang di induksi oleh obat-obatan. DM gestasional merupakan
diagnosis DM yang menerapkan untuk perempuan dengan
intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali selama
kehamilan.DM gestasional terjadi pada 2-5% perempuan hamil
namun menghilang ketika hamilnya berakhir (Black, 2014, pp.
631-632).

6. Komplikasi
a. Komplikasi akut diabetes mellitus
1) Hiperglikemia
Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel karena kurangnya insulin. Tanpa tersedianya KH
untuk bahan bakar sel, hati mengubah simpanan glikogennya
kembali ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan
biosintesis glukosa (gluconeogenesis). Sayangnya namun,
respon ini memperberat situasi dengan meningkatnya kadar
glukosa darah bahkan lebih tinggi
2) Ketoasidosis
Asidosis metabolic berkembang dari pengaruh asam akibat
keton asetaoasetat dan hidrokisibutirat beta.Konsisi ini disebut
ketoasidosis diabetic.Asidosis berat mungkin menyebabkan
klien diabetes kehulangan kesadaran disebut koma
diabetic.Ketoasidosis diabetic selalu dinyatakan sebuah
kegawatdaruratan medis dan memerlukan perhatian medis
segera
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi insulin atau reaksi
hipoglikemi) adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga
dijumpai di dalam klien DM tipe 2 yang diobati insulin atau
obat oral.Kurang hati – hati atau kesalahan sengaja dalam dosis
insulin sering menyebabkan hipoglikemia. Perubahan lain
dalam jadwal makan atau pemberian insulin dapat
menyenankan hipoglikemia (Black, 2014, pp. 667-668).
b. Komplikasi kronis diabetes mellitus
1) Komplikasi makrovaskular
Penyakit arteri coroner, penyakit sebrovaskular, dan penyakit
pembuluh perifer kebin umum, cenderung terjadi pada usia
lebih awal, dan lebih luas dan berat pada orang dengan DM.
penyakit makrovaskular (penyakit pembuluh besar)
mencerminkan aterosklerosis dengan penumpukan lemak pada
lapisan dalam dinding pembuluh darah. Resiko
berkembangnya komplikasi makrovaskular lebih tinggi pada
DM tipe 1 daripada tipe 2 (Black, 2014, pp. 674-677).
2) Penyakit aeteri coroner
Pasien dengan DM 2 – 4 kali lebih mungkin dibangdingkan
klien non DM untuk meninggal karena penyakit arteri coroner,
dan factor resiko relative untuk penyakit jantung pembuluh
darah.Banyak klien dengan DM, kejadian mikrovaskular atau
proses seperti penyakit arteri coroner adalah atipikal atau diam,
dan sering seperti gangguan pencernaan atau gangguan jantung
tidak dapat di jelaskan, dyspnea pada aktivitas berat atau nyeri
epigastric
3) Penyakit serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular, termasuk infark aterotromboembolik
dimanifestasikan dengan serangan iskemik transien dan
cerebrovascular attack (stroke), lebih sering dan berat pada
klien dengan DM. resiko relative lebih tinggi pada perempuan,
tertinggi pada usia 50 atau 60 an, dan lebih tinggi pada klien
dengan hipertensi. Klien yang dating dengan kadar stroke dan
kadar glukosa darah tinggi memiliki prognosis lebih buruk
dibandingkan klien dengan normoglikemik
4) Hipertensi
Hipertensi adalah factor resiko mayor untuk stroke dan
nefropati.ipertensi yang diobati tidak adekuat memperbesar
leju perkembangan nefropati
5) Penyakit pembuluh perifer
Pada penderita DM idensial dan prevalensi bunyi abnormal
atau murmur, tidak ada denyut pedal (kaki), dan gangrene
iskemik meninkat.Lebih dari separuh amputasi tungkai bawah
