Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS ATOPI

Disusun Oleh:

Dr. Kamila Puspita

Narasumber:

Dr. Rachel Marliana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU
APRIL 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis Atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis kronis yang berulang disertai
rasa gatal dan mengenai bagian tubuh tertentu. Predileksi terjadinya dermatitis atopic
bergantung pada fase penyakit tersebut, seperti jika pada bayi ditemukan didaerah wajah,
sedangkan pada anak-anak ditemukan pada daerah fleksura atau lipatan.
Berdasarkan penelitian International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
yang melibatkan 2 juta anak pada 100 negara., Sekitar 15-30% anak-anak dan 2-10% dewasa
mengalami dermatitis atopi. Sekitar 45% kasus dermatitis atopi dimulai pada 6 bulan pertama
kehidupan, 60% terjadi pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum 5 tahun. Sekitar 70%
anak memiliki remisi sebelum masa remaja. Dermatitis atopic dapat juga muncul saat dewasa.
Berdasarkan, tingginya angka dermatitis atopi, perlunya pemahaman dan pemaparan dalam
kasus ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dermatitis Atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis kronis yang berulang disertai
rasa gatal dan mengenai bagian tubuh tertentu. Predileksi terjadinya dermatitis atopic
bergantung pada fase penyakit tersebut, seperti jika pada bayi ditemukan didaerah wajah,
sedangkan pada anak-anak ditemukan pada daerah fleksura atau lipatan. 1

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
yang melibatkan 2 juta anak pada 100 negara., Sekitar 15-30% anak-anak dan 2-10% dewasa
mengalami dermatitis atopi. Sekitar 45% kasus dermatitis atopi dimulai pada 6 bulan pertama
kehidupan, 60% terjadi pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum 5 tahun. Sekitar 70%
anak memiliki remisi sebelum masa remaja. Dermatitis atopic dapat juga muncul saat dewasa.

Gambar 1. Insidens perbedaan manifestasi dari gejala atopi sesuai usia


2.3 Klasifikasi

Agar mudah dalam pengaplikasiannya di klinik, dermatitis atopik dibagi berdasarkan usia
pasien saat awitan dermatitis atopik1

Dermatitis atopik fase infantil

Dermatitis atopik biasanya pada bayi berusia 2 bulan hingga pada usia 2 tahun. Pasien biasanya
mengalami inflamasi pertamakali di 3 bulan pertama kehidupan. Pada fase ini biasanya
manifestasi klinisnya predileksinya di daerah wajah bagian pipi secara simetris. Lesi dapat
meluas ke arah dahi, perioral, perinasal, kulit kepala, telinga, leher, pergelangan tangan dan
tungkai terutama daerah volar dan fleksor.

Penyebaran paling sering terjadi pada daerah dagu, oral dan perinasal karena daerah iritasi
akibat seringnya dibersihkan dan adanya kebiasaan lip licking.

Gambar 2. Dermatitis Atopik Fase Infant


Gambar 3. Dermatitis Atopik fase infant meluas
Gambar 4. Dermatitis Atopik fase infant akibat Lip-licking

Saat anak sudah mulai dapat merangkak dam fungsi motoriknya sudah mulai bertambah maka
lesi kulit mulai ditemukan di daerah ekstensor yaitu di lutut, siku dan di termpat lainnya yang
mudah terjadi trauma. Lesi yang terlihat seperti lesi dermatitis akut, eksudatif, erosi, dan
eskoriasi. Biasanya pada lesi ini sering kali terdapat infeksi sekunder, sehingga higienitas pada
pasien penderita dermatitis atopik terutama di daerah predileksinya harus dijaga.1

Alergen makanan kadang-kadang masih berpengaruh terutama pada bayi-bayi yang berusia
kurang dari 1 tahun, sedangkan pada usia selanjutnya biasanya alergen inhalan lebih
berpengaruh.1

