Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA PADA ANAK

A. Definisi

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan


oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat (Bradley et.al., 2011)

B. Penyebab

Berdasarkan etiologinya pneumonia dapat disebabkan oleh :

1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Aspirasi makanan
5. Pneumonia hipostatik
6. Sindrom Loefler. (Bradley et.al., 2011)
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus dan bakteri seperti Pneumokokus, Staphilococcus Pneumoniae, dan H.
influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini
diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER,
aspirasidan lain-lain.

C. Patofisiologi

Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal
sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan
beberapa mekanisme:
1. filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel
siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus
maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam
jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris.
Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak
terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang
tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena
penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete, 2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al.,
2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

D. Manifestasi klinis

Pasien dengan bronkopneumoni dapat mengalami demam tinggi dengan


peningkata suhu secara mendadak sampai 40º. Anak sangat gelisah, sesak nafas
dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan
trias gejala yang patognomotik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, batuk
mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun
bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai
terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah,
perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila disertai dengan
bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang
tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping
hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan
intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi
tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan
fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal
yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin
positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan
ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini
terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak
beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas
dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.

3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan


4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek
dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
D. Pathway
Infeksi kuman patogen
( bakteri / virus )

terganggunya parenkhim paru brochiolitis gangguan interstisiil


PK : Infeksi

kerusakan epitel

pembentukan mukus muntah infiltrat ke duktus alveolus

penyumbatan bronkhus kerusakan alveolus


Gangguan pertukaran gas

brochietase gangguan fungsi paru

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Perubahan pola nafas

F. Klasifikasi

Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai


penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara
morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya,
virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia
jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan
jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia
bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan
dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut
atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk
sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah,
prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit.
Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama
di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan
konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala
sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar),
sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit
tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak
produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan
pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia
lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang
berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus,
toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan
cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas
dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia,
pneumonia dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada
usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan
pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian
bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah dan tidak ada nafas cepat.

G. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari pneumonia antara lain:


1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5
bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau
terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara
dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala,
nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan
brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit
masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit.
Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap
demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan
dan menyusu pada bayi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau
tahap infeksi.
9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama faase akut.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak
yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan
makan per oral.

H. Faktor risiko pneumonia pada anak

Faktor risiko pneumonia yang menyertai pada anak antara lain:


1. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko pneumonia
pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U,
BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik
sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel
serta respon imun dan reflek batuk.
2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir
( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI
merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung
protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung
kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia.
3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada
sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan
integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam
peningkatan daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi
sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel.
4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi
campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu
pneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan
komplikasi dengan pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat
menurunkan kasus pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat
menimbulkan komplikasi pneumonia.
5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit
mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas
(bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara
biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya
destruksi paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak.
6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit
infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap
penyakit infeksi termasuk pneumonia.
7. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat
meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit.
Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan
penyakit dsaluran pernafasan.
8. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat
penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian
pneumonia anak.

I. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis
dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan
prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-
100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah
dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau
sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura
atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA,
latex agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai
efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak,
kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau
hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), <
20% mengenai kedua paru.

