SKENARIO 2
“Gatal Selalu”
Danny Yovita Maharani 1418011047
Rafif Muhaimin 1758011006
Rahmat Febriawan 1718011088
Arinda Rifana 1718011057
Ardila Putri Maharani 1718011132
Khairunissa Athira Nauli 1758011046
Rofi’atunnisa 1718011162
Sella Kintania Sari 1718011131
Ni Made Ida Damma 1718011069
Ivytha 1718011065
Amanda Dewi Rosita 1718011095
“Gatal Selalu”
Seorang anak laki-laki 9 tahun berobat ke poli kulit RS
Unila dengan keluhan timbul bercak gatal pada lipat siku
dan tangan kaki. Gatal tidak tentu waktu. Keluhan
disertai luka yang dirasakan sejak tiga minggu terakhir.
Keluhan serupa pernah dialami dan berulang sejak dua
tahun lalu. Ibu pasien sering bersin-bersin bila terkena
debu.
Pada pemeriksaan status lokalis fossa cubiti dan
poplitea bilateral ditemukan lesi plak eritematosa
multipel. Kulit tampak xerotic. Pada palmar ditemukan
hiperlinear bilateral. Uji dermatologi manual ditemukan
whitedermografisme positif.
Dokter lalu melakukan penatalaksanaan holistik
dan komprehensif termasuk edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien.
STEP 1 ISTILAH ASING
1. Xerotic : kulit kering.
2. Palmar hiperlinear bilateral : Garis tangan yang terlihat
pada kedua tangan .
3. Whitedermografisme : Pemeriksaan penunjang dengan
cara digoreskan pada benda yang sedikit tajam.
Kemerahan dan gatal. Tanda minor dari dermatitis atopik
.
4. Likenifikasi : Penebalan pada kulit dan garis kulit terlihat
jelas akibat garukan/gosokan.
5. Eritematosa multipel : Penindihan kulit dan bentuknya
bermacam-macam. Warnanya merah.
6. Erosi : Kerusakan kulit hingga stratum spinosum hingga
keluar cairan serosa.
7. Holistik dan komprehensif : Penanganan yg
berskeinambungan secara keseluruhan
STEP 2 : RUMUSAN MASALAH
2. Dermatitis Numularis
3. Dermatitis Kontak
4. Psoriasis
2. Apakah terdapat hubungan riwayat alergi debu
pada ibu dengan penyakit yang dialami oleh anak
tersebut? Jika ada apa hubungannya?
Paparan terhadap alergen seperti serbuk sari, jamur, tungau, dan
bulu binatang berhubungan dalam perjalanan penyakit pada
beberapa kasus DA. Alergen mengakibatkan rasa gatal dan lesi
atopik setelah individu tersebut tersensitisasi secara inhalasi
bronkial. Perbaikan klinis dapat terjadi bila individu tersebut
tidak terkena atau berada pada lingkungan yang kurang alergen.
Kadar IgE meningkat pada individu yang sering tersensitisasi
dengan tungau, serbuk sari, dan bulu binatang, serta
berhubungan erat dengan tingkat keparahan penyakit. Pada
peyakit atopi, pengaruh genetik sangat kuat. Ada peran
kromosom 5q31-33, kromosim 3q21, serta kromosom 1q21 dan
17q25. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada
umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti sama
dan rhinitis. Jadi, saat terjadi atopi pada ibu penderita
kemungkinan untuk menurunkan penyakit atopi pada anak juga
sangat besar.
Faktor genetik
Ada alergen ditangkap oleh sel T alergen
menempel di CD4+CD4+ aktivasi Th2 Th2
distimulasi kromosom 5q3133 Th2 sebagai
pengatur imunitas humoral dan produksi antibodi (Ig
E) Ig E menempel pada sel mast alergen yang
sama tersensitasi lagi ditangkap sel mast yang ada
Ig E aktif karena ada ikatan ulang Ig E dgn alergen
sel mast aktif mengeluarkan mediator inflamasi
3. Kenapa penderita mengalami kulit
yang xerotic?
