Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang
menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Sarwono, 2011).
Pertumbuhan penduduk usia remaja terjadi di berbagai negara, demikian pula
di Indonesia, saat ini remaja di Indonesia mencapai 26,8 % atau sekitar 63
juta jiwa. Remaja adalah calon generasi penerus bangsa yang besar
pengaruhnya atas segala tindakan yang mereka lakukan (BPS, 2010). Batasan
usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun (World Health Organization, 2010)
sedangkan menurut Departemen Kesehatan yaitu yang berusia 10 sampai 19
tahun dan belum kawin.

Remaja akan menjalani proses yang berat karena membutuhkan banyak


penyesuaian dan sering kali menimbulkan kecemasan. Problema kesehatan
reproduksi remaja dapat dikatakan sebagai masa kebingunan, dimana pada
saat itu remaja belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai
perkembangan tubuhnya sendiri. Pertumbuhan badan dan perkembangan
organorgan reproduksi seperti pematangan seksual merupakan salah satu
masalah besar yang mereka hadapi. Salah satu perkembangan seorang anak
kearah pematangan seksual adalah pada masa pubertas (BKKBN, 2008).
Menarche sebagai puncak dari rangkaian peristiwa tersebut yang kompleks
yang meliputi pematangan aksis hipotalamus – hipofisisovarium untuk
memproduksi ovum atau endometrium sehingga dapat menunjang zigot jika
terjadi pembuahan (Heffner dan Schust, 2008).

Menarche adalah peristiwa menstruasi pertama kali sebagai tanda


kematangan alat reproduksi wanita (Joseph & Nugroho, 2010). Menarche
biasanya terjadi pada wanita usia 12-16 tahun. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (2010) rata-rata menarche atau menstruasi pertama pada perempuan
usia 10-15 tahun di Indonesia adalah (20,0%) dengan beberapa kejadian lebih
awal pada usia kurang dari 9 tahun yang tidak dijelaskan berapa. Setiap
wanita berbeda-beda waktunya dalam mendapatkan menarche. Bagi
masyarakat khususnya remaja, menarche justru membuat sebagian remaja
takut dan gelisah karena beranggapan bahwa darah haid merupakan suatu
penyakit dan merasa kebebasan diri sebagai anak-anak terenggut. Beberapa
remaja justru merasa senang dan bangga ketika mendapatkan menarche,
karena mereka menganggap dirinya sudah dewasa dan telah menjadi wanita
yang normal (Rosidah, 2016). Namun banyak remaja merasa takut dan
gelisah ketika menghadapi menarche. Menarche adalah kondisi fisiologis
yang pasti dialami oleh setiap wanita normal dan tidak perlu dirisaukan
(Afiyah, 2016)

Remaja mengalami menarche membutuhkan kesiapan mental yang baik. Bagi


remaja yang belum siap menghadapi menarche akan timbul keinginan untuk
menolak proses fisiologis tersebut, mereka merasa haid sebagai sesuatu yang
kejam dan mengancam jiwa mereka, keadaan ini dapat berlanjut ke arah yang
lebih negatif (Jayanti et all, 2011). Ketika seseorang mengalami menarche
akan timbul beberapa perasaan berupa malu, cemas, stress, marah, bahagia
dan senang. Semua perasaan tersebut muncul bergantung pada kesiapan
dalam menghadapi menarche. Seseorang yang merasakan cemas, sedih, takut
saat menarche, karena kurangnya informasi yang didapatkan tentang
menarche dari lingkungan sekitarnya dan beranggapan masa kanak-kanak
yang menyenangkan tidak akan terulang lagi. Berbeda bagi yang merasa
senang dan bahagia ketika mendapatkan menarche karena sebelumnya sudah
mendapatkan informasi dan menganggap dirinya sudah dewasa secara
biologis, sehingga kelak bisa hamil dan melahirkan seorang anak
(Suryani&Widyaningsih, 2008).

Kasus lain yang memaparkan tentang dampak negatif dari kurang


pengetahuannya remaja mengenai menstruasi pertama (menarche) dalam
sebuah artikel, yaitu : “S (11 tahun) ditemukan hampir pingsan di dalam
kamar oleh orangtuanya dan segera dilarikan ke rumah sakit. Berhubung
perawat terbatas dan sedang melayani pasien lainnya, maka segera dibawa
masuk ke ruang tindakan dan ditangani oleh dokter. Menurut orangtuanya,
mereka panik ketika melihat anaknya hampir pingsan dengan kondisi
berdarah - darah. Mereka semakin panik karena anaknya tidak menjawab
sewaktu ditanya apa yang terjadi. Keputusan pertama yang dipikirkan adalah
membawa segera anaknya ke layanan kesehatan terdekat. Ternyata S
mendapatkan menstruasi pertama kalinya. Dan solusi sederhana yang
diberikan oleh dokter adalah memberinya pembalut, resep vitamin penambah
darah dan konsultasi tentang kesehatan reproduksi terhadap remaja dan orang
tuanya.” (Respati, 2011).
Dari kasus diatas dapat diketahui bahwa remaja belum mendapatkan
pengetahuan dan informasi yang benar tentang menstruasi sehingga memiliki
informasi yang salah tentang menstruasi, bahkan cenderung mengkaitkan
menstruasi dengan sesuatu yang negatif. Ketidaktahuan anak tentang
menstruasi dapat mengakibatkan anak sulit untuk menerima menarche
(Budiati & Apriastuti, 2012). Pengetahuan yang diperoleh remaja tentang
menstruasi akan mempengaruhi persepsi remaja tentang menarche. Jika
persepsi yang dibentuk remaja tentang menarche positif, maka hal ini akan
berpengaruh pada kesiapan remaja dalam menghadapi menarche (Fajri &
Khairani, 2010).