nontraumatik berhubungan dengan perubahan diabeteik seperti
neuropati sensoris dan motoric, penyakit pembuluh darah
perifer, peningkatan resiko dan laju infeksi, penyembuhan
buruk.Rangkaian kejadian ini yang mungkin mengarah kepada
amputasi
6) Infeksi
Infeksi saluran kencing adalah tipe infeksi paling sering
mempengaruhi klien DM, terutama perempuan.Salah satu
factor mungkin di hambat leukosit PMN saat glukosa
ada.Glukosaria berhubungan dengan
hiperglikemia.Perkembangan kandung kemih neurogenic
akibat pengosongan tidak lengkap dan retensi urine, mungkin
juga berkontribusi terhadap resiko infeksi saluran
kencing.Infeksi kaki diabetic adalah sering.Kejadian kaki
diabetek secara langsung terkait tiga factor di atas dan
hiperglikemia. Hamper 40% klien diabetic dengan infeksi kaki
mungkin memerlukan amputasi, dan 5-10% akan meninggal
meskipun amputasi di daerah yang terkena. Dengan edukasi
yang tepat dan intervensidini, infeksi kaki biasanya hilang
dengan cara – cara yang tepat waktu. Perawatan kaki efektif
dapat menjadi pemutus awal rantai kejadian yang mengarah
pada keadaan amputasi
7) Komplikasi mikrovaskular
Mikroanginopati merujuk pada perubahan yang terjadi di
retina, ginjal dan kapiler perifer pada DM. Uji komplikasi dan
kontrol diabetes telah membuat hal ini jelas bahwa control
glikemik ketat dan konsisten mungkin mencegah atau
menghentikan perubahan mikrovaskular (Black, 2014, pp. 677-
679).
8) Retinopati diabetic
Diabetic adalah penyebab utama kebutaan diantara klien
dengan DM; sekitar 80% memiliki beberapa bentuk retinopati
15 tahun setelah diagnosis.Penyebab pasti retinopati tidak
dipahami baik tapi kemungkinan multi factor dan berhubungan
dengan glikosilasis protein, iskemik dan mekanisme
hemodinamik. Stress dari peningkatan kekentalan darah adalah
sebuah mekanisme hemodinamik yang meningkatkan
permeabilitas dan penurunan lastisitas kapiler
9) Nefropati
Nefropati diabetic adalah penyebab tunggal paling sering dari
penyakit ginjal kronis tahap 5, dikenal sebagai penyakit ginjal
tahap akhir.Sekitar 35-45 % klien dengan DM tipe 1 ditemukan
memiliki nefropati 15-20 tahun setelah diagnosis.Sekitar 20%
klien dengan DM tipe 2 ditemukan memiliki nefropati 5-10
tahun setelah diagnosis.Sebuah konsekuensi mikroanginopati,
nefropati melibatkan kerusakan terhadap dan akhirnya
kehilangan kapiler yang menyuplai glomelurus ginjal.
Kerusakan ini mengarah gilirannya kepada perubahan dan
gejala pathologic kompleks(glomerulosklerosis antar kapiler,
nephrosis, gross albuminuria, dan hipertensi)
10) Neuropati
Neuropati adalah komplikasi kronis paling sering dari DM.
hamper 60% klien DM mengalaminya. Oleh karena serabut
saraf tidak memiliki suplai darah sendiri, saraf bergantung
pada difusi zat gizi dan oksigen lintas membrane.Ketika akson
dan denrit tidak mendapat zat gizi, akumulasi sorbitol di
jaringan saraf, selanjutnya mengurangi fungsi sensoris dan
motoris.Kedua masalah neurologis permanen maupun
sementara mungkin berkembang padaklien dengan DM selama
perjalanan penyakit. Klien dengan kadar glukosa darah tinggi
sering mengalami nyeri saraf. Nyeri saraf berbeda dengan tipe
nyeri lain seperti nyeri otot atau sendi keseleo. Nyeri saraf
sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk, kesemutan, atau
sensasi terbakar yang membuat klien terjaga waktu malam atau
berhenti melakukan pekerjaan tugas harian.