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan bukan untuk diagnostik
melainkan hanya dilakukan apabila terdapat keraguan. Hasil yang
dapat ditemukan pada dermatitis atopik, misalnya kenaikkan
kadar IgE dalam serum, jumlah eosinofil dalam darah
relatif meningkat
Whitedemografisme
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon
yaitu:
Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik
Sistemik
Digunakan untuk mengatasi gatal, alergi dan inflamasi. Bisa
digunakan kortikosteroid dan antihistamin
Topikal
Kortikosteroid : pemberian kortikosteroid harus
memperhatikan lokasi lesi, luas area, dan potensi
kortikosteroid.
Pemberian pada anak dengan gejala ringan dapat
menggunakan KS gol.7 contohnya hidrokortison 1-2,5%, gejala
sedang dapat menggunakan KS gol.6 contohnya: desonide,
gejala berat dapat menggunakan gol.5 contohya: mometason
furoat.
Pelembab
Untuk mengatasi kulit kering digunakan 2x setelah mandi,
contohnya: gliserin dan propilen glikol
8. Pencegahan dan edukasi
patofisiologi
Pemeriksaan
fisik dan patogenesis
penunjang
Dermatitis
Atopik
komplikasi etiologi
Diagnsis
tatalaksana
banding
STEP 5 : LEARNING OBJECTIVES
A. Patogenesis DKA
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) termasuk reaksi tipe IV yang
merupakan hipersensitivitas tipe lambat. Patogenesisnya
melalui 2 fase yaitu induksi (fase sensitisasi) dan fase elisitasi.
Fase induksi (fase sensitisasi) : terjadi saat kontak pertama
alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi
respons, yang memerlukan 2-3 minggu.
Fase elisitasi terjadi saat pajanan ulang dengan alergen yang
sama sampai timbul gejala klinis. Pada fase elisitasi, terjadi
kontak ulang dengan hapten yang sama. Sel efektor yang telah
tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu menarik
berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.
B. Patogenesis DKI
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi dan fisis. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, terjadi denaturasi keratin, menyingkirkan lemak
lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid
membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran
sel dan merusak lisososm, mitokondria atau komponen inti.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakhidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating faktor =
PAF, dan Inositida (IP3). Keratinosit juga membuat molekul
permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-I (ICAM-I). Pada kontak
dengan iritan , keratinosit juga melepaskan TNF alfa yang merupakan
suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktivasi sel-T, makrofag
dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan
sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala
peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit
berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritan kuat.
Gejala klinis berupa kelaian kulit yang terjadi beragam,
tergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain
itu juga karena faktor individu misalnya ras, usia, lokasi
atopi, penyakit kulit lainnya. Faktor llingkungan misanya
suhu, kelembapan udara dan oklusi juga mempengaruhi
terjadinya dermatitis kontak iritan
Perbedaan Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
dan Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis Kontak Iritan :
- Penyebab : iritan primer
- Permulaan : pada kontak pertama
- Penderita : semua orang bisa terkena
- Lesi : batas lebih jelas, eritema jelas, monomorf
- Uji tempel : sesudah di tempel 24 jam, bila iritan diangkat,
reaksi akan berhenti.
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) :
- Penyebab : alergen kontak S. sensitizer
- Permulaan : pada kontak ulang
- Penderita : hanya orang yang alergi
- Lesi : batas tidak begitu jelas, eritema tidak ada, polimorf
- Uji tempel : Bila sudah 24 jam, bahan alergen diangkat, reaksi
menetap,meluas dan akhirnya akan berhenti juga.
C. Gejala Klinis Neurodermatitis Sirkumskripta
Gatal yang berat dan terus menerus. Menggosok dan
menggaruk mungkin disengaja dengan tujuan menggantikan
sensasi gatal dan nyeri, atau dapat secara tidak sengaja yang
terjadi pada waktu tidur. Keparahan gatal dapat diperburuk
dengan berkeringat, suhu atau iritasi dari pakaian
D. Gejala Klinis Exanthema Drug Eruption
Sering disebut juga dengan Erupsi Makulopapular atau Erupsi
Morbiliformis. Merupakan bentuk EOA (Erupsi Obat Alergik)
paling sering ditemukan, timbul dalam 2-3 minggu setelah
konsumsi obat.