Banyak yang masih beranggapan bahwa hal ini masih menjadi sesuatu yang
tabu kalau harus mengalami menarche pada usia dini, jadi banyak remaja
putri merasa malu dan menyembunyikannya termasuk pada temannya sendiri,
apalagi ditambah dengan teman-teman disekitarnya yang belum mengalami
menstruasi. Belum lagi ditambah mereka harus menahan rasa sakit karena
menstruasi tersebut yang dapat menghambat segala aktivitas mereka.
Informasi ini diperkuat berdasarkan penelitiannya pada 115 Remaja, Lee
(2008) menemukan 12% remaja tidak mempersiapkan datangnya menarche
mengungkapkan bahwa mereka merasa dirinya kotor, memalukan, dan
menjijikan karena mendapati celananya penuh noda darah mentruasi. Selain
Lee, Gunn juga pernah melakukan penelitian terhadap 639 anak perempuan
terkait menarche. Respon kebanyakan remaja saat mengalami menarche
adalah kecewa, sedikit terkejut, sedikit gembira, dan sedih. Sementara
Atwater meneliti hal yang sama dan respon yang muncul adalah menilai
menarche sebagai hal yang mengganggu, menakutkan dan memalukan
(Orringer, 2010). Beragamnya respon yang muncul teradap menarche
tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah hilangnya
kebiasaan menjadi anak karena kenyataan bahwa akan banyak perubahan
yang mengikuti datangnya menarche (Sommer, 2010).

Solusi yang dapat diberikan kepada remaja agar siap menghadapi menarche
adalah dengan memberikan informasi yang akurat tentang menarche baik
kepada remaja, guru disekolah, dan terpenting adalah kepada orang tua
terutama ibu untuk memberikan penjelasan tentang menarche adalah
peristiwa yang normal dan wajar (Afiyah, 2016).

1.1 Rumusan Masalah


Menarche dan menstruasi merupakan tanda perkembangan seksualitas remaja
dan menunjukkan seorang remaja putri sedang mengalami masa peralian
menjadi wanita dewasa nantinya. Berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SKDI) 2012 jumlah penduduk di Jakarta usia 10-14
tahun sebanyak 23,4 juta orang dan usia 15-19 tahun sebanyak 21,1 juta.
Sekitar 17,5% dari jumlah penduduk Jakarta adalah remaja yang telah
mengalami menarche.

Mengalami menarche tentunya bukan sesuatu yang mudah dihadapi,


seringkali remaja menunjukkan respon psikologis yang kurang baik terhadap
menarche, diantaranya dengan cemas, takut, sedih bahkan marah. Meski
begitu tidak semua remaja memberikan respon yang kurang baik, beberapa
remaja justru bahagia dan senang karena menarche, merupakan tanda
kedewasaan wanita, beberapa juga menanggapinya dengan biasa aja. Hal ini
lah yang kemudian menarik peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran
psikologis remaja putri pada saat menarche di wilayah Jakarta Pusat.

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Teridentifikasinya Gambaran Psikologis Remaja Putri Pada Saat
Menarche di Wilayah Jakarta Pusat. .
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya usia remaja
b. Teridentifikasinya perkembangan remaja
c. Teridentifikasinya konsep remaja
d. Teridentifikasinya definisi menstruasi dan menarche
e. Teridentifikasinya tanda dan gejala menstruasi
f. Teridentifikasinya siklus menstruasi
g. Teridentifikasinya fase menstruasi
h. Teridentifikasinya keluhan-keluhan saat menstruasi
i. Teridentifikasinya perubahan yang dialami pasca menarche
j. Teridentifikasinya gambaran psikologis remaja putri pada saat
menarche di Wilayah Jakarta Pusat.

1.3 Manfaat Penelitian


Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat dalam tiga aspek
yaitu manfaat aplikatif, manfaat keilmuwan, dan manfaat metodologi.
1.3.1 Manfaat Aplikatif
a. Perawat
memberikan masukan bagi perawat untuk memberikan edukasi
yang tepat mengenai menarche dan menyediakan asuhan
keperawatan yang tepat bagi remaja yang sudah mengalami
menstruasi berdasarkan alasan semakin cepatnya usia menarche
pada remaja.
b. Remaja Putri
Memberikan informasi bagi remaja putri tentang pentingnya
memperkenalkan kesehatan reproduksi dan tidak menganggap tabu
terhadap menstruasi dan seksualitas.
c. Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi bagi pelayanan kesehatan mengenai
pentingnya memberi perhatian terhadap remaja yang baru
mengalami menstruasi dan memberikan informasi bagaimana cara
menjaga organ reproduksi remaja.

1.3.2 Manfaat Keilmuan


a. Memberikan masukkan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
yang aplikatif terhadap keperawatan anak dan maternitas
khususnya menambah wawasan tentang gambaran pengalaman
menarche pada remaja.
b. Hasil penelitian juga dapat memberikan informasi bagi staff
akademik dan mahasiswa dalam rangka pengembangan proses
belajar mengajar khususnya tentang menarche pada remaja.

1.4.3 Manfaat Metodologi


Penelitian ini dapat dijadikan data dasar bagi penelitian selanjutnya
dalam area keperawatan remaja ataupun maternitas atau area lain yang
berkaitan dengan menarche pada remaja.

Anda mungkin juga menyukai