J. Terapi

1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi
ADH juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari
atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola
makan, kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya,perawatan
dirumah, penyakit lain yangdiderita anggota keluarga di rumah
b. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis,
penggunaan otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales,
menaikan sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, X-
Ray dada
c. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat
perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi intervensi,
pengalaman berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang
diapkai sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak
menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek
favorit)
d. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress
pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk
belajar.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis,
inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
c. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.
e. Nyeri b.d proses inflamasi
f. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang
tidak dikenal (rumah sakit).
g. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi
anak.
3. Rencana asuhan keperawatan
No Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1 Klien menunjukkan  Beri posisi yang  Mengurangi stres pada
fungsi pernafasan nyaman anak dan anak dapat
normal.  Posisikan untuk beristirahat
Kriteria hasil: ventilasi yang  Untuk
pernafasan tetap dalam maksimum mempertahankan
batas normal, (pertahankan terbuka jalan nafas.
pernafasan tidak sulit, peninggian kepala  Untuk menghindari
anak istirahat dan tidur sedikitnya 30 derajat) penekanan diafragma.
dengan tenang.  Periksa posisi anak  Pakaian yang ketat
NOC: Perpiratory: dengan sering, untuk menghambat
airways patency, memastikan bahwa perkembangan nafas.
respiratory status: anak tidak merosot.  Untuk meningkatkan
ventilasi. Status vital  Hindari pakaian atau keadekuatan oksigen.
sign. gedong yang terlalu  Relaksasi dapat
NIC: Mechanical ketat. mengurangi
ventilatory weaning.  Tingkatkan istirahat kecemasan.
dan tidur dengan  Pendidikan kesehatan
penjadualan yang dapat meningkatkan
tepat. pengetahuan tentang
 Dorong teknik teknik meningkatkan
relaksasi. kepatenan jalan nafas.
 Ajarkan pada anak
dan keluarga tentang
tindakan yang
mempermudah upaya
pernafasan (misal:
pemberian posisi
yang tepat).
2 Klien dapar  Posisikan anak pada  Memungkinkan
mempertahankan jalan kesejajaran tubuh ekspansi paru yang
nafas paten. yang tepat. lebih baik dan
Kriteria hasil: jalan  Hisap sekresi jalan perbaikan pertukaran
nafas tetap bersih, nafas sesuai gas, serta mencegah
anak bernafas dengan kebutuhan. aspirasi sekresi.
mudah, pernafasan  Bantu anak dalam  Untuk membersihkan
dalam batas normal. mengeluarkan jalan nafas akibat
NOC: Status respirasi: sputum. hipersekresi.
kepatenan jalan nafas.  Beri ekspektoran  Sputum yang keluar
NIC: airways sesuai ketentuan. akan mengurangi efek
suctioning  Lakukan fisioterapi hambatan jalan nafas.
dada.  Ekspektoran obat
 Puasakan anak. untuk mengencerkan
 Berikan dahak sehingga
penatalaksanaan sputum dapat
nyeri yang tepat. dikeluarkan.