BAB III

TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. FORMAT PENGUMPULAN DATA KEPERAWATAN KOMUNITAS


I. DATA GEOGRAFIS
1. Luas daerah : ....................................... ha

2. Kondisi daerah/area : Dataran Rendah

3. Batas daerah/wilayah

Utara : ....................

Selatan : ....................

Barat : ....................

Timur : ....................

4. Kondisi tanah : Subur dengan jenis tanah pasir.


II. DATA DEMOGRAFI
1. Jumlah penduduk : ..................... jiwa

- Laki-laki : ....................... jiwa

- Perempuan : ....................... jiwa

2. Jumlah kepala keluarga ; ....................... KK

3. Distribusi penduduk kelompok umur

 0 – 1 tahun : ........................jiwa

 1 – 3 tahun : ....................... jiwa

 3 – 5 tahun : ....................... jiwa

 6 – 12 tahun : ....................... jiwa

 12 – 19 tahun : ....................... jiwa

 20 – 34 tahun : ....................... jiwa

 35 – 49 tahun : ....................... jiwa

 50 – 60 tahun : ....................... jiwa

  60 tahun : ....................... jiwa

4. Pertumbuhan penduduk

- kelahiran / tahun : ....................... jiwa

- kematian / tahun : ....................... jiwa

- perpindahan penduduk/migrasi per tahun :

Urbanisasi ....................... jiwa, transmigrasi ............................ jiwa

III. 1. Fasilitas kesehatan dan sosial


 Rumah sakit ................................... buah
 Puskesmas ................................... buah
 Praktek swasta (dr./bd) .............................. buah

2. Tenaga

 Dokter ................................... orang


 Bidan ................................... orang
 Dukun terlatih ................................... orang
 Dukun tak terlatih ................................... orang
 PLKB ................................... orang

3. Fasilitas sosial
 Panti asuhan .................................. buah
 Rumah jompo/panti wredha ........................ buah
 Panti cacat .................................. buah
 Lain-lain .................................. buah
Jelaskan ................................................

4. Fasilitas umum
 Pasar .................................. buah
 Tempat hiburan .................................. buah
 Rumah makan .................................. buah
 Tempat pertemuan ............................... buah
 Tempat penginapan ....................... buah
 Lain-lain .................................. buah,
Jelaskan ...............................................

5. Fasilitas ibadah
 Masjid ............................................ buah
 Gereja ........................................... buah
 Wihara ........................................... buah
 Pura ........................................... buah
 Klenteng ........................................... buah
Upaya masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas

Alasan Tidak Pernah/ Kurang/ Baik

IV. Ekonomi

Kurang dari Rp.350.000.—

Rp. 351.000.— - Rp.750.000.—

Rp. 751.000.— - Rp.750.000.—

Rp.1.200.000.— - Rp.1.200.000.—

Rp.1.500.000.— - Rp.2.500.000.—

 Rp. 2.500.000.—

V. Keamanan
Pemadam kebakaran, jumlah ................... buah
Polisi, Jumlah .................... buah
Siskamling, frekuensi .................... buah

VI. Sanitasi Lingkungan


1. Perumahan
 Permanen ......................................... buah
 Semi permanen ......................................... buah
 Non permanen ......................................... buah
 Luas rata-rata / rumah ......................................... buah
 Jumlah penghuni/rumah .............................. buah
2. Sumber air bersih
Sumber air bersih yaitu P A M

3. Sistem pembuangan air limbah


Sistem pembuangan air limbah yaitu septik tank dan selokan.

4. Sistem pembuangan sampah


Jenis pembuangan sampah yaitu diangkat petugas.

5. Sistem pembuangan tinja


Sistem pembuangan tinja yaitu sepitik tank.

