BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Asma merupakan penyakit kronik tersering pada anak dan masih tetap
merupakan masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti
asma. Mengacu pada data epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini
diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi asma. Selain
karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat terdiri dari bayi , anak,
dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan implikasi
khusus pada penatalaksanaannya.
Pengetahuan dasar tentang masalah sensitisasi alergi dan inflamasi
khususnya, telah banyak mengubah sikap kita terhadap pengobatan asma anak,
terutama tentang peran anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengobatan asma
anak. Oleh karena itu pengertian yang lebih baik tentang peran faktor genetik,
sensitisasi dini oleh alergen dan polutan, infeksi virus, serta masalah lingkungan
sosioekonomi dan psikologi anak dengan asma diharapkan dapat membawa
perbaikan dalam penatalaksanaan asma.
3.2 Epidemiologi
Penderita asma didunia diperkirakan memiliki prevalensi 7,2% (6% pada
dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-
10 kali di negara berkembang di banding negara maju. Di Indonesia, prevalensi
asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar
5,2 %. Berdasarkan laporan National Center For Health Statictics (NCHS),
prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak
(jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000 (jumlah
dewasa 7,8 juta). Sebelum masa pubertas, prevalensi asma pada laki- laki 3 kali
lebih banyak dibanding perempuan, selama masa remaja prevalensinya hampir
sama dan pada dewasa laki- laki lebih banyak menderita asma dibanding wanita.
14
Chandra dkk. mengamati 109 bayi yang berasaldari keluarga atopi sampai
berumur 1 tahun. Bila ibu diberikan diet susu sapi, telur, ikan, kacang semasa
kehamilan trimester ketiga dan semasa laktasi, dan bayi mendapat air susu ibu
eksklusif sampai umur 6 bulan maka prevalens DA pada bayi tersebut sangat
rendah. Pernyataan ini kemudian dibantah bahwa ibu yang diberikan diet pada
kehamilan trimester ketiga akan menghindarkan bayinya dari penyakit alergi
hanya sampai umur 5 tahun.
Merokok saat hamil
Ibu yang merokok saat hamil akan melahirkan bayi prematur yang akan
mempunyai ukuran paru lebih kecil dan akan mempunyai faktor risiko mengi
pada usia neonatus, di samping itu asap rokok akan mengurangi fungsi paru bayi.
Dengan menggunakan teknik tertentu dapat dibuktikan bahwa sudah terdapat
obstruksi saluran napas derajat ringan pada bayi usia 3 hari bila ibunya perokok
waktu hamil. Penelitian juga membuktikan bahwa bayi prematur dari ibu perokok
waktu hamil akan rentan terhadap infeksi saluran napas disebabkan oleh virus,
dan karena IgE tali pusat bayi ini tinggi >0,9 IkU/l.
Faktor Pascanatal
Diet
Insidens alergi makanan tertinggi pada usia tahun pertama kehidupan dan
sebagian besar alergi makanan akan sembuh sekitar usia 3 tahun. Kecuali untuk
beberapa makanan seperti kacang, ikan laut akan menetap seumur hidup. Dari 150
anak alergi makanan, 42% berusia di bawah 2 tahun dan hanya 3% berusia di atas
12 tahun. Zeiger dan Heller pada studi kontrol terhadap 103 bayi yang diamati
sampai berumur 7 tahun; pada ibunya diberikan diet susu sapi, telur, gandum
selama masa laktasi, maka pada usia 1 tahun terdapat perbedaan bermakna antara
2 kelompok terhadap kejadian DA dan alergi makanan. Alergi susu sapi akan
berkurang sekitar usia 2 tahun, tetapi pada usia 7 tahun tidak nampak perbedaan
prevalens antara DA dan alergi makanan pada 2 kelompok tersebut.
Kesimpulannya yaitu diet hipoalergenik waktu menyusukan bayi akan
menurunkan prevalens alergi makanan dan DA pada usia dini.
16
Oehling dkk melaporkan bahwa 8,5% dari 284 anak asma disebabkan oleh
alergi makanan, dan terbanyak sensitisasi terjadi pada tahun pertama kehidupan,
dan penyebab makanan yang tersering adalah telur. Dermatitis atopi dengan uji
kulit positip terhadap telur pada usia dini akan meningkatkan derajat
hipersensitivitas seorang anak untuk mengidap asma di kemudian hari. Penelitian
lain di National Jewish Center melaporkan bahwa penelitian prospektif selama 18
tahun terhadap 410 anak asma, diantaranya 68% mempunyai riwayat alergi
makanan, sedangkan anak dengan DA dan DBPCFC positip akan mempunyai
risiko asma dan alergi. Penelitian Subbagian Alergi-Imunologi IKA mendapatkan
DA terjadi pada umur kurang dari 1 tahun jika awitan maka akan mendapatkan
alergi respiratorik (rinitis alergi dan atau asma) di kemudian hari, dan penundaan
pemberian telur setelah umur 1 tahun akan melindungi anak terhadap risiko alergi
respiratorik. Bagaimana peran makanan dapat mencetuskan serangan asma belum
diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis menerangkan bahwa anak dengan DA
dan alergi makanan akan mempunyai kadar histamin yang tinggi di dalam
darahnya, karena mediator inflamasi sel mast. Teori tersebut lemah karena
mediator akan cepat dimetabolisme. Kemungkinan lain adalah alergen yang
dimakan akan mencapai sel inflamasi di saluran napas.
