Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS UJI DARAH PERIFER


PADA DERMATITIS ATOPIK DI RSAD TK II PELAMONIA
MAKASSAR

ATIKA ROSNA NINGSIH

4520111070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BOSOWA

2022
PROPOSAL

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS UJI DARAH PERIFER


PADA DERMATITIS ATOPIK DI RSAD TK II PELAMONIA
MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh

Atika Rosna Ningsih


4520111070

Menyetujui
Tim Pembimbing

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

dr. Alwi Mappiasse, Sp.KK, Ph.D, FINSDV dr.Anisya Hariadi, M.kes


Tanggal: Tanggal

Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa

Ketua Program Studi, Dekan,

dr.Fatmawati Annisa, M.Biomed dr.Marhaen Hardjo,M.Biomed,Ph.D


Tanggal : Tanggal:
BAB I

PENDAHLUAN

A. Latar Belakang

Dermatitis atopik merupakan penyakit yang sering terjadi dan dapat


ditemukan di seluruh dunia. Prevalensi dermatitis atopik semakin meningkat,
terutama di negara-negara industri, dengan perkiraan prevalensi pada anak-
anak sekitar 15-20% serta 1-3% pada orang dewasa. Insiden dan prevalensi
dermatitis atopik sangat bervariasi prevalensi yang semakin meningkat ini
menyebabkan banyaknya penelitian tentang dermatitis atopik dari berbagai
aspek. 1

Insiden dermatitis atopik, juga disebut sebagai eksim atopik, telah


meningkat 2 hingga 3 kali lipat di negara-negara industri sejak tahun 1970-
an, dengan sekitar 15% hingga 20% anak-anak dan 1% hingga 3% orang
dewasa terkena di seluruh dunia. 4,5 Studi berbasis populasi di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa prevalensi sekitar 10,7% untuk anak-anak dan
7,2% untuk orang dewasa. 6,7 Onset penyakit biasanya muncul pada usia 5
tahun, dengan insiden tertinggi terjadi antara usia 3 dan 6 bulan, tetapi dapat
terjadi pada usia berapa pun. 5,8 Sekitar 60% pasien mengembangkan
penyakit pada tahun pertama kehidupan dan 90% dalam 5 tahun pertama
kehidupan. 20% anak-anak yang mengembangkan dermatitis atopik sebelum
usia 2 tahun akan memiliki gejala penyakit yang menetap; 17% akan memiliki
gejala intermiten pada usia 7 tahun. Hanya 16,8% orang dewasa dengan AD
yang mengalami onset setelah masa remaja. 9-11 M umumnya sembuh pada
saat seorang anak mencapai usia dewasa; namun, sekitar 10% hingga 30%
2
pasien akan terus mengalami gejala penyakit.

Prevalensi dermatitis atopik didapatkan meningkat setiap tahunnya di


Indonesia, rekapitulasi yang telah dilakukan oleh kelompok Studi Dermatologi
Anak (KSDAI) dari lima kota besar di Indonesia, didapatkan dari 10 besar
penyakit kulit anak dan dari sepuluh rumah sakit besar yang tersebar di
seluruh Indonesia, dermatitis atopik telah menempati peringkat pertama
sebesar 23,7% dan pada tahun 2010 kejadian dermatitis telah mencapai 36%
angka kejadian. 3

Resiko kejadian dermatitis atopik dapat meningkat oleh beberapa hal.


Etiologi dan patogenesis dermatitis atopik belum diketahui dan bersifat
multifaktorial. Beberapa faktor pencetus dermatitis atopik antara lain faktor
intrinsik seperti genetik, karakteristik kulit pasien atopik, kelainan imunologi,
stres, dan faktor ekstrinsik seperti bahan yang bersifat iritan, alergen,
makanan, mikroorganisme dan cuaca. Dermatitis atopik lebih sering dijumpai
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 1,3:1 dan
3
perempuan umumnya memiliki prognosis yang buruk.

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah, peneliti merumuskan


masalah sensitivitas dan spesifisitas uji darah perifer pada dermatitis atopik di
RSAD TK II Pelamonia Makassar.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada hubungan pada pemeriksaan Sensitivitas dan spesifitas
uji darah perifer pada dermatitis atopik?
2. Apakah

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pada pemeriksaan sensitivitas dan


spesifisitas uji darah perifer pada dermatitis atopik
2.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi institusi pendidikan kesehatan dan kedokteran


a. Sebagai bahan rujukan untuk civitas akademika di institusi
Pendidikan
b. Diharapkan hasil penelitian dapat memperkaya ilmu pengetahuan
dan dapat dijadikan salah satu bahan bacaan yang dapat
memperkaya ilmu pengetahuan dan diharapkan mampu mendorong
pengembangan penelitian sebelumnya.
2. Manfaat bagi petugas kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
informasi dan sebagai alat promosi kesehatan dalam edukasi kepada
masyarakat tentang uji darah perifer pada dermatitis atopik.

3. Manfaat bagi peneliti

Bagi penulis sendiri merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam


memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana pengembangan diri
melalui penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Definisi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang


kronis residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu
terutama diwajah pada bayi (fase infantil) dan bagian fleksural ekstermitas
(pada fase anak). Dermatitis atopik kerap terjadi pada bayi dan anak, sekitar
50% menghilang pada saat remaja, kadang dapat menetap, atau bahkan
baru mulai muncul saat dewasa. Istilah “Atopy” lebih diperkenalkan oleh Coca
dan Cookie pada tahun 1923, asal kata “atops” (out of place) yang berarti
berbeda, dan yang dimaksud adalah penyakit kulit yang tidak biasa, baik
4
lokasi kulit yang terkena, maupun perjalanan penyakitnya.

2. Epidemiologi

Dermatitis atopik merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia


yang diperkirakan 15-20% pada anak-anak dan 1-3% pada orang dewasa,
serta insiden telah meningkat 2-3 kali lipat selama dekade terakhir di negara-
negara industri percobaan. Beberapa data prevalensi dermatitis atopik yang
palling berharga berasal dari Study International Asma dan Alergy pada Anak
(ISAAC) merupakan yang terbesar hampir 2 juta anak di 100 negara dan
satu-satunya studi alergi yang telah mengambil pendekatan yang benar-
benar global . 5

Studi tersebut mengungkapkan bahwa lebih dari 20% anak-anak terkena


dermatitis atopik dibeberapa negara, tetapi untuk prevelensi di seluruh dunia
sangat bervariasi. Untuk kelompok usia 6-7 tahun data menunjukan nilai
prevelensi dermatitis atopik berkisar antara 0,9% di india hingga 22,5% di
Ekuador, dengan data baru menunjukan nilai yang tinggi di asia dan amerika
latin. Untuk kelompok usia 13-14 tahun, data menunjukan nilai prevelensi
5
mulai dari 0,2% di cina hingga 24,6% dikolombia.

Prevalensi dermatitis atopik pada anak di indonesia ditemukan sebanyak


23,67% terdapat 611 kasus baru penyakit kulit. Pada umumnya 50%
penderita mengalami dermatitis atopik pada tahun pertama kehidupan, yaitu
usia 0 bulan sampai 12 bulan dan terdapat 30% pada usia 1-5 tahun. Namun
terdapat juga penelitian yang mengatakan bahwa sekitar 45% kasus
dermatitis atopi muncul pada 6 bulan pertama kehidupan, dan 85% kasus
3
muncul sebelum usia 5 tahun.

3. Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Atopik

Penyakit Dermatitis atopik Sampai saat ini masih belum diketahui


penyebabnya begitu juga dengan patogenesisnya yang begitu rumit. Pada
beberapa kasus, dermatitis atopik merupakan masalah kulit yang
berlangsung lama dan memerlukan lebih dari satu pengobatan. Beberapa
penelitian menunjukan kemungkinan dermatitis atopik berhubungan dengan
interaksi antara penurunan fungsi sawar kulit, sistem imun, genetik, serta
6
faktor pemicu lainnya seperti faktor lingkungan gaya hidup.

1) Penurunan Fungsi Sawar Kulit

Kulit merupakan organ terluar yang melindungi tubuh dari lingkungan


sekitarnya dan membantu tubuh berinteraksi dengan lingkungan. Fungsi kulit
antara lain mencegah keluarnya cairan berlebihan dari dalam tubuh dan
menahan substansi yang merugikan masuk ke dalam tubuh, hal ini terutama
6
dilakukan oleh lapisan epidermis paling luar, yaitu stratum korneum.

2) Imunopatogenesis dermatitis atopik

Umumnya pasien dermatitis atopik memiliki peningkatan jumlah eosinofil dan


kadar serum Immunoglobulin E (IgE). Hal ini berhubungan dengan
mekanisme imunologi dan seluler yang berperan penting dalam patogenesis
dermatitis atopik. Kelainan imunopatogenesis utama dermatitis atopik
berkaitan dengan sel T helper (Th), yang berfungsi mengenali antigen dan
mengatur respon imun seperti inflamasi, pertahanan terhadap infeksi virus,
serta poliferasi sel T dan B spesifik. Sel Th berperan utama dalam
patogenesis dermatitis atopik dimana jumlah Th 2 lebih banyak pada
6
penderita atopi sedangkan jumlah Th1 menurun.

3) Faktor Genetik

Penyakit atopik merupakan suatu kecenderungan genetik yang


dapat mengembangkan suatu alergi pada individu. Dermatitis atopi
merupakan salah satu penyakit yang tergolong ke dalam penyakit atopi.
Ditinjau dari definisi, dermatitis atopi atau yang biasa dikenal dengan istilah
atopic eczema adalah suatu penyakit kulit bersifat kronis residif yang sering
7
terjadi pada usia bayi hingga anak- anak.

Pasien yang memiliki riwayat atopik dalam keluarganya maka paling sering
ditemukan di dermatititis atopik, penyebab dari dermatitis atopik banyak
disebabkan oleh keluarnya gen IL-4. Kromosom 5q31-33 memiliki kumpulan
familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel
TH2. Variasi genetik aktivitas transkripsi gen IL-4 menjadi pengaruh berbeda
dermatitis atopik. Ikatan yang kuat pada polimorfisme spesifik gen kinasesal
mas dengan kelainan atopik, berbeda halnya dengan asma bronkia (rhinitis
alergi)

4) Faktor lingkungan dan Gaya Hidup

Faktor ekologi dan cara hidup yang berbeda dapat mempengaruhi


penyebaran dari dermatitis atopik. Dermatitis atopik lebih sering ditemukan
pada keadaan sosial yang tinggi daripada kesejahteraan ekonomi yang
rendah. Faktor ekologis, misalnya pencemaran dan alergen dapat memicu
respons atopik pada orang yang tidak berdaya. Pajanan terhadap racun dan
alergen ini adalah :
a) Polutan : Asap tembakau, meningkatnya polusi udara, penggunaan
penghangat ruangan yang menyebabkan peningkatan suhu dan
pengurangan kelembaban udara, penggunaan sistem udara panas.
b) Allergen
- Aeroalergen atau alergen inhalan : serangga debu rumah, debu
produk organik, bulu hewan, pertumbuhan kecoa
- Makanan : susu, telur, kacang-kacangan, ikan laut, kerang dan
gandum
- Mikroorganisme : Staphylococcus aureus, Atreptococcus sp, P.
ovale, candida albicans, Trycophyton sp
- Bahan pengganggu : bulu domba, pembersih, nikel, peru balsam.

Faktor gaya hidup yang dapat menimbulkan gejala atopik biasanya berupa
menghindari olahan makanan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
atopik serta sebisa mungkin mengurangi bahan kimia atau sesuatu yang
8
dapat menimbulkan inflamasi terlihat.

4. Klasifikasi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik umumnya didasarkan atas keterlibatan organ tubuh,


dermatitis atopik murni hanya terdapat dikulit, sedangkan dermatitis atopik
dengan kelainan di organ lain, misalnya asma bronkial, rhinitis alergika, serta
hipersensitivitas terhadap berbagai alergen polivalen (hirup dan makanan).
Bentuk dermatitis atopik murni terdiri atas 2 tipe, yaitu tipe dermatitis intrinsik
dan ekstrinsik. Dermatitis intrinsik adalah dermatitis atopik tanpa bukti tanpa
peningkatan kadar igE total didalam serum. Tipe kedua adalah dermatitis
ekstrinsik, bila terbukti pada uji kulit terdapat hipersensitivitas terhadap
alergen hirup dan makanan.
Klasifikasi yang lebih praktis untuk aplikasi klinis didasarkan atas usia
saat terjadinya dermatitis atopik, yaitu dermatitis atopik fase infantil,
dermatitis atopik anak dan dermatitis atopik remaja dan dewasa :

a) Dermatitis atopik Fase Infantil

Dermatitis atopik lebih sering muncul pada usia bayi (2 bulan-2 tahun),
umumnya awitan dermatitis atopik terjadi pada usia 2 bulan. Tempat
predileksi utama diwajah diikuti kedua pipi dan tersebar simetris. Lesi dapat
meluas ke dahi, kulit kepal, telinga, leher, pergelangan tangan, dan tungkai
4
terutama dibagian volar atau fleksor.

Dengan bertambahnya usia, fungsi motorik bertambah sempurna, anak


mulai merangkak dan belajar berjalan, sehingga lesi kulit dapat ditemukan
dibagian ekstensor, misalnya lutut, siku, atau di tempat yang mudah
mengalami trauma. Pada usia bayi kurang dari 1 tahun, beberapa alergen
makanan (susu sapi, telur, kacang-kacangan) kadang-kadang masih
berpengaruh tetapi pada usia yang lebih tua alergen hirup dianggap lebih
berpengaruh. 4

b) Dermatitis Atopik Fase Anak

Pada dermatitis atopik fase anak (usia 2-10 tahun) dapat merupakan
kelanjutan fase infantil atau muncul tanpa didahului fase infantil. Tempat
predileksi lebih sering di fosa kubiti dan poplitea, fleksor pergelangan tangan,
kelopak mata dan leher, dan tersebar simetris. Kulit pasien dermatitis atopik
dan kulit pada lesi cenderung lebih kering. Lesi dermatitis cenderung
menjadi kronis, disertai hiperkeratosis hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi,
krusta dan skuama. Pada fase ini pasien dermatitis atopik lebih sensitif
4
terhadap alergen hirup, wol dan bulu binatang.

c) Dermatitis Atopik Fase Remaja dan Dewasa


Dermatitis atopik remaja dan dewasa (usia >13 tahun) dapat merupakan
kelanjutan fase infantil atau fase anak. Tempat predileksi mirip dengan fase
anak, dapat meluas mengenai kedua telapak tangan, jari-jari, pergelangan
tangan, bibir, leher bagian anterior, skalp, dan puting susu. Manisfestasi
klinis bersifat kronis, berupa plak hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi,
ekskoriasi dan skuamasi. Rasa gatal lebih hebat saat beristirahat, udara
panas dan berkeringat. Fase ini berlangsung kronik-residif sampai usia 30
tahun, bahkan lebih. 6