Dermatitis atopik fase anak

Pada dermatitis fase anak yaitu dermatitis atopik yang terjadi pada anak usia 2 tahun hingga 12
tahun. Biasanya merupakan kelanjutan dari fase infantil . Tempat predileksinya biasanya di
fosa kubiti dan poplitea, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher, biasanya tersebar
secara simetris. Predileksi di fleksor area diakibatkan oleh adanya keberulangan gerakan fleksi
ekstensi yang menimbulkan keringat. Hal ini menimbulkan menimbulkan sensasi perih dan
gatal yang sangat intens. Pakaian yang ketat pada daerah ini juga akan menambah berat penyaki
karena proses penahanan panas. Awalnya lesi berupa papul yang sangat cepat berubah menjadi
plak, yang selanjutnya terlikenifikasi saat tergaruk. Awalya Plak berwarna pucat dengan
inflamasi ringan. Kemerahan dan erosi pada lesi terjadi saat tergaruk.
Pada fase ini biasanya lesi sudah mulai kronis. Pada pasien ini baik pada kulit yang terdapat
lesi dermatitis atopik dan kulit secara keseluruhan cenderung lebih kering. Lesi yang kronis
biasanya cenderung hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi, krusta dan skuama. Pada
fase ini pencetus bisa berupa alergen hirup, wol dan bulu binatang.1

Gambar 5. Dermatitis Atopik pada Anak.

Gambar 6. Dermatitis Atopik pada Fosa Cubiti dan Leher.


Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa

Dermatitis atopik ini terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 13 tahun dan merupakan
kelanjutan fase infantil dan anak. Lesi yang timbul mirip dengan lesi dermatitis atopik pada
fase anak hingga dapat meluas mengenai kedua telapak tangan, jari-jari, pergelangan tangan,
bibir, leher, bagian anterior kulit kepalaa, dan puting susu. Tanda lesi kronis berupa plak
hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, ekskoriasi, dan skuamasi. Fase ini berlangsung
kronik dan sering residif hingga pasien usia 30 tahun bahkan lebih.1

Penyebab inflamasi pada fase dewasa belum diketahui seutuhnya, tetapi ada teori yang
mengkaitkan dengan perubahan hormone dan stress. Kejadian DA saat dewasa ada yang tidak
mempunyai riwayat DA saat masih anak-anak, tetapi hal ini jarang terjadi.

Inflamasi pada dewasa biasa terjadi pada area fleksor, tangan, sekeliling ata dan anogenital
area. Pada dermatitis tangan diakibatkan banyaknya variasi zat yang mengiritasi. Pada
sekeliling mata dikarenakan kulitnya sangat tipis dan seringnya terekspos oleh iritan dan
seringnya tergores oleh garukan.

Gambar 7. Dermatitis Atopi pada Kelopak Mata.


2.4 Etiopatogenesis
 Meningkatnya Ig E dan respons inflamasi
Peran IgE belum diketahui dengan jelas. Level IgE diketahui meningkat pada pasien
AD , tetapi 20% pasien AD memiliki lever igE normal dan tidak ada reaksi allergen.
Peningkatan Ige tidak terlalu berkorelasi dengan perjalanan penyakit, maka dari itu
pemeriksaan kadar IgE hanya menjadi bukti pendukung.Kadar IgE sangat signifikan
tinggi pada anak dengan koeksisten atopic respiratory disease. Kebanyakan dari pasien
AD memiliki riwayat atau riwayat keluarga rhinitis alergi atau asma dengan
peningkatan IgE antibody.
 Eusinofilia
Eusinofilia berhubungan dengan berat ringannya penyakit. Pasien dengan eusinofilia
normal biasanya hanya mengidap AD saja, tetapi pasien dengan eusinofilia tinggi
biasanya memiliki AD dengan penyakit respirasi konkominan. Degranulasi eudinofil
dalam dermis menghasilkan protein yang dapat menginduksi pengeluaran histamin dari
basophil dan sel mas serta menstimulasi gatal, iritasi dan likenifikasi.
 Penurunan Fungsi Barrier
Pada pasien AD terdapat penurunan kadar seramid, peningkatan enzim proteolitik dan
adanya trans epidermal waterloss. Keadaan ini meningkatkan kinerja protease yang
membuat penurunan perlindungan kulit. Selain itu adanya protease eksogen seperti
kutu rumah dan Stafilokokus aureus juga memperparah kerusakan kulit. Akibatnya
adanya absorbs allergen kedalam kulit dan kolonisasi microbial.
 Aeroalergen
Reaksi yang terjadi pada pasien AD terhadap test patch adalah sebagai berikut,70%
;house dust 70%, mites , 70%; cockroaches; 63%; mold mix, 50%; grass mix 43%.
 Genetik