 Bantu anak dalam  Fisioterapi dada


menahan atau membantu
membebat area insisi mengeluarkan sputum
atau cedera  Untuk mencegah
aspirasi cairan (pada
dengan takipnea
hebat).
 Pengurangan nyeri
mengurangi kebutuhan
oksigen.
 Untuk memaksimalkan
efek batuk dan
fisioterapi dada.
3 Klien  Kaji tingkat toleransi  Tujuannya agar
mempertahankan anak. aktivitas anak sesuai
tingkat energi yang  Bantu anak dalam dengan
adekuat. aktivitas hidup kemampuannya.
Kriteria hasil: anak sehari-hari yang  Agar tidak terjadi
mentoleransi mungkin melebihi penggunaan energi
peningkatan aktivitas. toleransi. yang berlebihan.
NOC: endurance  Berikan aktivitas  Untuk mencegah anak
NIC: Menejemen pengalihan yang dari rasa bosan, dan
energi. sesuai dengan usia, untuk stimulasi
kondisi, kemampuan, tumbuh kembang.
dan minat anak.  Untuk menjaga
 Beri periode istirahat keseimbangan
dan tidur yang sesuai oksigenasi dan
dengan usia dan mengurangi konsumsi
kondisi. oksigen yang
 Instruksikan anak berlebihan.
untuk beristirahat jika  Untuk mencegah
lelah. penggunaan oksigen
yang berlebihan.
4 Klien tidak  Pertahankan  Mencegah terjadi
menunjukkan tanda- lingkungan aseptik, potensial komplikasi
tanda infeksi sekunder. dengan infeksi nosokomial.
Kriteria hasil: anak menggunakan  Untuk mencegah
menunjukkan bukti kateter penghisap penyebaran infeksi
penurunan gejala steril dan teknik nosokomial.
infeksi. mencuci tangan  Untuk mencegah atau
NOC: Risk contol dan yang baik. mengatasi infeksi.
status imun.  Isolasi anak sesuai  Untuk mendukung
NIC: Kontrol infeksi indikasi. pertahanan tubuh
dan perlindungan  Beri antibiotik alami.
infeksi. sesuai ketentuan.  Membantu
 Berikan diit bergizi mengurangi sputum
sesuai kesukaan yang ada di dalam
anak dan kemauan dada.
untuk
mengkonsumsi
nutrisi.
 Ajarkan fisioterapi
dada yang baik.
5 Klien tidak mengalami  Lakukan strategi  Teknik-teknik seperti
nyeri atau penurunan nonfarmakologis relaksasi, nafas dalam,
nyeri/ketidaknyamana untuk membantu dan distraksi dapat
n sampai tingkat yang anak mengatasi membuat nyeri dapat
dapat diterima oleh nyeri. lebih ditoleransi.
anak.  Rencanakan untuk  Maksudnya agar efek
Kriteria hasil: anak memberikan puncaknya tepat
tidak mengalami nyeri analgesik yang dengan kejadian nyeri.
atau tingkat nyeri ditentukan sebelum  Untuk menghindari
dapat diterima dengan prosedur. nyeri tambahan.
baik.  Berikan analgesik Hindari injeksi i.m
NOC: Level dengan rute atau i.sc.
kenyamanan. traumatik yang  Untuk memudahkan
NIC: Conscious paling kecil jika pembelajaran anak dan
sedation. mungkin. penggunaan strategi
 Gunakan strategi toleransi nyeri.
yang dikenal anak  Karena orang tua
atau gambarkan adalah orang yang
beberapa strategi paling mengetahui
dan biarkan anak anaknya.
memilih salah  Karena pendekatan ini
satunya. tampak paling efektif
 Libatkan rang tua pada nyeri ringan.
dalam pemilihan  Karena pelatihan
strategi. mungkin diperlukan
 Ajarkan anak untuk untuk membantu anak
menggunakan berfokus pada
strategi tindakan yang
nonfarmakologis diperlukan.
khusus sebelum
terjadi nyeri atau
sebelum nyeri
menjadi lebih berat.
 Bantu atau minta
orangtua membantu
anak dengan
menggunakan stratei
selama nyeri aktual.
6 Klien mengalami  Jelaskan prosedur  Dengan pendidikan
penurunan rasa cemas. dan peralatan yang kesehatan , klien akan
Kriteria hasil: Anak tidak dikenal pada berkurang kecemasan
tidak menunjukkan anak dengan istilah dan disstres
tanda-tanda disstres yang sesuai dengan emosional, dan dapat
pernafasan atau tahap meningkatkan
ketidaknyamanan perkembangan. kemampuan koping.
fisik.  Ciptakan hubungan  Memberi rasa aman
NOC: Kontrol anak dan orangtua. pada anak karena
kecemasan dan  Tetap bersama anak orangtua adalah orang
koping. selama prosedur. yang dikenal oleh
NIC: Penurunan  Gunakan cara yang anak.
kecemasan. tenang dan  Menjadi suportif dan
meyakinkan. pendekatan untuk
 Beri kehadiran yang mendukung
sering selama fase komunikasi.
akut penyakit.  Memberi rasa percaya
 Beri tindakan kepada anak dan
kenyamanan yang menurunkan
diinginkan anak kecemasan.
(misal: mengayun,  Dukungan dapat
membelai, musik). membantu anak
 Berikan objek mengurangi
kedekatan (misak: kecemasan.
mainan keluarga,  Dapat meningkatkan
selimut, boneka). kenyamanan anak.
 Anjurkan perawatan  Objek kedekatan
yang berpusat pada memberikan rasa
keluarga dengan aman pada anak.
peningkatan  Khadiran orangtua
kehadiran orangtua memberikan rasa
dan bila mungkin, aman pada anak dan
keterlibatan dapat menurunkan
orangtua kecemasan anak.
7 Klien (keluarga)  Kenali kekuatiran  Untuk membuat
mengalami dan kebutuhan rencana pendidikan
pengurangan orangtua untuk kesehatan yang tepat
kecemasan dan informasi dan bagi orangtua.
peningkatan dukungan.  Untuk mengetahui
kemampuan untuk  Gali perasaan kecemasan orangtua.
melakukan koping. orangtua dan  Untuk mengurangi
Kriteria hasil: “masalah” sekitar kecemasan orangtua
Orangtua mengajukan hospitalisasi dan dan meningkatkan
pertanyaan yang tepat, penyakit anak. kemampuan koping
mendiskusikan kondisi  Jelaskan tentang orangtua.
dan perawatan anak terapi dan perilaku  Dukungan dapat
dengan tenang serta anak. mendorong
terlibat secara positif  Beri dukungan pembentukan koping
dalam perawatan anak. sesuai kebutuhan. yang positif.
NOC: Family  Anjurkan  Memberi rasa aman
functioning. perawatan yang pada orangtua dan
NIC: family support, berpusat pada membantu orangtua
teaching: disease keluarga dan membuat keputusan
process anjurkan anggota tentang terapi
keluarga agar anaknya.
terlibat dalam
perawatan anak.

DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/
967822-overview. (29 September 2014 pukul 15.50 WIB)

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3
Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect
Dis 53 (7): 617-630

Dahlan, Zul. 2007. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai