Kelas : A-04
NIM : 1707101010083
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) adalah salah satu penyakit kulit inflamasi yang bersifat
kronis dan sering relaps. Umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak serta dapat
1
bertahan sampai usia dewasa. Penyakit ini ditandai dengan kulit kering dan gatal
kronis. Anak dengan DA, terutama mereka dengan kondisi parah, memiliki peningkatan
risiko untuk terkena insomnia, depresi, kecemasan dan masalah mental lainnya. Hal
tersebut dapat menurunkan kualitas hidup pasien DA dan orangtua pasien.2
Awalnya dianggap sebagai penyakit anak usia dini, dengan perkiraan prevalensi
15% – 25% pada anak. Bukti yang lebih baru menunjukkan bahwa DA juga lazim
terjadi pada orang dewasa dengan prevalensi 1% - 10%. Meskipun DA dapat mengenai
usia berapa pun, puncak insiden terjadi pada masa kanak-kanak. Sekitar 45% dari semua
kasus dimulai ketika enam bulan pertama kehidupan, 60% selama tahun pertama, dan
80% – 90% sebelum tahun kelima kehidupan.4
Studi kohort berskala besar oleh Grulee dkk melaporkan peningkatan risiko
dermatitis atopik tujuh kali lebih besar pada bayi yang mendapat susu formula
dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif.7 Hal ini disebabkan karena
ASI juga berperan dalam pembentukan kekebalan tubuh dan pencegahan penyakit
alergi. Imunoglobulin A sekretorik (sIgA) yang terdapat pada ASI akan berada di
mukosa saluran cerna dan mencegah melekatnya alergen / patogen lainnya di dinding
saluran cerna.8 Sejak itu, banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan
hipotesis ini, tetapi hasilnya masih kontroversi.
1. Mengetahui angka kejadian dermatitis atopik pada anak yang diberi ASI
eksklusif di RSUDZA Banda Aceh.
2. Menganalisis angka kejadian dermatitis atopik pada anak yang diberi ASI non
eksklusif di RSUDZA Banda Aceh.
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Dermatitis Atopik
2.1.1. Definisi Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronis dan
sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama mengenai bayi dan anak-anak dapat
pula terjadi pada orang dewasa. Penyakit ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar
IgE dalam serum serta adanya riwayat rinitis alergika dan asma pada keluarga maupun
penderita. Inflamasi kulit pada dermatitis atopik merupakan hasil interaksi yang
komplek antara kerentanan genetik yang menjadi kulit menjadi rusak, kerusakan sistem
imun bawaan, dan kekebalan tinggi terhadap alergen (imunologi) dan anti mikroba. 7
2.1.2. Epidemiologi
Faktor endogen yang berperan, meliputi disfungsi sawar kulit, riwayat atopi, dan
hipersensitivitas akibat peningkatan kadar IgE total dan spesifik. Faktor eksogen pada
dermatitis atopik, antara lain adalah bahan iritan, allergen dan hygiene lingkungan.
Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen
cenderung menjadi faktor pencetus.2
1. Faktor Endogen
Penderita dermatitis atopik rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut disebabkan
kelainan struktur epidermis formasi protein (filaggrin) dan hilangnya ceramide di kulit
sebagai molekul utama sebagai pengikat air di ruang ekstraseluler stratum korneum,
dianggap sebagai kelainan fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi sawar kulit menyebabkan
peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali normal, sehingga kulit akan kering dan
menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri
dan virus.
b. Riwayat atopi
Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu “atopos” yang berarti “out of
place” atau “di luar dari tempatnya”, dan ditujukan pada penderita dengan penyakit
yang diperantarai oleh IgE. Penyakit yang berkaitan dengan atopi diturunkan secara
genetik dan dipengaruhi faktor lingkungan dan riwayat keluarga dijadikan sebagai
prediktor terbaik yang dihubungkan dengan penyakit yang berkaitan dengan atopi yang
akan timbul di kemudian hari. Hubungan antara kelainan atopi orang tua dan anaknya
bervariasi mengikut jenis kelainan atopi yang diderita orang tuanya. Anak yang lahir
dari keluarga dengan riwayat atopi pada kedua orang tuanya mempunyai risiko hingga
50% sampai 80% untuk mendapat kelainan atopi dibanding dengan anak tanpa riwayat
atopi keluarga (risiko hanya sebesar 20%). Risiko akan menjadi lebih tinggi jika
kelainan alergi diderita oleh ibu dibanding ayah
c. Hipersensitivitas
2. Faktor Eksogen
1. Iritan
Kulit penderita dermatitis atopik ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan,
antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok
untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol.
2. Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan dermatitis atopik
misalnya;
1) Hewan peliharaan
Paparan dini terhadapa hewan peliharan (berbulu) disarankan untuk di
hindari karena Copenhagen Prospective Studies on Asthma in Child-hood
(COPSAC) melaporkan bahwa interasi yang siknifikan antara filaggrin dan
hewan dirumah dapat meningkatkan onset dermatitis atopik secara cepat.
2) Mikroorganisme
Apabila pasien dermatitis atopik tinggal ditempat dengan higeinitas yang
kurang maka akan dengan mudah kulit yang mengalami disfungsi sawar
kulit terkena infeksi oleh patogen, S. aerus, yang akan mensekresi toksin
yang disebut superantigen untuk mengaktifkan sel T dan makrofag yang
akan mengakibatkan inflamasi. Selain itu ditemukan pula kulit pasien
dermatitis atopik mengalami defisiensi peptida antimikroba untuk melawan
patogen karena mutasi gen.
c. Alergen
Penderita dermatitis atopik mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa
alergen, antara lain:
tungau debu rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan disfungsi sawar
kulit dengan meningkatnya kadar IgE RAST (IgE spesifik).
2) Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurang dari 1 tahun
karena sawar usus belum bekerja sempurna.
Gejala dermatitis atopik dapat bervariasi pada setiap orang. Gejala yang paling umum
adalah kulit tampak kering dan gatal. Gatal merupakan gejala yang paling penting pada
dermatitis atopik. Garukan atau gosokan sebagai reaksi terhadap rasa gatal
menyebabkan iritasi pada kulit, menambah peradangan, dan juga akan meningkatkan
rasa gatal. Gatal merupakan masalah utama selama tidur, pada waktu kontrol kesadaran
terhadap garukan menjadi hilang.Insiden tertinggi dermatitis atopik ditemukan dalam 2
tahun pertama kehidupan meskipun penyakit dapat mulai hampir pada usia berapa pun.
Pada balita bagian yang sering terkena adalah batang tubuh, pipi dan ekstremitas atas.
Pasien dermatitis atopik dalam praktek klinis mengeluhkan menggosok lesi yang gatal
terus-menerus, kulit menjadi menebal dan mengembangkan penampilan kasar.
Karakteristik wajah pasien dermatitis atopik kronis adalah keriput kecil di bawah kedua
mata dan hilangnya lapisan ketiga alis luar karena menggosok.
2.1.5. Diagnosis
Adapun penggunaan kriteria diagnostik yang baik penting dalam diagnosis dermatitis
atopik, terutama untuk pasien yang termasuk dalam tipe fenoti dan diagnosis ini
dikembangkan oleh Hanifin dan Rajka yang secara luas diterima.
1. a) Kriteria mayor
1) Rasagatal
2) Gambaran dan penyebaran kelainan kulit yang khas (bayi dan anak di muka
dan lengan)
2. b) Kriteria minor:
1. Hiperpigmentasi daerah periorbita
2. Tanda Dennie-Morgan
3. Keratokonus
4. Konjungtivitis rekuren
5. Katarak subkapsuler anterior
6. Cheilitis pada bibir
7. White dermatographisme
8. Pitiriasis Alba
9. Fissura pre aurikular
10. Dermatitis di lipatan leher anterior
11. Facial pallor
12. Hiperliniar palmaris
13. Keratosis palmaris
14. Papul perifokular hiperkeratosis
15. Xerotic
16. Iktiosis pada kaki
17. Eczema of the nipple
18. Gatal bila berkeringat
19. Awitan dini
20. Peningkatan Ig E serum
21. Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)
22. Kemudahan mendapat infeki
23. Stafilokokus dan Herpes Simpleks
24. Intoleransi makanan tertentu
25. Intoleransi beberapa jenis bulu binatang
26. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi
27. Tanda Hertoghe ( kerontokan pada alis bagian lateral)
Penderita dermatitis atopik rentan terhadap bahan iritan yang memicu dan memperberat
kondisi seperti sabun, deterjen, bahan kimiawi, rokok, pakaian kasar, suhu yang ekstrem
dan lembab.Pemakaian sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak
dan dengan PH netral. Hindari sabun atau pembersih kulityang mengandung antiseptik
atau antibakteri yang digunakanrutin karena mempermudah resistensi, kecuali bila ada
infeksi sekunder. Pakaian baru hendaknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai
dengan deterjen untuk menghindari formaldehid atau bahan kimia. Usahakan tidak
memakai pakaian yang bersifat iritan seperti wol atau sintetikyang menyebabkan gatal,
lebih baik menggunakan katun. Pemakaian tabir surya juga perlu untuk mencegah
paparan sinar matahari yang berlebihan.