Dermatitis atopik adalah penyakit yang diturunkan dalam keluarga terutama


berhubungan dengan genetik dari ibu. Hal ini terutama berhubungan dengan adanya
mutasi pada protein pembentuk barrier epidermis seperti filaggrin. Adanya
ketidakseimbangan protease dan protease inhibitor akan mengakibatkan meningkatnya
produksi dan ekspresi enzim tryptic pada stratum korneum yang berkontribusi pada
inflamasi pada dermatitis atopik.6
2.5 Faktor Pencetus
Faktor pencetus DA adalah segala sesuatu yang membuat kering dan garukan.
 Perubahan suhu dan keringat
Pasien atopi tidak bisa mentoleransi perubahan suhu tiba-tiba. Berkeringat
menginduksi gatal. SItuasi yang hangat seperti memasuki ruangan panas, berada di
bawah selimut yang panas akan meningkatkan keinginan untuk menggaruk. Perubahan
suhu tiba-tiba seperti meninggalkan mandi dengan air hangat ke tempat dingin
mencetuskan gatal.
 Berkurangnya kelembaban
 Pembersihan yang berulang kali
 Kontak dengan zat iritan
 Aeroalergen; debu di rumah merupakan hal yang berperan penting. Inhalasi antigen
debu rumah dan penetrasi allergen ke dalam kulit dalam kulit dapat menjadi pencetus.
 Mikrobakterium ; Stafilokokus asureus
 Makanan

Gambar 8. Jenis makanan pencetus Dermatitis Atopi


 Stress Emosional
2.6 Diagnosis

Berikut adalah tabel kriteria diagnosis dermatitis akut. Untuk penegakan diagnosis harus
memenuhi tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor yang terdapat pada tabel berikut.

Tabel 1. Kriteria Hanifin-Rajka untuk diagnosis dermatitis Atopi


Selain kriteria Hanifin-Rajka, ada kriteria William yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
dermatitis atopik dalam praktik sehari-hari. Kriteria William lebih spesifik, sedangkan kriteria

Hanifin-Rajka lebih sensitif. Kriteria William mencakup:1

- Kulit yang gatal, atau ada bekas garukan pada anak kecil

- Disertai dengan tiga atau lebih dari:

 Kulit kering atau perubahan kulit pada fosa kubiti, fosa poplitea, anterior dorsum pedis
atau seputar leher
 Riwayat asma pada anak atau hay fever (atau pada anak <4 tahun, riwayat atopi pada
generasi pertama dalam keluarga)
 Riwayat kulit kering sepanjang setahun kebelakang
 Dermatitis fleksural (pipi, dahi, paha lateral pada anak <4 tahun)
 Awiten di bawah usia 2 tahun (tidak termasuk pada anak < 4 tahun)

Manifestasi klinis berupa rasa gatal merupakan gejala utama pada dermatitis atopik. Gatal
dapat dirasakan hilang timbul, terutama memberat pada malam hari. Rasa gatal tersebut

kemudian digaruk, menimbulkan prurigo papul dan likenifikasi.2 Lesi kulit yang bersifat akut
dapat berupa papul eritematosa yang disertai dengan ekskoriasi, vesikel dengan dasar
eritematosa dan eksudat serosa, yang terasa gatal. Lesi subakut memiliki karakteristik papul
eritematosa dengan ekskoriasi, skuama, dan krusta. Lesi yang kronik memiliki karakter plak

kulit tebal, likenifikasi, dan papul fibrosis.1,6

2.9 Tatalaksana

Penanganan kasus dermatitis kontak perlu memperhatikan hidrasi kulit, terapi farmakologis,
serta identifikasi dan eliminasi faktor pencetus seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stressor
emosional.

Berdasarkan Kongres Konsensus Internasional Dermatitis Atopik ke II (International


Consensus Conference on Atopic Dermatitis II/ ICCAD II), disepakati pedoman terbaru terapi
dermatitis atopik dengan memperhatikan:1
- Efektivitas obat sistemik yang aman untuk mengurangi rasa gatal dan reaksi inflamasi. Obat
sistemik yang digunakan dapat berupa antihistamin (sedatif ataupun nonsedatif) dan
kortikosteroid untuk kasus yang parah. Selain itu dapat juga digunakan jenis obat siklosporin
yaitu merupakan terapi imunosupresi yang bekerja pada sel T dengan menekan transkripsi
sitokin. Dosis peroral 5mg/kg/hari memberikan hasil yang baik pada pengobatan jangka
pendek maupun jangka panjang, namun dapat kembali kambuh ketika dihentikan.1,6

- Terapi topikal dapat berupa:

 Kortikosteroid sebagai antiinflamasi, antipruritus, dan imunosupresif.