5. Manisfestasi Klinis Dermatitis Atopik

Gambaran klinis dan hasil pemeriksaan yang spesifik untuk diagnosis


dermatitis atopik sampai sekarang belum ada. Gambaran klinis yang utama
adalah adanya gatal, yang berhubungan dengan kronisitas penyakit,
morfologi dan distribusi lesi. Dermatitis atopik dapat dibagi dalam 3 tipe
berdasarkan umur penderita dan gambaran klinis, yaitu:

a) Tipe bayi (infantil type, 0-2 tahun)

Lesi dimulai dari wajah, tetapi dapat mengenai tempat lain. Di awali suatu
plak eritema, papul, dan vesikel yang sangat gatal di pipi, dahi, dan leher,
tetapi dapat pula mengenai badan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai
merangkak lesi dapat di tangan dan lutut. Karena garukan terjadi erosi dan
ekskoriasi atau krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Xerosis dapat terjadi
menyeluruh, termasuk rambut dan kulit kepala kering. Tipe ini cenderung
kronis dan residitif. 1

b) Tipe Anak (chilhood type, 3-12 tahun)

Predileksi pada fossa kubiti dan poplitea, daerah fleksor pergelangan


tangan, wajah dan leher. Lesi kering, likenifikasi, batas tidak tegas, karena
garukan terlihat pula ekskoriasi dan krusta. Dapat merupakan lanjutan dari
tipe bayi atau timbul pertama kali. Sering ditemukan lipatan Dennie morgan
yaitu lipatan kulit di bawah kelopak mata. Kuku dapat menjadi lebih
mengkilap dan kasar akibat gesekan yang konstan. Sebagian besar dari tipe
1
ini akan menghilang pada usia puberitas.

c) Bentuk dewasa (adult type, >12 tahun)

Kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, eksema, dan krusta. Predileksi lesi
secara klasik ditemukan pada daerah fossa kubiti dan poplitea, leher depan
dan belakang, dahi serta daerah sekitar mata. Tipe ini adalah kelanjutan dari
1
tipe bayi dan tipe anak ataupun dapat timbul pertama kali.

6. Kriteria Diagnosis Dermatitis Atopik

Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan secara klinis dengan gejala


utama gatal, penyebaran simetris di tempat predileksi (sesuai usia), terdapat
dermatitis yang kronik-residif, riwayat atopi pada pasien atau keluarganya.
Kriteria tersebut disebut sebagai kriteria mayor Hanifin-Rajka, untuk
memastikan diagnosis dibutuhkan 3 tanda minor lainnya.

Dalam praktik sehari-hari dapat digunakan kriteria william guna menetapkan


diagnosis dermatitis atopik, yaitu:

1) Harus ada:
Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil)
2) Ditambah 3 atau lebih tanda berikut:
 Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa poplitea,
bagian anterior dorsum pedis, atau seputar leher (termasuk
kedua pipi pada anak <10 tahun)
 Riwayat asma atau hay fever pada anak (riwayat atopi pada
anak < 4 tahun pada generasi-1 dalam keluarga)
 Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun
 Dermatitis fleksural (pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada
anak < 4 tahun)
 Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak dinyatakan pada anak < 4
tahun)