Alergi makanan kebanyakan dihubungkan dengan IgE spesifik yang dapat
diperiksa secara invitro (RAST) atau dengan uji kulit. Uji kulit negatif
mempunyai nilai prediktif yang tinggi dengan gejala klinik, sebaliknya uji kulit
mempunyai nilai prediksi positip sebesar 50%. Serangan asma yang tercetus
akibat menghirup gandum yang sedang dibakar (baker’s asthma), biasanya uji
kulit terhadap gandum akan positip juga. Seorang yang alergi terhadap ikan akan
mengalami serangan asma bila ia menghirup uap gorengan ikan.
Paparan Aeroalergen
Polusi Data mengenai paparan polusi udara hubungannya dengan asma dan rinitis
alergik masih kontroversi. Polusi udara oleh ozone, nitrogen dioksid, dan sulfur
dioksid dikenal bersifat iritasi terhadap saluran napas dan akan memperberat asma
karena akan meningkatkan reaksi hipersensitivitas non spesifik. Tetapi tidak
demikian halnya dengan penelitian yang diadakan di Jerman, yaitu anak yang
17
tinggal di Jerman Timur yang lebih banyak menghirup udara polusi mempunyai
insiden asma rendah dibandingkan anak yang tinggal di Jerman Barat yang
udaranya lebih bersih.
Aeroalergen
Aeroalergen sangat berperan pada asma dan rinitis alergik. Alergen rumah
seperti tengu debu rumah (Dermatophagoides pteronyssinus, Dermatophagoides
farinae, Euroglyphus, dan Blomiantropicalis), serpihan binatang piaraan, kecoa
dan jamur merupakan aeroalergen tersering sebagai penyebab penyakit alergi.
Prevalens tengu debu rumah berbeda pada tiap negara tetapi tengu debu rumah
berkembang biak pada suhu hangat dan lembab. Prevalens tengu debu rumah
sebagai penyebab asma di Meksiko sebesar 5%, Atlanta 66% dan Papua 91%.
Enam puluh persen sampai 80% asma anak akan alergi terhadap 1 atau lebih
aeroalergen yang dibuktikan dengan uji kulit positip. Aeroalergen di dalam rumah
(indoor) di berbagai negara tidak sama, seperti laporan dari Subbagian Alergi-
Imunologi IKA RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, aeroalergen terbanyak adalah
tengu debu rumah (45%), debu rumah (37%), serpihan binatang piaraan kucing,
anjing, ayam dan burung (26%), dan jamur 6%. Sedangkan di Amerika,
aeroalergen yang terbanyak adalah alteraria (38%), kecoa (36%), tengu debu
rumah (35%), kucing (24%), dan anjing (16%).
Pada DA tengu debu rumah juga turut berperan karena terdapat limfosit T
spesifik tengu debu rumah yang meningkatkan proliferasi sel T helper yang akan
meningkatkan sel eosinofil dan produksi IL-5. Kesimpulannya ialah sensitisasi
tengu debu rumah yang dimulai usia bayi pada DA akan berisiko untuk
berkembang menjadi alergi respiratorik di kemudian hari dengan alergen yang
sama. Aeroalergen asap rokok juga sangat berperan mencetuskan serangan asma
dan rinitis alergi.
Virus
Infeksi virus respiratory syncytial (RSV) sering menyebabkan bronkiolitis
pada bayi usia 3-6 bulan dan 75% dari mereka akan mengalami mengi pada usia 2
tahun, 50% masih mengi pada usia 3 tahun dan 40% akan tetap mengi sampai usia
di atas 5 tahun. Infeksi dengan RSV akan menyebabkan kerusakan epitel saluran
18
Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk
menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan:
peak flow meter
Uji cukit kulit (skin prick test)
eosinophil total darah
pemeriksaan IgE spesifik
Uji inflamasi saluran respiratori fractional exhaled nitric oxide (FeNO),
eosinofil sputum
Uji provokasi bronkus dengan excercise, mrtakolin dan larutan salin
hipertonik.
3.7 Diagnosis Banding
Terdapat banyak kondisi masa anak yang dapat menyebabkan mengi dan
batuk asma, namun bukan semua batuk dan mengi adalah asma. Kesalahan
diagnosis dapat memperlambat tatalaksana terhadap penyebab yang mendasari
dan menyebabkan anak terpapar terapi asma yang tidak tepat.