6. Sumber polusi
Sumber polusi di daerah Puskesmas Sawah Besar yaitu kendaraan bermotor

VII. Data Status Kesehatan


1. Angka kelahiran (CBR) ........................................... jiwa / tahun

2. Angka kematian (CDR) ........................................... jiwa / tahun

2.1. IMR / AKB......................................................

2.2. AKI/MMR ......................................................

2.3. CDR ......................................................

3. Angka kesakitan

3.1. Incidence .....................................................

3.2. Prevalence .....................................................

3.3. Point prevalence ..........................................

4. Jumlah akseptor KB menurut jenis/macam kontrasepsi yang diikuti

4.1. IUD .................................................... orang

4.2. PIL .................................................... orang

4.3. MOW .................................................... orang

4.4. MOP .................................................... orang

4.5. Susuk/norplant .................................................... orang

4.6. Suntik .................................................... orang


5. Cakupan imunisasi dasar

Jumlah balita yang berusia 0 – 12 bulan .................. orang

 BCG ................................................... orang


 Polio I – II ................................................... orang
 DPT I – III ................................................... orang
 Campak ................................................... orang
 Hepatitis B ( I – III ) ........................................ orang
( Jika ada penyimpangan, jelaskan, misal DPT I saja : .............. orang )

6. Cakupan ibu hamil .................................................... jiwa

7. Cakupan ibu melahirkan

Cakupan ibu melahirkan yaitu dokter dan bidan.

8. Penyakit terbanyak

B. Analisa Data

Analisis Masalah Kesehatan Pada Pendrita DM Di Puskesmas Sawah


Besar Bulan Maret 2019

Data Masalah

Data Subjektif : Ketidakefektifan


pemeliharaan
Keluarga:
kesehatan (00099)
- Hasil wawancara dengan keluarga bahwa anak
pada penderita
balitanya BB nya tidak naik-naik, mengalami
DM di Puskesmas
kesulitan dalam nafsu makan dan badannya kurus
- Beberapa keluarga mengatakan belum pernah Sawah Besar
memeriksakan status gizi balitanya ke pelayanan
kesehatan seperti Puskesmas atau Bidan, karena
anaknya tidak sakit, hanya BB nya saja yang tidak
naik-naik.

Kader:

- Kader mengatakan, pelayanan posyandu di beberapa


RW masih belum melaksanakan sistem 5 meja,
terutama di pos pembantu penimbangan, aktivitas
lebih ditekankan pada pengukuran BB dan TB balita
dan pemberian gizi balita. Pelaksanaan penyuluhan di
meja 4 masih belum berjalan.

- Kader mengatakan: tidak semua kader posyandu aktif


mengikuti kegiatan posyandu dan kegiatan yang
diadakan oleh pihak puskesmas atau kelurahan

Data Objektif:

Survey:
- Mayoritas keluarga (68,3%) belum pernah
mendapatkan informasi kesehatan terkait gizi
kurang pada balita
- Berdasarkan hasil survey, masih banyak orang tua
balita yang belum melakukan pemeriksaan status
gizi ke pelayanan kesehatan (46,3%).
- Berdasarkan penilaian status gizi balita (BB/U),
terdapat 22% balita mengalami gizi kurang dan
4,9% balita mengalami gizi buruk.
- Mayoritas balita mempunyai riwayat penyakit
batuk pilek (63,4%).
- Tanda dan gejala gizi kurang pada balita yang
mayoritas muncul adalah BB kurang (53,7%).
- Sebanyak 26,8% balita mengalami keluhan sulit
makan.
- Mayoritas rata-rata pendapatan keluarga perbulan
adalah kurang dari Rp 2.397.000 yaitu sebanyak
23%
- mayoritas tingkat pengetahuan keluarga dengan
balita terkait dengan pemenuhan gizi pada balita
adalah kurang baik (51,2%)
- sikap keluarga dalam pemenuhan gizi seimbang
pada balita mayoritas masih kurang baik (68,3%).
- Praktek keluarga dalam pemenuhan gizi
seimbang pada balita, sebanyak 22 responden
(53,7%) masih dalam kategori kurang baik.
- balita memiliki pola makan 1-2 kali sehari
(51,2%)
- sebanyak 11 responden (26,8%) mengatakan
bahwa anak balitanya mengalami kesulitan
makan.
- rata-rata pendidikan Ibu pada keluarga dengan
balita adalah SMA (63,4%)
Winshield Survey
- Berdasarkan observasi di beberapa titik posyandu
di tiap RW, pelaksanaan posyandu masih belum
berjalan optimal. Pelaksanaan posyandu belum
sesuai dengan prinsip 5 meja.
- Berdasarkan observasi di beberapa posyandu,
terkait masalah gizi, kader posyandu masih belum
secara langsung mampu mendentifikasi balita
yang mengalami masalah gizi. Misalnya dari
hasil intepretasi KMS, sehingga balita dengan
gizi kurang dan gizi buruk belum mendapatkan
pelayanan tindak lanjut, minimal pendidikann
kesehatan terkait pemenuhan gizi seimbang pada
balita di posyandu oleh kader kesehatan