Alergen yang telah terbukti sebagai pemicu kekambuhan harus dihindari, seperti
makanan (susu, kacang, telur, ikan laut, kerang laut dan gandum), debu rumah, bulu
binatang, serbuk sari, tanaman dan sebagainya.
3. Pengobatan Topikal
1) Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)
Pelembab dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pelembab humektan, oklusif , dan
emolien. Pelembab humektan merupakan bahan aktif dalam komestik yang ditujukan
untuk meningkatkan kandungan air pada epidermis. Bahan-bahan yang termasuk ke
dalam humektan terutama bahan-bahan yang bersifat higroskopis yang dapat digunakan
secara khusus untuk tujuan melembabkan kulit, contoh humektan adalah gliserin.
Pelembab oklusif adalah bahan aktif kosmetik yang menghambat terjadinya penguapan
air dari permukaan kulit. Dengan menghambat terjadinya penguapan air pada
permukaan kulit, bahan-bahan oklusif dapat meningkatkan kandungan air dalam kulit.
Contoh oklusif adalah petrolatum.Pelembab yang digunakan bisa berbentuk cairan, krim
atau salep.Misalnya krim hidrofilik urea 10%, dapat pula ditambahkan hidrokortison
1% didalamnya.Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya
jangan lebih dari 5% karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif.
2) Kortikosteroid topikal
4. Pengobatan sistemik
1) Pemberian antihistamin
Antihistamin digunakan sebagai antipruritus yang cukup memuaskan, membantu
untuk mengurangi rasa gatal yang hebat terutama pada malam hari. Karena dapat
mengganggu tidur, antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif,
misalnya hidroksisin, difenhidramin dan sinequan. cetrizine dan fexofenadine telah diuji
keberhasilannya untuk mengatasi rasa gatal pada penderita dermatitis atopik anak-anak
dan dewasa. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang
mempunyai antidepresan dan memblokade reseptor histamine H1 dan H2, dengan dosis
10-75mg secara oral malam hari pada dewasa.
2) Pemberian antibiotik
Pada penderita dermatitis atopik lebih dari 90% ditemukan peningkatan koloni
Staphylococcus aureus.Untuk yang belum resisten dapat diberikan eritromisin,
asitromisin atau klaritomisin, sedang untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin,
oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin. Apabila dicurigai terinfeksi oleh virus
herpes simpleks, kortikosteroid dihentikan sementara dan diberikan oral asiklovir.
Meskipun kombinasi kortikosteroid topikal dan antibiotik digunakan dalam terapi
dermatitis atopik, tetapi tidak ada bukti yang baik bahwa kombinasi keduanya memiliki
manfaat yang lebih dibandingkan pemakaiankortikosteroid topikal saja.
3) Kortikosteroid Sistemik
4) Siklosporin
Dermatitis atopik yang sulit digunakan dengan pengobatan konvesional dapat
diberikan siklosporin jangka pendek. Siklosporin oral sebagai terapi sistemik dermatitis
atopik tersedia dalam bentuk kapsul gelatin 25 atau 100 mg, durasi terapi singkat,
namun penggunaan lebih dari setahun tidak dianjurkan. Relaps dan rekurensi sering
terjadi setelah penghentian terapi siklosporin.
2. 2 ASI Eksklusif
2.2.1 Definisi
ASI eksklusif adalah pemberian ASI segera setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal
dan tanpa makanan tambahan lain pada bayi umur 0-6 bulan. Selama usia 0-6 bulan,
bayi mendapatkan nutrisi dari ibu melalui ASI.