Biasanya lesi eritematosa dimulai dari batang tubuh kemudian
menyebar ke perifer secara simetris dan generalisata, dan
hampir selalu disertai pruritus.
E. Urtikaria dan Angioedema
Salah satu gejala yang paling umum ketika seseorang terkena
urtikaria adalah kulit yang terkena urtikaria terasa gatal
Secara klinis tampak lesi urtika(eritema dan edema setempat yang
berbatas tegas) dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kadang-
kadang bagian tengah lesi tampak lebih pucat. Bila terlihat urtika
dengan bentuk papular, patut dicurigai adanya gigitan serangga
atau sinar UV sebagai penyebab.
Rasa gatal umumnya tidak terdapat pada angiodedema, namun
terdapat rasa terbakar. Angioedema sering dijumpai di kelopak
mata dan bibir. Bila terjadi di mukosa saluran napas dapat terjadi
sesak napas, suara serak dan rinitis. Angioedema di saluran cerna
bermanifestasi sebagai rasa mual, muntah, kolik abdomen, dan
diare.
F. Psoriasis
Gambaran klinis berupa plak eritematosa diliputi skuama
putih disertai titik-titik perdarahan bila skuama dilepas,
berukuran dari seujung jarum sampai dengan plakat
menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris.
Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa dan
sendi tapi tidak menganggu rambut. Penampilan berupa
infiltrat eritematos, eritema yang muncul bervariasi dari
yg sangat cerah(hot) biasanya diikuti gatal sampai merah
pucat(cold).
2. Resep dermatitis atopic sesuai lokasi
dan klasifikasi obat kortikosteroid +
antihistamin
A. Klasifikasi obat kortikosteroid (berdasarkan
potensi)
B. Klasifikasi Anti Histamin
Antihistamin (AH) dapat dibedakan berdasarkan reseptornya
dalam tubuh yaitu Antihistamin tipe 1 (AH 1), tipe 2 (AH 2),
tipe 3 (AH 3), dan tipe 4 (AH 4). Namun hingga saat ini yang
berkembang masih Antihistamin tipe 1 (AH 1) dan Antihistamin
tipe 2 (AH 2). Antihistamin tipe 2 (AH 2) umumnya digunakan
sebagai terapi gangguan gastrointestinal, sementara untuk
kelainan kulit umumnya digunakan Antihistamin tipe 1 (AH 1).
AH1 dibedakan berdasarkan penemuannya dalam 2 kelompok
atas dasar kerjanya terhadap SSP menjadi generasi I dan II.
AH1 generasi 1 lebih memiliki kemampuan sedativa daripada
AH 1 generasi 2, karena sifat AH generasi 1 yang lebih lipid
soluable, sehingga mudah masuk ke CNS dan memblokade
reseptor otonom,sementara AH1 generasi 2 kurang lipid
soluable sehingga sulit menembus CNS.
1. Antihistamin tipe H-1
o a. AH-1 generasi I (klasik/sedatif)
• Alkilamin (propilamin) : bromfeniramin maleat,
klorfeniramin maleat dan tanat
• Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin
maleat, difenhidramin sitrat
• Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin
maleat
• Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin
• Piperidin : azatadin maleat, siproheptadin
hidroklorida
• Piperazin : hidroksizin hidroklorida dan pamoat
(fitzpatrick)
b. “Low sedating” atau antihistamin AH 1 generasi II
dan III
o AH 1 generasi II : ·Akrivastin,
Astemizole, Cetirizin , Loratadin,
Mizolastin, Terfenadin, Ebastin
o AH-1 generasi III : · Levocetirizin,
Desloratadin, Fexofenadin
2. Resep Dermatitis Atopik sesuai lokasi