C. Diagnosa Komunitas
Berdasarkan analisa data diatas, didapatkan beberapa diagnona pada
masalah pada penderita DM dengan kesemutan dan kebas kaki di
Puskesmas Sawah Besar yaitu Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
(00099) pada penderita DM di Puskesmas Sawah Besar.
D. Perencanaan Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Klien dengan DM Di Puskesmas Sawah Besar Maret Tahun 2014
DATA DIAGNOSA NOC NIC
(NANDA/IACP)
Data Subjektif : DOMAIN 1 Prevensi Primer: Prevensi Primer:
Keluarga: Promosi kesehatan Domain IV: Pengetahuan kesehatan Domain 3: Perilaku
-Hasil wawancara dengan keluarga dan klien KELAS 2 dan perilaku Kelas S: Edukasi klien
bahwa klien sering mengalami kesemutan dan Manajemen Kelas S: Pengetahuan kesehatan 5510: Pendidikan
kebas kesehatan 1841: Pengetahuan: Manajemen Kesehatan
-Beberapa keluarga mengatakan belum pernah Diagnosis DM Kegiatan:
mendapatkan penyuluhan tentang senam kaki Ketidakefektifan Indikator  Identifikasi factor
DM. pemeliharaan  Pengertian Dm(1-3) internal dan
Petugas: kesehatan (00099)  Klasifikasi DM (1-3) eksternal yang
-Petugas mengatakan, pelayanan Puskesmas di  Penyebab DM (1 – 3) mempengaruhi
masih belum melaksanakan senam kaki DM. motivasi untuk
-Petugas mengatakan: tidak semua petugas 1805: Pengetahuan: Perilaku sehat perubahan
puskesmas aktif mengikuti kegiatan senam kaki Indikator perilaku
DM  Senam kaki DM (1 – 3)  Tentukan tujuan
Data Objektif: Kelas Q: Perilaku sehat program
Survey: 1626: Perilaku: senam kaki DM pendidikan
-Mayoritas keluarga (68,3%) belum pernah Indikator kesehatan
mendapatkan informasi kesehatan terkait senam  Meminta bantuan dari petugas  Identifikasi
kaki DM kesehatan professional untuk sumber daya
-Tanda dan gejala DM pada masyarakat yang masalah DM (2 – 4) (SDM, waktu,
mayoritas muncul adalah kaki kesemutan dan  Identifikasi penyebab DM (1 tempat, peralatan,
kebas (53,7%). – 4) dana)
- Sebanyak 26,8% klien mengalami keluhan  Tentukan strategi
 membuat target jumlah
kebas dan kesemutan pada kaki. pendidikan yang
senam kaki DM (1 – 3)
-Mayoritas rata-rata pendapatan keluarga efektif dan
Domain VII
perbulan adalah kurang dari Rp 2.397.000 yaitu antraktif sehingga
Kelas BB:
sebanyak 23% menarik perhatian
2701: Status kesehatan komunitas
-mayoritas tingkat pengetahuan keluarga dengan audience
Indikator:
anggota keluarga yang mengalami DM adalah  Kembangkan
Status kesehatan penderita DM (2-3)
kurang baik (53,2%) materi sesuai
-sikap keluarga dalam perawatan pada anggota level pendidikan
Prevensi Sekunder
keluarga yang DM mayoritas masih kurang baik audience
Kelas T: Kontrol resiko dan
(63,3%).
keamanan
-rata-rata pendidikan keluarga dengan klien DM Prevensi sekunder
1908: Deteksi Resiko
adalah SMA (63,4%) Kelas d: Manajemen
Indikator:
 Pengertian DM (1-4) resiko di komunitas
 Tanda dan gejala DM (1 – 4) Pendidikan kesehatan
 Komplikasi DM (1-4)  Memberikan
 Cara Penanganan dengan pengertian DM
senam kaki DM (1-4)  Beri tahu klien
C. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
No Masalah Kegiatan Waktu/Temp Evaluasi Analisis Rencana Tindak
at Pendukung Penghambat Lanjut