Saluran respiratori atas Saluran respiratori tengah Saluran respiratori bawah
Rinitis alergi Stenosis bronkus Asma
Hipertrofi adenoid/tonsil Pembesaran KGB Brokiektasis
Benda asing Epiglotitis Displasia bronkopulmonar
Rinitis terinfeksi Laringomalasia Cystic fibrosis
Sinusitis Pertusis Refluks gastroesofagus
Stenosis trakea Sindrom hiperventilasi
Trakeomalasia Bronkiolitis obliteratif
Disfungsi pita suara Bronkiolitis virus
3.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana medis asma antara lain mencakup beberapa hal penting:
kontrol lingkungan, terapi fakmakologi, dan edukasi pasien termasuk ketrampilan
untuk tatalaksana mandiri. Karena banyak anak dengan asma mempunyai alergi
lainnya. Untuk anak dengan asma, paparan terhadap rokok dan asap kayu serta
orang yang sedang menderita infeksi virus harus di minimalisasi. Pengobatan
asma dapat dibagi menjadi pengobatan jangka panjang dan pengobatan pelega.
Konsensus International III dan juga pedoman Nasional Asma Anak tidak
menganjurkan pemberian anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma
episodik ringan. Hal ini juga sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan
obat controller pada Asma Intermitten, dan baru perlu memberikannya pada asma
persisten ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti inflamasi yaitu steroid hirupan dosis
rendah, atau kromoglikat hirupan. Jika dengan pemakaian beta-2 Agonis hirupan
lebih dari 3x/minggu (tanpa hitungan penggunaan pra-aktivitas fisik) atau
serangan sedang – berat muncul > 1x/bulan atau pengobatan yang diberikan sudah
adekuat dalam waktu 4 -6 minggu, namun tidak menunjukkan respon yang baik
maka tatalaksananya berpindah ke asma episodik sering.
b. Asma Episodik Sering
Jika penggunaan beta-2 Agonis hirupan > 3x/minggu (tanpa menghitung
penggunaan praaktivitas fisis) atau serangan sedang/ berat terjadi lebih dari sekali
dalam sebulan, maka penggunaan anti- inflamasi sebagai pengendali sudah
terindikasi. Tahap pertama obat pengendali pada asma episodik sering adalah
pemberian steroid hirupan dosis rendah. Obat steroid hirupan yang sudah sering
digunakan pada anak adalah budesonid. Dosis rendah steroid hirupan adalah
setara dengan 100- 200 ug/hari, budesonid (50-100 ug/hari flutikason) untuk anak
berusia >12 tahun. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis
100-200 ug/hari atau secara flutikason 50-100 ug belum pernah di laporkan
adanya efek samping jangka panjang.
Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali
berupa anti inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Oleh
karena itu penilaian efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang
diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Jika setelah pengobatan selama 6-
8 minggu dengan steroid hirupan dosis rendah tidak menunjukkan respons (masih
terdapat gejala asma, gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan
dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400
ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana asma persisten. Jika tatalaksana dalam
suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responnya tetap tidak baik
dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksananya berpindah ke yang lebih berat
29
(step- up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka
derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step- down). Bila memungkinkan steroid
hirupan di hentikan penggunaannya.
Nama Generik Sediaan Dosis
Metilprednisolon Tablet 4mg, 8mg 0,5mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Pednison Tablet 5mg 0,5-1mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Metilprednisolon Vial 125mg-500mg 30 mg dalam 30 menit (dosis
suksinat injeksi tinggi)- tiap 6 jam
Hidrokortison suksinat 4 mg/kgBB/kali- tiap 6 jam
Vial 100mg
injeksi
Ampul
Deksamethason injeksi 0,5 – 1 mg/kgBB- bolus,
dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam
Betamethason injeksi Ampul 0,05 – 0,1 mg/kgBB- tiap 6jam
c. Asma Persisten
Pada penatalaksanaan asma persisten terdapat dua alternatif yaitu dengan
menggunakan steroid hirupan dosis medium dengan memberikan budesonid 200-
400 ug/hari (100- 200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia <12 tahun, 400-
600ug/hari budesonid (200-300ug/hari flutikason)untuk anak berusia > 12 tahun.
Selain itu dapat digunakan alternatif pengganti dengan menggunakan steroid
hirupan dosis rendah di tambah dengan Long Acting Beta-2 Agonist (LABA) atau
ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR) atau di tambahkan Anti
Leukotriane Receptor (ALTR).
Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena
perbedaan kemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan anak
perlu dipertimbnagkan, lebih dari 50% anak dengan asma tidak dapat memakai
alat hirupan biasa (Metered Dose Inhaler) perlu dilakukan pelatihan yang benar
dan berulang kali. Berikut tabel anjuran pemakaian alat inhalasi disesuaikan
dengan usia.
30