Untuk bayi dan anak dapat digunakan kortikosteroid golongan VII-IV. Pada dermatitis atopik
fase infantil/anak yang ringan dapat diberikan krim hidrokortison 1-2.5%, metilprednisolon,
atau flumetason (golongan VII).

Pada derajat sedang dapat diberikan golongan VI, misal: desonid, triamsinolon asetonid,
hidrokortison butirat, flusinolon asetonid. Pada kondisi lebih parah dapat diberikan golongan
V seperti betametason 17 valerat atau flutikason, atau golongan IV seperti mometason furoat.
Kortikosteroid topikal potensi kuat dapat dipakai secara singkat (1-2 minggu) untuk keadaan

tertentu, kemudian diganti dengan potensi yang lebih rendah.1

 Pelembab

Pada pasien dermatitis atopik, fungsi sawar kulit berkurang dan kulit kering sehingga mudah
terjadi kerusakan pada kulit menjadi tidak intak dan dapat menjadi jalur masuk patogen, iritan,

dan alergen.2 Pelembab dapat berfungsi memulihkan dan mempertahankan sawar kulit.
Pelembab dapat digunakan dua kali sehari, dioleskan setelah mandi. Beberapa jenis pelembab

yang dapat digunakan antara lain:1

o Humektan (contoh: gliserin, propilen glikol)


o Natural moisturizing factor (misal: urea 10% dalam euserin hidrosa)
o Emolien (contoh: lanolin 10%, petrolatum, minyak tumbuhan dan sintetis)
o protein rejuvenators (contoh: asam amino)
o Bahan lipofilik (contoh: asam lemak esensial, fosfolipid, seramid)
 Obat penghambat kalsineurin (pimekrolimus atau takrolimus)

Takrolimus merupakan penghambat kalsineurin yang bekerja pada sel T, sel Langerhans, sel
mast, dan sel keratinosit. Takrolimus bekerja dengan menghambat degranulasi sel mast dan
menekan pengeluaran TNF alfa. Salep takrolimus 0,03% dapat digunakan secara intermiten
pada anak usia lebih dari dua tahun dengan dermatitis atopik sedang atau berat; untuk dewasa
dapat diberikan salep 0.1%. Takrolimus tidak memiliki efek samping atrofi kulit.
Pimekrolimus merupakan golonga askomisin makrolaktam yang bekerja dengan menghambat
sitokin inflamasi dari sel mast yang teraktivasi, yang bekerja selektif terutama pada sel T.
Pimekrolimus juga mencegah pelepasan mediator inflamasi. Pimekrolimus krim 1% dapat
digunakan untuk usia dua tahun keatas dengan dermatitis atopik ringan-sedang.1,6

- Edukasi

Perlunya edukasi mengenai faktor pencetus keberulangan. Alergi pada makanan dapat
berangsur-angsur menghilang. Uji kulit seperti skin prick test (uji tusuk) dilakukan sebelum
memberikan diet makanan, perlu diingat pula bahwa uji kulit dan diet makanan ditentukan oleh

ahlinya.1

Dermatitis atopik cenderung akan mengalami remisi spontan di usia > 5 tahun pada >40%
kasus. Pada beberapa kasus dapat terus terjadi hingga 15-20 tahun namun lebih ringan. Pada

pasien dengan remisi, tidak menutup kemungkinan untuk terjadi relaps ketika dewasa.6
Gambar 9. Tatalaksana dermatitis Atopik
Berikut adalah tabel yang dapat merangkum tatalaksana Dermatitis Atopik
BAB III
ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien


o Nama : An M
o Tanggal lahir : Jakarta, 23 maret 2013 (6 tahun)
o Alamat : Ragunan, Pasar Minggu
o Agama : Islam

3.2 Anamnesis
Bercak kemerahan yang gatal pada lipat dalam lutut tungkai kiri sejak 1 minggu
sebelum masuk puskemas

3.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Terdapat gatal pada lipat dalam lutut tungkai kiri sejak satu minggu sebelum masuk puskesmas.
Gatal dirasakan terus-menerus sepanjang hari sehingga sering ingin digaruk. Karena sering
digaruk, sebagian luka tampak kehitaman dan bersisik dan terdapat cairan yang mongering.