1. Ketidakefekti 1. Pendidikan kesehatan mengenai 14 Maret  Terselenggarany  Antusiasme  Ada Penyuluhan secara
fan senam kaki DM. 2019 pukul a pendidikan warga yang beberapa berkala mengenai
pemeliharaa 07.00 WIB kesehatan pada baik dalam peserta senam kaki DM
Puskesmas
n kesehatan klien dan acara kegiatan oleh perawat atau
Sawah Besar  Peran aktif
(00099) pada keluarga DM. yang datang petugas kesehatan
 80% peserta peserta
balita di terlambat lainnya sehingga
hadir dalam kegiatan
kelurahan sehingga kegiatan ini
 Dukungan dari
kegiatan
Sukamaju waktu berkelanjutan,
petugas
pendidikan
Baru, mulainya dapat dilakukan di
kesehatan di
kesehatan
Kecamatan kegiatan Puskesmas Sawah
 Pengetahuan Puskesmas
Tapos, Kota menjadi Besar
klien dan Sawah Besar
Depok  Tersedianya mundur
keluarga
 Beberapa
fasilitas sarana
mengenai DM
balita rewel
dan prasarana
17, 3% (51,20%
saat
yang dapat
menjadi 68,50%)
dilakukan
 Sikap klien DM digunakan
mengenai senam setiap kegiatan kegiatan
kaki DM 10% sehingga
(68,3% menjadi menguarangi
78,3%) konsentrasi
peserta saat
pemberian
materi
2. Pendidikan kesehatan mengenai 27 November  Terselenggarany  Antusiasme  Jumlah Perlu dilakukan
gizi seimbang dan gizi kurang 2014 di a pendidikan orang tua wali peserta yang tindakan lanjutan
pada balita PAUD Rw 13 kesehatan pada murid PAUD tidak bisa mengenai skrining gizi
pukul 08.00- ibu dengan anak yang baik optimal kurang pada siswa
09.30 usia balita di dalam acara karena PAUD RW 13
 Peran aktif
PAUD RW 13 tergantung bekerjasama dengan
 60% peserta peserta
dengan Puskesmas Sukamaju
hadir dalam kegiatan
jumlah wali Baru.
 Dukungan
kegiatan
murid yang
 Pengetahuan ibu positip dari
menunggui
balita mengenai guru, dan
siswa saat
gizi seimbang karyawan
sekolah
dan gizi kurang PAUD
 Terdapat
pada balita  Tersedianya distraksi dari
meningkat 30% fasilitas sarana siswa PAUD
 Sikap Ibu
dan prasarana saat
mengenai gizi
yang dapat dilakukan
seimbang
digunakan saat kegiatan
meningkat 25%  Waktu yang
kegiatan
disediakan
dari PAUD
terlalu
sempit untuk
melakukan
semua proses
pendidikan
kesehatan
sehingga
kurang
tereksplorasi
dan diskusi
berjalan
singkat

Anda mungkin juga menyukai