Tabel 1 : Kriteria Diagnosis Dermatitis Atopik Menurut Hanifin-


Rajka

Kriteria Mayor (harus terdapat 3) Kriteria Minor (harus terdapat 3


atau lebih)
1. Pruritus 1. Kulit kering
2. Morfologi dan distribusi lesi khas: 2.Iktiosis/hiperlinearis
Litenfikasi fleksural atau hiperlinearis palmar/keratosis pilaris
pada dewasa. Mengenai wajah dan 3. Peningkatan kadar igE serum
ekstensor pada bayi dan anak. 4. Usia awitan dini
3.Dermatitis kronik atau kronik 5.Kecenderungan mendapat Infeksi
kulit akibat gangguan imunitas
berulang.
seuler
4. Riwayat atopi pasien atau 6. Kecenderungan mendapat
dermatitis non spesifik pada tangan
Keluarga
dan
7. Eksema pada putting susu
8. Kelitis
9. Konjungtivitis berulang
10. lipatan orbita Dennie-Morgan
11. Keratokonus
12. Katarak subkapsuler anterior
13. Hiperpigmentasi daerah orbita
14. Kemerahan/kepucatan di pipi
15. Pitiriasis alba
16. Dermatitis di lipatan leher
anterior
17. Gatal bila berkeringat
18. Intoleransi terhadap wol dan
pelarut
19. Aksentuasi perifolikuler
20. Intoleransi makanan
21. Perjalanan penyakit
dipengaruhi lingkungan/emosi
22, Dermografisme putih/delayed
blanch

7. Tata Laksana Dermatitis Atopik

Masalah pada dermatitis atopik sangat kompleks sehingga dalam


penatalaksanaannya perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang
mempengaruhi, upaya preventif atau terapi kausal sesuai etiologi dan
4
sebagian patogenesis penyakit yang telah diketahui.

Kongres konsensus International Dermatitis Atopik ke II (International


Consensus Conference on Atopic Dermatitis II / ICCAD II) di New Orleans,
2002, telah menyepakati pedoman terbaru terapi dermatitis atopik, dengan
memperhatikan :

1) Efektivitas obat sistemik yang aman, bertujuan untuk mengurangi rasa


gatal, reaksi alergik dan inflamasi. Sebagai terapi sistemik dapat
diberikan antihistamin (generasi sedatif atau non-sedatif sesuai
kebutuhan) dan kortikosteroid sistemik bukan merupakan hal yang
rutin, digunakan terutama pada kasus yang parah atau rekalsitrans,
dengan memperhatikan efek samping jangka panjang.
2) Jenis terapi topikal, berupa:
 Kortikosteroid (sebagai anti inflamasi, anti-pruritus dan
imunosupresif, dipilih yang aman untuk dipakai dalam jangka
panjang). Bahan vehikulum disesuaikan dengan fase dan
kondisi kulit.
 Pelembab (digunakan untuk mengatasi gangguan sawar kulit)
 Obat penghambat kalsineurin (pimekrolimus atau takrolimus)
3) Kualitas kehidupan dan tumbuh kembang anak.

8. Pemeriksaan Penunjang Dermatitis Atopik

pemerik

DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari W. Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Dermatitis Atopik. J
Kedokt Nanggroe Med. 2018;1(1):84–90.

2. Carmela Avena-Woods, BS Pharm, PharmD B. Overview of Atopic


Dermatitis. 2017;

3. Effendi A, Silvia E, Nurmalasari Y, Lawren J. HUBUNGAN ANTARA


JENIS KELAMIN DENGAN ANGKA KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK
DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN
2019. J Med Malahayati. 2020;4(2):104–11.

4. Boediardja SA. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. In 2015.

5. Nutten S. Atopic dermatitis: Global epidemiology and risk factors. Ann


Nutr Metab [Internet]. 2015;66:8–16. Available from:
http://www.embase.com/search/results?
subaction=viewrecord&from=export&id=L604238349%5Cnhttp://
dx.doi.org/10.1159/000370220

6. Pandaleke TA, Herry E. J. Pandaleka. Etiopatogenesis Dermatitis


Atopi. J Biomedik. 2014;6(2).

7. Kardana IM. Dermatitis atopi pada bayi usia 0- 12 bulan kelahiran


RSUP Sanglah Denpasar dengan riwayat atopi keluarga antara bulan
Desember 2015- Januari 2016. 2020;11(3):1045–8.

8. Pratiwi HI, Kamardi R. Pengembangan Sistem Web Sebagai Diagnosa


Dini Penyakit Alergi Kulit Dermatitis Atopik Dengan Metode Forward
Chaining. Widyakala J. 2019;6(2):167.

Anda mungkin juga menyukai