Awalnya bercak kecil lama kelamaan membesar. Pasien tidak bersin-bersin di pagi hari, asma,
alergi makanan dan riwayat pipi merah saat menyusui Terdapat riwayat keuarga yaitu ibu
pasien sering bersin di pagi hari dan menderita asma dan ayah pasien alergi seafood. Pasien
tidak pernah memelihara kucing, anjing, atau hewan peliharaan lainnya. Ibu pasien mengaku
anaknya lebih sering menggaruk jika berkeringat. Pasien sudah pernah mengalami masalah
kulit ini sebelumnya sekitar 2 tahun lalu dan hilang timbul.

Pasien tidak ada riwayat ganti sabun atau salep sebelumnya. Pasien juga jarang menggunakan
celana pendek selutut, pasien tidak ada riwayat digigit serangga atau terkena carian tubuh
serangga. Ibu mengaku memandikan pasien rutin dan rutin membersihkan rumah. Pasien
dimandikan dengan air hangat. Pasien juga memiliki kulit kering, pasien tidak tampak memiliki
kulit bersisik. Pasien tidak ada riwayat alergi makanan.

3.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien sering bersin di pagi hari dan ada riwayat asma, ayah pasien memiliki riwayat
alergi seafood
3.5 Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Gizi : Baik ( BB 20 kg/ 115 cm )
Jantung Paru : tidak diperiksa
Abdomen : tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral Hangat, tidak ada edema, CRT <2 detik
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Lain-lain : Tidak ada allergic shiner, kemerahan di wajah, telapak tangan dan
kaki, palmar hiperlinearity, dennie-morgan infraorbital fold, anterior neck fold ataupun
keratosis pillaris

Status Dermatologis

Pada daerah lipat dalam tungkai kiri terdapat


plak eritematosa dengan ukuran lentikuler
hingga plakat bertbatas tegas sebagian difus,
sebagian terdapat hiperpigmentasi, diatasnya
terdapat krusta merah kehitaman disertai
skuama halus, kering putih.
3.6 Pemeriksaan penunjang
-
3.7 Resume
An M , perempuan usia 6 tahun datang dengan keluhan Terdapat gatal pada lipat dalam lutut
tungkai kiri sejak satu minggu sebelum masuk puskesmas. Gatal dirasakan terus-menerus
sepanjang hari sehingga sering ingin digaruk. Karena sering digaruk, sehingga terdapat
hiperpigmentasi skuama dan krusta. Sebelumnya pernah mengalami hal serupa. Awalnya
bercak kecil lama kelamaan membesar. Terdapat riwayat keluarga (+) kulit kering +(). Ibu
pasien mengaku anaknya lebih sering menggaruk jika berkeringat. Keluhan sudah berulang 2
tahun. Ibu mengaku memandikan pasien rutin dan rutin membersihkan rumah. Pasien
dimandikan dengan air hangat. Pasien juga memiliki kulit kering, Pada daerah lipat dalam
tungkai kiri terdapat plak eritematosa dengan ukuran lentikuler hingga plakat bertbatas tegas
sebagian difus, sebagian terdapat hiperpigmentasi, diatasnya terdapat krusta merah kehitaman
disertai skuama halus, kering putih.

3.8 Diagnosis Kerja


Dermatitis Atopi
3.9 Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak
3.10 Tatalaksana

Non medikamentosa

 Rawat jalan evaluasi 1 minggu

 Edukasi dan konseling penjelasan penyakit (deskripsi, penyebab, mekanisme, faktor

keturunan, rekurensi)menemukan allergen penyebab

 Hindari alergen debu: bersihkan kasur sofa

 Segera lap apabila keringat

 Mandi dengan air dingin + sabun oilum


 Kompress kassa dengan air dingin 3 kali sehari 10 menit setiap kali

Medikamentosa

 setirizin sirup 1 x 5 ml

 Krim hidrokortison 2 x sehari setelah mandi

 Sabun oilum pro mandi

 Krim pelembab 2x sehari setelah mandi

3.11 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Sanationam : Dubia Ad Malam
PEMBAHASAN

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada anak M, didapatkan diagnosis kerja Dermatitis
Atopik. Pada pasien ini usia anak merupakan faktor predisposisi dari penyakit dermatitis
atopic. Usia anak adalah 6 tahun dan memiliki kesesuaian lesi yaitu terletak pada fleksor-
fleksor ekstrimitas. Berdasarkan kriteria hanifin Rajka dan Kriteria William sudah terpenuhi
untuk didiagnosis dermatitis atopi

Kriteria Wiliam:

Kulit gatal dengan

1. Riwayat perubahan kulit/ kering di fosa kubiti, fosa poplitea, anterior dorsum pedis
2. Riwayar kulit kering sepanjang akhir tahun
3. Dermatitis fleksura