Definisi pemberian ASI atau menyusui menurut WHO adalah sebagai berikut:
ASI merupakan pilihan asupan gizi terbaik bagi bayi karena ASI mengandung
lebih dari 100 macam zat gizi dan antibodi seperti AA, DHA, taurin, spingomyelin yang
tidak terdapat dalam susu sapi. Taurin adalah jenis asam amino kedua terbanyak dalam
ASI yang berfungsi sebagai neurotransmiter dan berperan penting dalam proses
pematangan sel otak bayi. Defisiensi taurin dapat menyebabkan gangguan pada retina
mata. AA dan DHA adalah asam lemak tak jenuh berantai panjang yang diperlukan
untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. AA dan DHA dalam ASI dapat dibentuk
oleh substansi omega 3 (asam linolenat) dan omega 6 (asam linoleat).
Salah satu kandungan ASI yang sangat fenomenal adalah kolostrum. Berdasarkan
penelitian, paling tidak ada 4 manfaat kolostrum pada ASI yang berguna bagi bayi
antara lain:
1. Mengandung zat kekebalan tubuh terutama IgA untuk melindungi bayi dari
penyakit infeksi dan alergi.
2. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi, tergantung isapan pada hari-hari
pertama kelahiran. Walaupun sedikit, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan
gizi bayi.
3. Mengandung protein dan vitamin A yang tinggi, serta mengandung lemak dan
karbohidrat yang rendah sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-
hari pertama kelahiran.
4. Membantu mengeluarkan mekonium, yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna
hitam kehijauan.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa meningkatnya angka kesakitan dan kematian bayi
di Singapura disebabkan oleh meningkatnya pemberian susu botol pada bayi sebagai
pengganti ASI karena menunrunnya jumlah ibu yang menyusui anaknya. Begitupun di
Indonesia meningkatnya angka kesakitan dan kematian bayi akibat ketidaktahuan ibu
tentang pentingnya pemberian ASI pada bayi.
Untuk itu ASI perlu diberikan agar anak mendapat perlindungan. Efek protektif
terhadap anak meningkat dengan semakin sering ibu menyusui. Manfaat ASI antara
lain:
Anak Atopi
Allergic march
= Tidak diteliti
2. 4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah “Terdapat perbedaan antara pemberian ASI eksklusif dan ASI non eksklusif
terhadap angka kejadian dermatitis atopik pada anak di RSUDZA Banda Aceh”.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Kriteria Inklusi:
1. Anak usia 0-2 tahun
2. Anak didiagnosis dermatitis atopik oleh dokter ahli anak
3. Anak pernah mendapatkan ASI
4. Orang tua bersedia menjadi
responden
Kriteria Eksklusi:
1. Orang tua yang tidak mengembalikan formulir informed consent
2. Anak mengkonsumsi obat antibiotik saat satu tahun pertama
kehidupan
3. Usia Anak
Usia anak di dalam penelitian ini adalah 0-2 tahun. Batas minimal usia 0-2
tahun dipilih karena disesuaikan dengan lama waktu pemberian ASI pada
umumnya.
Tabel 3.1 Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur Variabel
Variabel Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Variabel Independen
ASI eksklusif dan Kuesioner Wawancar ASI eksklusif Nomina
ASI non eksklusif a atau ASI non l
terpimpin eksklusif
Variabel Dependen
Dermatitis Rekam medik Diagnosis Dermatitis Ordinal
Atopik dan/atau buku dokter ahli Atopik
registrasi anak serta
poliklinik serta wawancar
kriteria a
Haniffin dan terpimpin
Radjka
Keterangan:
P = Persentase
f1 = Frekuensi teramati
n = Jumlah seluruh sampel
Populasi
Sampel
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA
3. Silverberg JI. Public Health Burden and Epidemiology of Atopic Dermatitis. Dermatol
Clin [Internet]. 2017;35(3):283–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.det.2017.02.002
4. Lee BW, Detzel PR. Treatment of childhood atopic dermatitis and economic burden of
illness in Asia Pacific Countries. Ann Nutr Metab. 2015;66:18–24.
5. Page SS, Weston S, Loh R. Atopic dermatitis in children. Aust Fam Physician.
2016;45(5):293–6.