Kriteria Hanifin Rajka

Kriteria Mayor ; Dermatitis fleksura, riwayat kulit kering dan adanya ruam gatal
Kriteria Minor; Gatal saat berkeringat, kulit kering, onset dini

Pada pemeriksaan fisik didapatkan ; Pada daerah lipat dalam tungkai kiri terdapat plak
eritematosa dengan ukuran lentikuler hingga plakat bertbatas tegas sebagian difus, sebagian
terdapat hiperpigmentasi, diatasnya terdapat krusta merah kehitaman disertai skuama halus,
kering putih. Pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosis dengan dermatitis Atopik.

Adanya faktor genetic yaitu ibu sering bersin dan asma serta ayah alergi seafood sangat
mendukung faktor risiko terjadinya dermatitis atopic pada anak. Hal ini terutama berhubungan
dengan adanya mutasi pada protein pembentuk barrier epidermis seperti filaggrin. Adanya
ketidakseimbangan protease dan protease inhibitor akan mengakibatkan meningkatnya
produksi dan ekspresi enzim tryptic pada stratum korneum yang berkontribusi pada inflamasi
pada dermatitis atopic.

Diagnosis banding sudah tersingkirkan karena tidak ada riwayat penggunaan celana pendek
atau penggunaan perubahan bahan bahan yang dioleskan ke kulit anak.
Untuk pemeriksaan lanjutan, diperlukan pemeriksaan skin prict supaya bisa lebih memastikan
allergen apa saja yang bisa menjadi pencetus.
Penatalaksanaan pasien dinilai sudah tepat yaitu medika mentosa dan non medikamentosa.
BAB V
KESIMPULAN

An M , perempuan usia 6 tahun datang dengan keluhan Terdapat gatal pada lipat dalam lutut
tungkai kiri sejak satu minggu sebelum masuk puskesmas. Gatal dirasakan terus-menerus
sepanjang hari sehingga sering ingin digaruk. Karena sering digaruk, sehingga terdapat
hiperpigmentasi skuama dan krusta. Sebelumnya pernah mengalami hal serupa. Awalnya
bercak kecil lama kelamaan membesar. Terdapat riwayat keluarga (+) kulit kering +(). Ibu
pasien mengaku anaknya lebih sering menggaruk jika berkeringat. Keluhan sudah berulang 2
tahun. Ibu mengaku memandikan pasien rutin dan rutin membersihkan rumah. Pasien
dimandikan dengan air hangat. Pasien juga memiliki kulit kering, Pada daerah lipat dalam
tungkai kiri terdapat plak eritematosa dengan ukuran lentikuler hingga plakat bertbatas tegas
sebagian difus, sebagian terdapat hiperpigmentasi, diatasnya terdapat krusta merah kehitaman
disertai skuama halus, kering putih. Terapi yang diberikan adalah medikamentosa dan non
medikamentosa. Prognosis advitam bonam, ad functionam bonam dan ad sanationam dubia ad
malam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boediardja SA. Dermatitis atopik. Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Menaldi
SLS, Bramono K, Indriatmi W, editor. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. hal. 167-82.
2. Asher MI, Montefort S, Bjorksten B, Lai CK, Strachan DP, Weiland SK, Williams H:
Worldwide time trends in the prevalence of symptoms of asthma, allergic
rhinoconjunctivitis, and eczema in childhood: ISAAC Phases One and Three repeat
multicountry cross-sectional surveys. Lancet 2006;368:733-743.
3. Barnetson RS, Rogers M: Childhood atopic eczema. BMJ 2002;324:1376-1379.
4. Dharmage SC, Lowe AJ, Matheson MC, Burgess JA, Allen KJ, Abramson MJ: Atopic
dermatitis and the atopic march revisited. Allergy 2014;69:17-27.
5. Spergel JM: From atopic dermatitis to asthma: the atopic march. Ann Allergy Asthma
Immunol 2010;105:99-106.
6. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor
Fitzpatrick’s: dermatology in general medicine.. Edisi ke-7. US: McGraw-Hill; 2008.
7. James WD, Elston DM, Berger TG. Andrew’s diseases of the skin: clinical
dermatology. 12 th ed. United States of America: Elsevier, Inc; 2011.
8. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical
dermatology. 7th ed. United States of America: McGraw-Hill; 2013.

Anda mungkin juga menyukai